Tampilkan postingan dengan label nutrisi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label nutrisi. Tampilkan semua postingan

nutrisi


 




Masa sekolah merupakan masa dimana anak 
mengenal lingkungan di luar kehidupan rumah 
ataupun keluarga. Anak usia sekolah dasar cenderung 
memiliki aktivitas bermain. Kebutuhan gizi anak 
sebagian besar dipakai  untuk beraktivitas dan 
pembentukan jaringan. Pemenuhan kebutuhan gizi 
pada anak, salah satunya adalah dengan 
memperhatikan pola asupan pada anak dalam 
kesehariannya.1 
Usia sekolah dasar merupakan salah satu 
kelompok yang rawan mengalami masalah gizi. 
Masalah gizi yang sering dijumpai pada anak sekolah 
yaitu overweight dan underweight. Prevalensi 
obesitas di Indonesia secara nasional meningkat 1,3% 
dari Tahun 2007 ke 2010 menjadi 9,2%. Menurut 
Riskesdas Tahun 2013, diketahui prevalensi obesitas 
pada anak usia 5-12 tahun secara nasional adalah 
sebesar 18,8%, yang terdiri dari gemuk 10,8% dan 
sangat gemuk (obesitas) sebesar 8,0%, sedangkan 
prevalensi gizi kurang/anak kurus secara nasional  
(menurut IMT/U) pada anak umur 5-12 tahun adalah 
11,2%, terdiri dari 4,0% sangat kurus dan 7,2% 
kurus.2 Pada wilayah D.I.Yogyakarta, Prevalensi 
anak dengan kategori gemuk sebesar 9,1%, kategori 
sangat gemuk 6,9%, kategori normal 76,5%, kategori 
kurus 5,8%, dan kategori sangat kurus 1,7%.2 
Kebiasaan sarapan pada anak dapat menjadi 
faktor yang mempengaruhi status gizi (IMT/U). 
Kelebihan berat badan dapat disebabkan karena anak 
melewatkan sarapan sehingga meningkatkan asupan 
jajan terutama jajanan yang tinggi kalori, gula serta 
tinggi lemak,3 akan tetapi anak yang melewatkan 
sarapan dapat juga mengalami underweight. Hal ini 
dikarenakan tidak diimbangi dengan peningkatan 
asupan.4 Studi yang dilakukan di Indonesia, di salah 
satu SD Kota Semarang, dari 426 siswa 19,7% siswa 
mengalami overweight dan obesitas. Subjek dengan 
status gizi lebih terbanyak ditemukan pada usia 11 
tahun (8%). Sebanyak 28 subjek (43,75%) dari 64 
subjek memiliki kebiasaan tidak sarapan dan sering 
jajan.  
Sarapan merupakan kegiatan untuk 
mengonsumsi makanan yang dilakukan pada pagi 
hari. Energi dari sarapan berkontribusi 20-25% dari 
kebutuhan energi total per harinya.5,6Sarapan 
sebaiknya mengandung makanan pokok, lauk hewani 
maupun nabati, sayur serta buah yang mencakup 
karbohidrat, protein, lemak, serat, serta zat gizi mikro 
yang dibutuhkan oleh tubuh. Seorang anak yang 
sering melewatkan sarapan meningkatkan risiko jajan 
di sekolah. 
 Jajanan merupakan makanan dan minuman 
yang dijual di tempat-tempat umum yang dapat 
langsung dimakan dan dikonsumsi tanpa pengolahan 
dan persiapan lagi. Jajanan yang ada  di sekolah 
sangat beraneka ragam. Jajanan yang tinggi kalori, 
karbohidrat dan lemak dapat memicu  terjadinya 
obesitas pada anak.7,8 Selain itu data Pangan Jajanan 
Anak Sekolah (PJAS) yang dilakukan Badan POM RI 
Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan bersama 
26 Balai Besar/Balai POM di Indonesia pada tahun 
2009 menunjukkan bahwa 45% PJAS tidak 
memenuhi mutu dan keamanan pangan karena 
mengandung bahan kimia berbahaya, Bahan 
Tambahan Pangan (BTP) yang melebihi batas aman, 
serta akibat cemaran mikrobiologi.9,10Jika jajanan 
ini  dikonsumsi oleh anak dapat memicu  
anak rentan sakit dan akan mempengaruhi status gizi 
anak.  
Kebiasaan jajan anak sekolah di Provinsi D.I 
Yogyakarta cenderung meningkat dan memilih 
konsumsi jajan yang kurang sehat. Selain itu tingkat 
konsumsi sayur dan buah juga rendah. Kabupaten 
todanan blora  merupakan daerah dengan konsumsi 
buah dan sayur terendah diantara kabupaten lain di 
Provinsi D.I Yogyakarta (4,8%). Anak laki-laki usia 
6-14 tahun di Kabupaten todanan blora  memiliki  
angka prevalensi gizi kurang sebesar 12,8% yang 
mendekati angka kurus nasional yaitu 13,3% dan 
pada anak perempuan memiliki angka prevalensi gizi 
kurang diatas angka nasional (10,9%) yaitu sebesar 
15,3%, sedangkan prevalensi untuk gizi lebih sebesar 
3,8% pada laki-laki dan 2,0% untuk 
perempuan.11berdasar  latar belakang ini , 
maka peneliti ingin mengetahui lebih lanjut mengenai 
hubungan frekuensi sarapan dan konsumsi jajan 
dengan z-score IMT/U  pada siswa sekolah dasar di 
Kabupaten todanan blora . 
 

 berdasar  perhitungan besar sampel, subjek 
dalam penelitian ini berjumlah 67 orang. Subjek 
diambil memakai  metode simple random 
sampling, dari 80 subjek diambil 67 subjek. Kriteria 
inklusi adalah siswa dengan rentang usia 9-12 tahun, 
bersedia menjadi subjek penelitian dengan mengisi 
informed consent dan mengikuti prosedur penelitian, 
tidak sedang menderita penyakit infeksi akut/kronik 
atau dalam perawatan dokter. Kriteria eksklusi yaitu 
subjek pindah  sekolah dan mengundurkan diri 
selama proses penelitian berlangsung.  
 Variabel bebas dalam penelitian ini adalah 
frekuensi sarapan dan konsumsi jajan sedangkan 
variabel terikat adalah z-score IMT/U. Pengumpulan 
data karakteristik sampel didapatkan dari kuesioner 
yang terdiri dari nama, jenis kelamin, usia, tanggal 
lahir, kelas, dan uang saku. Data frekuensi sarapan 
diperoleh melalui wawancara dan dihitung 
berdasar  frekuensi subjek melakukan sarapan 
selama seminggu. Frekuensi sarapan dikatakan sering 
jika subjek melakukan sarapan ≥4 kali/minggu dan 
dikategorikan jarang jika subjek melakukan sarapan 
<4 kali/minggu. Data konsumsi jajan dan asupan 
energi diperoleh melalui food frequency 
questionnaire (FFQ). Energi jajan dikategorikan 
rendah jika <10%, cukup jika 10-20%, dan dikatakan 
lebih jika >20% dari total energi. Asupan energi 
dikategorikan lebih apabila >110% AKG, cukup 
apabila 80-110% AKG dan kurang apabila <80% 
AKG.12 Data aktivitas fisik dihitung melalui 
kuesioner aktivitas fisik. Aktivitas fisik dikategorikan 
ringan apabila ≤2000 kkal, sedang 2001-2400 kkal, 
dan berat 2401-2600 kkal.13 Status gizi (z-score 
IMT/U) diperoleh melalui pengukuran berat badan 
dan tinggi badan. Pengukuran berat badan 
memakai  timbangan digital dengan ketelitian 0,1 
kg dan pengukuran tinggi badan memakai  
microtoise dengan ketelitian 0,1 cm dimana saat 
pengukuran subjek tidak memakai sepatu dan ikat 
pinggang.   
 Pengolahan dan analisis data dilakukan 
memakai  program komputer. Analisis data 
memakai  univariat, bivariat dan multivariat. 
Analisis univariat dipakai  untuk mendeskripsikan 
masing-masing variabel. Data diuji normalitasnya 
memakai  uji Kolmogorov-Smirnov (n>50) 
dengan nilai kemaknaan p>0,05. Analisis bivariat 
dipakai  untuk mengetahui hubungan masing-
masing variabel frekuensi sarapan, konsumsi jajan, 
aktivitas fisik, dan asupan energi dengan variabel z-
score IMT/U memakai  uji korelasi Rank 
Spearman karena data berdistribusi tidak normal. 
Analisis multivariat dipakai  untuk mengetahui 
variabel prediktor dari z-score IMT/U memakai  
uji regresi linier ganda.  
Jumlah subjek penelitian ini sebanyak 67 orang 
yang terdiri dari 38 anak laki-laki dan 29 anak 
perempuan pada rentang usia 9-12 tahun. Kebiasaan   
sarapan subjek berkisar 4 kali/minggu. Median 
aktivitas fisik subjek tergolong sedang. Median untuk 
asupan energi subjek adalah 1342 kkal. Karakteristik 
subjek selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.  
 

 
Distribusi Frekuensi Sarapan, Konsumsi Jajan, 
Aktivitas Fisik, Asupan Energi, dan Status Gizi 
 Tabel 2. menunjukkan sebanyak 62,5% subjek 
yang memiliki kebiasaan jarang sarapan memiliki 
status gizi overweight (IMT/U >1 SD). Subjek 
dengan konsumsi jajan berlebih dan memiliki status 
gizi overweight sebanyak 66,67% subjek. Subjek 
yang memiliki aktivitas ringan dan  mengalami 
overweight sebesar 73,9%. Selain itu, subjek dengan 
asupan energi lebih dan mengalami overweight 
sebanyak 11 orang (91,7%).  
Gambaran Frekuensi Sarapan Siswa dengan 
Konsumsi Jajan 
 Tabel 3. menunjukkan gambaran frekuensi 
sarapan siswa dengan konsumsi jajan. Siswa yang 
jarang sarapan dan memiliki konsumsi jajan berlebih 
sebesar 57,1%. Siswa yang sering sarapan, sebagian 
besar memiliki konsumsi jajan yang tergolong cukup 
yaitu sebesar 80,6%. Rerata persentase asupan jajan 
terhadap total kebutuhan sehari untuk siswa yang 
sering sarapan sebesar 17,3% sedangkan untuk siswa 
yang jarang sarapan sebesar 20,04%. 
Gambaran  Subjek berdasar  Jenis Sarapan 
Tabel 4. menunjukkan bahwa sebanyak 24 
orang (35,8%) siswa sarapan dengan jenis sarapan 
berupa makanan pokok dan hewani. Sebanyak 29,9% 
sarapan subjek berupa makanan pokok, lauk 
(hewani/nabati) dan susu. 
Distribusi Subjek Menurut Pemilihan Makanan 
Jajanan 
 Tabel 5. menunjukkan variasi jajanan yang ada 
di Kabupaten todanan blora . Pemilihan makanan 
jajanan pada 67 subjek yang diteliti menunjukkan 
hasil yang beragam. Jajanan yang sering dikonsumsi 
subjek  adalah singkong dan olahannya, cilok, serta 
gorengan. 
 
Hubungan antara frekuensi sarapan, konsumsi 
jajan, aktivitas fisik, dan asupan energi dengan z-
score IMT/U 
Tabel 6, diketahui bahwa ada  hubungan 
frekuensi sarapan, konsumsi jajan, aktivitas fisik dan 
asupan energi dengan z-score IMT/U (p<0,05). 
Semakin jarang anak sarapan, maka z-score IMT/U 
semakin tinggi. Semakin  tinggi asupan energi dan 
jajan, maka semakin tinggi pula z-score IMT/U. 
Semakin rendah aktivitas fisik, maka z-score IMT/U 
semakin tinggi.  
 
Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa 
semua variabel memiliki p<0,25, kemudian variabel-
variabel ini  dianalisis lebih lanjut memakai  
analisis regresi linier ganda untuk mengetahui 
variabel prediktor dari variabel z-score IMT/U. Hasil 
uji regresi linier ganda akan dinyatakan dalam Tabel 
7. 
 

Hasil analisis regresi linier ganda 
menunjukkan bahwa variabel konsumsi jajan, 
aktivitas fisik, dan asupan energi menjadi variabel 
prediktor dari z-score IMT/U. Angka Adjusted R 
square adalah 0,573 menunjukkan bahwa 57,3% 
variasi z-score IMT/U dapat dijelaskan oleh 
konsumsi jajan, aktivitas fisik, dan asupan energi 
  
 berdasar  hasil penelitian di Kabupaten 
todanan blora , seperempat subjek mengalami 
overweight yaitu sebesar 25,4% dari 67 sampel. 
Subjek dengan status gizi lebih (z-score >1 SD) 
ditemukan pada anak usia 9 tahun sebesar 9%, usia 
10 tahun sebesar 9% dan pada usia 11 tahun sebesar 
7,5%. 
 Pada penelitian ini diketahui bahwa anak 
yang jarang sarapan sebanyak 24 orang dan sebanyak 
15 orang (62,5%) mengalami overweight. Hal ini 
sesuai dengan teori bahwa anak atau remaja yang 
meninggalkan sarapan akan berisiko untuk menjadi 
overweight (z-score >1 SD) atau obesitas 
dibandingkan dengan mereka yang sarapan.7 
Penelitian yang dilakukan oleh Watanabe dan Tin 
menunjukkan bahwa anak yang sering melewatkan 
sarapan akan memiliki indeks massa tubuh yang lebih 
besar.14,15 Hal ini terjadi ketika anak melewatkan 
sarapan dan merasa lapar maka mereka akan 
mengkonsumsi makanan berkalori lebih tinggi yang 
didapatkan dari makanan jajanan.16berdasar  
penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa makanan 
yang dikonsumsi biasanya memiliki densitas energi 
lebih tinggi.17 Makanan dengan densitas energi tinggi 
biasanya memiliki kandungan karbohidrat sederhana, 
gula dan lemak yang tinggi pula.18 berdasar  uji 
bivariat, ditemukan bahwa ada  hubungan antara 
frekuensi sarapan dengan z-score IMT/U secara 
statistik. 
 Dilihat dari jenis sarapan, sebanyak 35,8% 
subjek mengonsumsi sarapan dengan jenis makanan 
pokok dan hewani. Sebanyak 29,9% subjek 
mengonsumsi sarapan dengan jenis makanan pokok, 
lauk (hewani/nabati), dan susu. Jenis makanan pokok 
yang sering dikonsumsi di Kabupaten todanan blora  
diantaranya nasi, singkong dan olahannya (gathot dan 
tiwul). Jenis lauk hewani yang sering dikonsumsi 
yaitu telur ayam, telur itik, daging ayam, dan ikan 
sedangkan untuk lauk nabati yaitu tahu dan tempe. 
Sayuran yang sering dikonsumsi diantaranya gudeg, 
daun pepaya, bayam, gudangan dan trancam. Jenis 
buah yang paling sering dikonsumsi yaitu pisang, 
pepaya dan jambu. Energi setiap sarapan pada anak 
yang sering melakukan sarapan (43 orang) berkisar 
350,18 kkal sampai 625,24 kkal dengan rata-rata 
492,61±80,79 kkal. DEPKES RI mengatakan bahwa 
sarapan yang baik harus  memenuhi 15-30% dari 
kebutuhan energi total sehari.19 
 Hasil penelitian tentang konsumsi jajan 
menunjukkan bahwa subjek dengan asupan jajan 
berlebih sebanyak 21 orang dan 14 subjek (66,67%) 
mengalami overweight. Rerata energi dari makanan 
jajanan adalah 365,9±169,94 kkal dengan median 315 
kkal. ada  kejadian yang bermakna antara 
konsumsi jajan dengan z-score IMT/U secara 
statistik. Hal ini sesuai dengan teori yang 
menyebutkan bahwa asupan jajan dan ngemil 
berkaitan dengan kejadian overweight dan obesitas.20 
  Kebiasaan jajan sangat dipengaruhi oleh 
uang saku yang dimiliki.21 Dalam penelitian ini, uang 
saku yang didapat siswa  berkisar Rp 2000,00 sampai 
Rp 10000,00. Peran orang tua terhadap pemakaian  
uang saku sangat berpengaruh. Kurangnya nasihat 
dan arahan dari orang tua tentang pemanfaatan uang 
saku akan mendorong anak untuk memanfaatkannya 
secara bebas. Pemberian uang saku mempengaruhi 
kebiasaan jajan pada anak usia sekolah.22 Siswa yang 
mendapatkan uang saku lebih besar, cenderung 
memiliki frekuensi jajan lebih sering. Pemilihan 
makanan jajanan pada anak-anak di Kabupaten 
todanan blora  sangat beragam. Mayoritas anak-anak 
memilih jajanan berupa singkong dan olahannya 
sebanyak 14 orang (20,9%), cilok sebanyak 11 orang 
(16,42%), gorengan sebanyak 10 orang (14,93%), 
pisang dan olahannya sebanyak 7 orang (10,45%). 
  Variabel perancu dalam penelitian ini 
terbukti berkaitan dengan kejadian overweight. 
Variabel perancu dalam penelitian ini yaitu aktivitas 
fisik dan asupan energi. Hal ini  sesuai dengan 
teori bahwa aktivitas fisik mempengaruhi status gizi 
seseorang. Obesitas dapat disebabkan karena 
kurangnya aktivitas fisik, meningkatnya asupan 
kalori dan gaya hidup yang sedentari.23,24,25 Skor 
rerata untuk aktivitas fisik anak  adalah 
2032,4±229,42 kkal dengan median 2030 kkal. 
 Menurut teori, aktivitas fisik sangat 
mempengaruhi nilai z-score IMT/U seseorang. Orang 
dengan aktivitas fisik yang tinggi akan memiliki berat 
badan, IMT, dan lemak yang jauh lebih rendah 
dibandingkan dengan orang yang memiliki aktivitas 
fisik rendah. Aktivitas fisik merupakan gerakan 
yang disebabkan oleh kontraksi otot yang dapat 
menghasilkan pengeluaran energi. Berbagai kegiatan 
yang dilakukan saat melakukan pekerjaan merupakan 
cerminan kuantitas dari aktivitas fisik. Selama 
melakukan aktifitas fisik, otot membutuhkan energi 
untuk menghantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke 
seluruh tubuh dan mengeluarkan sisa-sisa tubuh. 
Banyaknya energi yang dibutuhkan tergantung pada 
berapa banyak otot yang bergerak, berapa lama dan 
berapa berat pekerjaan yang dilakukan. Kurangnya 
aktivitas fisik memicu  banyak energi yang 
tersimpan sebagai lemak, sehingga orang-orang yang 
kurang melakukan aktivitas fisik cenderung menjadi 
gemuk. Hal ini menjelaskan bahwa tingkat aktivitas 
fisik berkontribusi terhadap kejadian berat badan 
berlebih terutama orang dengan kebiasaan sedentari.  
 Kejadian overweight juga dipengaruhi oleh 
besarnya energi yang diasup perharinya. Anak 
dengan asupan lebih dan mengalami overweight 
sebanyak 11 orang (91,7%). Faktor asupan makanan 
memiliki peranan penting pada terjadinya obesitas. 
Obesitas pada hakekatnya merupakan timbunan 
triasilgliserol berlebih pada jaringan lemak akibat 
asupan energi berlebih dibanding pemakaian nya. 
Pengendalian asupan makanan melibatkan proses 
biokimiawi yang menentukan rasa lapar dan kenyang 
termasuk penentuan selera makanan, nafsu makan, 
dan frekuensi makannya.28 Besar dan aktifitas 
penyimpanan energi, terutama di jaringan lemak 
dikomunikasikan ke sistem saraf pusat melalui 
mediator leptin dan sinyal transduksi lain. 
Tampaknya, alur leptin merupakan regulator 
terpenting dalam keseimbangan energi tubuh. Mutasi 
gen-gen penyandi leptin dan sinyal transduksi 
ini  akan mempengaruhi pengendali asupan 
makanan dan menjurus ke timbulnya obesitas.29 
Orang obesitas biasanya mengalami defisiensi leptin. 
 Hasil uji regresi linier ganda terhadap variabel 
bebas menunjukkan bahwa konsumsi jajan, aktivitas 
fisik, dan asupan energi memiliki pengaruh yang 
bermakna terhadap z-score IMT/U. Variabel z-score 
IMT/U digambarkan sebesar 57,3% oleh konsumsi 
jajan, aktivitas fisik, dan asupan energi. Variabel 
frekuensi sarapan tidak termasuk dalam variabel 
prediktor karena variabel ini  memiliki p lebih 
tinggi dibandingkan dengan p pada variabel lainnya.  
 Selain itu, sebuah penelitian menyebutkan 
bahwa z-score IMT/U lebih dipengaruhi oleh asupan 
gizi terhadap kebutuhan dalam sehari, bukan dari 
jumlah berapa kali sarapan. Z -score IMT/U 
diduga bukan dipengaruhi secara langsung oleh 
frekuensi sarapan karena frekuensi sarapan yang 
teratur belum tentu kualitasnya baik. Sementara itu 
sarapan hanya mewakili 1 kali waktu makan, 
sedangkan dalam sehari frekuensi makan dilakukan 
sebanyak 3 kali waktu makan. Penelitian sebelumnya 
menyebutkan bahwa z-score IMT/U dipengaruhi oleh 
faktor langsung seperti asupan makanan dan status 
kesehatan. Melakukan sarapan secara teratur belum 
tentu meningkatkan z-score IMT/U seseorang karena 
makanan sarapan hanya mengandung 25% dari 
kebutuhan total energi harian apabila mengandung 
semua unsur gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Hasil 
penelitian sebelumnya juga menyebutkan bahwa 
hanya ada  sedikit hubungan antara frekuensi 
sarapan dengan z-score IMT/U, berdasar  hasil 
analisis prospektif yang dilakukan frekuensi sarapan 
berbanding terbalik dengan Indeks Massa Tubuh 
(IMT).30  
Penelitian ini membuktikan bahwa ada  
hubungan frekuensi sarapan, konsumsi jajan, 
aktivitas fisik, dan asupan energi dengan z-score 
IMT/U pada anak sekolah dasar. Variabel z-score 
IMT/U digambarkan sebesar 57,3% oleh konsumsi 
jajan, aktivitas fisik, dan asupan energi.  
Nilai z-score IMT/U pada anak dapat 
dipengaruhi oleh konsumsi jajan, aktivitas fisik, dan 
asupan energi. Pemberian edukasi penyuluhan gizi 
kepada guru, orang tua, dan siswa perlu dilakukan 
secara berkala dan terintegrasi terkait konsumsi jajan, 
aktivitas fisik, dan asupan energi. Hal ini bertujuan 
untuk mengontrol konsumsi jajan dan asupan energi 
pada anak serta untuk meningkatkan  aktivitas fisik 
guna mencegah terjadinya obesitas .