Tampilkan postingan dengan label musik klasik 4. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label musik klasik 4. Tampilkan semua postingan

musik klasik 4

  


kelahiran Rusia yang hidup di Perancis, Swiss, dan 

sesudah  1939 di Amerika Serikat. Stravinsky menempati urutan paling 

atas sebagai komposer penting abad ke-20 dalam kategori paling 

progresif dan menjadi artis yang mampu melakukan pembaruan-

pembaruan untuk mengekspresikan diri. Ia yaitu  murid Rimsky-

Korsakov, karya-karya paling awalnya menunjukkan pengaruh gurunya 

paling tidak hingga tahun 1912. dalam tahun 1910 ia pergi ke Paris dan 

ditugasi oleh Diaghilev untuk menulis sebuah balet. T he Firebird  yaitu  

hasilnya, kemudian disusul oleh Petrouchka  (1911), Le Sacre du 

printemps  ( T he Rite of Spring , 1913), di mana ia memutuskan berhenti 

dari gaya lama dan memakai  harmoni dan ritme baru, yang 

menyebabkan keonaran penonton pada saat pertama-kali pertunjukan 

digelar. Selama Perang Dunia I ia tinggal di Swiss, di sana ia menulis 

beberapa yang merefleksikan ketertarikannya yang besar pada musik-

musik berskala ansambel (L ’Histoire du Soldat , disebut untuk tujuh 

musisi, tiga penari, dan seorang narator). Ia dimasukkan pada periode 

Neo-Klasik, tetapi juga sebagai pengikut Neo-Barok, dan khususnya pada 

gaya serialisme. Stravinsky berpengaruh pada banyak komposer baik di 

Amerika Serikat maupun Eropa. 


 

Varèse, Edgard  (1883-1965):  

Komposer Amerika, lahir di Paris dan belajar pada Schola 

Cantorum  (1904-6). sesudah  bekerja di Berlin dan Praha, dan bertugas 

selama Perang Dunia I, ia meninggalkan Eropa dan menetap di Amerika 

1916, menjadi warga negara Amerika pada tahun 1927. Musiknya 

mengembangkan banyak rintisan baru, termasuk ritme-ritme dan 

disonan-disonan yang sangat komplek. Ia kemudian percaya bahwa 

metode elektronik yaitu  yang terbaik. Karyanya termasuk banyak musik 

kecil yang tidak biasa dalam menggabungkan instrumen-instrumen 

seperti pada Offrandes untuk soprano, orkes kamar, dan perkusi (1922); 

Octandre  untuk instrumen tiup kayu, tiup logam, dan perkusi (1933); 

Ionisation  untuk perkusi dan dua siren (1931); dan  Density 21.5  untuk 

flute platinum. Skor elektronik termasuk D éserts  (1954) dan Poème 

electronique (1958). 

 

Vaughan Williams, Ralph  (1872-1958):  

Komposer Inggris beraliran Neo-Romantik, seorang tokoh yang 

merevitalisasi pemandangan musikal di Inggris selama abad ke-20. Ia 

seorang nasionalis yang mencipta musik untuk menggambarkan 

kehidupan Inggris seperti dalam Fantasia on a Theme of Thomas Tallis . 

Komposer hebat yang mewujudkan musiknya dalam berbagai media dan 

jenis musik modern seperti simfoni, musik gereja, opera, dan nyanyian-

nyanyian. 

 

Webern, Anton von  (1883-1945):  

Komposer Austria, murid dan pengikut Schöenberg, dan menjadi 

salah-seorang tokoh dari sistem serial musik. Webern belajar musikologi 

sambil belajar komposisi pada Arnold Schoenberg dan menyelesaikan 

studinya pada tahun 1908, mulai bekerja sebagai kondaktor pada teater-

teater dan orkestra-orkestra di Vienna. Ia juga mengabdi sebagai militer 

selama Perang Dunia I. Kemudian Webern memilih sebagai guru 

sebelum akhirnya mengalami kecelakaan hingga meninggal tertembak 

oleh seorang polisi militer Amerika dalam masa Austria diduduki sesudah  

berakhirnya Perang Dunia II. Ciptaannya tergolong relatif kecil dan 

kebanyakan pendek. Terlihat sangat retroprektif, karya-karyanya 

memakai  model-model terkekang, intensitas, ketrampilan serial, dan 

ekonomis.  

 

Villa-Lobos, Heitor  (1887-1959):  

Lahir di Rio de Janeiro pada tanggal 5 Maret 1887. Komposer 

Brasil yang banyak mengembangkan musik di negaranya, baik dalam 

bidang pendidikan maupun seni. Ia seorang nasionalis, kemahiran dan 

kepekaannya dia tunjukkan dalam satu kumpulan komposisi terdiri dari 

sembilan komposisi berbeda dengan judul Bachianas Brasile. Ia 

mengawali karirnya dengan bermain di restoran dan orkestra-orkestra 

teater, kemudian mulai melakukan keliling Brazil untuk mempelajari 

musik-musik folk. Sejak itu ia mulai meniru melodi, ritme, dan bunyi-

bunyian dari lagu-lagu folk Brazil. 

 

BAHAN-BAHAN DASAR PEMBENTUK MUSIK 

 

 

Sebagaimana halnya produk-produk manusia yang lain seperti 

kendaraan bermotor, gedung, senjata, dan apapun yang ada  di dunia 

ini, bahkan termasuk manusia sendiri yang merupakan ciptaan Tuhan, 

maka musik pun tersusun dari unsur-unsur yang membentuk 

keberadaannya. Jika dibandingkan dengan manusia hidup maka musik 

juga memiliki jiwa, jantung, pikiran, dan kerangka. Jiwa musik ada  

pada melodi, jantung atau denyut jantungnya yaitu  ritme, pikiriannya 

adakah harmoni dan kontrapung, dan kerangkanya ialah bentuk. 

Beberapa komponen pendukung keberadaan musik itu  tersusun 

dari bahan-bahan pembentuk unsur-unsur itu  yang akan dibahas 

dalam bab ini. 

 

. Bunyi 

 

Bunyi dan nada dipelajari dalam mata pelajaran iImu akustika 

musik. Biasanya ilmu akustika dipelajari sebagai landasan dalam 

memahami produksi bunyi berbagai instrumen musik. Secara akustik, 

bunyi dihasilkan oleh getaran. Sebagai contoh ialah fenomena produksi 

suara yang dihasilkan dengan jalan menggesekkan alat penggesek ( bow ) 

pada dawai-dawai biola. Contoh lain ialah petikan pada dawai-dawai 

gitar. Perlu dicatat bahwa bunyi bukan vibrasi melainkan efek yang 

dihasilkan vibrasi. Secara sederhana bunyi yaitu  sensasi otak. Bunyi 

yang diproduksi alat musik maupun  apa saja, menyebar ke segala arah. 

Beberapa di antaranya ditangkap oleh telinga kemudian dikirim ke otak. 

Otak kemudian menerjemahkan  pesan-pesan itu  sebagai bunyi. 

 

Nada memiliki tingkat ketinggian yang berbeda-beda. Tingkat 

ketinggian bunyi maupun nada yang dalam istilah internasional disebut 

pitch (bahasa Inggris) ditentukan oleh kecepatan getar atau biasa disebut 

frekuensi. Getaran yang teratur pada jumlah tertentu dalam setiap 

detiknya menghasilkan nada-nada musikal yang membedakan dari bunyi 

yang diproduksi untuk tujuan lain. Semakin tinggi kecepatan getaran 

maka semakin tinggi pula tingkat ketinggian suatu bunyi atau nada. 

Sebuah nada dengan jumlah getaran tertentu akan menjadi satu oktaf 

lebih tinggi jika jumlah getarannya dilipat gandakan. Misalnya nada C 

tengah yang memiliki 256 getaran per detik, maka nada oktafnya, yaitu C 

berikutnya, akan memiliki 512 getaran per detik.    

 

Berdasarkan tinggi rendahnya, penyebutan nada-nada musikal 

memakai  tujuh abjad pertama yaitu A, B, C, D, E, F, dan G, mulai 

dari yang terrendah hingga tertinggi. Nada kelipatannya yaitu A, yang 

88

hadir sesudah  G, disebut sebagai oktaf . Demikian pula seterusnya hal 

itu  berlaku untuk kelipatan nada-nada yang lainnya. Secara umum 

wujud notasi nada ialah butir-butir yang berbentuk sedikit lonjong.  

 

. Garis Paranada 

 

Butir-butir nada diletakan pada lima buah garis sejajar yang di 

negara kita  lazim disebut paranada  (Inggris: Staff ). Sitem penulisan butir-

butir nada para paranada dikenal dalam masyarakat kita dengan istikah 

not balok. Pada dasarnya prinsip membaca not balok yaitu  sangat 

sederhana seperti halnya membaca sebuah grafik yang logis. Tingkat 

ketinggian nada dapat terlihat dengan jelas sebagaimana apa adanya 

pada paranada. Butir nada yang terletak di bawah menunjukkan nada 

yang rendah dan demikian pula halnya dengan nada yang tinggi tentunya 

terletak di wilayah atas. Pada garis paranada ada  garis-garis vertikal 

pembatas iramam disebut garis birama. Di antara garis-garis pembatas 

terbentuk kolom-kolom yang disebut birama (Inggris: bar ) 

 

Ilustrasi17 : Paranada 

 

 

Nama-nama nada diterapkan sejalan dengan keadaan itu , 

sehingga semakin tinggi letak butir nada maka abjad yang dipakai  

semakin ke kanan. Pada ilustrasi di atas dapat kita maklumi bahwa posisi 

nada-nada pada paranada dapat diklasifikasikan pada dua tempat, yang 

pertama yaitu pada spasi atau di antara garis, dan yang kedua pada 

garis. Sebagaimana ditunjukkan pada birama pertama dan kedua dalam 

contoh di atas, secara berurutan nada B pada garis ketiga, terletak di 

atas nada A pada spasi kedua. Nada-nada yang berada di luar kelima 

garis sejajar atau paranada itu , diakomodasi seperlunya oleh garis-

garis bantu yang diletakkan di atas maupun di bawah paranada.   

 

 Guna memperoleh pemahaman yang lebih mendalam, maka 

penulisan nada pada paranada dapat disimak pada ilustrasi berikut ini: 

 

 

Ilustrasi 18: Posisi nada-nada dalam paranada 

 

 

Paranada dapat mengakomodasi seluruh wilayah nada-nada 

musikal dari yang terrendah hingga yang tertinggi. Untuk keperluan 

itu  nama-nama nada pada paranada ditentukan oleh kunci (Inggris: 

Clef ) yang berbeda-beda yang diletakkan pada setiap awal paranada. 

Penulisan nada-nada pada wilayah suara tinggi (Diskan) memakai  

kunci G ( G clef ) atau biasa juga disebut treble clef ; nada-nada pada 

wilayah suara rendah (baskan) memakai  kunci F atau biasa disebut 

bass clef. Di antara kedua kunci itu  ada kunci-kunci lain yaitu kunci 

C yang biasa disebut dengan alto clef, untuk mengakomodasi penulisan 

nada-nada tengah. 

 

  

 

Nada-nada pada kedua paranada itu  yaitu  nada C yang sama 

 

 

Ilustrasi 19: Posisi nada C berdasarkan  kunci (clef) 

 

. Skala Nada 

 

 Dalam dunia pendidikan musik negara kita  “skala nada” lebih 

dikenal dengan istilah  “tangga nada” sedangakan secara internasional 

disebut scale (Inggris). Nada-nada yang berurutan secara alfabetis 

yaitu  susunan nada-nada skala. Nada pertama pada sebuah skala 

memiliki kedudukan sebagai Tonika yang sekaligus menjadi nama dari 

tangga nada itu . Dengan demikian rangkaian nada-nada skala yang 

berawal dari B disebut tangganada B dan B yaitu  tonika dari tangga 

nada itu . 

 

 Rangkaian nada dalam melodi terdiri dari kombinasi berbagai 

susunan interval, yaitu jarak di antara sebuah nada dengan nada 

berikutnya. Interval diukur dengan menghitung jumlah nada-nada 

berderet yang seharusnya ada di antara dua nada berurutan yang 

membentuk interval, termasuk nada pertama dan terakhir. Oleh karena 

itu interval di antara C dan E ialah Tiga karena sebenarnya ada D di 

antaranya sehingga jumlah nada yang membentuk intervalnya ada tiga 

yaitu C-D-E. Demikian pula interval di antara C dan G ialah Lima 

berdasarkan penghitungan jumlah nadanya yaitu C-D-E-F-G.9  

 

Melodi yang kita dengar sehari-hari tersusun dari skala tujuh nada 

atau disebut juga skala diatonis (dari bahasa Latin, dia = tujuh; tonus = 

nada). Berbeda dari pengertian jarak sebagai interval di antara dua nada, 

di antara nada-nada skala yang berurutan ada  dua macam jarak 

yaitu jarak penuh  (tone / whole ) dan jarak setengah (semi tone/ half 

step). Kedua jenis jarak nada-nada skala itu  telah memberikan 

kontribusi yang besar terhadap pengembangan berbagai susunan skala 

dari ketujuh susunan nada itu  oleh para komponis dan ahli teori 

musik, selama berabad-abad. Secara umum ada dua skala yang 

dipakai  dalam musik klasik yang memakai  sistem tonal, yaitu 

skala mayor dan minor. Skala mayor ialah yang memiliki jarak setengah 

di antara nada ketiga dan keempat, dan di antara nada ketujuh dan 

kedelapan (oktafnya). Contoh di bawah ini yaitu  skala C mayor. 

 

Ilustrasi 20 : Skala C mayor. 

 

Yang kedua ialah skala minor yang memilki tiga macam pola yaitu 

minor asli, minor harmonis dan minor melodis. Skala minor asli (natural) 

dengan jarak setengah di antara nada kedua dan ketiga, dan di antara 

nada kelima dan keenam. Jika diperhatikan maka karakteristik pola ini 

sama dengan skala mayor yang dimulai dari nada keenam. Dengan 

demikian sebutan minor asli pada pola ini menunjukkan bahwa ia berasal 

dari skala mayor dengan tanpa perubahan sedikit pun kecuali mulai dari 

nada keenam skala mayor.   

999 DDDiii    IIInnndddooonnneeesss iiiaaa   pppeeennnyyyeeebbbuuutttaaannn   iiinnnttteeerrrvvvaaalll    uuummmuuummmnnnyyyaaa   mmmeeennngggaaacccuuu   kkkeee   bbbaaahhhaaasssaaa   BBBeeelllaaannndddaaa   ssseeepppeeerrr ttt iii :::    ppprrr iiimmmeee,,,    

eeekkkuuunnndddeee,,,       ttteeerrr tttsss ,,,    kkkwwwaaarrr ttt ,,,    kkkwwwiiinnnttt ,,,    ssseeekkkttt ,,,    ssseeepppttt iiimmmeee...    DDDaaalllaaammm   bbbaaahhhaaasssaaa   IIInnnggggggrrr iii sss    iiiaaa lllaaahhh:::    FFFiii rrrsssttt ,,,    SSSeeecccooonnnddd,,,    

TTThhhooorrrddd,,,    FFFooouuurrr ttthhh,,,    FFFiii fff ttthhh,,,    SSSiiixxxttthhh,,,    SSSeeevvveeennnttthhh,,,    aaatttaaauuu   111s

ss ttt ,,,    222n

nn ddd ,,,    333r

rr ddd ,,,    444 t

tt hhh ,,,    555 t

tt hhh ,,,    666 t

tt hhh ,,,    dddaaannn   777 t

tt hhh ...    

 

 

Ilustrasi 21 : Skala A minor asli/ natural. 

 

 

Sementara skala minor natural berasal dari skala mayor, dua pola 

skala minor yang lain berasal dari skala minor asli. Skala minor harmonis 

menaikkan nada ketujuh setengah laras dengan memakai  

aksidental, yaitu tanda untuk menaikkan dan menurunkan nada asli. 

Pada skala minor harmonis ini nada G dinaikkan dengan tanda aksidental 

kres ( ) sehingga menjadi Gis yang lebih tinggi setengah laras. 

Penaikkan ini tampaknya bermaksud untuk mempertegas nada A di 

atasnya sebagai representasi tonika yang merupakan identitas skala 

itu  yaitu skala A minor.  

 

 Sebagaimana halnya nada B dalam skala C mayor yang 

merupakan pengantar ke C,  posisi Gis dalam skala A minor yaitu  juga 

sebagai pengantar ke A. Resiko dari penaikan ini ialah jarak yang 

melebar di antara nada keenam dan ketujuh sehingga terasa kurang 

melodis. Ketegasan tonika yang disebabkan penaikan itu  

menyebabkan pola skala minor ini lebih harmonis di bandingkan dengan 

minor asli. Ketegasan dan konsistensi skala ini menyerupai skala mayor 

sehingga  cocok dipakai  untuk menyusun harmoni.10  

 

Ilustrasi 22: Skala A minor harmonis 

 

 

 Skala minor melodis memiliki karakteristik yang sesuai dengan 

namanya. Skala ini memiliki kecenderungan tonalitas yang lebih mirip 

dengan skala mayor yaitu di samping memiliki ketegasan tonika, juga 

lebih mengalir dibandingkan dengan minor harmonis sebagai akibat dari 

penerapan dua macam jarak nada saja yaitu tone dan semi tone.  

Keunikan skala minor melodis dibandingkan dengan ketiga skala lainnya 

ialah ada nya pola yang berbeda pada saat mulai atau naik dan saat 

kembali atau turun. Pada saat naik bukan hanya nada ketujuh yang 

111 000 HHHaaarrrmmmooonnn iii    iii aaa lllaaahhh   ssseeejjjuuummmlllaaahhh   nnnaaadddaaa   yyyaaannnggg   dddiiisssuuusssuuunnn   ssseeecccaaarrraaa   vvveeerrr ttt iii kkkaaalll    ssseeehhhiiinnnggggggaaa   mmmeeennnuuunnntttuuuttt    uuunnntttuuukkk   

dddiiibbbuuunnnyyyiiikkkaaannn   ssseeecccaaarrraaa   sss iiimmmuuulll tttaaannn...    SSSeeecccaaarrraaa   llleeebbbiiihhh   llleeennngggkkkaaappp   hhhaaalll    iii nnn iii    aaakkkaaannn   dddiii jjjeee lllaaassskkkaaannn   kkkeeemmmuuuddd iiiaaannn...    

dinaikkan namun juga nada keenam yaitu dari F menjadi Fis. Pada saat 

turun, kedua nada yang sebelumnya telah dinaikkan dengan tanda 

aksidental kres, kini dikembalikan ke nada aslinya dengan aksidental 

natural ( ).  

 

 

Ilustrasi 23 : Skala A minor melodis 

 

 

Dengan demikian pada saat turun polanya sama dengan skala 

mayor turun mulai nada keenam. Jika kedua nada itu  tidak 

dikembalikan pada saat turun maka akan sama dengan pola skala A 

mayor turun dari tonikanya. Dengan kata lain skala itu  telah 

bermodulasi secara pararel kepada kunci mayor. Pada skala minor 

natural turun statusnya tidak berubah menjadi C mayor karena mulai dari 

A sebagai tonikanya.   

 

 Di samping mayor dan minor tentu saja ada pola-pola skala yang 

lain yang jarang dipakai  dalam musik klasik yang berbasis sistem 

tonal. Skala-skala itu  di antaranya ialah modus-modus gereja Abad 

Pertengahan, skala whole-tone 11  yang dipopulerkan Debussy, skala 

pentatonik (lima nada) yang dipakai  untuk menciptakan efek-efek 

oriental. Di samping itu ada juga skala lain yang didasarkan atas skala 

diatonis yaitu skala kromatis; dari kata latin chrome yang berarti warna. 

Tampaknya maksud pewarnaan dalam konteks ini ialah penambahan 

nada-nada sisipan dari nada-nada pokok; misalnya di samping G ada Gis 

atau Ges yang lebih rendah setengah laras karena diturunkan oleh tanda 

aksidental mol ( ). 

 


. Kunci 

 

 Tanda kunci (Inggris: key signature ) berbeda dengan kunci (clef), 

dipakai  untuk menunjukkan skala nada yang berbeda-beda. Tanda 

kunci selalu ditempatkan di setiap awal garis paranada (bukan hanya di 

awal lagu) dalam bentuk susunan aksidental kres dan mol. Khusus untuk 

skala C mayor tidak diperlukan tanda kunci sedangkan untuk yang 

lainnya memakai  1 hingga 7 tanda aksidental baik kres maupun mol. 

pemakaian  aksidental sebagai tanda kunci tidak bisa dicampur antara 

kres dan mol. Misalnya, untuk skala A mayor hanya memakai  

111 111 SSSkkkaaalllaaa   yyyaaannnggg   hhhaaannnyyyaaa   mmmeeemmmiii lll iii kkk iii    jjj aaarrraaakkk   pppeeennnuuuhhh   dddaaarrr iii    nnnaaadddaaa   kkkeee   nnnaaadddaaannnyyyaaa...    

susunan 3 kres sedangkan skala Bes mayor hanya memakai  

susunan 3 mol. Dengan demikian tidak ada tanda mula yang 

memakai  kombinasi kres dan mol. 

 

 Satu tanda kunci mengakomodasi pasangan dua pola skala 

(mayor dan minor) karena skala minor berasal dari skala mayor. Dengan 

demikian skala C mayor dan A minor sama-sama memakai  tanda 

mula nol kres maupun nol mol atau tidak memakai  simbol tanda 

kunci. Sehubungan dengan itu kedua skala itu  bersaudara arau 

dalam istilah teori musik disebut memiliki hubungan “relatif” dan oleh 

karenanya tinggal di dalam satu tanda kunci sebagai “rumah” mereka. 

 

Tabel 5: Kunci Dasar dan Tanda Kunci 

 

Kunci Dasar/ Skala Tanda Kunci Kunci Dasar/ Skala 

Mayor Minor Kres Mol Mayor Minor 

C A  0 0 C A 

G E 1 1 F D 

D B 2 2 Bes G 

A Fis 3 3 Es C 

E Cis 4 4 As F 

B Gis 5 5 Des Bes 

Fis Dis 6 6 Ges Es 

Cis Ais 7 7 Ces As 

 

 

Pada tabel di atas tampak bahwa selain skala C mayor dan A 

minor, skala baru yang memakai  kres selalu dimulai dari nada 

kelima skala yang lama sedangkan yang memakai  tanda mol selalui 

dimulai dari nada keempat. Dengan demikian skala dengan tanda mula 

satu kres dimulai dari nada G dan yang memakai  tanda mula satu 

mol mulai dari nada F. Untuk selanjutnya pola jarak untuk skala mayor 

diterapkan pada masing-masing skala yang baru. Itulah sebabnya nada F 

pada skala G mayor harus dinaikkan setengah laras menjadi Fis dan 

nada B pada skala F mayor diturunkan setengah laras menjadi Bes, 

sebagai konsekuensi diterapkannya pola mayor. Kedua nada itu  

(Fis dan Bes) tidak perlu ditulis di belakang tanda aksidental karena pada 

permulaan garis paranada. 

 

Petunjuk nada-nada yang harus dinaikkan atau diturunkan 

diekspresikan oleh jumlah kres dan mol pada tanda mula. Masing-masing 

tanda aksidental pada tanda mula hanya ditulis dalam satu garis atau 

spasi saja guna mewakili nada yang harus dinaik-turunkan. Misalnya 

pada kunci atau skala G mayor tanda mula satu kres hanya ditulis di 

depan nada F pada garis teratas paranada saja. Walaupun demikian 

bukan hanya F itu  yang dinaikkan menjadi Fis namun seluruh F 

pada oktaf-oktaf di bawah dan diatasnya juga otomatis menjadi Fis. 

Sehubungan dengan itu cara penulisan tanda-tanda aksidental pada 

garis paranada tidak dapat dibuat semaunya melainkan ada urutan yang 

baku sebagaimana tampak pada ilustrasi berikut ini. 

 

 

Tabel 6: Susunan Aksidental Kres pada Tanda Kunci 

 

 

 

 Pada tabel 2 di atas tampak bahwa walaupun urut-urutan 

aksidentalnya sama pada setiap kunci/ clef, posisi peletakannnya 

berbeda dari satu kunci ke kunci yang lain. Susunan nada dasar baru 

yang memakai  tanda kunci beraksidental kres dengan sendirinya 

sama dengan susunan skala, yaitu senantiasa mulai dari nada yang 

kelima. Urut-urutan nada dasar atau skala semacam itu biasa juga 

disebut dengfan istilah “lingkaran kwint” atau “fifth circle”. Sementara itu 

urut-urutan nada dasar dan tanda kunci yang memakai  aksidental 

mol disebut “lingkaran kwart” atau “fourth circle”. 


Tabel 7: Susunan Aksidental Mol pada Tanda Kunci 

 

 

. Tempo  

 

Jika melodi dapat dianalogikan sebagai jiwa bagi musik maka 

jantungnya ialah ritme dan tempo. Tempo merupakan “polisi lalulintas” 

yang mengatur kelancaran lalulintas sedangkan kelancaran lalulintasnya  

ialah ritme. Petunjuk tempo pada naskah musikal tertulis di kiri atas 

halaman permulaan sebuah karya musik. Petunjuk itu  

memberitahukan kepada pemusik seberapa cepat karya itu  harus 

dimainkan; apakah Andante (biasa secepat orang berjalan), Allegro 

(cepat), Largo (lebar/ lambat), Presto (sangat cepat), dan sebagainya 

(Ewen 1963, 4). 

Dalam prakteknya, kecepatan tempo yaitu  relatif. Pada masa 

lalu istilah cepat dan lambat hanya untuk membedakan kecepatan di 

antara satu lagu dengan lagu yang lain sedangkan rincian seberapa 

cepat harusnya sebuah lagu dimainkan, belum ada. Menjelang akhir 

abad ke-18 ditemukan metronom, yaitu instrumen untuk mengukur 

berbagai kategori kecepatan tempo musik. Walaupun kini yang dianggap 

sebagai penemu instrumen itu  ialah seorang ahli dari Jerman 

bernama Johann Nepomuk Maelzel (1772–1838) namun sebenarnya 

idenya telah terlebih dahulu ditemukan oleh Dietrich Nikolaus Winkel (c. 

1776–1826) dari Belanda. 

Metronom terdiri dari sebuah bandulan yang posisinya dapat 

diubah-ubah dengan menggeser kepala bandulan itu  pada sebuah 

tongkat pengayun guna mengatur kecepatan gerak bandulan sesuai 

dengan skala angka yang dibutuhkan. Bandulan dan tongkatnya 

digerakkan oleh per dalam suatu rangkaian mesin yang setiap kali 

gerakan bandulan mencapai masing-masing sisi akan terdengar bunyi 

ketokan yang menandai pulsa atau ketukan. Pada metronom ada  

fasilitas yang dapat mengatur jenis irama tertentu dengan bunyi ”ting” 

96

yang lebih menonjol dan nyaring dari bunyi ketokan yang monoton. 

Misalnya pada irama 3/4 akan terdengar pola bunyi ”ting, tok, tok, tok”, 

yang berulang-ulang. 

Sehubungan dengan itu di samping tanda tempo berupa istilah-

istilah biasanya pada permulaan naskah musikal juga tertulis tanda 

metronom yang ditulis, misalnya “M.M. (Maelzel's metronome)  = 60”, 

yang menunjukan bahwa kecepatan lagu yang dituntut ialah setiap satu 

ketukan nada setengah setara dengan 60 ketokan per menit. Kemasan 

metronom konvensional cenderung pada bentuk piramid. Walaupun 

metronom konvensional masih tetap diproduksi, saat ini kita juga bisa 

memperoleh berbagai macam model metronom elektronik ataupun digital. 

Dalam sejarah musik klasik, metronom pernah satu kali dipergunakan 

sebagai alat musik, yaitu pada karya komponis Honggaria, György Ligeti, 

berjudul Poème symphonique  (1962), yang memakai  100 metronom 

(Encyclopedia Britanica 2005) 

Secara umum tempo musik dapat diklasifikasikan menjadi 

gradasi, mulai dari kategori sangat lambat, lambat, sedang, agak cepat, 

cepat, dan sangat cepat. Pada masing-masing kategori itu   paling 

tidak ada  antara dua hingga empat sub kategori. 

Tabel 8: Tempo 

KATEGORI SUB KATEGORI KETERANGAN 

Sangat Lambat Largo Luas 

 Grave Serius 

Lambat Lento - 

 Adagio Gemulai, ringan (tidak tergesa-gesa), santai 

(slowly) . 

Sedang Andante Berjalan – dalam tempo orang berjalan) 

 Andantino Sedikit/ seperti andante (lebih cepat dari andante) 

 Moderato - 

Agak Cepat Allegretto Agak hidup (tidak secepat allegro ) 

Cepat Allegro Gembira, ceria, hidup. 

Sangat Cepat Allegro molto Sangat hidup 

 Vivace Enerjik, bersemangat, hidup. 

 Presto Sangat cepat 

 Prestissimo Secepat mungkin 

Terminologi di atas dapat dimodifikasi dengan menambahkan 

kata-kata molto (sangat) meno (kurang) poco (sedikit) dan non troppo 

(tidak terlalu banyak). Poco allegro dapat berarti agak Allegro. Allegro 

non troppo berarti tidak terlalu allegro . Di samping tanda tempo yang 

tetap di atas ada juga istilah yang mengindikasikan perubahan tempo. 

Yang paling sering dipakai  di antaranya ialah accelerando (berangsur-

angsur menjadi cepat) dan ritardando (berangsur melambat); tanda a 

tempo (kembali ke tempo asal) biasanya ada  pada bagian yang telah 

dilalui tanda perubahan tempo namun bukan di bagian akhir lagu. 


  Dinamika 

 

Volume yang menunjukkan tingkat kekuatan atau kelemahan 

bunyi pada saat musik dimainkan, disebut dinamik. Sebagaimana halnya 

tempo yang bermacam-macam dari yang tetap dan berubah, maka 

demikian juga  dengan dinamik, ada yang tetap dan ada juga yang 

berubah. Baik dinamik maupun tempo, keduanya berakar dari sifat-sifat 

emosi. Untuk mengungkapkan misteri dan ketakutan dibutuhkan bisikan, 

sedangkan kemenangan dan aktivitas yang berani resonansi yang penuh. 

Lagu untuk menidurkan anak atau Nina Bobo, maupun lagu-lagu cinta 

lebih banyak diekspresikan dengan jenjang dinamik daripada mars 

kemenangan. Instrumen-instrumen musik modern menyediakan 

jangkauan efek-efek dinamika yang luas yang diharapkan oleh koposer. 

 

Dinamik-dinamik yang pokok berkisar dari yang paling lemah 

hingga yang paling kyat, yaitu: 

 

Tabel 9: Dinamik 

 

TINGKAT VOLUME ISTILAH DINAMIK SIMBOL 

Sangat Lemah Pianissimo pp 

Lemah Piano p 

Agak lemah Mezzo Piano mp 

Agak kuat Mezzo Forte mf 

Kuat Forte f 

Sangat Kuat Fortísimo ff 

   

 

Dalam keadaan tertentu ada  tanda-tanda perubahan dinamik. Yang 

paling umum di antaranya ialah sebagai berikut: 

 

Tabel 10:  Perubahan Dinamik 

 

TINGKAT VOLUME ISTILAH DINAMIK SIMBOL 

Berangsur menguat Crescendo  

Berangsur melemah Descrescendo atau 

Diminuendo 

Tekanan mendadak/ 

Aksen pada satu nada 

atau satu akor 

Sforzando sf / forced  

 

Sebagai konsekwensi meningkatnya usuran dan tingkat 

kepersisan dalam orkestra, komposer memperluas jangkauan dinamik ke 

dua arah. Sehubungan dengan itu di samping tanda dinamik yang tertulis 

di atas ada  juga dinamik ppp (pianissimo posible ) atau selemah-

lemahnya dan fff  (fortíssimo possible ) atau sekuat-kuatnya. Jika perlu 

kondaktor atau komponis dapat menambahkan menjadi tiga bahkan 

empat f atau p. 

 

ada  berbagai macam tanda yang berkaitan dengan dinamik 

dan tempo yang mengekspresikan emosi dalam karya musik. Tanda-

tanda itu  disebut “tanda ekspresi” yang jumlahnya semakin 

meningkat pada abad ke-18 dan selama abad ke-19, sebagai 

konsekuensi meningkatnya keinginan komposer untuk menunjukkan niat/ 

keinginannya. Sebagai contoh dapat kita bandingkan di antara naskah-

naskah musical Bach dan Tchaikovsky. 

 

Sejumlah peristilahan mengacu pada tempo dan dinamik. 

Memang, khususnya yang dipakai  pada abad ke-19 yaitu  

untuk memantapkan perasaan ( mood ) dan karakter suatu karya. 

Andante maestoso (lambat biasa dan mulia) mengindikasikan 

suatu langkah yang stabil dan penuh dengan sonoritas. Morendo 

atau menghilang, menunjukkan bahwa tempo harus melambat dan 

pada saat yang sama harus melembut atau melemah. Scherzando 

atau bercanda, mempersyaratkan bunyi yang ringan dan gerakan 

yang lincah. Con brio (dengan berani) mensugestikan suatu 

langkah yang enerjetik, dan sonoritas yang hidup. 

 

 


. Dinamik dan Ekspresi 

 

Elemen-elemen dinamik dan ekspresi musikal juga banyak 

ada  dalam bentuk tanda-tanda ekspresi. Crescendo  dan 

diminuendo yaitu  di antara efek-efek ekspresif yang penting bagi 

komposer. Melalui volume suara yang tenggelam dan menghilang 

secara bertahap, ilusi yang jauh memasuki musik, seperti sumber 

bunyi yang mendekati kita dan kemudian keluar.  

 

Dengan berkembangnya gaya orchestral, composer dengan 

cepat belajar untuk mengambil keuntungan dari prosedur itu . 

Misalnya Rossini sangat ketagihan untuk memanfaatkan suatu 

pengembangan bunyi long-drawn-out  guna menampilkan efek 

dramatik yang ia karikaturkan dalam karyanya “Monsier 

Crescendo” di Paris. Impak dari Crescendo dapat sedikit 

memberikan efek sengatan, seperti ada  dalam bagian penutup 

overturnya, The Barber of Seville. 

  

Dalam kasus itu , crescendo menjadi kekuatan yang 

mempertajam musik, yaitu elemen yang menentukan konsepsi 

secara menyeluruh. Hal itu  dapat kita jumpai dalam Prelude   

to Lohengrin  karya Wagner yang bermaksud untuk mengambarkan 

turunnya Holy Grail dari langit.  Gambaran sekelompok malaikat 

yang mendekat dari suatu jarak kemudian menghilang, 

diterjemahkan ke dalam pengertian apa yang telah menjadi pola 

dasar dalam musik, yaitu crescendo dan descrescendo. Contoh 

yang lebih jelas dari skema dinamik semacam ini juga ada  dari 

karya Debussy, Nocturne untuk orkestra yang diberi tjudul Fêtes  

(Festival). 

 

Crescendo  yang dikaitkan dengan accelerando, yaitu 

menjadi lebih kuat sekaligus juga menjadi cepat, menciptakan 

suatu kenyamanan semapan decrescendo yang dibarengkan 

dengan ritardando,  yaitu berangsur melemah dan melambat.   

 

Efek intensifikasi volume dan kecepatan diterapkan dalam Pacific 

231 karya Honeger. Dalam karya ini composer mencoba 

mensugestikan suatu rasa kekuatan yang dikaitkan dengan sebuah 

lokomotif dengan cara membangun momentum dan kecepatan 

menembus malam.  Dalam karya ini crescendo dan accelerando 

diterjemahkan ke dalam gerakan imajiner. Hal itu  juga 

dilakukan oleh Tchaikovsky dalam bagian finale Waltz of 

theFlowers yang dirancang untuk mempersiapkan penarikan 

gorden untuk penampilan balet Nutcracker. Untuk keperluan 

itu  ia memanjat secara ajeg dari register tengah kepada 

register tinggi yang cemerlang dan gugup, sehingga ketiga elemen 

-yaitu percepatan tempo, peningkatan volume, dan peningkatan 

tingkat ketinggian- saling mendesak untuk menciptakan klimaks.  

 

 . Timbre/ Warna Suara 

 

Schoenberg mengatakan bahwa kejelasan (lucidity) yaitu  

tujuan dari warna musik. Sebuah nada yang diproduksi oleh 

trompet akan memiliki suatu kualitas tertentu. Nada yang sama 

pada biola akan terdengar sangat berbeda. Perbedaan-perbedaan 

itu  menunjukkan adanya karakteristik warna atau tinbre pada 

setiap instrument. Timbre memfokuskan impresi musikal kita 

karena ia menyampaikan karakter khusus dan mutlaknya kepada 

gambaran tonal. Pada saat komposer memilih warna ia 

menciptakan dunia bunyi tertentu  yang menghidupkan musik. 

 

Untuk mengelola warna suara composer memakai  dua 

media yaitu suara manusia dan instrument-instrumen musik. Ia 

dapat saja menulis kombinasi di antara keduanya untuk mencapai 

tujuannya. Secara konstan ia mengingat sifat alami medium yang ia 

pilih. Ia mempertimbangkan kapabilitas dan limitasi setiap 

instrument; ia mencoba membuatnya melakukan  hal-hal itu  

untuk mentransmutasikannya ke dalam sumber-sumber keindahan 

yang segar.  

 

Yang menjadi pertimbangan para composer di antarannya 

ialah keterbatasan  jangkauan setiap instrument, jarak di antara 

yang trrendah dan tertinggi, yang tidak boleh dilanggar, tingkat 

kelembutan di antara yang terlembut dan yang terkuat yang 

mampu dimaikan. Belum lagi kebiasaan-kebiasaan teknis setiap 

instrument yang berbeda dalam memainkan nada-nada, apakah 

dalam register rendah, tengah dan atas, menentukan formasi nada 

tertentu yang mudah bagi suatu instrument, belum tentu mudah 

untuk instrument yang lain. Misalnya Tuba, dapat menahan nada 

panjang tetapi sulit untuk memainkan bagian-bagian yang cepat. 

Instrumen seperti piano, mudah untuk memainkan bagian-bagian 

cepat tapi tidak memiliki kemampuan untuk menahan nada 

panjang. Pertimbangan-pertimbangan semacam ini menentukan 

pilihan composer, seakan-akan ia membungkus ide-idenya dengan 

pakaian dalam pelukan instrumentalnya. 

 

Beberapa composer memiliki suatu rasa warna yang lebih 

cemerlang dari yang lainnya. Para ahli orkestrasi memproses 

warna suara dalam tingkatan yang tinggi. Yang jelas warna dalam 

musik yaitu  bagian dan paket dari ide yang ttdak terpisahkan 

darinya, sebagaimana halnya harmoni dan ritme. Timbre lebih 

daripada sekedar elemen asesori yang kaya yang ditambahkan ke 

dalam suatu karya. Timbre yaitu  salah satu yang memperhalus 

kekuatan-kekuatan dalam musik. 

  

 . Ritme  

 

 Sebagaimana telah dijelaskan pada awal pembahasan tentang 

tempo di atas bahwa ritme dapat diibaratkan sebagai denyut jantung bagi 

musik. Dengan demikian peranan ritme sangat penting, sehingga jika 

musik tidak memiliki ritme yang jelas maka musik itu  akan 

melayang atau kabur. Ritme atau irama, yaitu  susunan di antara durasi 

nada-nada yang pendek dan panjang, nada-nada yang bertekanan dan 

yang tak bertekanan, menurut pola tertentu yang berulang-ulang. Dapat 

juga dikatakan bahwa ritme ialah melodi yang monoton. Dalam berbagai 

situasi ritme ialah bagaikan denyut jantung bagi suatu karya musik 

sehingga tanpanya sebuah karya musik tidak bisa hidup atau bernafas.  

 

 Tanda ritme ada  dalam garis paranada pada permulaan lagu 

tepat sesudah  kunci (clef) dan tanda kunci. Tanda ritme tersusun dari dua 

pembagian angka. Angka yang ada  di atas menunjukan pola tekanan 

yang berulang-ulang dengan dibatasi oleh garis pembatas vertikal atau 

biasa disebut garis birama, sedangkan angka yang terletak di bawahnya 

menunjukkan jenis nada yang dijadikan satuan. Guna memahami ritme 

secara mendalam, kita perlu mengenal jenis-jenis nada berikut jenis-jenis 

tanda istirahat secara paralel. Jika butir nada merupakan tanda agar 

nada dibunyikan maka tanda istirahat menunjukkan bahwa pemain tidak 

boleh membunyikan apapun selama waktu tertentu. Sementara tanda 

istirahat memiliki bentuk yang bervariasi, bentuk nada mengacu pada 

dikembangkan dari butir nada yang kosong, solid, diberi bendera. 


Ilustrasi 24: Unsur-unsur bentuk nada 

Tabel 11:  Bentuk, nama, dan nilai not dan tanda diam 

NAMA NADA/ TANDA ISTIRAHAT BENTUK  

NADA ANGKA KUALITAS 

TANDA 

ISTIRAHAT 

 Penuh/ Whole Semi breve  

 

 

1/2 

 

Minim  

 

 

1/4 

 

Crotchet  

 

 

1/8 

 

Quaver  

 

 

1/16 

 

Semi Quaver  

 

 

1/32 

 

Demi Semi Quaver  

Secara internasional penamaan bentuk-bentuk nada dan tanda 

istirahat ada dua macam sebagaimana tampak pada tabel di atas. Di 

negara kita , model penamaan kuantitas atau dengan angka yaitu  yang 

paling sering dipakai  daripada istilah-istilah kualitas. Di samping 

bentuk-bentuk nada dan tanda-tanda istirahat di atas masih ada lagi yang 

sangat jarang dipakai  yaitu ”breve” yang durasinya yaitu  dua kali 

lipat nada penuh. 

 

Ilustrasi 25: Bentuk nada dan istirahat ”breve” 

 

Susunan tanda-tanda itu  memiliki perbandingan matematis 

yang sangat mendasar dan mudah dipahami. Guna memahami maksud 

perbandingan itu  dapat kita analogikan dengan martabak atau 

pizza. Pizza yang utuh memiliki nilai yang sebanding dengan nada penuh 

sehingga jika pizza itu  dipotong sama rata maka setiap bagiannya 

bernilai seperti nada setengah. Jika pizza itu  dipotong menjadi 

empat bagian yang sama besarnya maka setiap bagian pizza sebanding 

dengan nilai nada seperempat. Maksudnya yaitu  satu nada penuh 

memiliki nilai yang sama dengan empat buah nada seperempat. 

Pembagian nilai nada-nada itu  dapat dilihat pada ilustrasi berikut. 

 

Ilustrasi 26: ”Pizza” perbandingan nilai nada 

Nilai pada nada-nada biasanya dipahami langsung dengan 

melihat langsung perbandingan jumlah nadanya. Sebuah nada penuh 

sebanding dengan dua buah nada setengah, sebanding dengan empat 

nada seperempat, dan seterusnya. 

 

Ilustrasi 27: Perbandingan nilai nada berdasarkan jumlahnya. 

Banyak orang memahami secara salah bahwa setiap crotchet 

atau nada seperempat, bernilai satu ketukan. Pemahaman yang benar 

ialah bahwa crotchet akan bernilai dua ketukan jika nada yang durasinya 

lebih pendek, yaitu quaver atau nada seperdelapan, dianggap satu 

ketukan. Dalam lagu berirama 4/4, crotchet bernilai satu ketukan karena 

pada tanda irama itu  angka yang ada  di atas menunjukan 

jumlah pola tekanan untuk setiap birama sedangkan angka yang berada 

di bawah menunjukkan nada mana yang harus bernilai satu ketukan. 

Atau dengan kata lain menunjukkan jenis nada yang mana yang dijadikan 

satuan ketukan; dalam hal ini tentu saja nada seperempat karena angka 

yang terletak di bawah ialah empat. Dalam irama 4/2 maka yang menjadi 

satuannya ialah nada 1/2. Konsekuensinya, nada 1/4 kini berubah 

nilainya menjadi setengah ketukan. 

Irama-irama yang ada di dunia ini pada dasarnya dapat 

dikategorikan kepada tiga macam yaitu irama menari dengan pola 

hitungan ”tiga” atau disebut triple, irama berbaris dengan pola hitungan 

”dua” atau duple dan irama umum atau yang paling lazim dengan pola 

hitungan ”empat” atau quadruple. Walaupun demikian dalam 

perkembangannya ada juga irama yang merupkan kombinasi di antara 

irama-irama itu . Misalnya irama 5/4 yaitu  kombinasi di antra triple 

dan duple. Irama 7/4 ialah kombinasi di antara irama triple dan quadruple. 

Irama-irama dasar, duple, triple dan quadruple ialah irama reguler 

sedangkan kombinasi di antara irama-irama itu  yaitu  irama non 

reguler. 

Irama-irama dasar disebut juga irama bersahaja atau simple time . 

Di samping simple time  ada irama lain, yaitu irama ganda atau compound 

time  yang mengacu pada pola tekanan irama bersahaja. Ciri irama ganda 

ialah adanya pengelompolan satuan tiga ketukan yang dilipat gandakan 

sesuai dengan pola-pola simple time . Contohnya ialah 6/8 yang mengacu 

kepada pola irama duple sehingga memiliki dua tekanan pokok yaitu 

pada hitungan pertama dan keempat dari enam ketukan irama ini. 

Tabel 12: Jenis-jenis tanda irama reguler 

KATEGORI JENIS CONTOH 

Duple 2/16 2/8 2/4 2/2 

Triple 3/16 3/8 3/4 3/2 

 

Simple 

Quadruple 4/16 4/8 4/4 4/2 

 Duple 6/16 6/8 6/4 6/2 

 105

Triple 9/32 9/16 9/8 9/4 Compound 

Quadruple 12/32 12/16 12/8 12/4 

5 .10. Harmoni   

Harmoni dan kontrapung dapat diibaratkan sebagai otak atau 

pemikiran dari suatu karya musik. Harmoni yaitu  ilmu 

mengkombinasikan nada-nada ke dalam akor-akor (chords ). Sebagai 

salah satu cabang ilmu musik, harmoni hanya dapat dipelajari secara 

khusus dan secra terpisah. Dalam bab ini pembahasan hanya meliputi 

perkenalan terhadap pemahaman awal yang sangat mendasar dalam 

mempelajari ilmu itu . 

Landasan harmoni ialah susunanvertikal  yang biasanya terdiri 

dari tiga atau empat nada. Sebuah akor yang terdiri dari tiga nada, yang 

setiap nadanya terpisah satu sama lain oleh interval tiga (third ), disebut 

trinada (triad). Jika dibangun di atas nada pertama maka ia disebut 

trinada Tonika. Pada skala C mayor akor tonikanya tersusun dari tiga 

nada yang tepisah oleh interval tiga, yaitu C-E-G 

 

Ilustrasi 28: Susunan trinada di atas skala C mayor 

 

Pada ilustrasi di atas, simbol-simbol angka Romawi besar 

menunjukkan jenis akor mayor sedangkan angka Romawi kecil 

menunjukkan jenis akor minor. Jenis mayor dan minor ditentukan oleh 

kualitas interval tiga (third ) di antara nada pertama dan kedua. Pada akor 

tonika kualitas itu  berada di antara C dan E yang memiliki susunan 

2 jarak penuh (tone) yaitu 1 tone dari C ke D dan 1 tone dari D ke E. 

jarakAkor yang tersusun dari empat nada disebut akor tujuh. Sedangkan 

pada akor minor, seperti pada akor kedua, kualitas interval tiga itu  

lebih kecil karena memiliki  susunan 1 tone dan 1 semi tone  yaitu 1 tone 

dari D ke E dan 1 tone dari E ke F.  

Kecuali trinada ketujuh, interval pasangan kedua interval tiga 

pada setiap trinada memiliki kualitas berbeda, jika yang pertama interval 

3 mayor maka interval tiga yang kedua ialah minor. Khusus untuk trinada 

ketujuh pasangan kedua interval itu  sama yaitu minor. Sehubungan 

dengan itu trinada itu  memiliki kualitas yang lebih kecil dari trinada 

minor atau kualitasnya menyempit sehingga biasa disebut diminished 

(dari bahasa Inggris) yang arti harfiahnya memang menyempit. 

Sebaliknya, jika pasangan kedua interval tiga pada suatu trinada ialah 

mayor maka kualitas trinada menjadi lebih besar dari trinada mayor dan 

biasa disebut meluas atau augmented . 

 

Ilustrasi 29: Trinada C augmented.  

 

Trinada augmented  di atas akan kita jumpai jika kita menyusun 

trinada di atas skala minor. Dengan demikiam trinada tidak hanya dapat 

dibangun di atas nada-nada skala mayor namun dapat juga di atas nada-

nada skala minor. Di antara tiga macam skala minor yang ada yaitu 

natural, melodis dan harmonis, yang terakhirlah yang biasa dipakai . 

Berikut ini ialah susunan trinada dari skala minor. 

 

Ilustrasi 30: Susunan trinada di atas skala A minor harmonis 

 

Jika kita bandingkan antara trinada yang berbasis skala mayor 

dan minor maka beberapa hal yang akan kita temukan ialah bahwa 

Tonika dan sub dominannya berbeda. Pada trinada mayor keduanya 

berkualitas mayor sedangkan pada trinada minor keduanya yaitu  minor. 

Persamaannya ialah keduanya memiliki dominan dengan kualitas mayor. 

Suatu hal yang unik pada rangkaian trisuara minor ialah ada nya dua 

trinada diminished dan sebuah trinada augmented sebagai konsekuensi 

pemakaian  skala minor harmonis. 

Jika trinada tonika berfungsi sebagai penentu identitas dan 

kekuatan tonalitas suatu skala maka trinada dominan berfungsi sebagai 

penguat keberadaan tonika. Agar trisuara dominan dapat menjalankan 

fungsinya dan tidak mengganggu keberadaan tonika maka terjadilah 

fenomena akor yang mengandung tidak tiga nada tetapi empat nada yaitu 

akor dominan seventh  atau secara awam biasa disebut akor tujuh. Akor 

dominan seventh  terjadi dengan menambahkan satu interval tiga minor di 

atas trinada dominan. Penambahan itu  menyebabkan adanya 

penggabungan dua trinada yaitu trinada dominan dan trinada pengantar 

(trinada ketujuh) secara shift atau berlapis .  

 

Ilustrasi 31: Dominant 7th pada skala C mayor 

 

 

Ilustrasi 32: Dominat 7th pada skala A minor 

 

Baik pada skala mayor maupun minor trinada yang dibangun di 

atas nada pengantar atau nada ketujuh, menghasilkan trinada diminished 

atau menyempit. Jika trinada mayor menimbulkan kesan cerah atau 

gembira, minor diasosiasikan dengan sedih atau suram, augmented  

memberikan kesan miring seperti akan jatuh, maka trisuara diminished  

memberikan kesan sempit, gelisah dan menuntut penyelesaian. 

Penggabungan antara trisuara mayor dan minor secara berlapis 

mengakibatkan kesan yang cerah dan besar tetapi menuntut 

penyelesaian dan penyelesaian itu  jelas yaitu tonika. Jadi berbeda 

dengan diminished yang walaupun juga menuntut penyelesaian namun 

terdengar sempit. Dari kedua rangkaian itu  persamaan umum yang 

dapat dipahami ialah bahwa dalam sistem tonal ada  tiga trinada 

utama yaitu trinada I (tonika), V (dominan) dan IV (sub dominan). 

Fenomena ini dapat kita lihat pada musik-musik non klasik hingga saat ini 

atau dengan kata lain secara tanpa disadari sitem tonal mengikat musik-

musik populer dan beberapa musik tradisi. 

Kita bisa membuat variasi dari akor-akor tersbut dengan suatu 

proses yang diebut ”pembalikan” ( inversion). Dengan memindahkan nada 

terrendah (C) satu oktaf ke atas sehingga dari susunan C-E-G menjadi E-

G-C, terjadi interval tiga di antara nada yang pertama dan kedua dan 

interval enam di antara nada pertama dan keenam. Sehubungan dengan 

itu pembalikan yang pertama ini disebut juga akor 6/3. Smentara itu akor 

6/4 yaitu  akor pembalikan kedua yang diperoleh dengan menaikan 

nada pertama dari akor pembalikan pertama sebanyak satu oktaf ke atas. 

 

Ilustrasi33 : Trinada pembalikan 

Dalam suatu komposisi musik, peranan trinada sangatlah penting. 

Selain sebagai dasar harmoni yang dipakai  untuk menyusun iringan 

sajian sebuah lagu, trinada juga sebagai dasar penenyusunan komposisi 

maupun aransemen secara umum. Kepentingan trinada dalam iringan 

sebuah lagu disebabkan karena umumnya struktur melodi diatonis 

senantiasa berada dalam kerangka tonalitas dan skala nada. 

Sehubungan dengan itu guna memperoleh pemahaman lebih jauh 

mengenai struktur. 

Kontrapung   

Di samping harmoni ada teknik komposisi yang tidak kalah 

pentingnya yaitu kontrapung atau dalam bahasa Inggris disebut 

counterpoint. Jika harmoni menekankan melodi pokok dan iringannya 

sedangkan maka pada kontrapung, beberapa melodi dimainkan secara 

bersamaan. Dengan demikian jika beberapa melodi dinyanyikan 

bersamaan dengan efek-efek harmonis yang dapat diterima maka kita 

memperoleh kesan kontrapung.  

Kontrapung dapat didefinisikan sebagai  seni mengkombinasikan 

melodi. Dalam konteks yang lebih luas kita dapat membedakan antara 

gaya homofoni denga kontrapungtis. Gaya homofonik  pada dasarnya 

bersifat akor (chordal ) yang umumnya tampak pada berbagai lagu himne 

sebagai contoh bentuk yang paling sederhana. Pada model itu  lagu 

diringi oleh akor-akor dasar atau sederhana. Di samping itu juga biasa 

ada  pada grekan-gerakan satabande pada suite abad ke-18. Dalam 

penulisan kontrapung juga ada  basis logika akor, tapi bagian-bagian 

suaranya memiliki alur melodi yang berdiri sendiri. Sebagai contoh yang 

sederhana ialah kontrapung pada karya-karya Two-part Invention Bach. 

Alur melodi suara basnya  sama menariknya dengan melodi pada suara 

atas. Demikian pula pada karya-karya Gigue dari French Suite  No. 5 

Bach, yang menerapkan kontrapung tiga suara yang berjalan bersama.  

Penulis kontrapung yang terkenal di antaranya ialah Bach dan 

Handel. Walaupun Bach kadang-kadang mencoba memakai  konsep 

homofonis namun kesan kontrapungnya tetap tidak bisa hilang. Gaya 

kontrapung juga seringkali menerapkan teknik-teknik imitasi, bahkan ada 

yang secara berlebihan mengatakan bahwa imitasi yaitu  darah 

kehidupan kontrapung. Dalam kenyataanya imitasi yaitu  teknik yang 

jauh lebih ringan dari yang diperkirakan banyak orang. Teknik kontrapung 

banyak diterapkan dalam karya-karya solo instrumental, khususnya 

piano. Walaupun demikian ada  juga  untuk karya-karya solo gitar, 

dan bahkan untuk solo instrumen gesek seperti biola dan cello. Contoh 

kontrapung tiga suara di bawah ini dikutip dari Prelude, Fugue, and 

Allegro BWV 998, untuk keyboard  karya J.S. Bach. 

 

Notasi 34:  

”Fugue” dari Prelude, Fugue, and Allegro, BWV 998 (J.S. Bach) 

 

Walaupun pada dasarnya kontrapung ialah paling tidak terjadi dari 

perpaduan dua melodi, namun efek kontrapung juga bisa diterapkan 

pada alur melodi tunggal, yaitu dengan teknik imitasi. Model kontrapunf 

seperti ini dapat dijumpai pada karya-karya Bach, baik untuk permainan 

biola maupun cello tanpa iringan. Berikut ini ialah Prelude dari Cello Suite 

No. 1 dalam C mayor, yang telah ditranskrip untuk notasi gitar dalam D 

mayor. 

 

Notasi 35: 

”Prelude” dari Cello Suite No. 1  (J.S. Bach) 

 

Contoh di atas menunjukkan beberapa teknik untuk menimbulkan 

kesan kontrapung pada melodi tunggal. Walaupun hanya satu alur melodi 

tunggal dengan teknik-teknik imitatif dapat menimbulkan kesan 

kontrapung. Pada baris pertama setidaknya tersirat adanya dua alur 

melodi. Melodi pertama (suara atas) dalam nada-nada seperenambelas 

(semi quaver ) sedangkan alur melodi kedua tersusun dari skala D mayor 

menurun, mulai dari dominan (lihat nada-nada yang dilingkari). Untuk 

baris kedua (dari birama 31) walaupun dalam kenyataannya tertulis 

dalam semi quaver  tersirat adanya kesan melodi dalam nada-nada 

quaver pada alur suara kedua yang diiringi nada-nada tinggi yang 

monoton pada alur suara pertama.  


BBBAAAGG G IIIAAANNN   KKKEE E DDDUUUAAA:: :       

BBBEE E NNNTTTUUUKKK   MMMUUUSSSIIIKKK   

   

 

xxx   BBBeeennntttuuukkk   dd d aaannn   UUUnnniiittt   SSStttrrruuukkktttuuurrr   

xxx   GG G rrraaammmaaatttiiikkkaaa   MMMeeellliiiooodd d iii   dd d aaannn   BBBeeennntttuuukkk-- - BBBeeennntttuuukkk   DDDaaass s aaarrr   

xxx   PPPeeennngggeeemmmbbbaaannngggaaannn   BBBeeennntttuuukkk   DDDaaass s aaarrr   

xxx   SSSooonnnaaatttaaa:: :    BBBeeennntttuuukkk   KKKhhhaaass s    MMMuuuss s iiikkk   KKKlllaaass s iiikkk 

 

BENTUK DAN UNIT-UNIT SUB STRUKTUR 

 

 

 

Pengolahan sikwen pada tekstur polifonik kontrapung  pada 

melodi tunggal (lihat Bab 5) menunjukkan adanya fenomena sistem 

perkalimatan dalam sebuah melodi. Jika unit-unit semacam sikwen 

disusun sedemikain rupa maka  akhirnya terbentuk suatu struktur melodi. 

Dengan demikian melodi memiliki bentuk-bentuk perkalimatan 

sebagaimana halnya bahasa. Pengertian “bentuk” dalam studi musik 

dapat diartikan sebagai rancang bangun suatu komposisi musik. 

Pengertian itu  kira-kira mirip dengan rancangan arsitektur sebuah 

bangunan. 

 

Bentuk Musik 

 

Dalam konteks pendidikan tinggi musik, bidang kajian bentuk 

musik dikenal dengan beberapa nama, misalnya mata kuliah Ilmu 

Analisis Musik (IAM) dan Ilmu Bentuk dan Analisis (IBA) yang pernah 

diterapkan di Jurusan Musik, FSP ISI Yogyakarta, atau Ilmu Bentuk 

Musik  (IBM), judul tulisan Prier (1996). Secara internasional bisa disebut 

musical form analysis (Fountain 1967) atau analysis of musical form  

(Stein 1963) .  Sejak pertama kali diterapkannya pada masa Akademi 

Musik negara kita  (AMI) sebelum tahun delapanpuluhan, kuliah ini dikenal 

dengan nama Ilmu Bentuk Analisa (IBA) yang menurut Susilo (1999:1-2) 

ialah studi mengenai sketsa, skema, struktur dan bahan bentuk musik. 

Sedangkan mengenai “bentuk” sendiri ia mendefinisikannya sebagai 

suatu kesatuan ide-ide musikal yang mencakup melodi ritme dan 

harmoni. Prier (1971) memandang bentuk musik sebagai suatu 

keseluruhan yang umumnya tersusun dari potongan-potongan yang 

teratur dan simetris.  Fountain (1967: ix) menambahkan bahwa struktur 

karya musik tonal dapat dilihat dari melodinya sehingga melodi memiliki 

peranan penting dalam memahami bentuk musik. 

 

Pengetahuan tentang struktur komposisi musik merupakan 

persyaratan wajib bagi setiap orang yang medalami praktik maupun teori 

musik, khususnya ketika mencapai tingkat ketrampilan ( grade ) menengah 

ke atas baik secara informal maupun formal. Seorang pemusik klasik 

yang mengembangkan ketrampilannya secara otodidak akan dengan 

sendirinya merasakan kebutuhan ini dan melakukan penelitian pustaka 

melalui literatur-literatur musikologi dalam rangka mempertajam 

interpretasi dan penjiwaan dari karya yang dimainkannya.   

Secara formal kebutuhan studi analisis musik tercermin pada dua 

sistem pendidikan dan ujian. Yang pertama ialah sistem umum atau luar 

sekolah dan yang kedua ialah sistem yang diterapkan di sekolah-sekolah 

kejuruan dan lembaga pendidikan tinggi musik. Persyaratan pengetahuan 

analisis musik pada sistem umum tercermin dari diterapkannya 

persyaratan kelulusan tingkat tertentu ujian teori musik bagi seorang yang 

mengambil ujian ketrampilan dari tingkat menengah ke atas. Sedangkan 

secara formal pengetahuan itu  diberikan terpisah dari cabang-

cabang mata kuliah teori musik yang lain. 

 

Pada beberapa kurikulum teori musik umum, studi analisis 

struktur musik diperkenalkan pada tingkat-tingkat yang berbeda. 

Penyertaan materi analisis struktur musik tingkat paling awal dapat 

dijumpai mulai dari grade  (tingkat) kedua pada silabus 2003, kurikulum 

Australian Music Examination Boards (AMEB, 2003: 40). Sedangkan 

dalam silabus Royal Schools of Music, materi serupa mulai tersirat pada 

grade  kelima (ABRSM, 1958: 75). Sementara itu pada kurikulum ujian 

praktik instrumen musik, pengetahuan tentang struktur mulai diwajibkan 

sebagai persyaratan tambahan untuk dapat lulus dari tingkat ketrampilan 

menengah ke atas yang umumnya mulai dari tingkat ketrampilan lima.  

 

Walaupun tidak ditanyakan secara oral dan langsung seperti 

dalam ujian praktik instrumen, materi analisis musik dalam ujian teori 

musik merupakan salah satu pertanyaan kategori soal pengetahuan 

umum ( general knowledge ), di samping kategori-kategori lainnya seperti: 

kunci/ tangga nada, interval, akor, transposisi, dan terminologi. Pada 

sistem ujian AMEB, tingkat ketrampilan instrumen terendah yang memiliki 

persyaratan kelulusan teori ialah grade 5  yang menuntut persyaratan 

tambahan sertifikat grade  3 teori musik. 

Bentuk dalam karya musik yaitu  kerangka musikal sebagaimana 

halnya kerangka bagi makhluk hidup sehingga sangat besar peranannya 

bagi suatu karya musik (Ewen 1963, 5). Bentuk musikal juga bisa 

dipahami sebagai desain atau rancangan karya musik, kurang lebih sama 

seperti rancangan arsitektur sebuah rumah, suatu blok-blok perkantoran, 

atau sebuah pabrik. Dalam konteks musik, komposer harus membuat 

rancangan (layout) karya musiknya karena jika tidak maka suatu karya 

musik akan terasa tidak jelas dan mengambang (Lovelock MCMLXVII, 6). 

 

Sebagai bekal untuk menganalisis struktur, perlu dipahami 

terlebih dahulu pokok bahasan unit-unit struktur, khususnya dalam 

batasan sub frase yang meliputi “figure”, “motif”, dan “kadens”. Karena 

tidak sedikitnya pokok bahasan ketiga sub struktur itu  maka untuk 

selanjutnya akan dibahas secara terpisah 

 

Frase suatu melodi musikal tersusun dari motif-motif atau figur-

figur dan kadens. Dalam suatu pengolahan motifis, frase tersusun dari 

elemen musikal terekecil. Susunan itu  mulai dari beberapa nada 

berurutan yang membentuk figure. Sederetan figur membentuk motif-

motif kemudian sederetan motif itu  membentuk semi frase, dan 

akhirnya sederetan semi frase membentuk frase. 

 

Kesimpangsiuran pemakaian  istilah “figure” dan “motif” dalam 

studi musik telah lama terjadi. Salah satu istilah yang menyangkut 

keberadaan keduanya ialah “figurasi”, yaitu sebuah kata yang 

mengIlustrasikan setiap kelompok nada yang ringkas dan padat yang 

menunjukan tingkat kesatuan yang dapat dikenali, apakah itu sebuah 

figur atau motif. Agar dapat memahami, pada kesempatan apa saja istilah 

itu  diterapkan, kita perlu mengamati beberapa penerapan dan 

pemakaian  istilah figur dan motif pada karya-karya musik.  

 

 

. Figur  

 

Figur ialah setiap kelompok nada yg signifikansi motiviknya 

sedikit, apakah itu terjadi dalam suatu garis melodis atau dalam suatu 

bagian iringan. (Fontain 1967:1). Stein (1961:1-3) berpendapat bahwa 

figur ialah unit konstruksi terkecil dalam musik yang setidak-tidaknya 

berisi satu karakteristik ritem dan satu karakteristik interval.  

 

Kadang-kadang istilah motif dipakai  sebagai sinonim dari figur. 

Pembedaan yang paling umum yaitu  figur sebagain suatu unit pengiring 

atau pola tertentu seperti yang ada  pada karya-karya etude atau 

beberapa karya-karya Barok dan motif sebagai suatu partikel tematik.  

 

Figur diolah melalui berbagai cara yaitu repetisi, sikwens, 

alternation, gerak berlawanan (contrary), mundur (retrograde ), 

pengelompokan metrik sahut menyahut (corresponding metric grouping ), 

overlapping , figur berkelompok, figur berganda, dan imitasi. 

 

 

. Repetisi 

 

Pengolahan figure secara repetisi dapat dilihat pada Songs 

Without Words No. 45 karya Mendelssohn. Repetisi figur yang diterapkan 

di sini merupakan upaya perluasan di awal frase yang selengkapnya 

akan dibahas pada bab ketiga. 

 

 

Notasi 36: 


Repetisi figur-figur 

 

Alternation 

 

Perlakuan figure secara alternation yang tampak pada ekstrak 

Sonata No. 5, K.189h karya Mozart berikut ini menunjukkan bahwa motif 

b merupakan reaksi atau jawaban spontan dari motif a yang kemudian 

keduannya membentuk semi frase. 

 

Notasi 37: 

Alternation figur dalam semi frase 

  

 

. Retrograde 

 

Pada contoh pengolahan retrograde  berikut ini nada-nada yang 

ada  pada semi frase kedua merupakan kebalikan dari semi frase 

pertama: 

 

Ilustrasi 34: 

Contoh gerakan mundur 

 

 

. Overlapping  

 

Ekstrak Prelude dari Suite No. 4 untuk lute berikut ini memiliki dua 

buah figure yang tampil dalam satu alur melodi secara tumpang tindih 

atau overlapping  

 

Ilustrasi 35 

Implikasi fiur-fihur secara tumpang tindih (Bach: Prelude) 

 

Motif  

 

Motif ialah sekelompok nada-nada linear yang tidak terlalu 

panjang yang didesain atas dasar figur ritmis dan/ atau melodis tertentu. 

 117

Figur itu  ada  pada seluruh komposisi atau suatu seksi dan 

berfungsi sebagai elemen pemersatu (Randel 1978: 322 jo Fountain 

1967: 1). Perlu dicatat bahwa ada  kekhususan pemakaian  istilah 

motif pada karya-karya kontrapungtis untuk mengidentifikasi subjek 

dalam I nvention. Pada IAM I pengertian yang dipakai ialah motif sebagai 

suatu porsi tematik yang terdiri dari dua atau tiga figur.  

 

Berdasarkan teknik pengolahannya, yang pada dasarnya tidak 

berbeda dengan teknik-teknik pengolahan figur, motif dapat 

dikelompokan kepada beberapa jenis yaitu motif independent, motif 

dependen, dan motif turunan.di samping itu ada  juga melodi-melodi 

yang tidak bermotif.   

 

Motif Independen  

 

Motif independen ialah suatu unit kecil yang terisolasi, yang di 

dalamnya telah memiliki suatu ide musikal yang lengkap sebagaimana 

ada  pada bagian pertama Simfoni No. 104 yang juga dikenal sebagai 

Simfoni London No. 7: 

 

Ilustrasi 36 

Motif yang berdiri sendiri 

 

Motif dependen   

 

Motif dependen yaitu  kebalikan motif independent, yaitu suatu 

motif yang dipakai  dengan materi lain dalam rangka melengkapi suatu 

ide musikal yang panjangnya setara dengan frase. Pada kutipan melodi 

Ecossaise untuk piano solo dari Beethoven berikut ini motif-motif pendek 

diulang-ulang untuk membangun alur melodi yang panjang. 

Pembangunan melodi dilakukan secara motifis dari sebuah motif pendek 

yang intervalnya dibalik pada birama 2, 3, dan 4, dan terus secara 

konstan hingga mencapai kulminasinya pada interval minor tujuh pada 

birama 8.  

 

Ilustrasi 37: 

Pengolahan motif pada karya homofoni 

 

 


Contoh lain dari melodi yang bersifat motifis yaitu  kutipan melodi 

Bourée dari Suite No. 1 untuk lute karya Bach:  

 

 

Notasi 38: 

Pengolahan motifik pada karya polifoni (Bach; Bouree) 

 

 

 

. Motif-motif turunan 

 

Motif turunan yaitu  motif yang diturunkan dari tema sebelumnya 

atau kadang kadang mengantisipasi kedatangan tema sesudah nya. Motif 

motif ini banyak dijumpai pada karya-karya besar Simfoni. Motif-motif ini 

diproduksi melalui suatu proses fragmentasi yang terjadi dari sebuah 

porsi tema yang diekstrakkan untuk untuk melakukan perluasan.  

 

Ada tiga ciri perlakuan motifis yang sering dijumpai, yang 

tampaknya serupa walaupun sebenarnya berbeda. Yang pertama ialah 

“repetisi”, yaitu pengulangan suatu bagian/ potongan pada suara yang 

sama dan tingkat ketinggian suara yang sama. Yang kedua ialah 

“sikwens”, yaitu pengulangan suatu bagian/ potongan pada suara yang 

sama tapi berbeda tingkat ketinggian suaranya. Yang terakhir ialah 

“imitasi”, yaitu pengulangan suatu bagian/ potongan pada suara yang 

berbeda tanpa ketentuan tingkat ketinggian (bisa sama atau berbeda). 

 

Pada tema pembuka gerakan pertama Simfoni No. 2  karya 

Brahms berikut ini ada  dua motif awal, yaitu Motif A pada suara 

keempat dan Motif B pada suara pertama. Pada birama kelima motif a 

diulang secara imitative dalam suara ketiga dengan perbedaan interval 

satu terts besar lebih tinggi: 

 

 

Ilustrasi 38: 

Motif -motif asli.  

 

Pada bagian Final dari karya yang sama, pertama-tama motif A 

diulang secara imitatif dan selanjutnya hasil imitasi itu  diulang lagi 

secara sikwens. Sementara itu motif B diimitasi pada instrumen/ suara 

yang berbeda, yang perama dilakukan untuk Horns pada suara pertama 

dan kemudian untuk Bassoons pada suara kempat.   

 

 

 

Ilustrasi 39: 

Perkembangan motif-motif yang diturunkan dari motif asli 

 

 

 

. Melodi tak Bermotif  

 

Melodi tak bermotif yaitu  setiap melodi yang tidak memakai  

figurasi dengan konsistensi yang memadai untuk menjustifikasi 

penerimaannya sebagai sebuah motif. Pada contoh berikut yang dikutip 

dari misa Offertorium, “Ave Maria” karya Palestrina, ada  gejala yang 

menunjukkan adanya upaya-upaya untuk menghindari struktur frase yang 

simetris dan perlakuan-perlakuan motif seperti misalnya, sikwens, dan 

teknik-teknik lain yang memungkinkan terjadinya produksi pengulangan-

pengulangan figuratif. 

 

 

Ilustrasi 40: 

Penghindaran identitas motif (Palestrina: “Ave Maria” )  

 

  

Di samping jenis-jenis motif yang sering dijumpai di atas, ada  tiga 

jenis motif lain yang juga tidak kalah pentingnya. Yang pertama ialah 

spontaneous motive (motif spontan), yaitu sebuah motif yang tidak 

diturunkan dari tema, apakah yang datang sebelumnya atau akan datang 

sesudahnya. Dengan demikian motif ini merupakan kebalikan dari motif 

turunan.Yang kedua ialah motivic figures, yaitu  figur-figur bermotif yang 

merupakan suatu rancangan yang dipakai  untuk mendeskripsikan 

figurasi-figurasi kecil, terbentuk sesudah  sebuah motif asli, dan dipakai  

dalam deretan-deretan untuk membentuk alur melodi. Yang terakhir ialah 

motivic melody  yaitu melodi yang didasarkan atas pemakaian  motivic 

figures.  

 

  . Kadens 

 

Kadens yaitu  “pungtuasi” dalam musik sebagai titik 

peristirahatan yang tersusun dari serangkaian akor-akor ya