teknologi informasi 8

pan 
ini . Contoh jelas pertama dari penggunaan modern kembali pada 
awal 1808, saat  itu dipakai  sebagai judul judul dalam kumpulan 
esai. Setara Jerman dipakai  dengan pendirian Konfederasi Jerman 
Utara yang konstitusinya memberi  kekuasaan legislatif atas 
perlindungan kekayaan intelektual (Schutz des geistigen Eigentums) 
ke konfederasi. saat  sekretariat administrasi yang dibentuk 
oleh Konvensi Paris (1883) dan Konvensi Berne (1886) bergabung 
pada tahun 1893, mereka berlokasi di Berne, dan juga mengadopsi 
istilah kekayaan intelektual dalam judul gabungan baru mereka, United 
International Bureaux for the Perlindungan Kekayaan Intelektual . 
Organisasi kemudian pindah ke Jenewa pada tahun 1960, dan berhasil 
pada tahun 1967 dengan pembentukan Organisasi Kekayaan Intelektual 
Dunia (WIPO) dengan perjanjian sebagai agen PBB . Menurut sarjana 
hukum Mark Lemley , hanya pada titik inilah istilah ini  benar￾benar mulai dipakai  di Amerika Serikat (yang bukan merupakan 
pihak pada Konvensi Berne), dan itu tidak memasuki penggunaan 
populer di sana sampai berlalunya Bayh-Dole Act pada 1980. “Sejarah 
paten tidak dimulai dengan penemuan, melainkan dengan pemberian 
royal oleh Ratu Elizabeth I (1558-1603) untuk hak istimewa monopoli 
... Sekitar 200 tahun setelah akhir masa pemerintahan Elizabeth, 
bagaimanapun, sebuah paten mewakili hak hukum yang diperoleh oleh 
seorang penemu yang menyediakan kontrol eksklusif atas produksi 
dan penjualan penemuan mekanis atau ilmiahnya ... [menunjukkan] 
evolusi paten dari hak prerogatif kerajaan menjadi doktrin common-law. 
“ Istilah ini dapat ditemukan dipakai  dalam putusan Pengadilan Sirkuit 
Massachusetts Oktober 1845 dalam kasus paten Davoll et al. v. Brown , di 
mana Hakim Charles L. Woodbury menulis bahwa “hanya dengan cara ini 
kita dapat melindungi kekayaan intelektual, kerja pikiran, produksi, dan 
minat sama seperti milik manusia ... seperti gandum yang dia hasilkan, 
atau kawanan domba yang dia hasilkan. . “Pernyataan bahwa “penemuan 
yaitu ..properti” kembali lebih awal. Bagian 1 dari hukum Perancis 
tahun 1791 menyatakan, “Semua penemuan baru yaitu  milik penulis; 
untuk memastikan penemu properti dan kenikmatan sementara dari 
penemuannya, akan diberikan padanya paten selama lima, sepuluh atau 
lima belas tahun. “ Di Eropa, penulis Perancis A. Nion menyebutkan hak
cipta intelek dalam Droits civils des auteurs, artis dan inventeur , yang 
diterbitkan pada tahun 1846.
Sampai saat ini, tujuan hukum kekayaan intelektual yaitu  
untuk memberi  perlindungan sesedikit mungkin untuk men￾dorong inovasi . Secara historis, oleh sebab  itu, mereka diberikan 
hanya saat  mereka diperlukan untuk mendorong penemuan, terbatas 
dalam waktu dan ruang lingkup. Hal ini terutama sebagai hasil dari 
pengetahuan yang secara tradisional dipandang sebagai barang publik, 
untuk memungkinkan penyebaran luas dan peningkatannya. 
Asal usul konsep ini berpotensi dapat ditelusuri lebih jauh. Hukum 
Yahudi mencakup beberapa pertimbangan yang pengaruhnya mirip 
dengan hukum kekayaan intelektual modern, meskipun gagasan tentang 
penciptaan intelektual sebagai properti tampaknya tidak ada - terutama 
prinsip Hasagat Ge’vul (perambahan yang tidak adil) dipakai  untuk 
membenarkan jangka terbatas hak cipta penerbit (namun  bukan penulis) 
di abad ke-16. Pada 500 SM, pemerintah negara Sybaris, Yunani, 
menawarkan paten satu tahun “kepada semua orang yang harus 
menemukan penyempurnaan baru dalam kemewahan”.
Menurut Jean-Frédéric Morin, “rezim kekayaan intelektual global 
saat ini berada di tengah-tengah perubahan paradigma”. Memang, 
hingga awal 2000-an rezim IP global dulu didominasi oleh standar 
tinggi karakteristik perlindungan hukum IP dari Eropa atau Amerika 
Serikat, dengan visi yang seragam penerapan standar-standar ini di 
setiap negara dan beberapa bidang. dengan sedikit pertimbangan atas 
nilai-nilai sosial, budaya atau lingkungan atau tingkat pembangunan 
ekonomi nasional. Morin berpendapat bahwa “wacana yang muncul dari 
rezim IP global mendukung fleksibilitas kebijakan yang lebih besar dan 
akses yang lebih besar ke pengetahuan, terutama untuk negara-negara 
berkembang.” Memang, dengan Agenda Pengembangan yang diadopsi 
oleh WIPO pada tahun 2007, serangkaian 45 rekomendasi untuk 
menyesuaikan kegiatan WIPO dengan kebutuhan spesifik negara-negara 
berkembang dan bertujuan untuk mengurangi distorsi terutama pada 
masalah-masalah seperti akses pasien ke obat-obatan, akses pengguna 
Internet ke informasi , akses petani ke benih, akses programmer ke 
kode sumber atau akses siswa ke artikel ilmiah. Namun, pergeseran 
paradigma ini belum terwujud dalam reformasi hukum konkret di 
tingkat internasional.Demikian pula, didasarkan pada latar belakang ini bahwa perjanjian 
Aspek-aspek Perdagangan Terkait Hak-Hak Kekayaan Intelektual 
(TRIPS) mengharuskan anggota WTO untuk menetapkan standar 
minimum perlindungan hukum, namun  tujuannya untuk memiliki 
undang-undang perlindungan “satu-untuk-semua” Mengenai Kekayaan 
Intelektual telah dilihat dengan kontroversi mengenai perbedaan tingkat 
perkembangan negara. Terlepas dari kontroversi ini , perjanjian 
ini  telah secara luas memasukkan hak kekayaan intelektual ke 
dalam sistem perdagangan global untuk pertama kalinya pada tahun 
1995, dan telah berlaku sebagai perjanjian paling komprehensif yang 
dicapai oleh dunia.
 Sejarah HAKI di negara kita 
Undang-Undang Kekayaan Intelektual di negara kita  telah ada sejak tahun 
1840. Pemerintah Kolonial Belanda telah membuat undang-undang 
merek dagang pada tahun 1885. Undang-undang paten pada tahun 
1910, dan Undang-Undang Hak Cipta pada tahun 1912. Pada tanggal 
11 Oktober 1961 Pemerintah negara kita  telah membuat Undang-undang 
No. 21 tahun 1961 tentang perusahaan Merek Dagang dan Merek 
Dagang komersial (Hukum Merek Dagang 1961). Untuk mengubah 
Hukum Merek Dagang Kolonial Belanda. Undang-undang Merek 
Dagang 1961 mulai berlaku sejak 11 November 1961. Pada 10 Mei 
1979 negara kita  telah meratifikasi Konvensi Paris untuk Perlindungan 
Properti Industri (Revisi Stockholm 1967) berdasar  keputusan 
Presiden negara kita  No. 24 tahun 1979. Pada 12 April 1982, pemerintah 
negara kita  telah memberlakukan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 
1982 tentang Hak Cipta. Untuk mengganti Undang-Undang Hak Cipta 
Belanda. Pada tahun 1986 disebut sebagai era modern sistem Kekayaan 
Intelektual di negara kita .
· Pada tanggal 13 Oktober 1989, Dewan Perwakilan Rakyat Republik 
negara kita  telah menyetujui rancangan undang-undang paten dan 
mengesahkan Undang-Undang Paten No. 6 tahun 1989
· Pada 28 Agustus 1992, pemerintah negara kita  telah mengesahkan 
UU No. 19 tahun 1992 tentang merek dagang.
· Pada 15 April 1994, pemerintah negara kita  telah menandatangani 
Undang-Undang Final yang Mewujudkan Hasil Putaran Uruguay Perundingan Perdagangan Multilateral, yang mencakup Perjanjian 
tentang Aspek-aspek Terkait Perdagangan Hak-Hak Kekayaan 
Intelektual (TRIPS).
· Pada tahun 2001 pemerintah negara kita  telah melegitimasi UU 
No. 14 tahun 2001 tentang Paten, UU No. 15 tahun 2001 tentang 
Merek Dagang.
· Pada 2002 pemerintah negara kita  telah melegitimasi UU No. 19 
tahun 2002 tentang Hak Cipta.
· Pada 2004 pemerintah negara kita  telah melegitimasi UU No. 29 
tahun 2004 tentang Perlindungan Varietas Tanaman (PVT).
Lihat Sejarah Hak Kekayaan Intelektual di negara kita . Kita bisa tahu 
bahwa pemerintah negara kita  sangat serius untuk menegakkan Sistem 
Hak Kekayaan Intelektual di negara kita . sebab  dengan Hak Kekayaan 
Intelektual yang kuat di negara kita  akan membuat pertumbuhan 
ekonomi.
 Landasan Hukum HAKI
 Landasan Hukum HAKI Dalam Perpu
Landasan hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) yang di atur 
oleh Peraturan Perundang – undangan :
· Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Trademark (Merek)
v Pasal 90, UU No. 15 tahun 2001 :
“Seseorang yang dengan sengaja dan tidak memiliki hak namun  
memakai  merek orang lain untuk barang/jasa yang di 
produksi dan di perdagangkan, akan menerima hukuman 
penjara maksimal 5 tahun dan denda maksimal Rp 1 M.”
v Pasal 91, UU No. 15 tahun 2001:
“Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak memakai  
merek yang sama pada pokoknya dengan merek yang terdaftar 
milik pihak lain untuk barang dan atau jasa yang di produksi 
dan atau diperdagangkan, dipidana dengan penjara paling lama 
4 tahun dan atau denda paling banyak Rp.800 juta.”v Pasal 92, (1), UU No. No. 15 tahun 2001:
“Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak memakai  
tanda yang sama pada keseluruhan dengan indikasi geografis 
milik pihak lain untuk barang yang sama atau sejenis dengan 
barang yang terdaftar, dipidana penjara paling lama 5 Tahun 
dan atau denda paling banyak Rp1 M.”
v Pasal 92, (2), UU No. No. 15 Tahun 2001:
“Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak memakai  
tanda yang sama pada pokoknya dengan indikasi geografis 
milik pihak lain untuk barang yang sama atau sejenis dengan 
barang yang terdaftar, dipidana penjara paling lama 4 tahun 
dan atau denda paling banyak Rp800 Juta.”
v Pasal 93, UU No. No. 15 Tahun 2001:
“Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak memakai  
tanda yang dilindungi berdasar  indikasi asal pada barang 
atau jasa sehingga dapat memperdaya atau menyesatkan 
warga  mengenai asal barang atau asal jasa ini , 
dipidana penjara paling lama 4 tahun dan atau denda paling 
banyak Rp800 juta.”
v Pasal 94, UU No. 15 Tahun 2001:
“Barang siapa memperdagangkan barang dan atau jasa yang 
diketahui atau patut diketahui bahwa barang dan atau jasa 
ini  merupakan hasil pelanggaran sebagaimana dimaksud 
dalam pasal 90, 91, 92, dan 93 dipidana kurungan paling lama 
1 tahun atau denda paling banyak Rp200 Jt.”
· Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta :
v Pasal 72, (1), UU No. No. 19 Tahun 2002:
Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan 
perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau 
Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara 
masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda 
paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana 
penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling 
banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).v Pasal 72, (2), UU No. No. 19 Tahun 2002:
Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, 
mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan 
atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait 
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana 
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling 
banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
v Pasal 72, (3), UU No. No. 19 Tahun 2002:
Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak 
penggunaan untuk kepentingan komersial suatu Program 
Komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) 
tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima 
ratus juta rupiah).
v Pasal 72, (4), UU No. No. 19 Tahun 2002:
Barang siapa dengan sengaja melanggar Pasal 17 dipidana 
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau 
denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
v Pasal 72, (5), UU No. No. 19 Tahun 2002:
Barang siapa dengan sengaja melanggar Pasal 19, Pasal 20, atau 
Pasal 49 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 
(dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 
(seratus lima puluh juta rupiah).
v Pasal 72, (6), UU No. No. 19 Tahun 2002:
Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 
24 atau Pasal 55 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 
(dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 
(seratus lima puluh juta rupiah).
v Pasal 72, (7), UU No. No. 19 Tahun 2002:
Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 
25 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun 
dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus 
lima puluh juta rupiah).
v Pasal 72, (8), UU No. No. 19 Tahun 2002:
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 
27 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus 
lima puluh juta rupiah).
v Pasal 72, (9), UU No. No. 19 Tahun 2002:
Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 28 dipidana 
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau 
denda paling banyak Rp 1.500.000.000,00 ( satu miliar lima 
ratus juta rupiah).
· Undang-undang Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri
Suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis 
atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan dari padanya 
yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberi  
kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau 
dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, 
barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan.
v Pasal 54, (1), UU No. No. 31 Tahun 2000:
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan 
perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dipidana 
dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/
atau denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta 
rupiah).
v Pasal 54, (2), UU No. No. 31 Tahun 2000:
Barangsiapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana 
dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 23 atau Pasal 32 dipidana 
dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau 
denda paling banyak Rp 45.000.000,00 (empat puluh lima juta 
rupiah).
v Pasal 54, (3), UU No. No. 31 Tahun 2000:
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat 
(2) merupakan delik aduan.
· Undang-undang Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak 
Sirkuit Terpadu (DTLST)
Istilah dan Konsep Sistem Perlindungan DTLST Di beberapa 
negara maju mempunyai istilah Disain Tata Letak Sirkuit yang 
berbeda. Sebagai contoh misalnya Amerika Serikat menyebut 
Semiconductor Chip; Australia menyebut Circuit Layout atau Integrated Circuit, dan Eropa menyebut Silicon Chips; TRIPs 
Agreement menyebutkan sebagai Layout Design (Topographies) 
of Integrated Circuit dan negara kita  sendiri menyebut Desain Tata 
Letak Sirkuit Terpadu (DTLST). Perlindungan hak atas DTLST 
dapat diberikan oleh negara melalui Departemen Hukum dan HAM 
c.q. Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual apabila diminta 
dengan permohonan oleh pendesain atau badan hukum yang berhak 
atas desain ini .
v Pasal 42, (1), UU No. No. 32 Tahun 2000:
Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan salah 
satu perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dipidana 
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau 
denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta 
rupiah).
v Pasal 42, (2), UU No. No. 32 Tahun 2000:
Barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan sebagaimana 
dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 19, atau Pasal 24 dipidana 
dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau 
denda paling banyak Rp 45.000.000,00 (empat puluh lima juta 
rupiah).
v Pasal 42, (3), UU No. No. 32 Tahun 2000:
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat 
(2) merupakan delik aduan.
· Undang-undang Nomor 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan 
Varietas Tanaman (PVT)
Perlindungan Varietas Tanaman (PVT) atau hak pemulia tanaman 
yaitu  hak kekayaan intelektual yang diberikan kepada pihak 
pemulia tanaman atau pemegang PVT untuk memegang kendali 
secara eksklusif terhadap bahan perbanyakan (mencakup benih, 
stek, anakan, atau jaringan biakan) dan material yang dipanen 
(bunga potong, buah, potongan daun) dari suatu Varietas tanaman 
baru untuk dipakai  dalam jangka waktu yang telah ditentukan.
v Pasal 71, UU No. No. 29 Tahun 2000:
Barangsiapa dengan sengaja melakukan salah satu kegiatan 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) tanpa persetujuan pemegang hak PVT, dipidana dengan pidana 
penjara paling lama tujuh tahun dan denda paling banyak Rp 
2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah)
v Pasal 72, UU No. No. 29 Tahun 2000:
Barangsiapa dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1), dan Pasal 23, 
dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan 
denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
v Pasal 73, UU No. No. 29 Tahun 2000:
Barangsiapa dengan sengaja melanggar ketentuan Pasal 10 
ayat (1) untuk tujuan komersial, dipidana dengan pidana 
penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
v Pasal 74, UU No. No. 29 Tahun 2000:
Barangsiapa dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3), dipidana 
penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
v Pasal 75, UU No. No. 29 Tahun 2000:
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam BAB ini yaitu  
tindak pidana kejahatan.
· Undang-undang Nomor 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang
Rahasia dagang yaitu  informasi yang tidak diketahui oleh 
umum di bidang teknologi dan/ atau bisnis dimana mempunyai 
nilai ekonomis sebab  berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga 
kerahasiaannya oleh pemilik rahasia dagang. Lingkup perlindungan 
rahasia dagang meliputi metode produksi, metode pengolahan, 
metode penjualan, atau informasi lain di bidang teknologi dan/
atau bisnis yang memiliki nilai ekonomi dan tidak diketahui oleh 
warga  umum.
v Pasal 17,(1), UU No. No. 29 Tahun 2000:
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak memakai  
Rahasia Dagang pihak lain atau melakukan perbuatan 
sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 atau Pasal 14 dipidana 
dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juta 
rupiah).
v Pasal 17,(2), UU No. No. 29 Tahun 2000:
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) 
merupakan delik aduan.
13.4 Manfaat HAKI
13.4.1 Peranan HAKI Dalam Pembangunan Ekonomi
Dengan memengaruhi insentif untuk berinovasi, intelektual 
perlindungan hak properti dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi 
di negara kita  dengan cara-cara yang penting. Pertanyaan penting bagi 
banyak negara yaitu  apakah penegakan hukum kekayaan intelektual 
yang lebih ketat yaitu  strategi yang baik untuk pertumbuhan ekonomi. 
Bab inimeneliti peran hak kekayaan intelektual dalam ekonomi 
pertumbuhan, memanfaatkan data lintas negara tentang perlindungan 
paten, rezim perdagangan, dan karakteristik khusus negara. Itu bukti 
menunjukkan bahwa perlindungan kekayaan intelektual yaitu  penentu 
signifikan pertumbuhan ekonomi. Efek ini tampaknya sedikit lebih kuat 
di ekonomi yang relatif terbuka dan kuat untuk ukuran keterbukaan 
yang dipakai  dan untuk spesifikasi model alternatif lainnya. 
Penjelasan pertumbuhan ekonomi semakin berfokus pada kekuatan 
keuntungan yang diharapkan untuk memotivasi inovasi (Grossman dan 
Helpman, 1991; Romer, 1990b). Sementara itu, para pembuat kebijakan 
memperdebatkan apakah perlindungan yang lebih kuat dari kekayaan 
intelektual akan merangsang atau memperlambat pertumbuhan di 
negara mereka. Jika inovasi yaitu  mesin utama pertumbuhan dan 
agen berinovasi untuk menangkap atau memegang saham pasar mereka 
tidak akan mempertahankan sebaliknya, maka mungkin perlindungan 
intelektual properti mungkin mendorong pertumbuhan jangka panjang. 
Namun, pertanyaan penting yaitu  apakah perlindungan kekayaan 
intelektual selalu konsisten dengan inovasi dan pertumbuhan yang 
lebih tinggi. Misalnya, jika individu hanya berinovasi untuk menangkap 
atau memegang pangsa pasar, mereka mungkin tidak meningkatkannya 
tingkat inovasi dengan hak kekayaan intelektual yang lebih kuat saat  
bagian mereka dari S. D. Gupta et al. (eds.), Dinamika Globalisasi dan Pengembangan pasar sudah dijamin. Memang, beberapa bukti 
menunjukkan bahwa lebih kuat perlindungan hak kekayaan intelektual 
mungkin tidak memberi  stimulus untuk inovasi di negara kita  
negara yang sangat terlindungi dari perdagangan internasional. 
memakai  survei lebih banyak dari 3.000 perusahaan Brasil, Braga 
dan Willmore (1991) menemukan bahwa fIrms ‘ kecenderungan untuk 
mengembangkan teknologi mereka sendiri atau membelinya di luar 
negeri keduanya berhubungan negatif dengan tingkat proteksionisme 
perdagangan yang dinikmati industri mereka. Pekerjaan empiris Braga 
dan Willmore menunjukkan bahwa, dalam rezim tertutup, melindungi 
kekayaan intelektual mungkin tidak meningkatkan inovasi sebab  
kompetitif Kerangka kerja tidak memadai untuk merangsang banyak 
inovasi. Rivera-Batiz dan Romer (1991) menawarkan model teoritis 
yang menunjukkan kesimpulan yang serupa. Di model mereka, menyalin 
teknologi asing biasanya lebih menguntungkan daripada berinovasi 
dengan rezim perdagangan tertutup. Sebaliknya, rezim perdagangan 
terbuka mungkin menunjukkan keterkaitan yang lebih kuat di antara 
keduanya perlindungan dan inovasi kekayaan intelektual. 
Perdagangan terbuka menyiratkan bahwa perusahaan local lebih 
mungkin menghadapi persaingan dari produsen asing yang memakai  
yang terbaru teknologi baik dalam proses produksinya maupun dalam 
produknya. Bahkan, perusahaan lokal yang ingin memenuhi tantangan 
ini dengan membeli teknologi dari luar negeri dapat menemukan bahwa 
perlindungan kekayaan intelektual yang lemah di rumah menghambat 
upaya mereka. Bahkan, beberapa bukti menunjukkan bahwa perusahaan 
yang memproduksi teknologi asing sering menolak untuk melisensikan 
atau menyewakan inovasi terbaru mereka kepada perusahaan di negara￾negara yang lemah perlindungan kekayaan intelektual dalam ketakutan 
bahwa kontrak lisensi pada akhirnya akan tidak dapat diterapkan 
(Sherwood, 1990). 
Dalam sebuah survei terhadap 100 perusahaan utama AS dalam 
enam industri manufaktur, MansfIeld (1994) menemukan bahwa 
intelektual suatu negara lemah perlindungan hak properti menghalangi 
investasi asing langsung dan usaha patungan, terutama di fasilitas 
penelitian dan pengembangan. Bab ini membahas peran hak kekayaan 
intelektual dalam ekonomi pertumbuhan. Kami memakai  data lintas 
negara pada keseluruhan tingkat perlindungan paten, perdagangan rezim, dan karakteristik negara-spesifik dan menemukan kekayaan intelektual 
perlindungan (yang diukur dengan tingkat perlindungan paten) yaitu  
penting penentu pertumbuhan ekonomi. Efek ini sedikit lebih kuat dalam 
keadaan relatif terbuka ekonomi daripada di ekonomi yang relatif tertutup 
dan kuat untuk kedua ukuran keterbukaan yang dipakai  dan untuk 
spesifikasi model alternatif lainnya. Temuan kami menunjukkan bahwa 
struktur pasar dapat mempengaruhi hubungan di antara mereka hak 
kekayaan intelektual, inovasi, dan pertumbuhan. Meskipun hasil kami 
tidak sepenuhnya menangkap semua seluk beluk struktur pasar, temuan 
ini menunjukkan bahwa keterkaitannya antara inovasi dan perlindungan 
hak kekayaan intelektual mungkin lebih lemah peran dalam pasar yang 
kurang kompetitif.
Pendaftaran hak cipta memiliki keuntungan sebagai berikut:
 Registrasi membuat catatan publik dan bukti kepemilikan yang 
sah. Hal ini memungkinkan pemilik untuk mengambil tindakan 
hukum jika terjadi pelanggaran dan mengklaim kerusakan hukum
 Mengizinkan pembuat karya seni orisinal untuk melindungi dan 
memonetisasi hak mereka. Ini dapat dilakukan dengan membuat 
salinan, menjual, menerbitkan, menyiarkan, membuat karya 
turunan, dll. Hak juga dapat dilisensikan atau diberikan kepada 
seseorang untuk dipakai  dengan sejumlah uang atau segala 
bentuk pengembalian ekonomi lainnya.
 Seiring dengan itu memungkinkan pemegang hak cipta untuk 
menegakkan hak moralnya atas hak cipta.
 Pencipta memiliki hak untuk melakukan kontrol atas penggunaan 
bahan sastra dan artistik mereka.
Pemegang hak cipta sebuah buku dapat menerbitkan buku, 
membaca di depan umum, membuat salinan, dan menghasilkan darinya, 
mengklaim royalti atau kredit dalam karya apa pun yang terinspirasi atau 
berasal dari buku, misalnya. jika seseorang berencana untuk membuat 
film berdasar  buku ini, penulis aslinya harus diberi kredit. Dan 
pemilik akan memiliki hak untuk menuntut siapa pun yang mencoba 
melanggar haknya.Keuntungan melindungi kekayaan intelektual
Hak kekayaan intelektual (IP) tidak melindungi ide atau konsep. Mereka 
melindungi aset bisnis asli yang dapat menjadi vital bagi produk atau 
layanan kita, atau keberhasilan dan profitabilitas bisnis yang dijalankan.
Ada banyak keuntungan untuk mengamankan hak kekayaan 
intelektual. Misalnya, melindungi IP yang dapat membantu kita:
Tingkatkan nilai pasar bisnis yang dijalankan - IP dapat 
menghasilkan pendapatan untuk bisnis yang sedang berangsung 
melalui lisensi, penjualan, atau komersialisasi produk atau layanan 
yang dilindungi. Hal ini, pada gilirannya, dapat meningkatkan pangsa 
pasar atau meningkatkan laba bisnis. Dalam hal penjualan, merger atau 
akuisisi, memiliki aset IP terdaftar dan dilindungi dapat meningkatkan 
nilai bisnis .
Ubah ide menjadi aset yang menghasilkan laba - Ide-ide mereka 
sendiri memiliki sedikit nilai. Namun, IP dapat membantu dengan 
mengubah ide menjadi produk dan layanan yang sukses secara 
komersial. Melisensikan paten atau hak cipta seseorang, misalnya, 
dapat mengarah pada aliran royalti dan pendapatan tambahan yang 
dapat meningkatkan laba bisnis seseorang.
Pasarkan produk dan layanan bisnis - IP sangat penting dalam 
menciptakan citra untuk bisnis yang dijalankan. Pikirkan merek dagang, 
logo, atau desain produk . IP dapat membantu membedakan produk 
dan layanan di pasar dan mempromosikannya kepada pelanggan bisnis.
Akses atau kumpulkan dana untuk bisnis dapat memonetisasi aset 
IP melalui penjualan, lisensi, atau memakai nya sebagai jaminan 
untuk pembiayaan utang. Selain itu, seseorang dapat memakai  IP 
sebagai keuntungan saat mengajukan permohonan dana publik atau 
pemerintah, misalnya hibah, subsidi atau pinjaman.
Tingkatkan peluang ekspor untuk bisnis yang dijalankan - IP dapat 
meningkatkan daya saing di pasar ekspor. Seseorang dapat memakai  
merek dan desain untuk memasarkan barang dan jasa di luar negeri, 
mencari perjanjian waralaba dengan perusahaan di luar negeri, atau 
mengekspor produk yang sudah dipatenkan .
Meskipun beberapa hak IP bersifat otomatis, yang lain akan 
membutuhkan aplikasi dan pendaftaran formal sebelum seseorang 
dapat mengklaimnya.
Peran dan tantangan Hak Kekayaan Intelektual 
(HAKI) di negara kita 
--  Menciptakan iklim perdagangan dan investasi ke negara kita 
--  Meningkatkan perkembangan teknologi di negara kita 
--  Mendukung perkembangan dunia usaha yang kompetitif dan 
spesifik dalam dunia usaha
--  Meningkatkan invensi dan inovasi dalam negeri yang berorientasi 
ekspor dan bernilai komersial
--  Mempromosikan sumber daya sosial dan budaya yang dimiliki
--  memberi  reputasi internasional untuk ekspor produk lokal yang 
berkarakter dan memiliki tradisi budaya daerah.
Peranan HAKI dalam pembangunan ekonomi tidak dapat diragukan 
lagi, sebab  berdasar  data, negara-negara yang memiliki modal 
asset non fisik (modal intelektual) atau modal yang berbasis ilmu 
pengetahuan dan teknologi menyumbangkan kekayaan yang jauh 
melebihi kekayaan yang berbasis fisik (Sumber Daya Alam). Sebagai 
contoh negara-negara besar seperti Amerika Serikat pada tahun 1980 
memiliki asset pendapatan dari modal intelektual yang berbasis 
pengetahuan sebesar 36,5 % dari GNP nya, begitu juga dengan Jepang, 
Korea, Singapura. Mereka lebih maju dari pada negara negara kita  yang 
kaya akan SDA nya. 
Peran HAKI sangatlah penting bagi semua orang khususnya 
pengusaha. Hak Atas Kekayaan Intelektual wajib dipahami oleh para 
pengusaha dalam menjalankan bisnis dalam keseharian mereka. sebab  
HAKI memberi suatu perlindungan terhadap bisnis yang sedang 
dijalankan oleh pengusaha ini .
Ada juga manfaat perlindungan Hak Atas Kekayaan Intelektual 
(HAKI) yaitu  :
a. memberi  perlindungan hukum sebagai insentif bagi pencipta 
inventor dan desainer dengan memberi  hak khusus
untuk mengkomersialkan hasil dari kreativitasnya dengan 
menyampingkan sifat tradisionalnya.
b. Menciptakan iklim yang kondusif bagi investor.
c. Mendorong kegiatan penelitian dan pengembangan untuk 
menghasilkan penemuan baru di berbagai bidang teknologi.
d. Sistem Paten akan memperkaya pengetahuan warga  dan 
melahirkan penemu-penemu baru.
e. Peningkatan dan perlindungan HAKI akan mempercepat per￾tumbuhan indrustri, menciptakan lapangan kerja baru, mendorong 
pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kualitas hidup manusia yang 
memberi  kebutuhan warga  secara luas.
f. negara kita  sebagai negara yang memiliki keanekaragaman suku/ 
etnik dan budaya serta kekayaan di bidang seni, sastra dan budaya 
serta ilmu pengetahuan dengan pengembangannya memerlukan 
perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) yang lahir dari 
keanekaragaman itu.
g. memberi  perlindungan hukum dan sekaligus sebagai pendorong 
kreatifitas bagi warga .
h. Mengangkat harkat dan martabat manusia dan warga  
negara kita .
i. Meningkatkan produktivitas, mutu, dan daya saing produk ekonomi 
negara kita .