kelahiran Rusia yang hidup di Perancis, Swiss, dan
sesudah 1939 di Amerika Serikat. Stravinsky menempati urutan paling
atas sebagai komposer penting abad ke-20 dalam kategori paling
progresif dan menjadi artis yang mampu melakukan pembaruan-
pembaruan untuk mengekspresikan diri. Ia yaitu murid Rimsky-
Korsakov, karya-karya paling awalnya menunjukkan pengaruh gurunya
paling tidak hingga tahun 1912. dalam tahun 1910 ia pergi ke Paris dan
ditugasi oleh Diaghilev untuk menulis sebuah balet. T he Firebird yaitu
hasilnya, kemudian disusul oleh Petrouchka (1911), Le Sacre du
printemps ( T he Rite of Spring , 1913), di mana ia memutuskan berhenti
dari gaya lama dan memakai harmoni dan ritme baru, yang
menyebabkan keonaran penonton pada saat pertama-kali pertunjukan
digelar. Selama Perang Dunia I ia tinggal di Swiss, di sana ia menulis
beberapa yang merefleksikan ketertarikannya yang besar pada musik-
musik berskala ansambel (L ’Histoire du Soldat , disebut untuk tujuh
musisi, tiga penari, dan seorang narator). Ia dimasukkan pada periode
Neo-Klasik, tetapi juga sebagai pengikut Neo-Barok, dan khususnya pada
gaya serialisme. Stravinsky berpengaruh pada banyak komposer baik di
Amerika Serikat maupun Eropa.
Varèse, Edgard (1883-1965):
Komposer Amerika, lahir di Paris dan belajar pada Schola
Cantorum (1904-6). sesudah bekerja di Berlin dan Praha, dan bertugas
selama Perang Dunia I, ia meninggalkan Eropa dan menetap di Amerika
1916, menjadi warga negara Amerika pada tahun 1927. Musiknya
mengembangkan banyak rintisan baru, termasuk ritme-ritme dan
disonan-disonan yang sangat komplek. Ia kemudian percaya bahwa
metode elektronik yaitu yang terbaik. Karyanya termasuk banyak musik
kecil yang tidak biasa dalam menggabungkan instrumen-instrumen
seperti pada Offrandes untuk soprano, orkes kamar, dan perkusi (1922);
Octandre untuk instrumen tiup kayu, tiup logam, dan perkusi (1933);
Ionisation untuk perkusi dan dua siren (1931); dan Density 21.5 untuk
flute platinum. Skor elektronik termasuk D éserts (1954) dan Poème
electronique (1958).
Vaughan Williams, Ralph (1872-1958):
Komposer Inggris beraliran Neo-Romantik, seorang tokoh yang
merevitalisasi pemandangan musikal di Inggris selama abad ke-20. Ia
seorang nasionalis yang mencipta musik untuk menggambarkan
kehidupan Inggris seperti dalam Fantasia on a Theme of Thomas Tallis .
Komposer hebat yang mewujudkan musiknya dalam berbagai media dan
jenis musik modern seperti simfoni, musik gereja, opera, dan nyanyian-
nyanyian.
Webern, Anton von (1883-1945):
Komposer Austria, murid dan pengikut Schöenberg, dan menjadi
salah-seorang tokoh dari sistem serial musik. Webern belajar musikologi
sambil belajar komposisi pada Arnold Schoenberg dan menyelesaikan
studinya pada tahun 1908, mulai bekerja sebagai kondaktor pada teater-
teater dan orkestra-orkestra di Vienna. Ia juga mengabdi sebagai militer
selama Perang Dunia I. Kemudian Webern memilih sebagai guru
sebelum akhirnya mengalami kecelakaan hingga meninggal tertembak
oleh seorang polisi militer Amerika dalam masa Austria diduduki sesudah
berakhirnya Perang Dunia II. Ciptaannya tergolong relatif kecil dan
kebanyakan pendek. Terlihat sangat retroprektif, karya-karyanya
memakai model-model terkekang, intensitas, ketrampilan serial, dan
ekonomis.
Villa-Lobos, Heitor (1887-1959):
Lahir di Rio de Janeiro pada tanggal 5 Maret 1887. Komposer
Brasil yang banyak mengembangkan musik di negaranya, baik dalam
bidang pendidikan maupun seni. Ia seorang nasionalis, kemahiran dan
kepekaannya dia tunjukkan dalam satu kumpulan komposisi terdiri dari
sembilan komposisi berbeda dengan judul Bachianas Brasile. Ia
mengawali karirnya dengan bermain di restoran dan orkestra-orkestra
teater, kemudian mulai melakukan keliling Brazil untuk mempelajari
musik-musik folk. Sejak itu ia mulai meniru melodi, ritme, dan bunyi-
bunyian dari lagu-lagu folk Brazil.
BAHAN-BAHAN DASAR PEMBENTUK MUSIK
Sebagaimana halnya produk-produk manusia yang lain seperti
kendaraan bermotor, gedung, senjata, dan apapun yang ada di dunia
ini, bahkan termasuk manusia sendiri yang merupakan ciptaan Tuhan,
maka musik pun tersusun dari unsur-unsur yang membentuk
keberadaannya. Jika dibandingkan dengan manusia hidup maka musik
juga memiliki jiwa, jantung, pikiran, dan kerangka. Jiwa musik ada
pada melodi, jantung atau denyut jantungnya yaitu ritme, pikiriannya
adakah harmoni dan kontrapung, dan kerangkanya ialah bentuk.
Beberapa komponen pendukung keberadaan musik itu tersusun
dari bahan-bahan pembentuk unsur-unsur itu yang akan dibahas
dalam bab ini.
. Bunyi
Bunyi dan nada dipelajari dalam mata pelajaran iImu akustika
musik. Biasanya ilmu akustika dipelajari sebagai landasan dalam
memahami produksi bunyi berbagai instrumen musik. Secara akustik,
bunyi dihasilkan oleh getaran. Sebagai contoh ialah fenomena produksi
suara yang dihasilkan dengan jalan menggesekkan alat penggesek ( bow )
pada dawai-dawai biola. Contoh lain ialah petikan pada dawai-dawai
gitar. Perlu dicatat bahwa bunyi bukan vibrasi melainkan efek yang
dihasilkan vibrasi. Secara sederhana bunyi yaitu sensasi otak. Bunyi
yang diproduksi alat musik maupun apa saja, menyebar ke segala arah.
Beberapa di antaranya ditangkap oleh telinga kemudian dikirim ke otak.
Otak kemudian menerjemahkan pesan-pesan itu sebagai bunyi.
Nada memiliki tingkat ketinggian yang berbeda-beda. Tingkat
ketinggian bunyi maupun nada yang dalam istilah internasional disebut
pitch (bahasa Inggris) ditentukan oleh kecepatan getar atau biasa disebut
frekuensi. Getaran yang teratur pada jumlah tertentu dalam setiap
detiknya menghasilkan nada-nada musikal yang membedakan dari bunyi
yang diproduksi untuk tujuan lain. Semakin tinggi kecepatan getaran
maka semakin tinggi pula tingkat ketinggian suatu bunyi atau nada.
Sebuah nada dengan jumlah getaran tertentu akan menjadi satu oktaf
lebih tinggi jika jumlah getarannya dilipat gandakan. Misalnya nada C
tengah yang memiliki 256 getaran per detik, maka nada oktafnya, yaitu C
berikutnya, akan memiliki 512 getaran per detik.
Berdasarkan tinggi rendahnya, penyebutan nada-nada musikal
memakai tujuh abjad pertama yaitu A, B, C, D, E, F, dan G, mulai
dari yang terrendah hingga tertinggi. Nada kelipatannya yaitu A, yang
88
hadir sesudah G, disebut sebagai oktaf . Demikian pula seterusnya hal
itu berlaku untuk kelipatan nada-nada yang lainnya. Secara umum
wujud notasi nada ialah butir-butir yang berbentuk sedikit lonjong.
. Garis Paranada
Butir-butir nada diletakan pada lima buah garis sejajar yang di
negara kita lazim disebut paranada (Inggris: Staff ). Sitem penulisan butir-
butir nada para paranada dikenal dalam masyarakat kita dengan istikah
not balok. Pada dasarnya prinsip membaca not balok yaitu sangat
sederhana seperti halnya membaca sebuah grafik yang logis. Tingkat
ketinggian nada dapat terlihat dengan jelas sebagaimana apa adanya
pada paranada. Butir nada yang terletak di bawah menunjukkan nada
yang rendah dan demikian pula halnya dengan nada yang tinggi tentunya
terletak di wilayah atas. Pada garis paranada ada garis-garis vertikal
pembatas iramam disebut garis birama. Di antara garis-garis pembatas
terbentuk kolom-kolom yang disebut birama (Inggris: bar )
Ilustrasi17 : Paranada
Nama-nama nada diterapkan sejalan dengan keadaan itu ,
sehingga semakin tinggi letak butir nada maka abjad yang dipakai
semakin ke kanan. Pada ilustrasi di atas dapat kita maklumi bahwa posisi
nada-nada pada paranada dapat diklasifikasikan pada dua tempat, yang
pertama yaitu pada spasi atau di antara garis, dan yang kedua pada
garis. Sebagaimana ditunjukkan pada birama pertama dan kedua dalam
contoh di atas, secara berurutan nada B pada garis ketiga, terletak di
atas nada A pada spasi kedua. Nada-nada yang berada di luar kelima
garis sejajar atau paranada itu , diakomodasi seperlunya oleh garis-
garis bantu yang diletakkan di atas maupun di bawah paranada.
Guna memperoleh pemahaman yang lebih mendalam, maka
penulisan nada pada paranada dapat disimak pada ilustrasi berikut ini:
Ilustrasi 18: Posisi nada-nada dalam paranada
Paranada dapat mengakomodasi seluruh wilayah nada-nada
musikal dari yang terrendah hingga yang tertinggi. Untuk keperluan
itu nama-nama nada pada paranada ditentukan oleh kunci (Inggris:
Clef ) yang berbeda-beda yang diletakkan pada setiap awal paranada.
Penulisan nada-nada pada wilayah suara tinggi (Diskan) memakai
kunci G ( G clef ) atau biasa juga disebut treble clef ; nada-nada pada
wilayah suara rendah (baskan) memakai kunci F atau biasa disebut
bass clef. Di antara kedua kunci itu ada kunci-kunci lain yaitu kunci
C yang biasa disebut dengan alto clef, untuk mengakomodasi penulisan
nada-nada tengah.
Nada-nada pada kedua paranada itu yaitu nada C yang sama
Ilustrasi 19: Posisi nada C berdasarkan kunci (clef)
. Skala Nada
Dalam dunia pendidikan musik negara kita “skala nada” lebih
dikenal dengan istilah “tangga nada” sedangakan secara internasional
disebut scale (Inggris). Nada-nada yang berurutan secara alfabetis
yaitu susunan nada-nada skala. Nada pertama pada sebuah skala
memiliki kedudukan sebagai Tonika yang sekaligus menjadi nama dari
tangga nada itu . Dengan demikian rangkaian nada-nada skala yang
berawal dari B disebut tangganada B dan B yaitu tonika dari tangga
nada itu .
Rangkaian nada dalam melodi terdiri dari kombinasi berbagai
susunan interval, yaitu jarak di antara sebuah nada dengan nada
berikutnya. Interval diukur dengan menghitung jumlah nada-nada
berderet yang seharusnya ada di antara dua nada berurutan yang
membentuk interval, termasuk nada pertama dan terakhir. Oleh karena
itu interval di antara C dan E ialah Tiga karena sebenarnya ada D di
antaranya sehingga jumlah nada yang membentuk intervalnya ada tiga
yaitu C-D-E. Demikian pula interval di antara C dan G ialah Lima
berdasarkan penghitungan jumlah nadanya yaitu C-D-E-F-G.9
Melodi yang kita dengar sehari-hari tersusun dari skala tujuh nada
atau disebut juga skala diatonis (dari bahasa Latin, dia = tujuh; tonus =
nada). Berbeda dari pengertian jarak sebagai interval di antara dua nada,
di antara nada-nada skala yang berurutan ada dua macam jarak
yaitu jarak penuh (tone / whole ) dan jarak setengah (semi tone/ half
step). Kedua jenis jarak nada-nada skala itu telah memberikan
kontribusi yang besar terhadap pengembangan berbagai susunan skala
dari ketujuh susunan nada itu oleh para komponis dan ahli teori
musik, selama berabad-abad. Secara umum ada dua skala yang
dipakai dalam musik klasik yang memakai sistem tonal, yaitu
skala mayor dan minor. Skala mayor ialah yang memiliki jarak setengah
di antara nada ketiga dan keempat, dan di antara nada ketujuh dan
kedelapan (oktafnya). Contoh di bawah ini yaitu skala C mayor.
Ilustrasi 20 : Skala C mayor.
Yang kedua ialah skala minor yang memilki tiga macam pola yaitu
minor asli, minor harmonis dan minor melodis. Skala minor asli (natural)
dengan jarak setengah di antara nada kedua dan ketiga, dan di antara
nada kelima dan keenam. Jika diperhatikan maka karakteristik pola ini
sama dengan skala mayor yang dimulai dari nada keenam. Dengan
demikian sebutan minor asli pada pola ini menunjukkan bahwa ia berasal
dari skala mayor dengan tanpa perubahan sedikit pun kecuali mulai dari
nada keenam skala mayor.
999 DDDiii IIInnndddooonnneeesss iiiaaa pppeeennnyyyeeebbbuuutttaaannn iiinnnttteeerrrvvvaaalll uuummmuuummmnnnyyyaaa mmmeeennngggaaacccuuu kkkeee bbbaaahhhaaasssaaa BBBeeelllaaannndddaaa ssseeepppeeerrr ttt iii ::: ppprrr iiimmmeee,,,
eeekkkuuunnndddeee,,, ttteeerrr tttsss ,,, kkkwwwaaarrr ttt ,,, kkkwwwiiinnnttt ,,, ssseeekkkttt ,,, ssseeepppttt iiimmmeee... DDDaaalllaaammm bbbaaahhhaaasssaaa IIInnnggggggrrr iii sss iiiaaa lllaaahhh::: FFFiii rrrsssttt ,,, SSSeeecccooonnnddd,,,
TTThhhooorrrddd,,, FFFooouuurrr ttthhh,,, FFFiii fff ttthhh,,, SSSiiixxxttthhh,,, SSSeeevvveeennnttthhh,,, aaatttaaauuu 111s
ss ttt ,,, 222n
nn ddd ,,, 333r
rr ddd ,,, 444 t
tt hhh ,,, 555 t
tt hhh ,,, 666 t
tt hhh ,,, dddaaannn 777 t
tt hhh ...
Ilustrasi 21 : Skala A minor asli/ natural.
Sementara skala minor natural berasal dari skala mayor, dua pola
skala minor yang lain berasal dari skala minor asli. Skala minor harmonis
menaikkan nada ketujuh setengah laras dengan memakai
aksidental, yaitu tanda untuk menaikkan dan menurunkan nada asli.
Pada skala minor harmonis ini nada G dinaikkan dengan tanda aksidental
kres ( ) sehingga menjadi Gis yang lebih tinggi setengah laras.
Penaikkan ini tampaknya bermaksud untuk mempertegas nada A di
atasnya sebagai representasi tonika yang merupakan identitas skala
itu yaitu skala A minor.
Sebagaimana halnya nada B dalam skala C mayor yang
merupakan pengantar ke C, posisi Gis dalam skala A minor yaitu juga
sebagai pengantar ke A. Resiko dari penaikan ini ialah jarak yang
melebar di antara nada keenam dan ketujuh sehingga terasa kurang
melodis. Ketegasan tonika yang disebabkan penaikan itu
menyebabkan pola skala minor ini lebih harmonis di bandingkan dengan
minor asli. Ketegasan dan konsistensi skala ini menyerupai skala mayor
sehingga cocok dipakai untuk menyusun harmoni.10
Ilustrasi 22: Skala A minor harmonis
Skala minor melodis memiliki karakteristik yang sesuai dengan
namanya. Skala ini memiliki kecenderungan tonalitas yang lebih mirip
dengan skala mayor yaitu di samping memiliki ketegasan tonika, juga
lebih mengalir dibandingkan dengan minor harmonis sebagai akibat dari
penerapan dua macam jarak nada saja yaitu tone dan semi tone.
Keunikan skala minor melodis dibandingkan dengan ketiga skala lainnya
ialah ada nya pola yang berbeda pada saat mulai atau naik dan saat
kembali atau turun. Pada saat naik bukan hanya nada ketujuh yang
111 000 HHHaaarrrmmmooonnn iii iii aaa lllaaahhh ssseeejjjuuummmlllaaahhh nnnaaadddaaa yyyaaannnggg dddiiisssuuusssuuunnn ssseeecccaaarrraaa vvveeerrr ttt iii kkkaaalll ssseeehhhiiinnnggggggaaa mmmeeennnuuunnntttuuuttt uuunnntttuuukkk
dddiiibbbuuunnnyyyiiikkkaaannn ssseeecccaaarrraaa sss iiimmmuuulll tttaaannn... SSSeeecccaaarrraaa llleeebbbiiihhh llleeennngggkkkaaappp hhhaaalll iii nnn iii aaakkkaaannn dddiii jjjeee lllaaassskkkaaannn kkkeeemmmuuuddd iiiaaannn...
dinaikkan namun juga nada keenam yaitu dari F menjadi Fis. Pada saat
turun, kedua nada yang sebelumnya telah dinaikkan dengan tanda
aksidental kres, kini dikembalikan ke nada aslinya dengan aksidental
natural ( ).
Ilustrasi 23 : Skala A minor melodis
Dengan demikian pada saat turun polanya sama dengan skala
mayor turun mulai nada keenam. Jika kedua nada itu tidak
dikembalikan pada saat turun maka akan sama dengan pola skala A
mayor turun dari tonikanya. Dengan kata lain skala itu telah
bermodulasi secara pararel kepada kunci mayor. Pada skala minor
natural turun statusnya tidak berubah menjadi C mayor karena mulai dari
A sebagai tonikanya.
Di samping mayor dan minor tentu saja ada pola-pola skala yang
lain yang jarang dipakai dalam musik klasik yang berbasis sistem
tonal. Skala-skala itu di antaranya ialah modus-modus gereja Abad
Pertengahan, skala whole-tone 11 yang dipopulerkan Debussy, skala
pentatonik (lima nada) yang dipakai untuk menciptakan efek-efek
oriental. Di samping itu ada juga skala lain yang didasarkan atas skala
diatonis yaitu skala kromatis; dari kata latin chrome yang berarti warna.
Tampaknya maksud pewarnaan dalam konteks ini ialah penambahan
nada-nada sisipan dari nada-nada pokok; misalnya di samping G ada Gis
atau Ges yang lebih rendah setengah laras karena diturunkan oleh tanda
aksidental mol ( ).
. Kunci
Tanda kunci (Inggris: key signature ) berbeda dengan kunci (clef),
dipakai untuk menunjukkan skala nada yang berbeda-beda. Tanda
kunci selalu ditempatkan di setiap awal garis paranada (bukan hanya di
awal lagu) dalam bentuk susunan aksidental kres dan mol. Khusus untuk
skala C mayor tidak diperlukan tanda kunci sedangkan untuk yang
lainnya memakai 1 hingga 7 tanda aksidental baik kres maupun mol.
pemakaian aksidental sebagai tanda kunci tidak bisa dicampur antara
kres dan mol. Misalnya, untuk skala A mayor hanya memakai
111 111 SSSkkkaaalllaaa yyyaaannnggg hhhaaannnyyyaaa mmmeeemmmiii lll iii kkk iii jjj aaarrraaakkk pppeeennnuuuhhh dddaaarrr iii nnnaaadddaaa kkkeee nnnaaadddaaannnyyyaaa...
susunan 3 kres sedangkan skala Bes mayor hanya memakai
susunan 3 mol. Dengan demikian tidak ada tanda mula yang
memakai kombinasi kres dan mol.
Satu tanda kunci mengakomodasi pasangan dua pola skala
(mayor dan minor) karena skala minor berasal dari skala mayor. Dengan
demikian skala C mayor dan A minor sama-sama memakai tanda
mula nol kres maupun nol mol atau tidak memakai simbol tanda
kunci. Sehubungan dengan itu kedua skala itu bersaudara arau
dalam istilah teori musik disebut memiliki hubungan “relatif” dan oleh
karenanya tinggal di dalam satu tanda kunci sebagai “rumah” mereka.
Tabel 5: Kunci Dasar dan Tanda Kunci
Kunci Dasar/ Skala Tanda Kunci Kunci Dasar/ Skala
Mayor Minor Kres Mol Mayor Minor
C A 0 0 C A
G E 1 1 F D
D B 2 2 Bes G
A Fis 3 3 Es C
E Cis 4 4 As F
B Gis 5 5 Des Bes
Fis Dis 6 6 Ges Es
Cis Ais 7 7 Ces As
Pada tabel di atas tampak bahwa selain skala C mayor dan A
minor, skala baru yang memakai kres selalu dimulai dari nada
kelima skala yang lama sedangkan yang memakai tanda mol selalui
dimulai dari nada keempat. Dengan demikian skala dengan tanda mula
satu kres dimulai dari nada G dan yang memakai tanda mula satu
mol mulai dari nada F. Untuk selanjutnya pola jarak untuk skala mayor
diterapkan pada masing-masing skala yang baru. Itulah sebabnya nada F
pada skala G mayor harus dinaikkan setengah laras menjadi Fis dan
nada B pada skala F mayor diturunkan setengah laras menjadi Bes,
sebagai konsekuensi diterapkannya pola mayor. Kedua nada itu
(Fis dan Bes) tidak perlu ditulis di belakang tanda aksidental karena pada
permulaan garis paranada.
Petunjuk nada-nada yang harus dinaikkan atau diturunkan
diekspresikan oleh jumlah kres dan mol pada tanda mula. Masing-masing
tanda aksidental pada tanda mula hanya ditulis dalam satu garis atau
spasi saja guna mewakili nada yang harus dinaik-turunkan. Misalnya
pada kunci atau skala G mayor tanda mula satu kres hanya ditulis di
depan nada F pada garis teratas paranada saja. Walaupun demikian
bukan hanya F itu yang dinaikkan menjadi Fis namun seluruh F
pada oktaf-oktaf di bawah dan diatasnya juga otomatis menjadi Fis.
Sehubungan dengan itu cara penulisan tanda-tanda aksidental pada
garis paranada tidak dapat dibuat semaunya melainkan ada urutan yang
baku sebagaimana tampak pada ilustrasi berikut ini.
Tabel 6: Susunan Aksidental Kres pada Tanda Kunci
Pada tabel 2 di atas tampak bahwa walaupun urut-urutan
aksidentalnya sama pada setiap kunci/ clef, posisi peletakannnya
berbeda dari satu kunci ke kunci yang lain. Susunan nada dasar baru
yang memakai tanda kunci beraksidental kres dengan sendirinya
sama dengan susunan skala, yaitu senantiasa mulai dari nada yang
kelima. Urut-urutan nada dasar atau skala semacam itu biasa juga
disebut dengfan istilah “lingkaran kwint” atau “fifth circle”. Sementara itu
urut-urutan nada dasar dan tanda kunci yang memakai aksidental
mol disebut “lingkaran kwart” atau “fourth circle”.
Tabel 7: Susunan Aksidental Mol pada Tanda Kunci
. Tempo
Jika melodi dapat dianalogikan sebagai jiwa bagi musik maka
jantungnya ialah ritme dan tempo. Tempo merupakan “polisi lalulintas”
yang mengatur kelancaran lalulintas sedangkan kelancaran lalulintasnya
ialah ritme. Petunjuk tempo pada naskah musikal tertulis di kiri atas
halaman permulaan sebuah karya musik. Petunjuk itu
memberitahukan kepada pemusik seberapa cepat karya itu harus
dimainkan; apakah Andante (biasa secepat orang berjalan), Allegro
(cepat), Largo (lebar/ lambat), Presto (sangat cepat), dan sebagainya
(Ewen 1963, 4).
Dalam prakteknya, kecepatan tempo yaitu relatif. Pada masa
lalu istilah cepat dan lambat hanya untuk membedakan kecepatan di
antara satu lagu dengan lagu yang lain sedangkan rincian seberapa
cepat harusnya sebuah lagu dimainkan, belum ada. Menjelang akhir
abad ke-18 ditemukan metronom, yaitu instrumen untuk mengukur
berbagai kategori kecepatan tempo musik. Walaupun kini yang dianggap
sebagai penemu instrumen itu ialah seorang ahli dari Jerman
bernama Johann Nepomuk Maelzel (1772–1838) namun sebenarnya
idenya telah terlebih dahulu ditemukan oleh Dietrich Nikolaus Winkel (c.
1776–1826) dari Belanda.
Metronom terdiri dari sebuah bandulan yang posisinya dapat
diubah-ubah dengan menggeser kepala bandulan itu pada sebuah
tongkat pengayun guna mengatur kecepatan gerak bandulan sesuai
dengan skala angka yang dibutuhkan. Bandulan dan tongkatnya
digerakkan oleh per dalam suatu rangkaian mesin yang setiap kali
gerakan bandulan mencapai masing-masing sisi akan terdengar bunyi
ketokan yang menandai pulsa atau ketukan. Pada metronom ada
fasilitas yang dapat mengatur jenis irama tertentu dengan bunyi ”ting”
96
yang lebih menonjol dan nyaring dari bunyi ketokan yang monoton.
Misalnya pada irama 3/4 akan terdengar pola bunyi ”ting, tok, tok, tok”,
yang berulang-ulang.
Sehubungan dengan itu di samping tanda tempo berupa istilah-
istilah biasanya pada permulaan naskah musikal juga tertulis tanda
metronom yang ditulis, misalnya “M.M. (Maelzel's metronome) = 60”,
yang menunjukan bahwa kecepatan lagu yang dituntut ialah setiap satu
ketukan nada setengah setara dengan 60 ketokan per menit. Kemasan
metronom konvensional cenderung pada bentuk piramid. Walaupun
metronom konvensional masih tetap diproduksi, saat ini kita juga bisa
memperoleh berbagai macam model metronom elektronik ataupun digital.
Dalam sejarah musik klasik, metronom pernah satu kali dipergunakan
sebagai alat musik, yaitu pada karya komponis Honggaria, György Ligeti,
berjudul Poème symphonique (1962), yang memakai 100 metronom
(Encyclopedia Britanica 2005)
Secara umum tempo musik dapat diklasifikasikan menjadi
gradasi, mulai dari kategori sangat lambat, lambat, sedang, agak cepat,
cepat, dan sangat cepat. Pada masing-masing kategori itu paling
tidak ada antara dua hingga empat sub kategori.
Tabel 8: Tempo
KATEGORI SUB KATEGORI KETERANGAN
Sangat Lambat Largo Luas
Grave Serius
Lambat Lento -
Adagio Gemulai, ringan (tidak tergesa-gesa), santai
(slowly) .
Sedang Andante Berjalan – dalam tempo orang berjalan)
Andantino Sedikit/ seperti andante (lebih cepat dari andante)
Moderato -
Agak Cepat Allegretto Agak hidup (tidak secepat allegro )
Cepat Allegro Gembira, ceria, hidup.
Sangat Cepat Allegro molto Sangat hidup
Vivace Enerjik, bersemangat, hidup.
Presto Sangat cepat
Prestissimo Secepat mungkin
Terminologi di atas dapat dimodifikasi dengan menambahkan
kata-kata molto (sangat) meno (kurang) poco (sedikit) dan non troppo
(tidak terlalu banyak). Poco allegro dapat berarti agak Allegro. Allegro
non troppo berarti tidak terlalu allegro . Di samping tanda tempo yang
tetap di atas ada juga istilah yang mengindikasikan perubahan tempo.
Yang paling sering dipakai di antaranya ialah accelerando (berangsur-
angsur menjadi cepat) dan ritardando (berangsur melambat); tanda a
tempo (kembali ke tempo asal) biasanya ada pada bagian yang telah
dilalui tanda perubahan tempo namun bukan di bagian akhir lagu.
Dinamika
Volume yang menunjukkan tingkat kekuatan atau kelemahan
bunyi pada saat musik dimainkan, disebut dinamik. Sebagaimana halnya
tempo yang bermacam-macam dari yang tetap dan berubah, maka
demikian juga dengan dinamik, ada yang tetap dan ada juga yang
berubah. Baik dinamik maupun tempo, keduanya berakar dari sifat-sifat
emosi. Untuk mengungkapkan misteri dan ketakutan dibutuhkan bisikan,
sedangkan kemenangan dan aktivitas yang berani resonansi yang penuh.
Lagu untuk menidurkan anak atau Nina Bobo, maupun lagu-lagu cinta
lebih banyak diekspresikan dengan jenjang dinamik daripada mars
kemenangan. Instrumen-instrumen musik modern menyediakan
jangkauan efek-efek dinamika yang luas yang diharapkan oleh koposer.
Dinamik-dinamik yang pokok berkisar dari yang paling lemah
hingga yang paling kyat, yaitu:
Tabel 9: Dinamik
TINGKAT VOLUME ISTILAH DINAMIK SIMBOL
Sangat Lemah Pianissimo pp
Lemah Piano p
Agak lemah Mezzo Piano mp
Agak kuat Mezzo Forte mf
Kuat Forte f
Sangat Kuat Fortísimo ff
Dalam keadaan tertentu ada tanda-tanda perubahan dinamik. Yang
paling umum di antaranya ialah sebagai berikut:
Tabel 10: Perubahan Dinamik
TINGKAT VOLUME ISTILAH DINAMIK SIMBOL
Berangsur menguat Crescendo
Berangsur melemah Descrescendo atau
Diminuendo
Tekanan mendadak/
Aksen pada satu nada
atau satu akor
Sforzando sf / forced
Sebagai konsekwensi meningkatnya usuran dan tingkat
kepersisan dalam orkestra, komposer memperluas jangkauan dinamik ke
dua arah. Sehubungan dengan itu di samping tanda dinamik yang tertulis
di atas ada juga dinamik ppp (pianissimo posible ) atau selemah-
lemahnya dan fff (fortíssimo possible ) atau sekuat-kuatnya. Jika perlu
kondaktor atau komponis dapat menambahkan menjadi tiga bahkan
empat f atau p.
ada berbagai macam tanda yang berkaitan dengan dinamik
dan tempo yang mengekspresikan emosi dalam karya musik. Tanda-
tanda itu disebut “tanda ekspresi” yang jumlahnya semakin
meningkat pada abad ke-18 dan selama abad ke-19, sebagai
konsekuensi meningkatnya keinginan komposer untuk menunjukkan niat/
keinginannya. Sebagai contoh dapat kita bandingkan di antara naskah-
naskah musical Bach dan Tchaikovsky.
Sejumlah peristilahan mengacu pada tempo dan dinamik.
Memang, khususnya yang dipakai pada abad ke-19 yaitu
untuk memantapkan perasaan ( mood ) dan karakter suatu karya.
Andante maestoso (lambat biasa dan mulia) mengindikasikan
suatu langkah yang stabil dan penuh dengan sonoritas. Morendo
atau menghilang, menunjukkan bahwa tempo harus melambat dan
pada saat yang sama harus melembut atau melemah. Scherzando
atau bercanda, mempersyaratkan bunyi yang ringan dan gerakan
yang lincah. Con brio (dengan berani) mensugestikan suatu
langkah yang enerjetik, dan sonoritas yang hidup.
. Dinamik dan Ekspresi
Elemen-elemen dinamik dan ekspresi musikal juga banyak
ada dalam bentuk tanda-tanda ekspresi. Crescendo dan
diminuendo yaitu di antara efek-efek ekspresif yang penting bagi
komposer. Melalui volume suara yang tenggelam dan menghilang
secara bertahap, ilusi yang jauh memasuki musik, seperti sumber
bunyi yang mendekati kita dan kemudian keluar.
Dengan berkembangnya gaya orchestral, composer dengan
cepat belajar untuk mengambil keuntungan dari prosedur itu .
Misalnya Rossini sangat ketagihan untuk memanfaatkan suatu
pengembangan bunyi long-drawn-out guna menampilkan efek
dramatik yang ia karikaturkan dalam karyanya “Monsier
Crescendo” di Paris. Impak dari Crescendo dapat sedikit
memberikan efek sengatan, seperti ada dalam bagian penutup
overturnya, The Barber of Seville.
Dalam kasus itu , crescendo menjadi kekuatan yang
mempertajam musik, yaitu elemen yang menentukan konsepsi
secara menyeluruh. Hal itu dapat kita jumpai dalam Prelude
to Lohengrin karya Wagner yang bermaksud untuk mengambarkan
turunnya Holy Grail dari langit. Gambaran sekelompok malaikat
yang mendekat dari suatu jarak kemudian menghilang,
diterjemahkan ke dalam pengertian apa yang telah menjadi pola
dasar dalam musik, yaitu crescendo dan descrescendo. Contoh
yang lebih jelas dari skema dinamik semacam ini juga ada dari
karya Debussy, Nocturne untuk orkestra yang diberi tjudul Fêtes
(Festival).
Crescendo yang dikaitkan dengan accelerando, yaitu
menjadi lebih kuat sekaligus juga menjadi cepat, menciptakan
suatu kenyamanan semapan decrescendo yang dibarengkan
dengan ritardando, yaitu berangsur melemah dan melambat.
Efek intensifikasi volume dan kecepatan diterapkan dalam Pacific
231 karya Honeger. Dalam karya ini composer mencoba
mensugestikan suatu rasa kekuatan yang dikaitkan dengan sebuah
lokomotif dengan cara membangun momentum dan kecepatan
menembus malam. Dalam karya ini crescendo dan accelerando
diterjemahkan ke dalam gerakan imajiner. Hal itu juga
dilakukan oleh Tchaikovsky dalam bagian finale Waltz of
theFlowers yang dirancang untuk mempersiapkan penarikan
gorden untuk penampilan balet Nutcracker. Untuk keperluan
itu ia memanjat secara ajeg dari register tengah kepada
register tinggi yang cemerlang dan gugup, sehingga ketiga elemen
-yaitu percepatan tempo, peningkatan volume, dan peningkatan
tingkat ketinggian- saling mendesak untuk menciptakan klimaks.
. Timbre/ Warna Suara
Schoenberg mengatakan bahwa kejelasan (lucidity) yaitu
tujuan dari warna musik. Sebuah nada yang diproduksi oleh
trompet akan memiliki suatu kualitas tertentu. Nada yang sama
pada biola akan terdengar sangat berbeda. Perbedaan-perbedaan
itu menunjukkan adanya karakteristik warna atau tinbre pada
setiap instrument. Timbre memfokuskan impresi musikal kita
karena ia menyampaikan karakter khusus dan mutlaknya kepada
gambaran tonal. Pada saat komposer memilih warna ia
menciptakan dunia bunyi tertentu yang menghidupkan musik.
Untuk mengelola warna suara composer memakai dua
media yaitu suara manusia dan instrument-instrumen musik. Ia
dapat saja menulis kombinasi di antara keduanya untuk mencapai
tujuannya. Secara konstan ia mengingat sifat alami medium yang ia
pilih. Ia mempertimbangkan kapabilitas dan limitasi setiap
instrument; ia mencoba membuatnya melakukan hal-hal itu
untuk mentransmutasikannya ke dalam sumber-sumber keindahan
yang segar.
Yang menjadi pertimbangan para composer di antarannya
ialah keterbatasan jangkauan setiap instrument, jarak di antara
yang trrendah dan tertinggi, yang tidak boleh dilanggar, tingkat
kelembutan di antara yang terlembut dan yang terkuat yang
mampu dimaikan. Belum lagi kebiasaan-kebiasaan teknis setiap
instrument yang berbeda dalam memainkan nada-nada, apakah
dalam register rendah, tengah dan atas, menentukan formasi nada
tertentu yang mudah bagi suatu instrument, belum tentu mudah
untuk instrument yang lain. Misalnya Tuba, dapat menahan nada
panjang tetapi sulit untuk memainkan bagian-bagian yang cepat.
Instrumen seperti piano, mudah untuk memainkan bagian-bagian
cepat tapi tidak memiliki kemampuan untuk menahan nada
panjang. Pertimbangan-pertimbangan semacam ini menentukan
pilihan composer, seakan-akan ia membungkus ide-idenya dengan
pakaian dalam pelukan instrumentalnya.
Beberapa composer memiliki suatu rasa warna yang lebih
cemerlang dari yang lainnya. Para ahli orkestrasi memproses
warna suara dalam tingkatan yang tinggi. Yang jelas warna dalam
musik yaitu bagian dan paket dari ide yang ttdak terpisahkan
darinya, sebagaimana halnya harmoni dan ritme. Timbre lebih
daripada sekedar elemen asesori yang kaya yang ditambahkan ke
dalam suatu karya. Timbre yaitu salah satu yang memperhalus
kekuatan-kekuatan dalam musik.
. Ritme
Sebagaimana telah dijelaskan pada awal pembahasan tentang
tempo di atas bahwa ritme dapat diibaratkan sebagai denyut jantung bagi
musik. Dengan demikian peranan ritme sangat penting, sehingga jika
musik tidak memiliki ritme yang jelas maka musik itu akan
melayang atau kabur. Ritme atau irama, yaitu susunan di antara durasi
nada-nada yang pendek dan panjang, nada-nada yang bertekanan dan
yang tak bertekanan, menurut pola tertentu yang berulang-ulang. Dapat
juga dikatakan bahwa ritme ialah melodi yang monoton. Dalam berbagai
situasi ritme ialah bagaikan denyut jantung bagi suatu karya musik
sehingga tanpanya sebuah karya musik tidak bisa hidup atau bernafas.
Tanda ritme ada dalam garis paranada pada permulaan lagu
tepat sesudah kunci (clef) dan tanda kunci. Tanda ritme tersusun dari dua
pembagian angka. Angka yang ada di atas menunjukan pola tekanan
yang berulang-ulang dengan dibatasi oleh garis pembatas vertikal atau
biasa disebut garis birama, sedangkan angka yang terletak di bawahnya
menunjukkan jenis nada yang dijadikan satuan. Guna memahami ritme
secara mendalam, kita perlu mengenal jenis-jenis nada berikut jenis-jenis
tanda istirahat secara paralel. Jika butir nada merupakan tanda agar
nada dibunyikan maka tanda istirahat menunjukkan bahwa pemain tidak
boleh membunyikan apapun selama waktu tertentu. Sementara tanda
istirahat memiliki bentuk yang bervariasi, bentuk nada mengacu pada
dikembangkan dari butir nada yang kosong, solid, diberi bendera.
Ilustrasi 24: Unsur-unsur bentuk nada
Tabel 11: Bentuk, nama, dan nilai not dan tanda diam
NAMA NADA/ TANDA ISTIRAHAT BENTUK
NADA ANGKA KUALITAS
TANDA
ISTIRAHAT
Penuh/ Whole Semi breve
1/2
Minim
1/4
Crotchet
1/8
Quaver
1/16
Semi Quaver
1/32
Demi Semi Quaver
Secara internasional penamaan bentuk-bentuk nada dan tanda
istirahat ada dua macam sebagaimana tampak pada tabel di atas. Di
negara kita , model penamaan kuantitas atau dengan angka yaitu yang
paling sering dipakai daripada istilah-istilah kualitas. Di samping
bentuk-bentuk nada dan tanda-tanda istirahat di atas masih ada lagi yang
sangat jarang dipakai yaitu ”breve” yang durasinya yaitu dua kali
lipat nada penuh.
Ilustrasi 25: Bentuk nada dan istirahat ”breve”
Susunan tanda-tanda itu memiliki perbandingan matematis
yang sangat mendasar dan mudah dipahami. Guna memahami maksud
perbandingan itu dapat kita analogikan dengan martabak atau
pizza. Pizza yang utuh memiliki nilai yang sebanding dengan nada penuh
sehingga jika pizza itu dipotong sama rata maka setiap bagiannya
bernilai seperti nada setengah. Jika pizza itu dipotong menjadi
empat bagian yang sama besarnya maka setiap bagian pizza sebanding
dengan nilai nada seperempat. Maksudnya yaitu satu nada penuh
memiliki nilai yang sama dengan empat buah nada seperempat.
Pembagian nilai nada-nada itu dapat dilihat pada ilustrasi berikut.
Ilustrasi 26: ”Pizza” perbandingan nilai nada
Nilai pada nada-nada biasanya dipahami langsung dengan
melihat langsung perbandingan jumlah nadanya. Sebuah nada penuh
sebanding dengan dua buah nada setengah, sebanding dengan empat
nada seperempat, dan seterusnya.
Ilustrasi 27: Perbandingan nilai nada berdasarkan jumlahnya.
Banyak orang memahami secara salah bahwa setiap crotchet
atau nada seperempat, bernilai satu ketukan. Pemahaman yang benar
ialah bahwa crotchet akan bernilai dua ketukan jika nada yang durasinya
lebih pendek, yaitu quaver atau nada seperdelapan, dianggap satu
ketukan. Dalam lagu berirama 4/4, crotchet bernilai satu ketukan karena
pada tanda irama itu angka yang ada di atas menunjukan
jumlah pola tekanan untuk setiap birama sedangkan angka yang berada
di bawah menunjukkan nada mana yang harus bernilai satu ketukan.
Atau dengan kata lain menunjukkan jenis nada yang mana yang dijadikan
satuan ketukan; dalam hal ini tentu saja nada seperempat karena angka
yang terletak di bawah ialah empat. Dalam irama 4/2 maka yang menjadi
satuannya ialah nada 1/2. Konsekuensinya, nada 1/4 kini berubah
nilainya menjadi setengah ketukan.
Irama-irama yang ada di dunia ini pada dasarnya dapat
dikategorikan kepada tiga macam yaitu irama menari dengan pola
hitungan ”tiga” atau disebut triple, irama berbaris dengan pola hitungan
”dua” atau duple dan irama umum atau yang paling lazim dengan pola
hitungan ”empat” atau quadruple. Walaupun demikian dalam
perkembangannya ada juga irama yang merupkan kombinasi di antara
irama-irama itu . Misalnya irama 5/4 yaitu kombinasi di antra triple
dan duple. Irama 7/4 ialah kombinasi di antara irama triple dan quadruple.
Irama-irama dasar, duple, triple dan quadruple ialah irama reguler
sedangkan kombinasi di antara irama-irama itu yaitu irama non
reguler.
Irama-irama dasar disebut juga irama bersahaja atau simple time .
Di samping simple time ada irama lain, yaitu irama ganda atau compound
time yang mengacu pada pola tekanan irama bersahaja. Ciri irama ganda
ialah adanya pengelompolan satuan tiga ketukan yang dilipat gandakan
sesuai dengan pola-pola simple time . Contohnya ialah 6/8 yang mengacu
kepada pola irama duple sehingga memiliki dua tekanan pokok yaitu
pada hitungan pertama dan keempat dari enam ketukan irama ini.
Tabel 12: Jenis-jenis tanda irama reguler
KATEGORI JENIS CONTOH
Duple 2/16 2/8 2/4 2/2
Triple 3/16 3/8 3/4 3/2
Simple
Quadruple 4/16 4/8 4/4 4/2
Duple 6/16 6/8 6/4 6/2
105
Triple 9/32 9/16 9/8 9/4 Compound
Quadruple 12/32 12/16 12/8 12/4
5 .10. Harmoni
Harmoni dan kontrapung dapat diibaratkan sebagai otak atau
pemikiran dari suatu karya musik. Harmoni yaitu ilmu
mengkombinasikan nada-nada ke dalam akor-akor (chords ). Sebagai
salah satu cabang ilmu musik, harmoni hanya dapat dipelajari secara
khusus dan secra terpisah. Dalam bab ini pembahasan hanya meliputi
perkenalan terhadap pemahaman awal yang sangat mendasar dalam
mempelajari ilmu itu .
Landasan harmoni ialah susunanvertikal yang biasanya terdiri
dari tiga atau empat nada. Sebuah akor yang terdiri dari tiga nada, yang
setiap nadanya terpisah satu sama lain oleh interval tiga (third ), disebut
trinada (triad). Jika dibangun di atas nada pertama maka ia disebut
trinada Tonika. Pada skala C mayor akor tonikanya tersusun dari tiga
nada yang tepisah oleh interval tiga, yaitu C-E-G
Ilustrasi 28: Susunan trinada di atas skala C mayor
Pada ilustrasi di atas, simbol-simbol angka Romawi besar
menunjukkan jenis akor mayor sedangkan angka Romawi kecil
menunjukkan jenis akor minor. Jenis mayor dan minor ditentukan oleh
kualitas interval tiga (third ) di antara nada pertama dan kedua. Pada akor
tonika kualitas itu berada di antara C dan E yang memiliki susunan
2 jarak penuh (tone) yaitu 1 tone dari C ke D dan 1 tone dari D ke E.
jarakAkor yang tersusun dari empat nada disebut akor tujuh. Sedangkan
pada akor minor, seperti pada akor kedua, kualitas interval tiga itu
lebih kecil karena memiliki susunan 1 tone dan 1 semi tone yaitu 1 tone
dari D ke E dan 1 tone dari E ke F.
Kecuali trinada ketujuh, interval pasangan kedua interval tiga
pada setiap trinada memiliki kualitas berbeda, jika yang pertama interval
3 mayor maka interval tiga yang kedua ialah minor. Khusus untuk trinada
ketujuh pasangan kedua interval itu sama yaitu minor. Sehubungan
dengan itu trinada itu memiliki kualitas yang lebih kecil dari trinada
minor atau kualitasnya menyempit sehingga biasa disebut diminished
(dari bahasa Inggris) yang arti harfiahnya memang menyempit.
Sebaliknya, jika pasangan kedua interval tiga pada suatu trinada ialah
mayor maka kualitas trinada menjadi lebih besar dari trinada mayor dan
biasa disebut meluas atau augmented .
Ilustrasi 29: Trinada C augmented.
Trinada augmented di atas akan kita jumpai jika kita menyusun
trinada di atas skala minor. Dengan demikiam trinada tidak hanya dapat
dibangun di atas nada-nada skala mayor namun dapat juga di atas nada-
nada skala minor. Di antara tiga macam skala minor yang ada yaitu
natural, melodis dan harmonis, yang terakhirlah yang biasa dipakai .
Berikut ini ialah susunan trinada dari skala minor.
Ilustrasi 30: Susunan trinada di atas skala A minor harmonis
Jika kita bandingkan antara trinada yang berbasis skala mayor
dan minor maka beberapa hal yang akan kita temukan ialah bahwa
Tonika dan sub dominannya berbeda. Pada trinada mayor keduanya
berkualitas mayor sedangkan pada trinada minor keduanya yaitu minor.
Persamaannya ialah keduanya memiliki dominan dengan kualitas mayor.
Suatu hal yang unik pada rangkaian trisuara minor ialah ada nya dua
trinada diminished dan sebuah trinada augmented sebagai konsekuensi
pemakaian skala minor harmonis.
Jika trinada tonika berfungsi sebagai penentu identitas dan
kekuatan tonalitas suatu skala maka trinada dominan berfungsi sebagai
penguat keberadaan tonika. Agar trisuara dominan dapat menjalankan
fungsinya dan tidak mengganggu keberadaan tonika maka terjadilah
fenomena akor yang mengandung tidak tiga nada tetapi empat nada yaitu
akor dominan seventh atau secara awam biasa disebut akor tujuh. Akor
dominan seventh terjadi dengan menambahkan satu interval tiga minor di
atas trinada dominan. Penambahan itu menyebabkan adanya
penggabungan dua trinada yaitu trinada dominan dan trinada pengantar
(trinada ketujuh) secara shift atau berlapis .
Ilustrasi 31: Dominant 7th pada skala C mayor
Ilustrasi 32: Dominat 7th pada skala A minor
Baik pada skala mayor maupun minor trinada yang dibangun di
atas nada pengantar atau nada ketujuh, menghasilkan trinada diminished
atau menyempit. Jika trinada mayor menimbulkan kesan cerah atau
gembira, minor diasosiasikan dengan sedih atau suram, augmented
memberikan kesan miring seperti akan jatuh, maka trisuara diminished
memberikan kesan sempit, gelisah dan menuntut penyelesaian.
Penggabungan antara trisuara mayor dan minor secara berlapis
mengakibatkan kesan yang cerah dan besar tetapi menuntut
penyelesaian dan penyelesaian itu jelas yaitu tonika. Jadi berbeda
dengan diminished yang walaupun juga menuntut penyelesaian namun
terdengar sempit. Dari kedua rangkaian itu persamaan umum yang
dapat dipahami ialah bahwa dalam sistem tonal ada tiga trinada
utama yaitu trinada I (tonika), V (dominan) dan IV (sub dominan).
Fenomena ini dapat kita lihat pada musik-musik non klasik hingga saat ini
atau dengan kata lain secara tanpa disadari sitem tonal mengikat musik-
musik populer dan beberapa musik tradisi.
Kita bisa membuat variasi dari akor-akor tersbut dengan suatu
proses yang diebut ”pembalikan” ( inversion). Dengan memindahkan nada
terrendah (C) satu oktaf ke atas sehingga dari susunan C-E-G menjadi E-
G-C, terjadi interval tiga di antara nada yang pertama dan kedua dan
interval enam di antara nada pertama dan keenam. Sehubungan dengan
itu pembalikan yang pertama ini disebut juga akor 6/3. Smentara itu akor
6/4 yaitu akor pembalikan kedua yang diperoleh dengan menaikan
nada pertama dari akor pembalikan pertama sebanyak satu oktaf ke atas.
Ilustrasi33 : Trinada pembalikan
Dalam suatu komposisi musik, peranan trinada sangatlah penting.
Selain sebagai dasar harmoni yang dipakai untuk menyusun iringan
sajian sebuah lagu, trinada juga sebagai dasar penenyusunan komposisi
maupun aransemen secara umum. Kepentingan trinada dalam iringan
sebuah lagu disebabkan karena umumnya struktur melodi diatonis
senantiasa berada dalam kerangka tonalitas dan skala nada.
Sehubungan dengan itu guna memperoleh pemahaman lebih jauh
mengenai struktur.
Kontrapung
Di samping harmoni ada teknik komposisi yang tidak kalah
pentingnya yaitu kontrapung atau dalam bahasa Inggris disebut
counterpoint. Jika harmoni menekankan melodi pokok dan iringannya
sedangkan maka pada kontrapung, beberapa melodi dimainkan secara
bersamaan. Dengan demikian jika beberapa melodi dinyanyikan
bersamaan dengan efek-efek harmonis yang dapat diterima maka kita
memperoleh kesan kontrapung.
Kontrapung dapat didefinisikan sebagai seni mengkombinasikan
melodi. Dalam konteks yang lebih luas kita dapat membedakan antara
gaya homofoni denga kontrapungtis. Gaya homofonik pada dasarnya
bersifat akor (chordal ) yang umumnya tampak pada berbagai lagu himne
sebagai contoh bentuk yang paling sederhana. Pada model itu lagu
diringi oleh akor-akor dasar atau sederhana. Di samping itu juga biasa
ada pada grekan-gerakan satabande pada suite abad ke-18. Dalam
penulisan kontrapung juga ada basis logika akor, tapi bagian-bagian
suaranya memiliki alur melodi yang berdiri sendiri. Sebagai contoh yang
sederhana ialah kontrapung pada karya-karya Two-part Invention Bach.
Alur melodi suara basnya sama menariknya dengan melodi pada suara
atas. Demikian pula pada karya-karya Gigue dari French Suite No. 5
Bach, yang menerapkan kontrapung tiga suara yang berjalan bersama.
Penulis kontrapung yang terkenal di antaranya ialah Bach dan
Handel. Walaupun Bach kadang-kadang mencoba memakai konsep
homofonis namun kesan kontrapungnya tetap tidak bisa hilang. Gaya
kontrapung juga seringkali menerapkan teknik-teknik imitasi, bahkan ada
yang secara berlebihan mengatakan bahwa imitasi yaitu darah
kehidupan kontrapung. Dalam kenyataanya imitasi yaitu teknik yang
jauh lebih ringan dari yang diperkirakan banyak orang. Teknik kontrapung
banyak diterapkan dalam karya-karya solo instrumental, khususnya
piano. Walaupun demikian ada juga untuk karya-karya solo gitar,
dan bahkan untuk solo instrumen gesek seperti biola dan cello. Contoh
kontrapung tiga suara di bawah ini dikutip dari Prelude, Fugue, and
Allegro BWV 998, untuk keyboard karya J.S. Bach.
Notasi 34:
”Fugue” dari Prelude, Fugue, and Allegro, BWV 998 (J.S. Bach)
Walaupun pada dasarnya kontrapung ialah paling tidak terjadi dari
perpaduan dua melodi, namun efek kontrapung juga bisa diterapkan
pada alur melodi tunggal, yaitu dengan teknik imitasi. Model kontrapunf
seperti ini dapat dijumpai pada karya-karya Bach, baik untuk permainan
biola maupun cello tanpa iringan. Berikut ini ialah Prelude dari Cello Suite
No. 1 dalam C mayor, yang telah ditranskrip untuk notasi gitar dalam D
mayor.
Notasi 35:
”Prelude” dari Cello Suite No. 1 (J.S. Bach)
Contoh di atas menunjukkan beberapa teknik untuk menimbulkan
kesan kontrapung pada melodi tunggal. Walaupun hanya satu alur melodi
tunggal dengan teknik-teknik imitatif dapat menimbulkan kesan
kontrapung. Pada baris pertama setidaknya tersirat adanya dua alur
melodi. Melodi pertama (suara atas) dalam nada-nada seperenambelas
(semi quaver ) sedangkan alur melodi kedua tersusun dari skala D mayor
menurun, mulai dari dominan (lihat nada-nada yang dilingkari). Untuk
baris kedua (dari birama 31) walaupun dalam kenyataannya tertulis
dalam semi quaver tersirat adanya kesan melodi dalam nada-nada
quaver pada alur suara kedua yang diiringi nada-nada tinggi yang
monoton pada alur suara pertama.
BBBAAAGG G IIIAAANNN KKKEE E DDDUUUAAA:: :
BBBEE E NNNTTTUUUKKK MMMUUUSSSIIIKKK
xxx BBBeeennntttuuukkk dd d aaannn UUUnnniiittt SSStttrrruuukkktttuuurrr
xxx GG G rrraaammmaaatttiiikkkaaa MMMeeellliiiooodd d iii dd d aaannn BBBeeennntttuuukkk-- - BBBeeennntttuuukkk DDDaaass s aaarrr
xxx PPPeeennngggeeemmmbbbaaannngggaaannn BBBeeennntttuuukkk DDDaaass s aaarrr
xxx SSSooonnnaaatttaaa:: : BBBeeennntttuuukkk KKKhhhaaass s MMMuuuss s iiikkk KKKlllaaass s iiikkk
BENTUK DAN UNIT-UNIT SUB STRUKTUR
Pengolahan sikwen pada tekstur polifonik kontrapung pada
melodi tunggal (lihat Bab 5) menunjukkan adanya fenomena sistem
perkalimatan dalam sebuah melodi. Jika unit-unit semacam sikwen
disusun sedemikain rupa maka akhirnya terbentuk suatu struktur melodi.
Dengan demikian melodi memiliki bentuk-bentuk perkalimatan
sebagaimana halnya bahasa. Pengertian “bentuk” dalam studi musik
dapat diartikan sebagai rancang bangun suatu komposisi musik.
Pengertian itu kira-kira mirip dengan rancangan arsitektur sebuah
bangunan.
Bentuk Musik
Dalam konteks pendidikan tinggi musik, bidang kajian bentuk
musik dikenal dengan beberapa nama, misalnya mata kuliah Ilmu
Analisis Musik (IAM) dan Ilmu Bentuk dan Analisis (IBA) yang pernah
diterapkan di Jurusan Musik, FSP ISI Yogyakarta, atau Ilmu Bentuk
Musik (IBM), judul tulisan Prier (1996). Secara internasional bisa disebut
musical form analysis (Fountain 1967) atau analysis of musical form
(Stein 1963) . Sejak pertama kali diterapkannya pada masa Akademi
Musik negara kita (AMI) sebelum tahun delapanpuluhan, kuliah ini dikenal
dengan nama Ilmu Bentuk Analisa (IBA) yang menurut Susilo (1999:1-2)
ialah studi mengenai sketsa, skema, struktur dan bahan bentuk musik.
Sedangkan mengenai “bentuk” sendiri ia mendefinisikannya sebagai
suatu kesatuan ide-ide musikal yang mencakup melodi ritme dan
harmoni. Prier (1971) memandang bentuk musik sebagai suatu
keseluruhan yang umumnya tersusun dari potongan-potongan yang
teratur dan simetris. Fountain (1967: ix) menambahkan bahwa struktur
karya musik tonal dapat dilihat dari melodinya sehingga melodi memiliki
peranan penting dalam memahami bentuk musik.
Pengetahuan tentang struktur komposisi musik merupakan
persyaratan wajib bagi setiap orang yang medalami praktik maupun teori
musik, khususnya ketika mencapai tingkat ketrampilan ( grade ) menengah
ke atas baik secara informal maupun formal. Seorang pemusik klasik
yang mengembangkan ketrampilannya secara otodidak akan dengan
sendirinya merasakan kebutuhan ini dan melakukan penelitian pustaka
melalui literatur-literatur musikologi dalam rangka mempertajam
interpretasi dan penjiwaan dari karya yang dimainkannya.
Secara formal kebutuhan studi analisis musik tercermin pada dua
sistem pendidikan dan ujian. Yang pertama ialah sistem umum atau luar
sekolah dan yang kedua ialah sistem yang diterapkan di sekolah-sekolah
kejuruan dan lembaga pendidikan tinggi musik. Persyaratan pengetahuan
analisis musik pada sistem umum tercermin dari diterapkannya
persyaratan kelulusan tingkat tertentu ujian teori musik bagi seorang yang
mengambil ujian ketrampilan dari tingkat menengah ke atas. Sedangkan
secara formal pengetahuan itu diberikan terpisah dari cabang-
cabang mata kuliah teori musik yang lain.
Pada beberapa kurikulum teori musik umum, studi analisis
struktur musik diperkenalkan pada tingkat-tingkat yang berbeda.
Penyertaan materi analisis struktur musik tingkat paling awal dapat
dijumpai mulai dari grade (tingkat) kedua pada silabus 2003, kurikulum
Australian Music Examination Boards (AMEB, 2003: 40). Sedangkan
dalam silabus Royal Schools of Music, materi serupa mulai tersirat pada
grade kelima (ABRSM, 1958: 75). Sementara itu pada kurikulum ujian
praktik instrumen musik, pengetahuan tentang struktur mulai diwajibkan
sebagai persyaratan tambahan untuk dapat lulus dari tingkat ketrampilan
menengah ke atas yang umumnya mulai dari tingkat ketrampilan lima.
Walaupun tidak ditanyakan secara oral dan langsung seperti
dalam ujian praktik instrumen, materi analisis musik dalam ujian teori
musik merupakan salah satu pertanyaan kategori soal pengetahuan
umum ( general knowledge ), di samping kategori-kategori lainnya seperti:
kunci/ tangga nada, interval, akor, transposisi, dan terminologi. Pada
sistem ujian AMEB, tingkat ketrampilan instrumen terendah yang memiliki
persyaratan kelulusan teori ialah grade 5 yang menuntut persyaratan
tambahan sertifikat grade 3 teori musik.
Bentuk dalam karya musik yaitu kerangka musikal sebagaimana
halnya kerangka bagi makhluk hidup sehingga sangat besar peranannya
bagi suatu karya musik (Ewen 1963, 5). Bentuk musikal juga bisa
dipahami sebagai desain atau rancangan karya musik, kurang lebih sama
seperti rancangan arsitektur sebuah rumah, suatu blok-blok perkantoran,
atau sebuah pabrik. Dalam konteks musik, komposer harus membuat
rancangan (layout) karya musiknya karena jika tidak maka suatu karya
musik akan terasa tidak jelas dan mengambang (Lovelock MCMLXVII, 6).
Sebagai bekal untuk menganalisis struktur, perlu dipahami
terlebih dahulu pokok bahasan unit-unit struktur, khususnya dalam
batasan sub frase yang meliputi “figure”, “motif”, dan “kadens”. Karena
tidak sedikitnya pokok bahasan ketiga sub struktur itu maka untuk
selanjutnya akan dibahas secara terpisah
Frase suatu melodi musikal tersusun dari motif-motif atau figur-
figur dan kadens. Dalam suatu pengolahan motifis, frase tersusun dari
elemen musikal terekecil. Susunan itu mulai dari beberapa nada
berurutan yang membentuk figure. Sederetan figur membentuk motif-
motif kemudian sederetan motif itu membentuk semi frase, dan
akhirnya sederetan semi frase membentuk frase.
Kesimpangsiuran pemakaian istilah “figure” dan “motif” dalam
studi musik telah lama terjadi. Salah satu istilah yang menyangkut
keberadaan keduanya ialah “figurasi”, yaitu sebuah kata yang
mengIlustrasikan setiap kelompok nada yang ringkas dan padat yang
menunjukan tingkat kesatuan yang dapat dikenali, apakah itu sebuah
figur atau motif. Agar dapat memahami, pada kesempatan apa saja istilah
itu diterapkan, kita perlu mengamati beberapa penerapan dan
pemakaian istilah figur dan motif pada karya-karya musik.
. Figur
Figur ialah setiap kelompok nada yg signifikansi motiviknya
sedikit, apakah itu terjadi dalam suatu garis melodis atau dalam suatu
bagian iringan. (Fontain 1967:1). Stein (1961:1-3) berpendapat bahwa
figur ialah unit konstruksi terkecil dalam musik yang setidak-tidaknya
berisi satu karakteristik ritem dan satu karakteristik interval.
Kadang-kadang istilah motif dipakai sebagai sinonim dari figur.
Pembedaan yang paling umum yaitu figur sebagain suatu unit pengiring
atau pola tertentu seperti yang ada pada karya-karya etude atau
beberapa karya-karya Barok dan motif sebagai suatu partikel tematik.
Figur diolah melalui berbagai cara yaitu repetisi, sikwens,
alternation, gerak berlawanan (contrary), mundur (retrograde ),
pengelompokan metrik sahut menyahut (corresponding metric grouping ),
overlapping , figur berkelompok, figur berganda, dan imitasi.
. Repetisi
Pengolahan figure secara repetisi dapat dilihat pada Songs
Without Words No. 45 karya Mendelssohn. Repetisi figur yang diterapkan
di sini merupakan upaya perluasan di awal frase yang selengkapnya
akan dibahas pada bab ketiga.
Notasi 36:
Repetisi figur-figur
Alternation
Perlakuan figure secara alternation yang tampak pada ekstrak
Sonata No. 5, K.189h karya Mozart berikut ini menunjukkan bahwa motif
b merupakan reaksi atau jawaban spontan dari motif a yang kemudian
keduannya membentuk semi frase.
Notasi 37:
Alternation figur dalam semi frase
. Retrograde
Pada contoh pengolahan retrograde berikut ini nada-nada yang
ada pada semi frase kedua merupakan kebalikan dari semi frase
pertama:
Ilustrasi 34:
Contoh gerakan mundur
. Overlapping
Ekstrak Prelude dari Suite No. 4 untuk lute berikut ini memiliki dua
buah figure yang tampil dalam satu alur melodi secara tumpang tindih
atau overlapping
Ilustrasi 35
Implikasi fiur-fihur secara tumpang tindih (Bach: Prelude)
Motif
Motif ialah sekelompok nada-nada linear yang tidak terlalu
panjang yang didesain atas dasar figur ritmis dan/ atau melodis tertentu.
117
Figur itu ada pada seluruh komposisi atau suatu seksi dan
berfungsi sebagai elemen pemersatu (Randel 1978: 322 jo Fountain
1967: 1). Perlu dicatat bahwa ada kekhususan pemakaian istilah
motif pada karya-karya kontrapungtis untuk mengidentifikasi subjek
dalam I nvention. Pada IAM I pengertian yang dipakai ialah motif sebagai
suatu porsi tematik yang terdiri dari dua atau tiga figur.
Berdasarkan teknik pengolahannya, yang pada dasarnya tidak
berbeda dengan teknik-teknik pengolahan figur, motif dapat
dikelompokan kepada beberapa jenis yaitu motif independent, motif
dependen, dan motif turunan.di samping itu ada juga melodi-melodi
yang tidak bermotif.
Motif Independen
Motif independen ialah suatu unit kecil yang terisolasi, yang di
dalamnya telah memiliki suatu ide musikal yang lengkap sebagaimana
ada pada bagian pertama Simfoni No. 104 yang juga dikenal sebagai
Simfoni London No. 7:
Ilustrasi 36
Motif yang berdiri sendiri
Motif dependen
Motif dependen yaitu kebalikan motif independent, yaitu suatu
motif yang dipakai dengan materi lain dalam rangka melengkapi suatu
ide musikal yang panjangnya setara dengan frase. Pada kutipan melodi
Ecossaise untuk piano solo dari Beethoven berikut ini motif-motif pendek
diulang-ulang untuk membangun alur melodi yang panjang.
Pembangunan melodi dilakukan secara motifis dari sebuah motif pendek
yang intervalnya dibalik pada birama 2, 3, dan 4, dan terus secara
konstan hingga mencapai kulminasinya pada interval minor tujuh pada
birama 8.
Ilustrasi 37:
Pengolahan motif pada karya homofoni
Contoh lain dari melodi yang bersifat motifis yaitu kutipan melodi
Bourée dari Suite No. 1 untuk lute karya Bach:
Notasi 38:
Pengolahan motifik pada karya polifoni (Bach; Bouree)
. Motif-motif turunan
Motif turunan yaitu motif yang diturunkan dari tema sebelumnya
atau kadang kadang mengantisipasi kedatangan tema sesudah nya. Motif
motif ini banyak dijumpai pada karya-karya besar Simfoni. Motif-motif ini
diproduksi melalui suatu proses fragmentasi yang terjadi dari sebuah
porsi tema yang diekstrakkan untuk untuk melakukan perluasan.
Ada tiga ciri perlakuan motifis yang sering dijumpai, yang
tampaknya serupa walaupun sebenarnya berbeda. Yang pertama ialah
“repetisi”, yaitu pengulangan suatu bagian/ potongan pada suara yang
sama dan tingkat ketinggian suara yang sama. Yang kedua ialah
“sikwens”, yaitu pengulangan suatu bagian/ potongan pada suara yang
sama tapi berbeda tingkat ketinggian suaranya. Yang terakhir ialah
“imitasi”, yaitu pengulangan suatu bagian/ potongan pada suara yang
berbeda tanpa ketentuan tingkat ketinggian (bisa sama atau berbeda).
Pada tema pembuka gerakan pertama Simfoni No. 2 karya
Brahms berikut ini ada dua motif awal, yaitu Motif A pada suara
keempat dan Motif B pada suara pertama. Pada birama kelima motif a
diulang secara imitative dalam suara ketiga dengan perbedaan interval
satu terts besar lebih tinggi:
Ilustrasi 38:
Motif -motif asli.
Pada bagian Final dari karya yang sama, pertama-tama motif A
diulang secara imitatif dan selanjutnya hasil imitasi itu diulang lagi
secara sikwens. Sementara itu motif B diimitasi pada instrumen/ suara
yang berbeda, yang perama dilakukan untuk Horns pada suara pertama
dan kemudian untuk Bassoons pada suara kempat.
Ilustrasi 39:
Perkembangan motif-motif yang diturunkan dari motif asli
. Melodi tak Bermotif
Melodi tak bermotif yaitu setiap melodi yang tidak memakai
figurasi dengan konsistensi yang memadai untuk menjustifikasi
penerimaannya sebagai sebuah motif. Pada contoh berikut yang dikutip
dari misa Offertorium, “Ave Maria” karya Palestrina, ada gejala yang
menunjukkan adanya upaya-upaya untuk menghindari struktur frase yang
simetris dan perlakuan-perlakuan motif seperti misalnya, sikwens, dan
teknik-teknik lain yang memungkinkan terjadinya produksi pengulangan-
pengulangan figuratif.
Ilustrasi 40:
Penghindaran identitas motif (Palestrina: “Ave Maria” )
Di samping jenis-jenis motif yang sering dijumpai di atas, ada tiga
jenis motif lain yang juga tidak kalah pentingnya. Yang pertama ialah
spontaneous motive (motif spontan), yaitu sebuah motif yang tidak
diturunkan dari tema, apakah yang datang sebelumnya atau akan datang
sesudahnya. Dengan demikian motif ini merupakan kebalikan dari motif
turunan.Yang kedua ialah motivic figures, yaitu figur-figur bermotif yang
merupakan suatu rancangan yang dipakai untuk mendeskripsikan
figurasi-figurasi kecil, terbentuk sesudah sebuah motif asli, dan dipakai
dalam deretan-deretan untuk membentuk alur melodi. Yang terakhir ialah
motivic melody yaitu melodi yang didasarkan atas pemakaian motivic
figures.
. Kadens
Kadens yaitu “pungtuasi” dalam musik sebagai titik
peristirahatan yang tersusun dari serangkaian akor-akor ya