Tampilkan postingan dengan label masakan rumah sakit 2. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label masakan rumah sakit 2. Tampilkan semua postingan

masakan rumah sakit 2

anitasi  
Jasaboga, Lampiran Bab III :   
a) Peralatan yang kontak dengan makanan  
(1) Peralatan masak dan peralatan makan harus terbuat dari bahan tara 
pangan (food grade) yaitu peralatan yang aman dan tidak berbahaya 
bagi kesehatan.  
(2) Lapisan permukaan peralatan tidak larut dalam suasana asam/basa 
atau  garam  yang  lazim  terdapat  dalam  makanan  dan  peralatan 
masak tidak boleh melepaskan zat beracun kepada makanan (tidak 
mengeluarkan bahan berbahaya) dan logam berat beracun seperti : 
Timah Hitam (Pb), Arsenikum (As), Tembaga (Cu), Seng (Zn), 
Cadmium (Cd), Antimon (Stibium) dan lain-lain.  
(3) Tlenan terbuat dari bahan selain kayu, kuat dan tidak melepas bahan 
beracun.  
(4) Bahan yang digunakan untuk membuatnya ataupun bahan yang 
digunakan untuk perbaikan harus anti karat, kedap, halus, mudah 
dibersihkan, tak berbau, tidak mudah berubah warna dan tidak 
berasa. Hindari bahan-bahan Antimon (An), Cadmium (Cd), Timah 
(Pb).  
(5) Bila digunakan sambungan, gunakan bahan anti karat dan aman.  
(6) Bila digunakan kayu sebagai bahan, maka dianjurkan tidak dipakai 
sebagai bahan yang langsung kontak dengan makanan.  
(7) Bila digunakan plastik, dianjurkan yang aman dan mudah dibersihkan 
permukaannya.  
(8) Perlengkapan  pengolahan  seperti kompor, tabung  gas,  lampu,  
kipas angin harus bersih, kuat dan berfungsi dengan baik, tidak 
menjadi sumber  pencemaran  dan  tidak  menyebabkan  sumber  
bencana (kecelakaan).  
b) Peralatan bersih yang siap pakai tidak boleh dipegang di bagian yang 
kontak langsung dengan makanan atau yang menempel di mulut.  
   
 
c) Lapisan permukaan tidak terlarut dalam asam/basa atau garam-garam 
yang lazim dijumpai dalam makanan.  
d) Kebersihan peralatan harus tidak ada kuman Eschericia coli (E.coli) dan 
kuman lainnya.  
e) Keadaan peralatan harus utuh, tidak cacat, tidak retak, tidak gompal dan 
mudah dibersihkan, peralatan masak tidak boleh patah dan kotor.  
f) Persiapan pengolahan harus dilakukan dengan menyiapkan semua 
peralatan yang akan digunakan dan bahan makanan yang akan diolah 
sesuai urutan prioritas.   
2) Menurut Anwar H, dkk. (1989) Tata letak perlengkapan di dapur :  
a) berdasar  pengalaman daerah kerja di dapur berhubungan satu dengan 
yang lain sehingga meningkatkan efisiensi pelaksaan kerja dan 
memudahkan pembersihan.  
b) Lokasi penyimpanan dan pengiriman makanan berdekatan dengan lokasi 
pengiriman ke luar. Meja kepala dapur sebaiknya dekat dengan daerah ini.  
c) Tempat pencucian piring seharusnya ditempatkan berdekatan dengan 
tempat penyimpanan piring dan juga dekat dengan ruang makan agar 
membatasi lalu lintas pelayan/petugas melewati dapur. Tempat ini harus 
mempunyai ventilasi yang baik.  
d) Tempat pengambilan makanan harus dekat dengan ruang makan, dan 
bersama-sama dengan tempat pendistribusian untuk mencegah terjadinya 
kesimpang-siuran lalu lintas pada daerah penyiapan makanan.  
e) Tempat penyiapan makanan dan tempat ini semua perlengkapan harus 
pada tempat yang memudahkan kegiatan penyiapan.  
f) Fasilitas toilet harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga memudahkan 
pekerja untuk menggunakannya tanpa melewati dapur.  
g) Fasilitas cuci tangan seharusnya ditempatkan dekat dengan toilet dan 
dapur.  
h) Fasilitas perkakas perlengkapan dekat dengan toilet.  
i) Tempat sampah dan fasilitas pencucian bahan makanan seharusnya mudah 
untuk diangkat.  
j) Bukaan jendela dan pintu cukup dan efisien. Secara umum untuk ventilasi 
dapur, pertukaran udara minimum setiap 2 menit.  
   
 
 3.  Pengolahan Makanan  
Menurutkementerian kesehatan  tentang Higiene 
Sanitasi Jasaboga, Lampiran Bab III :  
a. Persiapan Rancangan Menu  
Menu disusun berdasar  pesanan (kebutuhan rumah sakit). Menu disusun 
berdasar  menu pokok (baku). Dalam menyusun menu perlu jumlah dan jenis 
makanan. Dengan melihat catatan penyimpanan makanan dapat diketahui jumlah 
dan jenis yang ada dan harus segera diadakan. Maka sistem pencatatan gudang 
sangat mendukung untuk pekerjaan seperti ini. Setelah menulis susun dan 
persiapan bahan dalam jenis, jumlah dan bumbu yang diperlukan tersedia, maka 
proses pengolahan dilaksanakan oleh tenaga yang telah ditetapkan.  
b. Peracikan bahan  
1) Cucilah bahan makanan sampai bersih dengan air yang mengalir.  
2) Potonglah bahan dalam ukuran kecil agar mudah masah.  
3) Buanglah bahan yang rusak, layu atau ternoda.  
4) Masukkan potongan tempat yang bersih dan terlindung dari serangga.  
5) Bahan siap dimasak.  
6) Peracikan bahan, persiapan bumbu, persiapan pengolahan dan prioritas dalam 
memasak harus dilakukan sesuai tahapan dan harus higienis dan semua bahan 
yang siap dimasak harus dicuci dengan air mengalir.  
c. Persiapan bumbu  
1) Cucilah semua bahan bumbu sampai bersih dengan air mengalir.  
2) Untuk bahan biji, rendamlah sebelumnya untuk membuang debu dan sampah.  
3) Siapkan alat penghancur yang bersih seperti ulekan, blender dsb.  
4) Hancurkan bumbu sesuai keperluan dengan segera.  
5) Masukkan adonan bumbu pada tempat yang bersih dan terlindungi dari 
serangga.  
6) Adonan siap dimasak.  
d. Persiapan pengolahan  
1) Siapkan wajan, kuali atau sejenisnya untuk mengolah makanan.  
2) Tuangkan air, minyak atau mentega untuk bahan pemanas makanan.  
3) Masukkan bahan yang akan dimasak, secara bergiliran sesuai dengan tata cara 
memasak menurut jenis menu makanan.  
   
 
4) Ratakan suhu makanan dengan cara membalik atau mengaduk, sehingga yakin 
tidak ada bagian yang tidak dimasak.  
5) Gunakan panas yang tidak terlalu tinggi sehingga seluruh bagian makanan 
akan matang secara merata.  
Perhatian : pemakaian  panas yang akan mempercepat matang bagian luar 
makanan sementara. Bagian dalamnya masih mentah. Ini sangat berbahaya 
karena masih adanya daerah bahaya yang memungkinkan bakteri masih hidup.  
e. Prioritas dalam memasak  
1) Dahulukan memasak makanan yang tahan lama, seperti gorengan.  
2) Makanan yang rawan seperti kaldu, kuah dan sebagainya, dimasak pada akhir 
waktu masak.  
3) Simpanlah bahan makanan yang belum waktunya dimasak dalam lemari es.  
4) Simpanlah makanan matang yang belum waktunya dihidangkan dalam 
keadaan panas.  
5) Perhatikan uap makanan jangan sampai mencair dan masuk ke dalam 
makanan, karena akan menyebabkan kontaminasi ulang (recontamination).  
6) Makanan yang sudah masak tidak boleh dijamah dengan tangan, tetapi harus 
menggunakan alat seperti penjepit atau sendok.  
7) Untuk mencicipi makanan gunakan sendok khusus yang selalu dicuci.  
8) Pengaturan  suhu  dan  waktu  perlu  diperhatikan  karena  setiap  bahan 
makanan mempunyai waktu kematangan yang berbeda. Suhu pengolahan 
minimal 900C agar kuman patogen mati dan tidak boleh terlalu lama agar 
kandungan zat gizi  tidak hilang akibat penguapan.  
f. Higiene penanganan makanan  
1) Memperlakukan makanan secara hati-hati dan seksama sesuai dengan prinsip 
higiene sanitasi makanan  
2) Menempatkan  makanan  dalam  wadah  tertutup  dan  menghindari 
penempatan  makanan  terbuka  dengan  tumpang  tindih  karena  akan 
mengotori makanan dalam wadah di bawahnya.  
3) Makanan   
Makanan  yang  dikonsumsi  harus  higienis,  sehat  dan  aman  yaitu  bebas  
dari cemaran fisik, kimia dan bakteri.  
   
 
a) Cemaran fisik seperti pecahan kaca, kerikil, potongan lidi, rambut, isi 
staples, dan sebagainya. Dengan penglihatan secara seksama atau secara 
kasat mata.  
b) Cemaran kimia seperti Timah Hitam, Arsenicum, Cadmium, Seng, 
Tembaga, Pestisida dan sebagainya, melalui pemeriksaan laboratorium dan 
hasil pemeriksaan negatif.  
c) Cemaran bakteri seperti Eschericia coli (E.coli) dan sebagainya, melalui  
pemeriksaan laboratorium dan hasil pemeriksaan menunjukkan angka 
kuman E.coli 0 (nol).  
4) Pemeriksaan Higiene Sanitasi    
Pemeriksaan higiene sanitasi dilakukan untuk menilai kelaikan persyaratan 
teknis fisik yaitu bangunan, peralatan dan ketenagaan serta persyaratan 
makanan dari cemaran kimia dan bakteriologis. Nilai pemeriksaan ini 
dituangkan di dalam berita acara kelaikan fisik dan berita acara pemeriksaan 
sampel / specimen.   
a) Pemeriksaan fisik  
(1) Golongan A1 , minimal nilai 65 maksimal 70, atau 65 – 70%  
(2) Golongan A2, minimal nilai 70 maksimal 74, atau 70 – 74%  
(3) Golongan A3 , minimal nilai 74 maksimal 83, atau 74 – 83%  
(4) Golongan B, minimal nilai 83 maksimal 92, atau 83 – 92%  
(5) Golongan C, minimal nilai 92 maksimal 100 atau rangking 92 –100%  
b) Pemeriksaan laboratorium   
(1) Cemaran kimia pada makanan negatif.  
(2) Angka kuman E.coli pada makanan 0/gr contoh makanan  
(3) Angka kuman pada peralatan makan 0 (nol)  
(4) Tidak diperoleh adanya carrier (pembawa kuman patogen) pada 
penjamah  makanan yang diperiksa (usap dubur/rectal swab)   
g. Pencucian Peralatan Makan dan Masak  
Mencuci berarti membersihkan. Semua alat/barang untuk pembuatan dan 
penyajian makanan perlu dicuci untuk menjadi bersih dan hygienis, sehingga dapat 
mencegah kemungkinan timbulnya sumber penularan penyakit. Mencuci yang baik 
memerlukan sarana yang layak dan pengetahuan pencucian yang memadai. 
  48 
 
Sarana yang layak diperlukan untuk memudahkan pencucian, sedangkan 
pengetahuan dibutuhkan untuk mengetahui akan maksud dan tujuan pencucian.  
Adapun tujuan dari pencucian secara umum yaitu menjadikan alat / barang yang 
kotor setelah dipergunakan, dibersihkan kembali sehingga nampak bersih dan 
estetis. Tetapi jauh daripada itu nilai hygienis alat/barang diperlukan agar tidak 
mencemari makanan.  
1) Prinsip-prinsip pencucian peralatan makan dan masak menurut Depkes RI, 
Ditjen PPM & PLP (1999) :  
a) Tersedianya sarana pencucian.  
Sarana pencucian diperlukan untuk dapat dilaksanakan cara pencucian 
yang hygienis dan sehat. Sarana pencucian dapat disediakan mulai dari 
sarana yang tradisional, setengah modern dan modern, misalnya dengan 
mesin cuci. Sarana pencucian yang paling sederhana adalah bak 
perendaman dan bak pembilasan dengan air sekali pakai.  
b) Dilaksanakannya tehnis pencucian.  
Selengkap apapun sarana pencucian yang ada, tanpa dilaksanakan teknis 
pencucian yang baik, tidak akan memberikan hasil yang baik.  
c) Mengetahui dan mengerti maksud pencucian  
Prinsip ini perlu diketahui benar sehingga apa yang dikerjakan selama 
pencucian dilaksanakan dengan penuh rasa tanggung jawab untuk 
mendapatkan hasil yang terbaik.  
2) Tahap pencucian peralatan makan dan masak (H. Anwar, dkk, 1989)  
a) Pembersihan kasar, merupakan langkah awal prosedur. Menghilangkan 
makanan sisa akan membantu pembersihan/pencucian selanjutnya dan 
mencegah tersumbatnya saluran.  
b) Tanpa menggunakan air, gunakan tangan, sikat atau sapu penyerok yang 
sesuai untuk mengumpulkan dan membuang semua makanan sisa.  
(1) Bila ada darah, misalnya pada lantai pendingin daging, siramlah 
dengan air dingin dalam mengakhiri pembersihan kasar ini.  
(2) Untuk perlengkapan dan semua lantai lainnya, basuhlah dengan air 
panas (125-1300F) dalam mengakhiri tahap ini, bila sistem 
pengeringan berfungsi baik.  
c) Pembersihan dengan menggunakan detergent alkali. Siapkan dan gunakan 
detergent dengan air panas (155-1600F), dengan tahap - tahap :  
   
 
(1) Menggunakan perlengkapan bertekanan secara mekanis.  
(2) Dengan tangan, bila dilakukan penyerokan oleh sikat di bak/tank.  
(3) Dengan ember dan sikat.  
d) Membilas dengan air panas (155-1600F). Periksalah dengan menyeluruh 
bahwa semua lemak dan partikel-partikel sudah tidak ada. Bila masih ada, 
cuci lagi.  
e) Penyucihamaan  
(1) Sesudah pembersihan dan pembilasan, gunakan larutan desinfektan 
dengan konsentrasi 200 ppm :  
(a) Sebelum penyucihamaan ada beberapa perlengkapan yang 
tidak boleh berair.  
(b) Gunakan penyemprot atau bak pencelup yang mengandung 
larutan desinfektan.  
(2) Untuk perlengkapan dari logam, biarkan selama minimum 5 menit 
dan maksimum 15 menit.  
f) Pembilasan  
Bilaslah (tak perlu pada lantai dan dinding) sesudah menggunakan larutan 
desinfektan. Hilangkan air yang berlebih/menempel misalnya dengan 
kertas penyerap air.  
g) Pengeringan  
Perlengkapan yang tidak permanen ditempatkan pada rak yang 
permukaannya bukan kayu.  
3) Maksud pencucian peralatan makan dan masak, menurut kementerian kesehatan , (1999) :  
a) Untuk menghilangkan kotoran-kotoran kasar, dilakukan dengan cara :  
(1) Scraping atau pemisahan kotoran sebelum dicuci, agar proses 
mencuci lebih mudah, kotoran kasar tidak menyumbat saluran 
pembuangan limbah dari bak pencuci.  
(2) Pemakaian sabut, tapas atau abu gosok, agar kotoran keras yang 
menempel dapat dilepaskan dari peralatan.  
(3) pemakaian  air bertekanan tinggi (15 psi), dimaksudkan agar dengan 
tekanan air yang kuat dapat membantu melepaskan kotoran yang 
melekat.  
b) Untuk menghilangkan lemak dan minyak, dilakukan dengan cara :  
   
 
(1) Direndam dalam air panas (600C) sampai larut dan segera dicuci, 
jangan sampai dibiarkan kembali dingin, karena lemak akan kembali 
membeku.  
(2) Direndam dalam larutan detergent (lemon shop) dan bukan sabun, 
karena sabun tidak melarutkan lemak.  
c) Menghilangkan bau (amis, bau ikan dan sebagainya) dilakukan dengan cara 
:  
(1) Melarutkan dengan air perasan jeruk nipis (lemon), dalam larutan 
pencuci (asam jeruk melarutkan lemak).  
(2) Menggunakan abu gosok, arang atau kapur yang mempunyai daya 
deodorant (anti bau).  
(3) Menggunakan detergent yang baik (lemak yang larut akan 
melarutkan bau amis/bau ikan).  
d) Melakukan tindakan sanitasi/desinfeksi untuk membebaskan hama, dengan 
cara-cara sebagai berikut :  
(1) Direndam dalam air panas dengan suhu :  
(a) 80 derajat Celcius selama 2 menit.  
(b) 100 derajat Celcius selama 1 menit.  
(2) Direndam dalam air mengandung chlor 50 ppm selama 2 menit  atau 
air yang dibubuhi kaporit 2 (dua) sendok makan dalam 100 liter air.  
(3) Ditempatkan pada sinar matahari sampai kering.  
(4) Ditempatkan pada oven penyimpanan piring.  
e) Pengeringan peralatan yang telah selesai dicuci, dapat dilakukan dengan 
menggunakan :  
(1) Handuk khusus yang bersih dan tidak menimbulkan pengotoran 
ulang.  
(2) Lap bersih sekali pakai yang tidak menimbulkan bekasnya.  
(3) Ditiriskan sampai kering dengan sendirinya.  
4) Bahan pencuci peralatan makan dan masak, menurut Dep Kes RI, Ditjen PPM 
& PLP, (1999) :  
a) Detergent  
Detergent akan mengubah secara fisik dan kimia terhadap air pencuci, 
sehingga dapat menimbulkan sisa noda atau endapan mengeras pada 
   
 
permukaan peralatan. Detergent akan menurunkan tekanan permukaan 
banyak mengandung busa dan sebagai pelarut yang baik. Pemilihan 
detergent tergantung pada :  
(1) Bahan substansi yang akan dibersihkan.  
(2) Bahan dasar dari barang yang akan dicuci.  
(3) Kontak cairan dengan tangan.  
(4) Alat pencuci dengan mesin cuci.  
(5) Pengaruh kimia detergent terhadap tingkat kesadahan air pencuci. 
Untuk itu perlu diketahui bahwa detergent yang dianggap baik haruslah 
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :  
(1) Mempunyai daya pembasuh yang baik, yaitu kemampuan untuk 
membasuh alat-alat dengan baik pada seluruh permukaannya.  
(2) Mempunyai daya emulsifikasi yang baik, yaitu suatu kemampuan 
untuk mencairkan lemak sisa makanan menjadi cairan sehingga 
terlepas dari peralatan yang dicuci.  
(3) Mempunyai daya disolving yang baik, yaitu suatu kemampuan untuk 
melarutkan protein sehingga terbawa dalam pencucian.  
(4) Mempunyai daya dislopilasi, yaitu suatu kemampuan menceriaberikan 
partikel-partikel padat menjadi bagian yang kecil dan mudah 
dilarutkan air pembersih.  
(5) Mempunyai daya dispertion, yaitu suatu kemampuan fungsi ganda 
baik pada air salah maupun tidak salah.  
(6) Mempunyai daya rinsing bilas yang bersih, yaitu kemampuan terbilas 
air pada peralatan yang dicuci.  
b) Detergent sintetis  
Kegunaan umum detergent sintetis akan sama halnya dengan detergent 
lain dalam menetralisir derajat basa dan cukup efektif untuk membersihkan 
kotoran di lantai, dinding, langit-langit serta perabotan dan peralatan 
makan. Detergent dengan kadar basa yang kuat dapat digunakan untuk 
membuang lemak yang menempel atau menggumpal.  
c) Detergent untuk mesin pencuci harus berkadar basa tinggi, tetapi yang 
digunakan untuk mencuci secara manual (dengan tangan) haruslah bahan 
yang netral serta lembut sehingga tidak merusak tangan.  
d) Sabun   
   
 
Sabun adalah detergent yang sederhana yang bisa digunakan untuk 
mencuci tangan. Sabun kurang baik dibandingkan dengan detergent 
karena mempunyai daya larut yang kuat terhadap basa. Dalam air yang 
sadah sabun dapat menyebabkan noda dan sulit berbusa, karena buih 
sabun yang terjadi mudah pecah dan hilang. Sabun dan detergent 
dibedakan dari bahan pencuci aktifnya dan daya busa yang terjadi bila 
bereaksi dengan air pembersih.  
e) Pencuci abrasif  
Bila minyak banyak menempel pada permukaan alat yang dicuci, maka 
pembersih basa dan asam tidak dapat bekerja dengan baik. Untuk itu dapat 
digunakan bahan pencuci yang mengandung zat penggosok seperti pasir 
halus atau silika. Pembersih ini cocok untuk membersihkan lantai atau 
porselin. pemakaian nya harus memakai bahan lap halus agar tidak 
menyebabkan kerusakan goresan pada permukaan peralatan yang dicuci.  
5) Dalam memilih bahan pencuci, haruslah diperhatikan kemampuan 
bahan, menurut Depkes RI, Ditjen PPM & PLP (1999), yaitu sebagai 
berikut :   
(1) Dapat menempel sempurna pada seluruh permukaan 
peralatan yang akan dicuci.  
(2) Mampu membuang kotoran dari permukaan alat.  
(3) Menahan kotorannya dalam larutan pencuci sehingga tidak 
melekat ulang.  
(4) Mudah dibilas dengan air pembilas.  
  
6) Test kebersihan hasil pencucian peralatan makan dan masak, 
menurut Depkes RI, Ditjen PPM & PLP, (1999) :  
a) Test kebersihan secara fisik, dapat dilakukan sebagai berikut :  
(1) Dengan menaburkan tepung pada piring yang 
sudah dicuci dalam keadaan kering. Apabila 
tepungnya lengket pertanda pencucian belum 
bersih.  
(2) Menaburkan garam pada piring yang kering. 
Apabila garam yang ditaburkan tadi lengket pada 
piring pertanda pencucian belum bersih.  
   
 
(3) Penetesan air pada piring yang kering. Apabila air 
yang jatuh pada piring ternyata menumpuk/tidak 
pecah pertanda pencucian belum bersih.  
(4) Penetesan dengan alkohol. Jika terjadi endapan 
pertanda pencucian belum bersih.  
(5) Penciuman aroma. Apabila tercium bau amis 
pertanda pencucian belum bersih.  
(6) Penyinaran. Apabila peralatan tersebut 
kelihatannya kusam/tidak cemerlang berarti 
pencucian belum bersih.  
b) Test kebersihan secara bakteriologis, dapat dilakukan dengan cara :  
(1) Pengambilan usapan kapas steril (swab). Pada peralatan yamg 
disimpan. Pengambilan usapan kapas ini untuk menguji kebersihan 
piring yang disimpan dilakukan dengan memperhatikan petunjuk 
pengambilan usapan alat makan. Kapas steril dicelupkan dalam media 
buffer dimasukkan dalam botol steril untuk dibawah ke laboratorium 
guna pemeriksaan E. Coli dan angka kuman.  
Nilai kebersihan dihitung dengan angka-angka sebagai berikut :  
(a) Angka total kuman sebanyak-banyaknya 100/cm2 dari 
permukaan alat yang diperiksa.  
(b) Angka kuman E. Coli harus 0/cm2 dari permukaan alat yang 
diperiksa.  
(2) Pengambilan usapan (swab) pada peralatan dilakukan segera setelah 
selesai pencucian. Pengambilan usapan peralatan ini untuk menguji 
proses pencucian karena semakin lama akan semakin banyak terjadi 
pencemaran bakteri pada peralatan yang berasal dari udara dan akan 
memberikan angka penyimpangan lebih tinggi dari keadaan yang 
sebenarnya. Sebaliknya makin lama piring disimpan sampai kering 
akan menghilangkan kemungkinan adanya E.Coli yang merupakan 
indikasi tajam untuk menilai tingkat kebersihan dan hygienis dari 
peralatan yang dicuci (karena kemungkinan E. Colinya sudah mati).  
Mikroorganisme dapat tumbuh dan berkembang biak dengan cepat pada dapur 
yang lembab, peralatan yang disimpan pada saat belum kering, bahan makanan 
yang tidak dibersihkan dengan benar, bahkan dapat juga tumbuh pada bak cuci 
   
 
piring dan spons yang digunakan untuk mencuci piring. Mikroorganisme tersebut 
antara lain Staphylococcus aureus dan Pseudomonas spp yang dapat 
menyebabkan berbagai penyakit (Rachmadhi Purwana, 2012).  
Beberapa kebiasaan masyarakat juga harus diperbaiki, antara lain tidak membuang 
sisa makanan pada piring dan merendamnya begitu saja di dalam bak pencuci 
piring, mencuci peralatan makan dan masak dengan air mengalir saja tanpa 
menggunakan sabun pencuci piring, mengganti spons pencuci piring saat sudah 
kotor atau rusak saja. Spons juga harus ditiriskan dan dikeringkan setelah 
digunakan untuk mencuci peralatan makan dan masak.  
Berbeda dengan rumah tangga, untuk menjaga higiene dalam penyajian makanan 
dan minuman di rumah sakit, pemerintah telah menetapkan standar yang berlaku 
yaitu melalui Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1204/SK/X/2004 mengenai 
persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit yang salah satu cakupannya adalah 
penyehatan higiene dan sanitasi makanan dan minuman. Peraturan tersebut 
mencantumkan hal-hal yang harus ditaati rumah sakit dalam proses menyajikan 
makanan dan minuman bagi pasien, seperti pemilihan dan pemrosesan bahan 
makanan, pengolahan makanan, peralatan masak yang digunakan, serta 
pengawasan terhadap higiene dan sanitasi makanan dan minuman secara internal 
dan eksternal.  
Setiap Rumah Sakit wajib mentaati standar pemerintah tersebut, bahkan dalam 
pelaksanaannya perlu diawasi oleh suatu badan auditor independen yang secara 
berkala memastikan bahwa kondisi dan sanitasi dapur, peralatan makan dan 
masak, petugas dapur, hingga pemilihan sabun pencuci piring di rumah sakit 
memenuhi standar yang ditetapkan. Tentu saja, dalam hal pemilihan sabun 
pencuci peralatan makan dan masak, memilih menggunakan produk anti bakteri 
yang memang terbukti dapat membunuh bakteri mengingat kuman yang 
berkembang biak di rumah sakit lebih bandel daripada kuman yang ada di rumah 
tangga.  
Contoh produk pencuci peralatan makan dan masak yang efektif membunuh 
bakteri adalah Sunlight Anti Bakteri yang tidak saja efektif dalam membersihkan 
lemak dan kotoran pada peralatan makan dan masak tetapi sekaligus juga 
menghilangkan bakteri di spons, 100 kali lebih baik daripada cairan pencuci piring 
biasa. Selain itu, formula Sunlight anti bakteri juga dapat digunakan untuk mencuci 
   
 
sayur dan buah sesuai dengan petunjuk pemakaian yang tertera pada kemasannya 
(Admin Tabloid Cleopatra, 2012).  
h. Peralatan makan dan minum (utensil)  
1) Yaitu piring, gelas, mangkuk, sendok atau garpu harus keadaan bersih.  
2) Bentuknya utuh, tidak rusak, cacad, retak atau berlekuk-lekuk tidak rata.  
3) Peralatan yang sudah bersih dilarang  dibagian tempat makanan, minuman 
atau yang menempel dimulut, karana akan terjadi pencemaran mikroba melalui 
jari tangan.  
4) Peralatan yang sudah retak, gompel, atau pecah selain dapat menimbulkan 
kecelakaan (melukai tangan) juga menjadi sumber pengumpulan kotoran 
karena tidak dapat dibersikan sempurna.   
5) Peralatan makan dan minum yang bersih harus disimpan dalam rak 
penyimpanan dan dikeluarkan apabila akan dipergunakan.  
Cara Pengolahan/Produksi Makanan Yang Baik (CPMB) atau Good 
Manufacturing  Practices  (GMP)  menurut  Winarno, F.G.,  dan  Surono, 
(2002) :  
CPMB / GMP merupakan suatu pedoman bagi industri pangan (kalau di rumah sakit : 
Intalasi Gizi / Instalasi Nutrisi), bagaimana cara berproduksi pangan yang baik. CPMB 
/ GMP merupakan prasyarat utama sebelum suatu Intalasi Gizi / Instalasi Nutrisi dapat 
memperoleh sertifikat sistem HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point)  
a. Kaitan CPMB / GMP dengan Sistem HACCP dan SSOP   
Agar sistem HACCP dapat berfungsi dengan baik dan efektif, perlu diawali dengan 
pemenuhan program Pre-requisite (persyaratan dasar), yang  berfungsi melandasi 
kondisi lingkungan dan pelaksanaan tugas serta kegiatan  lain dalam industri 
pangan. Peran CPMB / GMP dalam menjaga keamanan pangan selaras dengan Pre-
requisite penerapan HACCP. Pre-requisite merupakan prosedur umum yang 
berkaitan dengan persyaratan dasar suatu operasi bisnis pangan untuk mencegah 
kontaminasi akibat suatu operasi produksi atau penanganan pangan. Diskripsi dari 
pre-requisite ini sangat mirip dengan diskripsi CPMB / GMP yang menyangkut hal-
hal yang berkaitan dengan operasi sanitasi dan higiene pangan suatu proses 
produksi atau penanganan pangan.   
Secara umum perbedaan antara CPMB / GMP dan SSOP (Standard Sanitation 
Operating Prosedure) adalah : CPMB / GMP secara luas terfokus dan pada aspek 
operasi pelaksanaan tugas  dalam  Intalasi Gizi / Instalasi Nutrisi  sendiri  serta  
   
 
operasi  personel.  Sedang SSOP merupakan prosedur yang digunakan oleh Intalasi 
Gizi / Instalasi Nutrisi untuk membantu mencapai tujuan atau sasaran keseluruhan 
yang diharapkan CPMB / GMP dalam memproduksi pangan yang bermutu tinggi 
aman dan tertib.  
b. Sanitasi dan Higiene   
Sanitasi pangan ditujukan untuk mencapai kebersihan yang prima dalam tempat 
produksi, persiapan penyimpanan, penyajian makanan, dan air sanitasi.  Hal-hal 
tersebut merupakan aspek yang sangat esensial dalam setiap cara penanganan 
pangan. Program sanitasi dijalankan bukan untuk mengatasi masalah kotornya 
lingkungan atau kotornya pemrosesan bahan, tetapi untuk menghilangkan 
kontaminan dari makanan dan mesin pengolahan, serta mencegah terjadinya 
kontaminasi silang. Program higiene dan sanitasi yang efektif merupakan kunci 
untuk pengontrolan pertumbuhan mikroba pada produk dan Intalasi Gizi / Instalasi 
Nutrisi pengolahan makanan.  
c. Prinsip Dasar Sanitasi  
Prinsip  dasar  sanitasi  meliputi  dua  hal,  yaitu  membersihkan  dan  sanitasi.  
Membersihkan yaitu menghilangkan mikroba yang berasal dari sisa makanan dan 
tanah yang mungkin menjadi media yang baik bagi pertumbuhan mikroba. Sanitasi 
merupakan langkah menggunakan zat kimia dan atau metode fisika  untuk 
menghilangkan sebagian besar mikroba yang tertinggal pada permukaan alat dan 
mesin pengolah makanan.  
d. Sumber Kontaminasi   
Beberapa hal yang memungkinkan untuk menjadi sumber kontaminasi pada  
Intalasi Gizi / Instalasi Nutrisi pangan adalah :  
1) Bahan baku mentah   
Proses pembersihan dan pencucian untuk menghilangkan tanah dan untuk 
mengurangi jumlah mikroba pada bahan mentah. Penghilangan tanah amat 
penting karena tanah mengandung berbagai jenis mikroba khususnya  dalam 
bentuk spora.  
2) Peralatan/mesin yang berkontak langsung dengan makanan   
Alat ini harus dibersihkan secara berkala dan efektif dengan interval waktu 
agak sering, guna menghilangkan sisa makanan dan tanah yang 
memungkinkan sumber pertumbuhan mikroba.  
3) Peralatan untuk sterilisasi   
   
 
Harus diusahakan dipelihara agar berada di atas suhu 75-760C agar bakteri 
thermofilik dapat dibunuh dan dihambat pertumbuhannya.  
4) Air untuk pengolahan makanan   
Air yang digunakan sebaiknya memenuhi persyaratan air minum.  
5) Air pendingin kaleng   
Setelah proses sterilisasi berakhir, kalengnya harus segera didinginkan dengan 
air pendingin kaleng yang mengandung disinfektan dalam dosis yang cukup. 
Biasanya digunakan khlorinasi air sehingga residu khlorine 0,5   1,0 ppm.  
6) Peralatan/mesin  yang  menangani  produk  akhir  (post  process  handling 
equipment)  
Pembersihan peralatan ini harus kering dan bersih untuk menjaga agar tidak 
terjadi rekontaminasi.  
f. Persyaratan CPMB / GMP  
CPMB / GMP mempersyaratkan agar dilakukan pembersihan dan sanitasi dengan 
frekuensi yang memadai terhadap seluruh permukaan mesin pengolah pangan baik 
yang berkontak langsung dengan makanan maupun yang tidak. Mikroba 
membutuhkan air untuk pertumbuhannya. Oleh karena itu persyaratan CPMB / 
GMP : mengharuskan setiap permukaan yang bersinggungan dengan makanan dan 
berada dalam kondisi basah harus dikeringkan dan disanitasi. Peraturan GMP    juga 
mempersyaratkan pemakaian  zat kimia yang cukup dalam dosis yang  dianggap 
aman.  
g. Tahap-Tahap Higiene dan Sanitasi   
Prosedur untuk melaksanakan higiene dan sanitasi harus disesuaikan dengan jenis 
dan tipe mesin/alat pengolah makanan. Standar yang digunakan adalah :  
1) Pre rince atau langkah awal, yaitu menghilangkan tanah atau 
sisa makanan dengan mengerok, membilas dengan air, 
menyedot kotoran dan sebagainya.  
2) Pembersihan : menghilangkan tanah dengan cara mekanis atau 
mencuci dengan lebih efektif.  
3) Pembilasan :  membilas  tanah  dengan  pembersih  seperti  
sabun / deterjen dari permukaan.  
4) Pengecekan visual : memastikan dengan indera mata bahwa 
permukaan alat bersih.  
5) pemakaian  disinfektan : untuk membunuh mikroba.  
   
 
6) Pembersihan akhir : bila diperlukan untuk membilas cairan 
disinfektan yang padat.  
7) Drain dry atau pembilasan kering : di desinfeksi atau final rinse 
dikeringkan dari alat-alat tanpa diseka/dilap. Cegah jangan 
sampai terjadi genangan air karena genangan air merupakan 
tempat yang baik bagi pertumbuhan mikroba.  
h. Jenis Sanitizer   
Sanitasi adalah langkah pemberian sanitizer dalam kimia atau perlakuan fisik yang 
dapat mereduksi populasi mikroba pada fasilitas dan peralatan Intalasi Gizi / 
Instalasi Nutrisi. Sanitizer yang digunakan dalam industri pangan dapat dibedakan 
menjadi tiga macam, yaitu :  
1) Panas  
a) Uap air panas (steam) mengalir dengan suhu dan waktu tertentu : 770C 
selama 15 menit, atau 930C selama 5 menit.  
b) Untuk alat makan dan peralatan kecil (pisau dsb) 770C selama 2 menit, dan 
770C selama 5 menit untuk peralatan pengolahan.  
c) 820C selama 20 menit untuk pengolahan pangan.  
2) Radiasi UV, waktu kontak harus lebih dari 2 menit, terutama 
digunakan untuk  sanitasi  wadah  pengemas  dan  ruangan  
yaitu  untuk  membunuh mikroba termasuk virus.  
3) Senyawa kimia (Disinfektan), disinfektan yang digunakan dalam 
industri pangan adalah :  
a) Senyawa khlorin  
(1) Iodium dan kompleks iodium  
(2) Senyawa amonium quartenair  
(3) Kombinasi asam-anion  
i. Sanitasi Kimiawi   
Meskipun panas dan sinar UV sangat efektif untuk proses sanitasi, hingga kini 
Intalasi Gizi/Instalasi Nutrisi pangan masih sangat bergantung pada disinfektan 
kimiawi. Disinfektan tersebut akan membasmi sebagian besar mikroba. Yang 
penting wajib dipertimbangkan bahwa spora mikroba bisa bertahan terhadap 
disinfektan. Jadi permukaan yang sudah diberi disinfektan adalah tidak steril. 
Sesudah sanitasi, jumlah mikroba berkurang banyak tetapi tidak steril. Steril berarti 
tidak ada mikroba sama sekali (sterilized).   
   
 
Peraturan CPPB / GMP mempersyaratkan pemakaian  zat kimia yang cukup dalam 
dosis yang dianggap aman, oleh karena itu sangat penting untuk mengikuti 
petunjuk pemakaian  disinfektan tersebut dari pabrik pembuatnya.    
Efektifitas dari disinfektan tergantung pada :  
1) Jenis dan konsentrasinya  
2) Lama kontak  
3) Suhu  
4) pH   
Sangat tidak berguna untuk melakukan desinfeksi pada pernukaan alat yang kotor, 
karena disinfektannya akan bereaksi dengan kotoran sehingga tidak efektif.  
j. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Jenis Sanitizer   
Hidrogen peroksida (H2O2) dan ozon (O3) juga dapat digunakan sebagai 
disinfektan, tetapi karena beberapa kelemahan dalam sifat-sifatnya, maka 
keduanya jarang digunakan secara umum. H2O2 khusus digunakan untuk  sterilisasi 
wadah pengemasan plastik, dan ozon khusus digunakan dalam pengawetan air 
mineral.    
Komponen fenol merupakan disinfektan yang kuat, tetapi tidak digunakan untuk 
sanitasi dalam Intalasi Gizi / Instalasi Nutrisi pangan karena baunya yang keras 
dapat mempengaruhi flavor makanan yang diolah.   
Pemilihan jenis sanitizer yang digunakan dalam Intalasi Gizi / Instalasi Nutrisi 
pangan dipengaruhi oleh beberapa faktor :  
1) Kelompok/jenis mikroba yang menjadi target.  
2) Kondisi/sifat air yang digunakan.  
3) Obyek/bahan yang akan disanitasi.  
4) Sifat-sifat lain seperti stabilitas, harga dan sebagainya.  
4. PENJAMAH MAKANAN  
a. Menurutkementerian kesehatan  tentang higiene 
sanitasi jasaboga, lampiran, Bab II, persyaratan teknis higiene dan 
sanitasi Tenaga/Karyawan Pengolah Makanan :  
1) Memiliki sertifikat kursus higiene sanitasi makanan.  
2) Berbadan sehat yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter.  
3) Tidak mengidap penyakit menular seperti tipus, kolera, TBC, hepatitis dan 
lain-lain atau pembawa kuman (carrier).  
   
 
4) Setiap karyawan harus memiliki buku pemeriksaan kesehatan yang berlaku.  
5) Semua  kegiatan  pengolahan  makanan  harus  dilakukan  dengan  cara 
terlindung dari kontak langsung dengan tubuh.  
6) Perlindungan  kontak  langsung  dengan  makanan  dilakukan  dengan  
menggunakan alat :  
a) Sarung tangan plastik sekali pakai (disposal).  
b) Penjepit makanan.  
c) Sendok garpu.  
7) Untuk melindungi pencemaran terhadap makanan menggunakan:   
a) Celemek/apron.  
b) Tutup rambut.  
c) Sepatu kedap air.  
 8)  Perilaku selama bekerja/mengelola makanan :  
a) Tidak merokok.  
b) Tidak makan atau mengunyah.  
c) Tidak memakai perhiasan, kecuali cincin kawin yang tidak berhias (polos).  
d) Tidak  menggunakan  peralatan  dan  fasilitas  yang  bukan  untuk 
keperluannya.  
e) Selalu mencuci tangan sebelum bekerja, setelah bekerja dan setelah 
keluar dari toilet/jamban.  
f) Selalu memakai pakaian kerja dan pakaian pelindung dengan benar.  
g) Selalu memakai pakaian kerja yang bersih yang tidak dipakai di luar 
tempat Jasaboga.  
h) Tidak banyak berbicara dan selalu menutup mulut pada saat batuk atau 
bersin dengan menjauhi makanan atau keluar dari ruangan  
i) Tidak menyisir rambut di dekat makanan yang akan dan telah diolah   
b. Menurut Ditjen PPM  PLP, (1998) Hygiene Perorangan Seorang 
Penjamah Makanan :   
Seorang penjamah makanan harus mengutamakan hygiene perorangan / 
berperilaku yang sehat supaya kebersihan dalam pengolahan makanan dapat 
terjamin. Adapun Perilaku yang harus diperhatikan :  
1) Cuci tangan seseringkali terutama ketika  :  
a) Keluar dari toilet.  
   
 
b) Sebelum mengolah makanan.  
c) Setelah memegang sampah.  
d) Sewaktu tangan terlihat kotor.  
e) Sewaktu mengetahui bahwa tangan tercemar.  
2) Menjaga pakaian dan penutup badan selalu bersih dan menggunakan celemek 
atau apron yang bersih.  
3) Menutup selalu rambut dengan penutup rambut sehingga mencegah 
kerontokan rambut / ketombe.  
4) Menghindari memakai cincin / gelang ketika memasak, kecuali cincin kawin 
tanpa hiasan.  
5) Menutup luka iris / potong dengan plester, water proof secara sempurna.  
6) Tidak merokok di tempat kerja.  
7) Jika terdapat penjamah makanan yang menderita infeksi Hepatitis A, diare, 
muntah-muntah, demam, sakit tenggorokan, keluar cairan pada mata, kuping 
atau hidung segera lapor kepada pimpinan.  
8) Tidak batuk atau bersin di atas makanan.  
9) Memegang pisau dan garpu pada pegangannya, gelas pada pinggangannya 
dan piring pada bagian belakangnya.  
10) Membersihkan tempat kerja setelah selesai kerja.  
c. Standar Penjamah Makanan, Menurut Widha Aprilandini (2011) Prinsip-
prinsip dasar sanitasi penyelenggaraan makanan di Rumah Sakit pada dasarnya 
tidak berbeda dengan tempat-tempat penyelenggaraan makanan lain, tetapi 
standar kebersihan dan higiene pelayanan makanannya lebih tinggi karena 
rentannya pasien yang masuk RS dan ancaman penyebaran kuman pathogen yang 
tinggi di lingkungan RS. Makanan yang tidak dikelola dengan baik dan benar dapat 
menimbulkan dampak negatif seperti penyakit dan keracunan akibat bahan kimia, 
mikroorganisme, tumbuhan atau hewan, serta dapat pula menimbulkan alergi. 
Secara umum syarat standar yang harus dipenuhi oleh pengolah/penjamah 
makanan sebagai berikut :  
1) Kebiasaan mencuci tangan  
Pencucian tangan petugas sebelum melakukan pekerjaan pengolahan 
makanan adalah mutlak dilaksanakan. Seperti diketahui tangan tidak pernah 
bebas dari berbagai macam kuman, baik yang berasal dari kontaminasi benda 
atau alat yang terkontaminasi, maupun yang tinggal secara menetap pada 
  62 
 
tangan. Pencucian tangan perlu dilakukan kembali setelah menggunakan 
kamar kecil ataupun setelah kontak dengan cairan tubuh ketika batuk atau 
bersin. Setelah makan, merokok, memegang daging mentah, membuang 
sampah atau memindahkan piring kotor. Penjamah makanan tidak boleh 
makan, minum atau merokok di dalam area dimana terdapat makanan, 
peralatan, barang sekali pakai dan benda-benda lain yang tidak terkontaminasi.  
2) Kuku terpotong pendek, terawat baik, dan bersih  
Mengingat Rumah Sakit merupakan tempat berkumpulnya segala macam 
penyakit, baik menular maupun tidak menular, maka bukan hal yang mustahil 
keadaan tersebut dapat mencemari makanan yang dapat berakibat buruk 
terhadap kesehatan, terutama pasien. Hasil penelitian menunjukkan beberapa 
jenis makanan di rumah sakit mengandung bakteri gram negatif E. coli, 
Staphylococcus, Pseudomonas, Proteus, Klebsiella, dan Jamur. Begitu pula air 
yang disajikan untuk pasien 37,5 % tidak memenuhi syarat sebagai air minum.  
3) pemakaian  tutup kepala  
pemakaian  tutup kepala pada tenaga pengolah makanan dimaksudkan untuk 
mencegah jatuhnya rambut ke dalam makanan yang sedang diolah. Selain 
mencegah terkontaminasinya makanan oleh rambut, yang secara estetika 
sering menunjukkan cara penanganan makanan yang kurang bersih, 
pemakaian  tutup kepala juga dapat mencegah rambut dan kulit kepala 
petugas dari pengaruh buruk uap panas, uap lemak, dan tepung.  
4) Tidak memakai cincin, gelang dan jam tangan  
Cincin di jari tangan dan jam tangan pada waktu melakukan pekerjaan 
pengolahan makanan harus dilepas. pemakaian  barang tersebut dapat 
mencemari makanan. pemakaian  cincin pada jari tangan petugas tingkat 
kebersihannya kurang terjamin mengingat kemungkinan tersimpan kotoran 
atau sisa makanan pada sela antara cincin dan jari tangan sehingga dapat 
mengkontaminasi makanan.  
5) Pembersihan Peralatan Masak/Makan  
Dalam pencucian peralatan makan pasien seperti piring, gelas, dan sendok 
umumnya dipisah. Untuk penanganan peralatan makan bekas pasien penyakit 
menular dilakukan disinfeksi, dengan cara direbus atau dibilas dengan air 
panas, dan sisanya hanya dicuci dengan air biasa. Pencucian peralatan bekas 
   
 
makan menggunakan air panas dilakukan selain untuk membunuh bakteri, juga 
untuk membersihkan sisa-sisa makanan atau lemak yang menempel.   
Peralatan makanan bekas pasien sebaiknya dibersihkan di dapur ruang 
perawatan, sehingga tidak tercampur dengan peralatan makan dari bagian 
lainnya, sedangkan peralatan masak dibersihkan di dapur pusat. Hal ini 
dimaksudkan untuk menghindari terjadinya infeksi atau penularan penyakit 
melalui peralatan makan yang sistem pencuciannya kurang memadai. Selain 
itu, Penyelenggara (Penjamah) makanan yang menderita sakit, terutama 
penyakit menular sebaiknya tidak terjun langsung menangani makanan untuk 
menghindari terjadinya kontaminasi. Makanan yang sehat dan aman 
merupakan faktor yang sangat penting dalam meningkatkan kesehatan 
masyarakat. Kesehatan masyarakat apalagi terhadap pasien di rumah sakit 
yang sangat memerlukan perhatian khusus baik dari segi kualitas makanan 
secara bakteriologis ataupun fisik.   
Dalam peningkatan derajat hygenitas makanan dipengaruhi oleh tiga faktor 
sebagai berikut :  
a) Pendidikan  
Untuk menjalankan pengolahan makanan di Instalasi Gizi (Instalasi Nutrisi) 
dengan pendidikan SLTP dan SLTA tentu sudah bisa, oleh karena itu 
pengetahuannya perlu ditambah dengan memberikan kursus tentang 
higiene sanitasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa banyak tenaga yang 
terlibat dalam pengolahan makanan di dapur mempunyai pengetahuan dan 
perilaku kurang tentang sanitasi makanan. Dalam pemeriksaan kualitas 
makanan juga masih ditemukan E. Coli dan angka kuman dalam makanan, 
bakteri yang sering mencemari makanan dan minuman adalah E. Coli, 
Sapylocoecus, Pseudomonas sp, dan lain-lain. E. Coli merupakan indikator 
bahwa makanan tersebut telah tercemar kotoran manusia. Oleh karena itu, 
upaya higiene sanitasi makanan di rumah sakit harus dilaksanakan dengan 
baik sebagai upaya preventif agar kualitas makanan dan minuman yang 
dihasilkan memenuhi syarat kesehatan.  
b) Pengetahuan  
Sebagai penjamah tidak diperlukan seorang sarjana. Penambahan 
pengetahuan bisa melalui kursus, pelatihan, penyegaran tentang sanitasi 
dan higiene perorangan, karena yang diperlukan adalah keterampilan. 
  64 
 
Untuk meningkatkan pengetahuan penjamah perlu dilakukan pelatihan, 
kursus dan penyegaran karena pengetahuan didapat melalui penginderaan 
terhadap suatu objek oleh indera rasa dan raba dan sebagian besar melalui 
mata dan telinga. Pengetahuan penjamah diikuti dengan pemilikan 
sertifikat. Seharusnya seorang tenaga penjamah makanan bekerja sesuai 
dengan Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia tahun 1995.  
c) Perilaku  
Seorang penjamah/pengolah makanan baik di Rumah sakit perlu untuk 
melakukan pemeriksaan secara berkala. Dari hasil observasi perilaku 
penjamah pada beberapa rumah sakit diperoleh data bahwa hampir seluruh 
tenaga penjamah makanan memakai penutup kepala, celemek dan tidak 
merokok, kuku penjamah semua pendek, tidak berbicara saat kerja, tenaga 
penjamah pria berambut pendek, semua penjamah makanan mencuci 
tangan tanpa memakai sabun.  
Penyakit bawaan makanan atau keracunan makanan terjangkit kalau makan atau 
minum bahan tercemar. Ada 3 penyebab utama yang bisa menyebabkan sakit dari 
makanan : kuman, virus dan racun dalam makanan baik yang alamiah maupun 
dicampurkan. Virus adalah mikroorganisme yang tidak tumbuh dalam makanan 
yang sebelumnya tidak banyak dihubungkan dengan kasus-kasus keracunan 
pangan. Tetapi dalam dua dasawarsa terakhir, Norovirus (dulu dikenal sebagai 
Norwalk-like virus) telah menyebabkan paling banyak keracunan pangan dan 
bahkan menjadi penyebab 50% dari keracunan pangan di Amerika Serikat. 
Norovirus merupakan contoh kelompok virus berbentuk bulat kecil yang belum 
diklasifikasikan, yang mungkin berkerabat dengan jenis-jenis calicivirus. Famili ini 
terdiri dari beberapa kelompok virus yang berbeda secara serologis, dan diberi 
nama menurut tempat di mana kasus terjadi.  
Gastroenteritis Norovirus ditularkan melalui jalur faecal-oral melalui air dan 
makanan yang terkontaminasi. Kerang dan bahan-bahan salad merupakan 
makanan yang paling sering terlibat dalam kasus-kasus Norovirus. Konsumsi 
kerang mentah atau yang kurang matang dan tiram menimbulkan resiko tinggi 
terinfeksi oleh virus Norwalk. Makanan selain kerang, terkontaminasi oleh orang 
yang menangani makanan tersebut.  
Oleh karena itu diperlukan sanitasi yang baik dari penjamah makanan untuk 
pengolahan makanan. Selain itu pengelolaan makanan hingga sampai ke pasien 
  65 
 
juga perlu diperhatikan. Hal ini mengingat rumah sakit merupakan tempat yang 
cukup luas, sehingga distribusi makanan dari dapur hingga sampai ke pasien perlu 
juga mendapat perhatian karena memungkinkan terkontaminasinya makanan pada 
saat pendistrubusian tersebut. Suatu penelitian mengukur kepuasan pasien dan 
membandingkan dua sistem penyampaian piring dan troli. Hasil menunjukkan 
bahwa sebagian besar metode troli distribusi makanan memungkinkan semua 
makanan memiliki tekstur yang lebih baik, dan untuk beberapa makanan (kentang 
rebus, ikan dan daging sapi cincang) bersuhu, dan makanan lain (brokoli, wortel, 
dan ikan) berbumbu akan lebih terjaga daripada sistem piring pengiriman (Widha 
Aprilandini. 2011).  
  
D. PRINSIP 4  :  PENYIMPANAN MAKANAN JADI / MASAK  
1. Menurutkementerian kesehatan  tentang Higiene 
Sanitasi Jasaboga Lampiran Bab III Cara Pengolahan Makanan Yang Baik, 
bahwa penyimpanan makanan masak (jadi) sebagai berikut :  
a. Makanan tidak rusak, tidak busuk atau basi yang ditandai dari rasa, bau, berlendir, 
berubah warna, berjamur, berubah aroma atau adanya cemaran lain.  
b. Memenuhi persyaratan bakteriologis berdasar  ketentuan yang berlaku.  
1) Angka kuman  E. coli pada makanan harus 0/gr contoh makanan.  
2) Angka kuman E. coli pada minuman harus 0/gr contoh minuman.  
c. Jumlah kandungan logam berat atau residu pestisida, tidak boleh melebihi ambang 
batas yang diperkenankan menurut ketentuan yang berlaku.  
d. Penyimpanan harus memperhatikan prinsip First In First Out (FIFO) dan First 
Expired First Out (FEFO) yaitu makanan yang disimpan terlebih dahulu dan yang 
mendekati masa kedaluwarsa dikonsumsi lebih dahulu.  
e. Tempat  atau  wadah  penyimpanan  harus  terpisah  untuk  setiap  jenis makanan 
jadi dan mempunyai tutup yang dapat menutup sempurna tetapi berventilasi yang 
dapat mengeluarkan uap air.  
f. Makanan jadi tidak dicampur dengan bahan makanan mentah.  
g. Penyimpanan makanan jadi harus memperhatikan suhu:  
Tabel : Penyimpanan makanan jadi /masak  
  
No  Jenis makanan   Suhu Penyimpanan  
   
 
Disajikan dalam 
waktu lama  
Akan segera 
Disajikan  
Belum segera 
disajikan  
1  Makanan kering  250C  s/d 300C      
2  Makanan basah 
(berkuah)  
  > 600C  -100C  
3  Makanan cepat basi 
(santan, telur, susu)  
    
> 65,50C  
  
- 5 s/d-10C  
4  Makanan disajikan dingin    50C  s/d 100C  <100C  
  
Penyimpanan makanan dimaksudkan untuk mengusahakan makanan agar dapat awet 
lebih lama. Kualitas makanan yang telah diolah sangat dipengaruhi oleh suhu, dimana 
terdapat titik rawan untuk perkembangbiakan bakteri pathogen dan pembusuk pada 
suhu yang sesuai dengan kondisinya.    
Tujuan dari penyimpanan makanan adalah :  
a. Mencegah pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri pathogen  
b. Mengawetkan makanan dan mengurangi pembusukan    
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan makanan adalah :   
a. Makanan yang disimpan diberi tutup.  
b. Lantai atau meja yang digunakan untuk menyimpan makanan harus dibersihkan 
terlebih dahulu.  
c. Makanan yang tidak boleh disimpan dekat dengan saluran air limbah (selokan).  
d. Makanan yang disajikan sebelum diolah (timun, tomat, dan sebagainya ) harus 
dicuci dengan air hangat.  
e. Makanan yang dipak dengan karton jangan disimpan dekat air atau tempat yang 
basah.   
2. Menurut Permenkes RI Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004 Lampiran I tentang 
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, bahwa cara penyimpanan 
Makanan Jadi adalah sebagai berikut :  
a. Makanan jadi harus memenuhi persyaratan bakteriologi berdasar  ketentuan 
yang berlaku. Jumlah kandungan logam berat dan residu pestisida, tidak boleh 
melebihi ambang batas yang diperkenankan menurut ketentuan yang berlaku.  
b. Makanan jadi yang siap disajikan harus diwadahi atau dikemas dan tertutup serta 
segera disajikan.  
Makanan masak merupakan campuran bahan yang lunak dan sangat disukai bakteri. 
Bakteri akan tumbuh dan berkembang dalam makanan yang berada dalam suasana 
   
 
yang cocok untuk hidupnya sehingga jumlahnya menjadi banyak. Diantara bakteri 
terdapat beberapa bakteri yang menghasilkan racun (toksin). Ada racun yang 
dikeluarkan dari tubuhnya (eksotoksin) dan ada yang disimpan dalam tubuhnya 
(endotoksin/enterotoksin). Sementara di dalam makanan itu juga terdapat enzym. 
Enzym terutama terdapat pada sayuran dan buah-2 an yang akan menjadikan buah 
matang. Kalau berlangsung terus buah akan menjadi busuk.  
Suasana lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan bakteri seperti telah disebutkan 
pada bagian terdahulu, berlaku juga pada makanan masak. Diantaranya adalah 
suasana banyak makanan (protein) dan banyak air (moisture).  pH normal  (6,8-7,5), 
suhu optimum yaitu : 100C- 600C serta tidak ada musuhnya.  
a. Karakteristik Pertumbuhan Bakteri Pada Makanan Masak.  
1) Kadar makanan.  
Bakteri akan tumbuh subur dalam makanan dengan tingkat aw yang tinggi 
(0,9). Makanan yang basah sangat disukai bakteri daripada makanan kering.  
Cirinya adalah dihitung dari aw atau air bebas yang terdapat dalam makanan.  
Air bebas adalah air yang berada dalam makanan yang statusnya bebas dan 
tidak terikat dengan molekul makanan. Contohnya larutan gula encer, kuah 
sayur, uap yang mencair dan lain-lain. Air bebas ini akan digunakan bakteri 
untuk hidupnya. Sebaliknya air yang terikat dalam makanan tidak dapat 
digunakan oleh bakteri seperti larutan gula jenuh, larutan garam, madu, sirup, 
dodol dan sebagainya. Makanan seperti ini adalah bahan yang banyak 
mengandung air, tetapi airnya terikat dengan molekul makanan sehingga air 
bebasnya tidak ada dan bakteri tidak dapat tumbuh. Oleh karena itu makanan 
tersebut tahan lama.  
2) Jenis makanan.  
Makanan diperlukan oleh bakteri untuk hidup dan berkembang biak. Bakteri 
sebagian besar terdiri dari protein dan air. Jadi makanan yang diperlukan oleh 
bakteri adalah makanan yang mengandung protein dan air.  Karena itu bakteri 
akan tumbuh subur pada makanan yang mengandung protein dan kadar airnya 
tinggi.  
a) Makanan protein seperti daging, ikan telur dan susu serta hasil olahannya 
merupakan jenis makanan yang disukai bakteri. Karenanya udah menjadi 
rusak  (perishable food).  
   
 
b) Makanan yang mengandung karbohidrat seperti nasi, ubi, talas, jagung dan 
olahannya tidak disukai oleh jamur. Makanan karbohidrat menjadi lebih 
awet daripada makanan protein.  
c) Makanan lemak sedikit mengandung air sehingga tidak disukai bakteri 
tetapi disukai jamur sehingga timbul tengik.  
3) Suhu makanan.  
Suhu makanan masak yang cocok untuk pertumbuhan bakteri yaitu suhu yang 
berdekatan dengan suhu tubuh manusia (370C ). Pada suhu ini pertumbuhan 
bakteri akan sangat cepat. Pada suhu lebih dingin atau lebih panas dari 370C, 
bakteri akan semakin lambat pertumbuhannya. Pada suhu dibawah 100C 
bakteri sama sekali tidak tumbuh dan pada suhu 600C bakteri mulai mati.  
Oleh karena itu untuk mencegah pertumbuhan bakteri maka diusahakan suhu 
makanan selalu berada pada suhu dimana kuman tidak tumbuh yaitu pada 
suhu di bawah dari 100C atau di atas dari 600C. Suhu 100C-600C sangat 
berbahaya, maka disebut : “ DANGER ZONE “.  
b. Cara Penyimpanan Makanan Masak  
1) Wadah  
a) Setiap makanan masak mempunyai wadah masing-masing yang terpisah 
(terpisah  untuk  setiap  jenis  makanan,  makanan  jadi / masak  serta 
makanan basah dan kering).   
b) Penyimpanan terpisah dimulai dari wadah masing-masing jenis, ruangan 
tempat  penyimpanan atau alat untuk menyimpan makanan.  
c) Bilamana belum memungkinkan perlu diperhatikan cara pemisahan 
makanan yang benar dan teliti untuk setiap jenis makanan yang berada di 
dalam ruangan tempat penyimpanan.  
d) Pemisahan didasarkan saat makanan diolah dan jenis makanan. Setiap 
wadah mempunyai tutup, tetapi berventilasi yang dapat mengeluarkan  
uap air (wadah yang digunakan harus mempunyai tutup yang dapat 
menutup sempurna dan dapat mengeluarkan udara panas dari makanan 
untuk mencegah pengembunan (kondensasi).  
e) Makanan berkuah dipisah antara lauk dengan saus atau kuahnya.  
f) Peralatan bersih yang siap pakai tidak boleh dipegang di bagian yang 
kontak langsung dengan makanan atau yang menempel di mulut.  
   
 
g) Kebersihan peralatan harus tidak ada kuman Eschericia coli (E.coli) dan 
kuman lainnya.  
h) Wadah penyimpanan makanan yaitu kuali, waskom, panci harus dalam 
keadaan bersih.  
i) Rak penyimpanan  
(1) Yaitu untuk menyimpan makanan terolah hasil produksi olahan dari 
Instalasi Gizi / Instalasi Nutrisi seperti bumbu atau 
makanan/minuman kaleng.  
(2) Harus bersih, kering dan sejuk dan tidak terkena sinar matahari 
langsung.  
(3) Mudah dijangkau oleh petugas yang akan mengambil / menyimpan.  
(4) Tidak ada makanan di atas lantai atau menempel ke dinding, tetapi 
harus ada ruangan gerak udara minimal 15 cm.  
2) Suhu  
a) Penyimpanan  
(1) Makanan kering (goreng-gorengan) disimpan dalam suhu kamar  (25 
oC -30oC).  
(2) Makanan basah (kuah, sop, gulai) yang segera disajikan pada suhu di 
atas 600C.  
(3) Makanan basah yang masih lama disajikan disimpan pada suhu 
dibawah 100C.  
b) Waktu tunggu (Bolding time)  
(1) Makanan masak yang baru saja selesai diolah suhunya masih cukup 
panas yaitu di atas 80oC. Makanan dengan suhu demikian masih 
berada pada daerah aman.  
(2) Makanan dalam waktu tunggu kurang dari 4 jam bisa diabaikan 
suhunya.  
(3) Makanan dalam waktu tunggu suhunya sudah berada dibawah 60oC, 
segera dihidangkan dan waktu tunggunya semakin dekat.  
(4) Makanan yang akan disajikan panas harus tetap dipanaskan dalam 
suhu > 60oC  
(5) Makanan yang akan disajikan dingin disimpan di dalam dingin pada 
suhu < 10oC.  
   
 
(6) Makanan yang disimpan pada suhu < 10oC harus dipanaskan kembali  
(reheating) sebelum disajikan.  
  
E. PRINSIP 5 :  PENGANGKUTAN MAKANAN  
1. Menurutkementerian kesehatan  tentang higiene sanitasi 
jasaboga, lampiran, Bab III, Cara Pengolahan Makanan Yang Baik, dalam hal 
pengankutan makanan, adalah sebagai berikut :  
a. Pengangkutan bahan makanan  
1) Tidak bercampur dengan bahan berbahaya dan beracun (B3).  
2) Menggunakan  kendaraan  khusus  pengangkut  bahan  makanan  yang 
higienis.  
3) Bahan makanan tidak boleh diinjak, dibanting dan diduduki.  
4) Bahan makanan yang selama pengangkutan harus selalu dalam keadaan 
dingin, diangkut dengan  menggunakan  alat  pendingin  sehingga  bahan 
makanan tidak rusak seperti daging, susu cair dan sebagainya.  
b. Pengangkutan makanan jadi/masak/siap santap  
2) Tidak bercampur dengan bahan berbahaya dan beracun (B3).  
3) Menggunakan kendaraan khusus pengangkut makanan jadi/masak dan harus 
selalu higienis.  
4) Setiap jenis makanan jadi mempunyai wadah masing-masing dan bertutup.  
5) Wadah harus utuh, kuat, tidak karat dan ukurannya memadai dengan jumlah 
makanan yang akan ditempatkan.  
6) Isi tidak boleh penuh untuk menghindari terjadi uap makanan yang mencair 
(kondensasi).  
7) Pengangkutan untuk waktu lama, suhu harus diperhatikan dan diatur agar 
makanan tetap panas pada suhu 600C  atau tetap dingin pada suhu 400C.  
2. Menurut Permenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004 Lampiran I tentang 
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, yaitu :  
Pengangkutan makanan yang telah siap santap perlu diperhatikan dalam cara 
pengangkutannya, yaitu :  
a. Makanan diangkut dengan menggunakan kereta dorong yang tertutup dan bersih.  
b. Pengisian kereta dorong tidak sampai penuh, agar masih tersedia udara untuk 
ruang gerak.  
  71 
 
c. Perlu diperhatikan jalur khusus yang terpisah dengan jalur untuk mengangkut 
bahan/barang kotor.  
Pengangkutan makanan yang sehat akan sangat berperan di dalam mencegah 
terjadinya pencemaran makanan. Pencemaran pada makanan masak lebih tinggi 
resikonya dari pada pencemaran pada bahan makanan. Oleh karena itu titik berat 
pengendalian yang perlu diperhatikan adalah pada makanan masak. Dalam proses 
pengangkutan makanan banyak pihak yang terkait mulai dari persiapan, pewadahan, 
orang, suhu, dan kendaraan pengangkutan itu sendiri.  
a. Pengangkutan bahan makanan.  
Pencemaran makanan selama pengangkutan dapat berupa fisik, mikroba maupun 
kimia. Untuk mencegahnya adalah membuang atau setidaknya mengurangi 
sumber yang akan menyebabkan pencemaran.  
Caranya yaitu :  
1) Mengangkut bahan makanan tidak bercampur dengan bahan berbahaya dan 
beracun (B3) seperti pupuk, obat hama, atau bahan berbahaya lainnya.  
2) Kendaraan pengangkut makanan (boks/gerobak, dll) tidak dipergunakan untuk 
mengangkut bahan lain seperti untuk mengangkut orang, hewan dan barang - 
barang.  
3) Kendaraan (boks/gerobak,dll) yang digunakan harus diperhatikan 
kebersihannya agar setiap akan digunakan untuk makanan harus dalam 
keadaan bersih.  
4) Hindari pemakaian kendaraan yang telah mengangkut zat kimia atau pestisida 
walaupun telah dicuci masih akan terjadi pencemaran.  
5) Perlakukan manusia yang menangani makanan selama mengangkut, seperti 
perlakuan makan yang ditumpuk, diinjak, dibanting diduduki atau bahkan 
menjadi alas tempat tidur contohnya sayuran dan buah - buahan.  
6) Gunakan kendaraan pengangkut bahan makanan yang dikonstruksi secara 
hygiene seperti kendaraan pengangkut daging dari RPH (abatoir) atau 
perusahaan supplier. Tetapi prakteknya kendaraan inipun belum menjamin 
pengangkutan daging terjamin kebersihannya. Karena adanya kendala 
birokrasi sehingga masih banyak masyarakat yang mengangkut daging 
seadanya tidak mengikuti kaidah - kaidah hygiene dan sanitasi. Bukan hal yang 
aneh kalau dewasa ini masih banyak daging diseret dilantai, dibungkus karung 
goni yang kotor dan sebagainya, sehingga meningkat terjadinya pencemaran.  
  72 
 
7) Kalau mungkin gunakanlah kendaraan pengangkut bahan makanan yang 
menggunakan alat pendingin sehingga mampu membawa makanan dengan 
jangkauan yang lebih jauh, tetapi tentu saja biayanya akan mejadi jauh lebih 
besar sehingga akan menaikkan harga makanan.  
b. Pengangkutan makanan siap santap.  
Makanan siap santap lebih rawan terhadap pencemaran sehingga perlu perlakukan 
yang ekstra hati-hati. Oleh karena itu dalam prinsip pengangkutan makanan siap 
santap perlu diperhatikan sebagai berikut :  
1) Setiap makanan mempunyai wadah masing - masing.  
2) Isi makanan tidak terlampau penuh untuk mencegah tumpah karena goyangan 
kendaraan.  
3) Wadah harus mempunyai tutup yang rapat dan tersedia lubang hawa untuk 
makanan panas agar mencegah terjadinya kondensasi. Uap air yang mencair 
merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri sehingga makanan 
cepat menjadi basi.  
4) Wadah yang digunakan harus utuh, kuat dan ukurannya memadai dengan 
makanan yang ditempatkan dan terbuat dari bahan anti karat atau kotor.  
5) Pengangkut untuk waktu yang lama harus diatur suhunya yaitu tetap panas 
60oC atau tetap dingin 40oC.  
6) Wadah selama dalam perjalanan tidak selalu dibuka dan tetap dalam keadaan 
tertutup sampai ditempat penyajian.  
7) Kendaraan pengangkut disediakan khusus dan tidak bercampur dengan 
keperluan mengangkut bahan lain.  
  
F. PRINSIP 6 :  PENYAJIAN MAKANAN  
1. Menurutkementerian kesehatan  tentang Higiene 
Sanitasi Jasaboga Lampiran Bab III Cara Pengolahan Makanan Yang Baik, 
bahwa : Penyajian makanan merupakan rangkaian akhir dari perjalanan makanan. 
Makanan yang disajikan adalah makanan yang siap santap. Makanan yang siap santap 
harus siap santap. Laik santap dapat dinyatakan bilamana telah dilakukan uji 
organolopik dan uji biologis.  
Uji Organoleptik, seperti juga pada bahan makanan yaitu memeriksa makanan 
masak dengan cara meneliti secara lima indera manusia yaitu melihat (penampilan) 
dengan indera penglihatan/mata, meraba (tekstur, keempukan) dengan indera 
   
 
tangan/jari, Mencium (aroma) dengan indera penciuman/hidung, mendengar (bunyi 
misalnya telur) dengan indera te;inga dan menjilat (rasa) dengan indera 
pengecap/lidah. Kalau cara organoleptik baik barulah makanan disajikan.  
Uji Biologis, sebelum makanan disantap harus diuji terlebih dahulu dengan cara 
memakannya secara sempurna. Kalau dalam waktu 2 jam tidak terjadi tanda - tanda 
kesakitan, makanan tersebut dinyatakan aman atau Uji laboratorium secara berkala 
yaitu pemeriksaan kualitas makanan dengan analisa di laboratorium untuk mengetahui 
tingkat cemaran makanan terutama bakteri. Untuk melakukan itu diperlukan sampel 
makanan yang harus disiapkan dengan cara yang steril dan mengikuti standar / 
prosedur yang benar. Hasilnya dibandingkan dengan standart yang telah baku.  
Dalam prakteknya uji organoleptik dan uji biologis dapat sekaligus dilaksanakan tanpa 
menunggu waktu penyajian.  
Dalam hal lain yang perlu diperhatikan dalam Penyajian Makanan adalah :  
a. Tempat Penyajian  
Penyajian jasa boga berbeda dengan rumah makan. Di rumah makan tempat saji 
relatif berdekatan dengan dapur pengolahan sedangkan dalam jasa boga (di rumah 
sakit) tempat penyajian (ruang pasien, ruang rapat, dll) bisa jauh dari dapur 
pengolahan. Maka faktor pengangkutan makanan menjadi penting karena akan 
mempengaruhi kondisi penyajian. Keterlambatan penyajian dapat terjadi akibat 
adanya hambatan di luar dugaan misalnya gangguan lain diperjalanan. Penyajian 
makanan yang tidak baik dan etis, bukan saja dapat mengurangi selera makan 
seseorang (pasien) tetapi dapat juga menjadi penyebab kontaminasi terhadap 
bakteri.  
Menurut Permenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang 
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, Lampiran I Bagian I 
tentang : Penyehatan Ruang.  
1) Tempat Ruang Pasien.  
Persyaratan Konstruksi Bangunan Rumah Sakit  
a) Lantai  
(1) Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, permukaan 
rata, tidak licin, warna terang, dan mudah dibersihkan.  
(2) Lantai yang selalu kontak dengan air harus mempunyai kemiringan 
yang cukup ke arah saluran pembuangan air limbah  
  74 
 
(3) Pertemuan lantai dengan dinding harus berbentuk konus/lengkung 
agar mudah dibersihkan.  
b) Dinding  
Permukaan dinding harus kuat, rata, berwarna terang dan menggunakan 
cat yang tidak luntur serta tidak menggunakan cat yang mengandung 
logam berat.  
c) Ventilasi  
(1) Ventilasi alamiah harus dapat menjamin aliran udara di dalam 
kamar/ruang dengan baik.  
(2) Luas ventilasi alamiah minimum 15 % dari luas lantai.  
(3) Bila ventilasi alamiah tidak dapat menjamin adanya pergantian udara 
dengan baik, kamar atau ruang harus dilengkapi dengan penghawaan 
buatan/mekanis.  
(4) pemakaian  ventilasi buatan/mekanis harus disesuaikan dengan 
peruntukkan ruangan.  
d) Atap  
(1) Atap harus kuat, tidak bocor, dan tidak menjadi tempat perindukan 
serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya.  
(2) Atap yang lebih tinggi dari 10 meter harus dilengkapi penangkal petir.  
e) Langit-langit  
(1) Langit-langit harus kuat, berwarna terang, dan mudah dibersihkan.  
(2) Langit-langit tingginya minimal 2,70 meter dari lantai.  
(3) Kerangka langit-langit harus kuat dan bila terbuat dari kayu harus anti 
rayap.  
f) Pintu  
Pintu harus kuat, cukup tinggi, cukup lebar, dan dapat mencegah 
masuknya serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya.  
g) Lalu Lintas Antar Ruangan  
(1) Pembagian ruangan dan lalu lintas antar ruangan harus didisain 
sedemikian rupa dan dilengkapi dengan petunjuk letak ruangan, 
sehingga memudahkan hubungan dan komunikasi antar ruangan 
serta menghindari risiko terjadinya kecelakaan dan kontaminasi.  
  
 
(2) pemakaian  tangga atau elevator dan lift harus dilengkapi dengan 
sarana pencegahan kecelakaan seperti alarm suara dan petunjuk 
pemakaian  yang mudah dipahami oleh pemakainya atau untuk lift 4 
(empat) lantai harus dilengkapi ARD (Automatic Rexserve Divide) 
yaitu alat yang dapat mencari lantai terdekat bila listrik mati.  
(3) Dilengkapi dengan pintu darurat yang dapat dijangkau dengan mudah 
bila terjadi kebakaran atau kejadian darurat lainnya dan dilengkapi 
ram untuk brankar.  
2) Tata Laksana  
a) Pemeliharaan Ruang Bangunan  
(1) Kegiatan pembersihan ruang minimal dilakukan pagi dan sore hari.  
(2) Pembersihan lantai di ruang perawatan pasien dilakukan setelah 
pembenahan/merapikan tempat tidur pasien, jam makan, jam 
kunjungan dokter, kunjungan keluarga, dan sewaktu-waktu bilamana 
diperlukan.  
(3) Cara-cara pembersihan yang dapat menebarkan debu harus dihindari.  
(4) Harus menggunakan cara pembersihan dengan perlengkapan 
pembersih (pel) yang memenuhi syarat dan bahan antiseptik yang 
tepat.  
(5) Pada masing-masing ruang supaya disediakan perlengkapan pel 
tersendiri.  
(6) Pembersihan dinding dilakukan secara periodik minimal 2 (dua) kali 
setahun dan di cat ulang apabila sudah kotor atau cat sudah pudar.  
(7) Setiap percikan ludah, darah atau eksudat luka pada dinding harus 
segera dibersihkan dengan menggunakan antiseptik.  
b) Pencahayaan  
(1) Lingkungan rumah sakit, baik dalam maupun luar ruangan harus 
mendapat cahaya dengan intensitas yang cukup berdasar  
fungsinya.  
(2) Semua ruang yang digunakan baik untuk bekerja ataupun untuk 
menyimpan barang/peralatan perlu diberikan penerangan.  
(3) Ruang pasien/bangsal harus disediakan penerangan umum dan 
penerangan untuk malam hari dan disediakan saklar dekat pintu 
   
 
masuk, sekitar individu ditempatkan pada titik yang mudah dijangkau 
dan tidak menimbulkan berisik.  
c) Penghawaan (Ventilasi) dan Pengaturan Udara  
(1) Penghawaan atau ventilasi di rumah sakit harus mendapat perhatian 
yang khusus. Bila menggunakan sistem pendingin, hendaknya 
dipelihara dan dioperasikan sesuai buku petunjuk sehingga dapat 
menghasilkan suhu, aliran udara, dan kelembaban nyaman bagi 
pasien dan karyawan. Untuk rumah sakit yang menggunakan 
pengatur udara (AC) sentral harus diperhatikan cooling tower-nya 
agar tidak menjadi perindukan bakteri legionella dan untuk AHU (Air 
Handling Unit) filter udara harus dibersihkan dari debu dan bakteri 
atau jamur.  
(2) Suplai udara dan exhaust hendaknya digerakkan secara mekanis, dan 
exhaustfan hendaknya diletakkan pada ujung sistem ventilasi.   
(3) Ruangan dengan volume 100 m3 sekurang-kurangnya 1 (satu) fan 
dengan diameter 50 cm dengan debit udara 0,5 m3/detik, dan 
frekuensi pergantian udara per jam adalah 2 (dua) sampai dengan 12 
kali.  
(4) Pengambilan supply udara dari luar, kecuali unit ruang individual, 
hendaknya diletakkan sejauh mungkin, minimal 7,50 meter dari 
exhauster atau perlengkapan pembakaran.  
(5) Tinggi intake minimal 0,9 meter dari atap.  
(6) Sistem hendaknya dibuat keseimbangan tekanan.  
(7) Suplai udara untuk daerah sensitif, ruang operasi, perawatan bayi, 
diambil dekat langit-langit dan exhaust dekat lantai, hendaknya 
disediakan 2 (dua) buah exhaust fan dan diletakkan minimal 7,50 cm 
dari lantai.  
(8) Suplai udara di atas lantai.  
(9) Suplai udara koridor atau buangan exhaust fan dari tiap ruang 
hendaknya tidak digunakan sebagai suplai udara kecuali untuk suplai 
udara ke WC, toilet, gudang.  
(10) Ventilasi ruang-ruang sensitif hendaknya dilengkapi dengan saringan 
2 beds. Saringan I dipasang di bagian penerimaan udara dari luar 
dengan efisiensi 30 % dan saringan II (filter bakteri) dipasang 90 %. 
   
 
Untuk mempelajari sistem ventilasi sentral dalam gedung hendaknya 
mempelajari khusus central air conditioning system.  
(11) Penghawaan alamiah, lubang ventilasi diupayakan sistem silang 
(cross ventilation) dan dijaga agar aliran udara tidak terhalang.  
(12) Penghawaan ruang operasi harus dijaga agar tekanannya lebih tinggi 
dibandingkan ruang-ruang lain dan menggunakan cara mekanis (air 
conditioner).  
(13) Penghawaan mekanis dengan menggunakan exhaust fan atau air 
conditioner dipasang pada ketinggian minimum 2,00 meter di atas 
lantai atau minimum 0,20 meter dari langit-langit.  
(14) Untuk mengurangi kadar kuman dalam udara ruang (indoor) 1 (satu) 
kali sebulan harus disinfeksi dengan menggunakan aerosol 
(resorcinol, trietylin glikol), atau disaring dengan elektron presipitator 
atau menggunakan penyinaran ultra violet.  
(15) Pemantauan kualitas udara ruang minimum 2 (dua) kali setahun 
dilakukan pengambilan sampel dan pemeriksaan parameter kualitas 
udara (kuman, debu, dan gas).  
d) Kebisingan  
(1) Pengaturan dan tata letak ruangan harus sedemikian rupa sehingga 
kamar dan ruangan yang memerlukan suasana tenang terhindar dari 
kebisingan.  
(2) Sumber-sumber bising yang berasal dari rumah sakit dan sekitarnya 
agar diupayakan untuk dikendalikan antara lain dengan cara :  
(a) Pada sumber bising di rumah sakit peredaman. Penyekatan, 
pemindahan, pemeliharaan mesin-mesin yang menjadi sumber 
bising.  
(b) Pada sumber bising dari luar rumah sakit : 
penyekatan/penyerapan bising dengan penanaman pohon 
(freenbelt), meninggikan tembok, dan meninggikan tanah (bukit 
buatan).  
e) Fasilitas Penyediaan Air Minum, Air Bersih, Toilet dan Kamar Mandi  
(1) Fasilitas Penyediaan Air Minum dan Air Bersih  
(a) Harus tersedia air minum sesuai dengan kebutuhan.  
(b) Tersedia air bersih minimum 500 lt/tempat tidur/hari  
   
 
(c) Air minum dan air bersih tersedia pada setiap tempat kegiatan 
yang membutuhkan secara berkesinambungan.  
(d) Distribusi air minum dan air bersih disetiap ruangan/kamar 
harus menggunakan jaringan perpipaan yang mengalir dengan 
tekanan positif.  
(e) Persyaratan penyehatan air termasuk kualitas air minum dan 
kualitas air bersih sebagaimana tercantum dalam Bagian III 
tentang Penyehatan Air.  
(2) Fasilitas Toilet dan Kamar Mandi  
(a) Harus tersedia dan selalu terpelihara serta dalam keadaan 
bersih.  
(b) Lantai terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, tidak licin, 
berwarna terang, dan mudah dibersihkan.  
(c) Pada setiap unit ruangan harus tersedia toilet (jamban, 
peturasan dan tempat cuci tangan) tersendiri. Khususnya untuk 
unit rawat inap dan kamar karyawan harus tersedia kamar 
mandi.  
(d) Pembuangan air limbah dari toilet dan kamar mandi dilengkapi 
dengan penahan bau (water seal).  
(e) Letak toilet dan kamar mandi tidak berhubungan langsung 
dengan dapur, kamar operasi, dan ruang khusus lainnya.  
(f) Lubang penghawaan harus berhubungan langsung dengan 
udara luar.  
(g) Toilet dan kamar mandi harus terpisah antara pria dan wanita, 
unit rawat inap dan karyawan, karyawan dan toilet pengunjung.  
(h) Toilet pengunjung harus terletak di tempat yang mudah 
dijangkau dan ada petunjuk arah, dan toilet untuk pengunjung 
dengan perbandingan 1 (satu) toilet untuk 1 – 20 pengunjung 
wanita, 1 (satu) toilet untuk 1 – 30 pengunjung pria.  
(i) Harus dilengkapi dengan slogan atau peringatan untuk 
memelihara kebersihan.  
(j) Tidak terdapat tempat penampungan atau genangan air yang 
dapat menjadi tempat perindukan nyamuk.  
f) Fasilitas Pembuangan Sampah dan Limbah.  
   
 
Persyaratan pembuangan sampah (padat medis dan domestik), limbah cair 
dan gas sebagaimana tercantum dalam bagian IV tentang Pengelolaan 
Limbah Permenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan 
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.  
b. Alat-alat Penyajian  
1) Alat-alat hendaknya ditempatkan dan disimpan dengan fasilitas pembersih.  
2) Permukaan alat-alat yang berhubungan langsung dengan makanan hendaknya 
terlindung dari pencemaran baik oleh konsumen maupun benda perantara 
lainnya.  
3) Kebersihan alat-alat hendaknya terjamin sebaik-baiknya.  
c. Tenaga penyaji  
1) Menjaga kesopanan.  
2) Tehnik membawa makanan dengan baik.  
3) Penampilan dan temperamen baik.  
4) Cara menghidangkan (tehnik dan pengaturan di atas meja baik).  
d. Cara penyajian  
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penyajian makanan sesuai dengan 
prinsip hygiene dan sanitasi makanan adalah sebagai berikut :  
1) Prinsip wadah artinya setiap jenis makanan ditempatkan dalam wadah terpisah 
masing - masing dan diusahakan tertutup terutama wadah yang tidak berada 
dalam satu level dengan wadah makanan lainnya.  
Tujuan adalah :  
(a) Makanan tidak kontaminasi silang.  
(b) Bila satu tercemar yang lain dapat diamankan.  
Memperpanjang masa saji makanan sesuai dengan tingkat kerawanan 
makanan.  
2) Prinsip kadar air artinya penempatan makanan yang mengandung kadar air 
tinggi (kuah, susu) baru dicampur pada saat menjelang dihidangkan untuk 
mencegah makanan cepat rusak. Tujuannya : mencegah makanan mudah 
menjadi rusak (basi).  
3) Prinsip edible part artinya setiap bahan yang disajikan dalam penyajian adalah 
merupakan bahan makanan yang dapat dimakan. Hindari pemakanaian bahan 
makanan yang berbahaya kesehatan seperti sterer besi, tusuk gigi atau bunga 
   
 
plastik. Bahan yang tidak untuk dimakan harus segera dibersihkan dari tempat 
penyajian manakala acara makan dimulai. Tujuannya mencegah kecelakaan 
atau gangguan akibat salah makan.  
4) Prinsip pemisah artinya makanan yang ditempatkan dalam wadah yang sama 
seperti makanan dalam dos atau rantang harus dipisah setiap jenis makanan 
agar tidak saling mencampur. Tujuan : untuk mencegah kontaminasi silang.  
5) Prinsip Panas yaitu setiap penyajian makanan yang disajikan panas diusahakan 
tetap dalam keadaan panas seperti soup, gulai dsb. Untuk mengatur suhu perlu 
diperhatikan suhu makanan sebelum ditempatkan dalam food warmer harus 
masih berada diatas 60oC. alat terbaik untuk mempertahankan suhu penyajian 
adalah dengan bean merry (bak penyaji panas) Tujuannya : untuk mencegah 
pertumbuhan bakteri dan meningkatkan selera.  
6) Prinsip bersih artinya setiap peralatan yang digunakan seperti wadah dan tutup, 
dis dan piring/gelas/mangkok harus bersih dan baik. Bersih artinya telah dicuci 
dengan cara hygiene, baik artinya : utuh, tidak rusak atau cacad atau bekas 
pakai. Tujuannya : untuk mencegah penularan penyakit dan memberikan 
penampilan yang estetis.  
7) Prinsip hadling artinya setiap penanganan makanan maupun alat makan tidak 
kontak langsung dengan anggota tubuh terutama tangan dan bibir.   
Tujuannya :  
(a) Mencegah pencemaran dari tubuh.  
(b) Memberikan penampilan sopan dan apik.  
8) Prinsip tepat saji artinya pelaksanaan penyajian makanan harus sesuai dengan 
seharusnya , yaitu :  
(a) Tepat menu yaitu menu yang disajikan sesuai dengan kebutuhan pasien. 
Menu yang disajikan harus memenuhi kesesuaian dengan macam, jumlah 
dan cara penyajian yang diinginkan. Dalam hal ini ada beberapa type 
dalam pemesanan menu seperti :  
→ Sepenuhnya menyerahkan pengaturan menu kepada Instalasi  
Gizi/Instalasi Nutrisi untuk diatur dengan sebaik - baiknya.  
→ Penyerahan kepada Instalasi Gizi/Instalasi Nutrisi dengan pesanan 
yang tertentu yang harus dipenuhi.  
→ Konsumen (Penunggu Pasien, Karyawan rumah sakit) yang 
mengatur dan pengusaha harus mengikutinya.  
   
 
(b) Tepa
t waktu , yaitu sesuai dengan waktu penyajian. Pesanan bisa berupa 
penyajian tunggal dan menyajikan berangkai. Penyajian berangkai 
misalnya penyajian makanan untuk karyawan yang meliputi makan pagi, 
makan siang, makan malam dan snack sesuai dengan jadual yang 
disusun.  
(c) Tepat tata hidang yaitu cara penyajian sesuai dengan pesanan. kalau 
pesanan dengan prasmanan harus disajikan prasmanan, tidak dalam dos 
atau rantang.  
(d) Tepat volume yaitu jumlah yang disajikan sesuai jumlahnya dengan 
pesanan. Untuk mencegah hal yang tidak dikehendaki perlu disediakan 
cadangan makanan. Prinsip jangan sampai ada tamu yang tidak kebagian 
makanan. Hal ini perlu diperhatikan untuk mencegah citra buruk rumah 
sakit, Instalasi Gizi / Instalasi Nutrisi wajib mengambil kebijaksanaan 
dengan memperhitungkan harga atas kemungkinan tersebut sekitar lk 10 
%. Tujuannya : untuk menjaga citra dan profesionalisme rumah sakit.  
2. Menurut Permenkes RI Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004 Lampiran I tentang 
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, bahwa cara penyajian 
adalah sebagai beriku :  
a. Cara penyajian makanan harus terhindar dari pencemaran dan peralatan yang 
dipakai harus bersih  
b. Makanan jadi yang siap disajikan harus diwadahi dan tertutup.  
c. Makanan jadi yang disajikan dalam keadaan hangat ditempatkan pada fasilitas 
penghangat makanan dengan suhu mnimal 600C dan 40C untuk makanan dingin.  
d. Penyajian dilakukan dengan perilaku penyaji yang sehat dan berpakaian bersih.  
e. Makanan jadi harus segera disajikan.  
f. Makanan jadi yang sudah menginap tidak boleh disajikan kepada pasien.