Tampilkan postingan dengan label dukun. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label dukun. Tampilkan semua postingan

dukun

  
Dukun atau Shaman1 merupakan fenomena besar dan selalu 
mengiringi kita dalam setiap sendi kehidupan baik disadari maupun tidak, 
mereka mampu menolong, mengobati dengan cara memberi jampi atau 
ramuan tertentu bahkan dengan sedikit mantra yang diucapkan ketika proses 
menyembuhkan si pasien.  
Dalam pembagian kerjanya Dukun ternyata memiliki spesialisasi 
tertentu, seperti: Dukun Bayi, Dukun Pijet, Dukun Prewangan, Dukun 
Calak(orang yang memiliki ilmu untuk mengkhitan), Dukun Wiwit, Dukun 
Temanten, Dukun Petungan, Dukun Sihir, Dukun Susuk, Dukun Jampi, 
Dukun Siwer dan Dukun Tiban.2 Geertz juga menjelaskan bahwa dukun 
juga sekaligus merangkap berbagai jenis dukun yang lain, kecuali dukun 
bearanank atau bayi. Karena spesialisasi ini dianggap hanya milik seorang 
perempuan saja dengan segala jenis kesabaran dan ke tlatenan yang 
diberikan kepada si bayi, mulai dari menemani sang ibu bayi dalam proses 
persalinan sampai pada merawat bayi setelah keluar dari rahim ibunya.  
Geertz dalam bukunya Agama Jawa. Pemilahan dukun dalam setiap 
kelompok memiliki tradisi sendiri. Dalam tradisi dukun priyayi, sosok 
                            
dukun akan sering di sebut sebagai paranormal untuk membantu tokoh-
tokoh priyayi dalam menjalankan roda pemerintahan, menggunakan tehnik 
jimat yang harus dibawa atau ditaruh ditempat yang dikehendaki oleh 
pelakunya. Dukun santri atau yang lebih femiliar disebut kyai menggunakan 
kalimat-kalimat bahkan huruf dari al-Qur’an karena memiliki kekuatan 
yang dipercaya dapat membantu orang yang menggunakannya, sehingga 
dalam setiap tata cara yang di lontarkan pasti tidak akan berseberangan 
dengan akidah Islam. Sedang yang terakhir dukun abangan, bagi sebagian 
orang dukun abanganlah yang memang pantas di sebut sebagai dukun, sebab 
sosok ini yang menggunakan prewangan sebagai alat bantu, menggunakan 
media puasa untuk mensucikan diri supaya ilmu dapat turun kepadanya dan 
masih banyak lagi hal yang dianggap sepatutnya gelar itu tersandar olehnya.  
Sedang dalam tradisi modern saat ini banyak orang tidak suka 
dipanggil dukun dengan berbagai alasannya, namun kata ganti yang lebih 
populerpun muncul untuk menggantikannya. sebut saja guru spiritual, 
biasanya digunakan seseorang untuk memberikan wejangan dan pertahanan 
spiritual kepada sosok yang memiliki panggkat tinggi atau public figur.  
Lalu ada lagi yang bernama orang tua, mereka yang disebut dengan nama 
itu bisanya sebagai tokoh sentral dalam warga, dalam setiap laku sosial 
warga pasti terus dilibatkan karena mereka dianggap mampu dalam 
segala hal, apalagi kaitannya dengan dunia spiritual. 
Ada sebuah ungkapan yang menjadi tren dalam warga kita kala 
ini, “Cinta Ditolak, Dukun Bertindak”. Bukan hanya sekedar kata-kata 
namun kalimat ini memang benar adanya. Dalam setiap laku spiritual  
seorang dukun, banyak dari mereka yang menggunakan berbagai jenis 
mantra3 dan jimat4. Dalam berbagai hal, warga kita pasti mengenal 
bahkan memiliki barang ini. Baik untuk sekedar membantu menjaga 
keselamatan, memperlancar proses perekonomian bahakan yang lebih tren 
saat ini adalah masukknya proses spiritual ini pada pola perpolitikan 
kita. 
Menarik untuk dikaji memang berkaitan dengan hal ini, 
bagaimana pola berpikir warga kita yang sudah modern seperti ini 
masih menggunakan tradisi yang tidak dapat di rasionalkan. Apalagi sisi ini 
sudah menjadi rahasia umum untuk mendapatkan posisi formal pasti ada 
unsur non-formal yang selalu mengirinya. 
Pasti kita sering mendengar pengobatan alternatif dimanapun itu, 
bagaimana cara kerja mereka. Menurut Dimyati Huda dalam bukunya 
“Varian warga Islam Jawa Dalam Perdukunan” yang mengutip dari 
Hozmanto yang mengatakan “lahirnya cara medis, batinnya cara 
alternatif”.5 Garis besarnya ada suatu hal yang tidak bisa dijangkau oleh 
kemampuan medis, yaitu perkara batin. Dalam dunia warga jawa 
istilah dalam pengobatannya untuk wilayah medis pasti akan menyebutnya 
dengan fisik atau lahir, sedang untuk wilayah ghaib akan disebut 
menggunakan batin. 
                                                             
mampuan spiritual atau yang biasa disebut ilmu ini setiap orang 
memiliki perbedaan, karena memang dalam memperolehnya berbeda-beda. 
Dukun dalam menyelesaikan masalah sosial dan ekonomi memiliki 
perbedaan dalam menyelesaikannya, apalagi dengan masalah politik yang 
syarat akan tumpang tindihnya pola pikir seseorang. 
Dunia ekonomi dan praktik perdukunan saat ini  menampakkan 
keterkaitan yang kuat, sebut saja tradisi memukul-mukulkan uang pada 
waktu membuka jualan di pagi hari. Ritual ini di maksudkan untuk menarik 
rezeki datang kepadanya. Selanjutnya tengok juga dlam tradisi komunitas 
cina yang memasang boneka kucing berwarna keemasan yang Maneki 
Neko.6 Lihat juga dalam setiap toko, kebanyakan ada suatu jimat-jimat 
tertentu yang dipasang atau ditaruh dalam toko ini. Misalnya ada jimat 
yang dimasukkan dalam bambu berwarna kuning yang dipakukan diatas 
pintu masuk toko, ada lagi yang ditaruh di laci bersama uang guna 
melindungi uang ini dan masih banyak jimat atau apapun yang 
digunakan oleh dukun sebagai perantara membantu pasiennya. 
Masih dari sisi ekonomi, praktik perdukunan selain memberikan 
bantuan berupa jimat-jimat yang bisa ditemukan ditoko, atau yang selalu 
dibawa oleh pemiliknya ternyata dukun juga memberikan stimulus lain 
berupa sebuah mantra yang harus dibaca oleh orang yang meminta 
pertolongan ini. Misal, mantra penglaris, mantra ini dibaca oleh orang 
yang ingin dagangannya laris guna memperbanyak penghasilan yang dia 
                                                             
dapatkan, biasanya pembeli secara tidak sadar seperti mendapat intuisi atau 
bisikan ghaib guna membeli sesuatu di toko orang ini. Jadi sama 
halnya dengan mempengaruhi alam bawah sadarnya dengan hal-hal ghaib. 
Sifat ilmu yang diberikan oleh dukun biasanya besifat pribadi dan 
harus mendapatkan legalitas atau ijazah dari sang dukun ini. Mungkin 
kita pernah tahu bagaimana seseorang karena hanya alasan tidak suka dan 
mempunyai dendam, orang ini pergi ke dukun guna memberikan 
pelajaran kepada orang ini. “Ilmu Hitam”, dengan tujuan untuk 
mencelakai seseorang ataupun ingin mendapatkan sesuatu hal yang 
sejatinya memang taidak pantas untuk dirinya. Dengan perantara dukun 
yang meminta tolong kepada sosok dewi durga yang di identikkan sebagai 
simbol dari seluruh kejahatan untuk menyelakai orang ini.
Pada laku spiritual ini, sang dukun kenapa harus meminta 
bantuan kepada sosok dewi durga. Dikarenakan bisa dimungkinkan orang 
yang akan dikenai juga memiliki kekuatan ghaib sendiri guna melindungi 
dirinya. Lalu tinggal bagaimana kekuatan baik dan buruk itu bertarung, 
siapa yang menang dan siapa yang kalah. Atau bahkan orang yang ingin 
mencelakai ini melakukan laku spiritual ini setelah mendapat 
restu dari dukun ini, jadi seperti halnya dukun ini memberikan 
kunci untuk meminta bantuan sosok durga itu.  
Menengok pada tradisi seperti ini, sudah menjadi kewajaran tentang 
praktik spiritul zaman dahulu, banyak anak-anak, dewasa, laki-laki atupun 
perempuan untuk mendapatkan sebuah ilmu, mereka merelakan waktunya 
                                             
untuk bersemedi atau bermeditasi untuk mendapatkan suatu kemampuan 
khusus dari sosok yang dia mintai. Kekuatan yang dia dapat selain dapa 
mencelakakan orang lain juga dapat membantu orang.8 Geertz, dalam 
bukunya Abangan Santri Priyayi, memaparkan bahwa hampir pada 
umumnya orang jawa tidak mau jika dikatakan pernah melakukan semedi 
karena diangap akan mencelakai orang lain.9 
Pola pikir untuk menyalahgunakan kekuatan ghaib ini 
sejatinya muncul dari pikiran manusia yang sudah dipenuhi dengan niatan 
buruk, bentuk penggunaan kekuatan ilmu hitam ini diasosiasiakan oleh 
orang jawa sebagai perilaku jahat. seorang dukun yang menggunakan ilmu 
hitam ini hanya dapat di netralkan efeknya jika ada dukun yang 
memiliki kemampuan sama atau lebih tinggi. Karenanya praktik ilmu hitam 
seperti ini dikutuk keras oleh warga.  
Mulder memaparkan, ada dua usaha mistik; pertama, kebatinan 
sebagai mendalami batin, diri sendiri serta mengetahui kekuatan yang 
paling utama guna memperoleh ilmu mistik demi tercapainya perbuatan 
baik atau buruk. Kedua, klenik. Menurut Sosrosudigjo dalam Etika Jawa, 
klenik merupakan “praktik jahat yang didorong oleh kekuatan nafsu rendah 
demi benda-benda duniawi serta kemampuan jahat.10 
Menurut Heru S.P. Saputra yang mengutip dari Suryadipura 
menjelaskan, dalam aspek tubuh manusia memliki empat nafsu. Aluamah, 
                                                             
Amarah, Supiyah, Mutmainnah.nafsu-nafsu ini ternyata merefleksi dari 
berbagai kekuatan yang ada di alam semesta, tanah, api, angin dan air. 
Aluamah refleksi tanah yang di identikkan berwarna hitam dan bersifat 
jahat, malas, mencarikenikmatan dan suka akan kemaksiatan. Amarah 
adalah refleksi api yang bersifat keras, otoriter namun memiliki banyak 
inspirasi, nafsu ini di identikkan berwarna merah. Supiyah merupakan 
refleksi dari angin dapat dimaknai sebagai keindahan atau seni yang di 
identikkan berwarna kuning. Sedang Nafsu Mutmainnah refleksi air yang 
menyimbolkan pengetahuan, keadilan dan biasanya berwarna putih. Dan 
ketika semua sifat itu sudah dapat dikendalikan dengan kesadaran total 
dirinya, orang ini akan mulai masuk pada bgian inti dimana hal ini 
menunjukkan kesejatian diri atau aku. Dengan sepenuhnya menggunakan 
“rasa” dalam merasakan segala 
Seseorang yang sudah dapat melakukan berbagai hal ini, 
sejatinya sudah  memiliki kunci untuk membuka potensi diri layaknya 
seorang dukun, namun ternyata masih sangat jarang orang yang ingin 
melakukannya. Selain hal yang sudah terpaparkan kaitannya dengan 
kehidupan sosial, kita masih sering mendengar tradisi slametan. Biasanya 
di pimpin tokoh adat atau tokoh agama. Sebagai suatu kesepakatan yang 
telah menjadikannya khas. 
 
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Dukun berarti orang yang 
mengobati, menolong orang sakit, memberi jampi-jampi (mantra, guna-
guna).13 Menurut Heru S.P. Saputra dalam Glosari buku Memuja 
Mantra Dukun merupakan Orang yang memiliki ngelmu ghaib yang 
diperoleh dengan cara laku mistik dan memanfaatkannya untuk 
membantu atau menolong orang yang membutuhkannya.
Sedang Geertz, membagi dukun dalam beberapa jenis keahliannya, 
seperti: Dukun Bayi, Dukun Pijet, Dukun Prewangan, Dukun 
Calak(orang yang memiliki ilmu untuk mengkhitan), Dukun Wiwit, 
Dukun Temanten, Dukun Petungan, Dukun Sihir, Dukun Susuk, Dukun 
Jampi, Dukun Siwer dan Dukun Tiban.enurut Heru S. P. Saputra, Dukun merupakan Orang yang 
memiliki ngelmu ghaib yang diperoleh dengan cara laku mistik dan 
memanfaatkannya untuk membantu atau menolong orang yang 
membutuhkannya.16 Dukun yang merupakan sosok penolong dan 
pembantu akhirnya mendapatkan porsi yang selalu menjadi pusat dikala 
individu mengalami kebuntuan dalam menyelesaikan sebuah masalah.  
2. warga 
warga adalah sekelompok orang yang membentuk suatu sistem 
menjaga interaksi terus berlanjut antara individu dengan individu yang 
menjadi bagian dari warga ini. menurut akar katanya, 
warga diambil dari bahasa Arab musyaraka yang berarti saling 
bergaul.Dalam bahasa inggris warga disebut society yang 
bermakna kumpulan orang yang membuat sistem baru dan terjalin 
komunikasi. Peter L Berger beranggapan bahwa warga merupakan 
bagian yang membentuk hubungan yang bersifat luas.
Dari anggapan ini warga adalah individu yang menempati 
suatu wilayah yang nyata, dan yang berinteraksi menurut suatu istem 
adat-istiadat, serta yang terikat oleh suatu rasa identitas. Sehingga dari 
hal ini warga merupakan apa yang ia berikan untuk individunya 
                                                             
atau dua namun hampir semuanya kecuali Dukun bayi yang hanya akan di miliki oleh perempuan 
saja. 
dan pemberian apa yang diberikan oleh individu terhadap sebuah 
warga.  
3. Konstruk Kesadaran 
Sebagai sebuah fenomena yang ada di warga kita yang 
memiliki beragam model keagamaan tidak bisa dipandang sebelah mata 
saja kalau dukun ini merupakan sosok yang jahat yang mampu 
untuk menyakiti lawannya dengan berbagai cara yang diinginkan oleh 
pasiennya. 
warga dan individu memerankan proses konstruk ini, 
salingnya keterkaitan keduanya semakin memperkuat konstruk yang 
ada didalamnya. Individu melakukan proses internalisasi dalam tubuh 
warga tentang dukun, setelah konsep dasar yang dimiliki 
warga telah selesai untuk mendeskripsikan tentang dukun maka 
proses eksternalisasi warga kembali kepada individu secara umum 
dam mengakibatkan pandangan masyrakat secara utuh dan tuntas akan 
mendeskripsikan dukun. antara dukun dan warga tampil pada porsi 
yang sama karena konstruk dalam warga ini memang 
meyakini kekuatan yang yang besar diluar mereka dan kekuatan ini 
ada untuk dimanfaakan. 
4. Mistisisme 
Menurut Geertz, mistisisme dibagi menjadi delapan postulat, yakni:  
a. Dalam kehidupan sehari-hari manusia, perasaan tentang “baik” dan 
“buruk”, “kebahagiaan” dan “kesengsaraan”,  secara inheren serta 
                                                             
tidak bisa di pisahkan. Variasi seperti ini sama saja untuk semua 
perasaan (cinta, benci, takut dan lain sebagainya), sehingga yang 
menjadi tujuannya adalah meminimalkan semua nafsu, menahannya 
untuk dapat sepenuhnya mengerti “perasaan”yang lebih besar dan 
benar karena yang menjadi tujuannya adalah tentrem ing manah 
“kebahagiaan di hatinya”. 
b. Di “balik” perasaan manusiawi yang kasar, ada sebuah perasaan 
yang murni dan damai yang merupakan diri sejati sebagai 
manifestasi Tuhan. 
c. Tujuan manusia hanyalah untuk mengetahui atau merasakan rasa 
tertinggi dalam dirinya. 
d. Untuk memperoleh pengetahun tentang rasa tertinggi ini, orang 
harus memiliki kemurnian kehendak, harus memusatkan kehidupan 
batin sepenuhnya untuk mencapai tujuan tunggal ini, 
mengintensifkan dan memusatkan semua sumber-sumber spiritual 
pada satu titik kecil, seperti kalau orang memusatkan sinar matahari  
melalui kaca pembesar untuk menghasilkan panas yang maksimum 
pada satu titik. 
e. Selain disiplin spiritual dan meditasi, studi empiris terhadap 
kehidupan emosional, sebuah psikologi metafisik, juga 
memunculkan pengertian serta pengalaman mengenai rasa. 
f. Karena orang berbeda-beda dalam kesanggupannya melaksanakan 
disiplin spiritual untuk waktu yang lama, sehingga menimbulkan 
sistem hierarki guru dan murid, dimana seorang guru yang maju 
 
 
mengajar kepada murid yang kurang maju, sedang ia sendiri 
merupakan murid dari guru yang lebih maju lagi. 
g. Pada tingkat pengalaman dan eksistensi tertinggi, semua orang 
adalah satu dan sama. Tidak ada individualitas, karena rasa, aku dan 
Gusti adalah “objek abadi” yang sama dalam semua orang. 
h. Karena tujuan semua manusia seharusnya adalah mengalami rasa, 
maka sistem religi, kepercayaan dan praktik-praktiknya hanyalah 
alat untukmencapai tujuan itu dan hanya baik sepanjang semua itu 
bisa membawa kesana. 
Dalam hal ini dukun memerankan posisnya sebagai sosok yang 
berada posisi yang guru yang akan terus membimbing muridnya dan 
memberikan pertolongan kepada pasiennya dalam menyelesaikan 
berbagai masalah.  
Sedang menurut Mulder mistisisme yang berasalah dari kata batin 
karena dalam dunia modern disebut kebatinan yang berarti “dalam”, 
didalam hati, tersembunyi dan penuh rahasia.22 Pada praktiknya 
kebatinan adalah sebuah upaya untuk berkomunikasi dengan realitas 
tertinggi.23 Sehingga sosok dukun atau kyai yang melakukan meditasi 
maupun mujahadah untuk mendapatkan pengetahuan baru dlam 
mengatasi masalah ia akan melakukan proses ini untuk 
berkomunikasi dengan Tuhan. 
                                                             
D. Kontribusi Penelitian 
Penelitian ini berusaha mendeskripsikan bagaimana warga 
memandang dan peran  dukun dalam struktur sosial politik dan ekonomi 
warga. Harapan penelitian “Dukun dalam Struktur Sosial, Politik, 
Ekonomi warga” dapat memberikan kontribusi, diantaranya: 
1. Kontribusi Akademik 
Memahami bagaimana pola pikir warga terhadap sosok dukun 
yang oleh warga sendiri  dikonotasikan jelek, secara rinci akan ada 
pemaknaan ulang tentang dukun dan bagimana seharusnya memandang 
dukun. Beragam makna dan istilah tentang dukun akan dihadirkan oleh 
peneliti sebagai wujud menjernihkan pandangan dan menata ulang 
kesadaran warga. Bagaimana dukun yang selalu berkaitan dengan 
hal-hal mistis dan selalu diidentikkan dengan hal yang jahat.  
Tanpa kita sadari, nyatanya dukun memiliki andil yang tak ternilai 
juga dalam setiap aspek hidup manusia, warga yang menganggap 
dirinya benar-benar rasionalis maupun positivis24 nyatanya masih 
sangat kebergantugan dengan episteme mistik yang dihadirkan oleh 
leluhur kita dari lahir sampai kita mati. Dengan begini penelitian ini 
dapat membuka cakrawala mistik dalam dunia akademik sehingga dapat 
saling mengisi dan tanpa saling menuding satu sama lain karena ketidak 
berhasilannya. 
                                                             
2. Kegunaan 
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk umum serta 
lingkup akademik. Karena dalam penelitian ini, peneliti akan banyak 
menghadirkan sesuatu yang sangat tidak logis untuk dapat dianalisa oleh 
sistem akademik, namun bukan berarti penelitian ini tidak terstruktur 
secara akademik. Semoga hasil riset ini  dapat membongkar cara 
berpikir warga pada umumnya yang selalu tidak percaya dan 
menyepelekan hal-hal ini. 
Hasil penelitian ini diharapkan sebagai alat penunjang untuk melihat 
literatu-literatur lama ataupun baru yang berkaitan langsung akan 
perubahan sosial, politik dan ekonomi dalam warga kita yang di 
tata oleh dukun. Serta diharapkan warga kita baik akademik dan 
non akademik dapat menelaah ulang cara pandang mereka terhadap 
dukun. 
E. Penegasan Istilah 
Dalam upaya untuk meminimalisir kekeliruan sekaligus 
memperoleh pemahaman yang jelas terhadap kajian dalam skripsi ini, 
penegasan istilah sangat diperlukan untuk membatasi ruang lingkup yang 
berkaitan dengan judul skripsi ini. Terutama yang berkaitan dengan istilah, 
warga  dalam struktur sosial, politik dan ekonomi serta dukun.  Istilah-
istilah ini akan sering diulang dan dipergunakan dalam pembahasan 
skripsi ini. 
 
 
1. warga dalam struktur warga sosial, politik dan 
ekonomi 
Sekelompok orang yang membentuk suatu sistem dengan 
menjaga interaksi terus berlanjut antara individu dengan 
individu yang menjadi bagian dari warga ini. 
Berasal dari akar kata arab musyaraka yang berarti saling bergul 
dan dalam bahasa inggris yaitu society yang bermakna kumpulan 
orang yang membuat sistem baru untuk saling terjaganya 
komunikasi. 
Struktur yang hadir dalam sebuah warga adalah sosial, 
politik dan ekonomi. Mempunyai keterkaitan yang pas antara 
satu dengan yang lain. Manusia dalam struktur sosialnya sebagai 
individu yang akan terus menjalin komunikasi dengan yang lain, 
manusia akan selalu ingin berada dalam posisi yang 
menguntungkan, kebutuhan yang semakin meningkat karena 
statusnya, menuntut adanya penguat dalam hal ekonomi. 
tujuannya hanya ingin menjaga eksistensi dirinya tetap ada. Lalu 
keterkitan sosial dan dan ekonomi membawa manusia sebagai 
makhluk sosial  berhubungan dengan politik, baik praksis 
maupun personalnya. Secara personal, politik berguna 
mewujudkan usahanya untuk dapat terealisasi, baik berupa 
keinginan yang berimplikasi kepada dirinya sendiri maupun 
warga umum. Berbeda jika politik mengarah pada struktur 
                                                             
kepemerintahan, ini digunakan untuk pembagian wilayah 
kekuasaan guna proses membuat sebuah kebijakan. 
2. Dukun 
Dalam makna yang lebih dalam KBBI, sebagai penolong 
atau pemberi obat. Menurut Heru S. P. Saputra, Dukun 
merupakan Orang yang memiliki ngelmu ghaib yang diperoleh 
dengan cara laku mistik dan memanfaatkannya untuk membantu 
atau menolong orang yang membutuhkannya.26 Sedang Geertz 
yang memandang dukun dari sebuah fenomena keagamaan 
(Abangan, Santri dan Priyayi), sebagian besar ada di kalangan 
abangan dan dukun santri serta priyayi menjadi variasi 
sekunder. 
Kyai yang menempati posisi varian sekunder dalam 
identifikasi dukun yang dalam fenomenanya kyai adalah seorang 
yang berada pada wilayah keagamaan santri. Akhirnya nama 
dukun menjadi faktor general dalam ketiga varian keagamaan 
ini sampai saat ini. Hal ini yang harus diluruskan dalam 
pola pikir warga. 
                                                            
Menurutnya 
dari fenomena yang ada diwarga Mojokuto, dukun terbagi menjadi berbagai jenis, seperti: 
Dukun Bayi, Dukun Pijet, Dukun Prewangan, Dukun Calak (orang yang memiliki ilmu untuk 
mengkhitan), Dukun Wiwit, Dukun Temanten, Dukun Petungan, Dukun Sihir, Dukun Susuk, Dukun 
Jampi, Dukun Siwer dan Dukun Tiban. Namun dalam praktiknya hanya dukun bayi yang tidak bisa 
dirangkap oleh satu orang, biasanya satu dukun bisa menjadi dukun sihir, susuk, wiwit, jampi dan 
yang lainnya, sedang dukun bayi hanya bisa dilakukan oleh perempuan selain sebagai penolong 
ketika melahirkan, sosok perempuan memiliki jiwa yang tlaten dalam mengurus bayi dari pada 
seorang lakilaki. 
 
 
F. Prior Research 
Ada beberapa penelitian terdahulu yang menjadi pijakan dasar 
penelitian ini untuk selanjutnya dikembangkan kearah yang lebih spesifik 
yaitu representasi dukun dalam struktur sosial politik dan ekonomi.  
Penelitian yang pertama yaitu penelitian yang menghasilkan karya 
The Religion of Java oleh Clifford Geertz (copyright 1960 by The Free 
Press of Glencoe, London ). Ia melihat warga Jawa yakni tepatnya di 
Mojokuto Kediri sebagai suatu sistem sosial dengan kebudayaannya yang 
akulturatif dan agamanya yang menurutnya sinkretik, yaitu terdiri atas sub-
kebudayaan Jawa yang masing-masing memiliki struktur sosial yang 
berlainan. Dalam karyanya ini dia memaparkan tiga struktur sosial yaitu 
abangan (struktur sosial yang berpusat di pedesaan dan menekankan aspek 
spiritualnya), kemudian santri (struktur sosial yang berpusat di tempat 
perdagangan atau pasar, yang menekankan aspek-aspek Islam), dan 
selanjutnya priyayi (struktur sosial yang berpusat di kantor pemerintahan 
atau di kota, yang berbasis pada aristokrat hindu jawa). Perwujudan ekspresi 
keagamaan dari ketiga struktur sosial ini adalah ritual-riual yang 
berkaitan dengan usaha-usaha untuk menghindarkan berbagai gangguan 
makhluk halus yang dianggap jahat yang menyebabkan ketidakaturan dan 
kesengsaraan warga. Ritual-ritual yang di maksud khususnya adalah 
slametan. 
Penelitian berikutnya adalah karya Andrew Beaty dengan judul 
Variasi Agama di Jawa Suatu Pendekatan Antropologi yang diterbitkan 
tahun 2001 dengan judul asli Varieties Of Javanense Religion. Dalam karya 
ini yang menjadi titik perhatian adalah konsep kegiatan selametan. Dalam 
penemuan penelitian di daerah Banyuwangi (di daerah Cungking), Beaty 
memaparkan bahwa selametan adalah peristiwa komunal, akan tetapi tidak 
mendefinisikan komunitas secara tegas. Di dalam ritual selametan 
berlangsung melalui ungkapan verbal yang panjang di mana semua orang 
setuju denganya. Akan tetapi peserta selametan secara perseorangan belum 
tentu sepakat akan maknanya. Selametan merupakan media untuk 
menyatukan semua orang dalam perspektif bersama, seperti halnya 
manusia, Tuhan, dan dunia. Beaty menemukan suatu kompromi dan sintesa 
sementara dalam ritual selametan yakni kesepakatan sementara di antara 
orang-orang yang berbeda orientasinya. 
Sedang penelitian yang terakhir adalah hasil penelitian dari Mahony 
Inez berjudul The Role of Dukun in Contemporary East Java: a case study 
of Banyuwangi yang dilakukan di desa Gintangan Kecamatan Blimbingsari 
Kabupaten Bayuwangi. Dalam penelitian ini, Mahony Menujukkan 
keseriusannya dalam upaya untuk melihat peran dukun yang ada di masa 
lampau dan masa modern ini serta melihat seberapa besar pengaruh yang 
diberikan oleh dukun terhadap warga. 
G. Metode 
1. Pendekatan dan Rancangan Penulisan 
Metode penelitian yang tepat dan tajam berguna agar penelitian ini 
dapat memunculkan pandangan asli dari seorang dukun. Penelitian ini 
akan lebih banyak terpusat ke lapangan sehinga secara langsung peneliti 
dapat merasakan apa yang dirasakan oleh dukun dengan segala aspek 
kehidupannya. Bagaimana seorang dukun ketika menerima seorang 
tamu bahkan bagaimana seorang dukun sedang dalam proses 
memberikan pertolongan ke orang yang membutuhkan.. Penelitian ini 
masuk dalam jenis penelitian deskriptif yaitu berusaha mendeskripsikan 
seluruh aspek dalam diri seorang dukun. Hal ini bertujuan untuk 
mengetahui bagimana cara pandang seorang dukun dalam sebuah 
warga dan mengetahui keluh kesah dukun dari kacamata 
masyaraka umum, sebab anggapan dukun yang sudah menjadi barang 
lazim bahwa dukun merupakan orang yang menggunakan kemampuan 
spiritualnya untuk hal-hal yang tercela. 
Deskriptif merupakan teknik penulisan yang memaparan 
peristiwa atau situasi. Penelitian deskriptif ditunjukkan untuk: 
1. Mengumpulkan informasi secara rinci yang menggambarkan 
gejala yang ada. 
2. Mengidentifikasi masalah dan praktik-praktik yang dilakukan 
berkenaan dengan proses pengobatan maupun memberi 
bantuan. 
3. Mengetahui cara pandang warga tentang dukun dengan 
segala kemampuan seorang dukun, muali dari sisi yang positif 
maupun negatif. 
Karena penelitian ini menggunakan metode kualitatif, maka 
masih akan ada kemungkinan terjadinya perubahan dalam teori yang 
digunakan oleh peneliti karena sifatnya yang masih sementara sebab 
data yang didapat oleh peneliti masih memiliki kemungkinan yang jauh 
berbeda dari asumsi awal peneliti pada hipotesisnya.28 
Penelitian kualitatif menghindari penggunaan angka dalam 
perhitungan yang sudah terukur sebelumnya.kepadatan data adalah apa 
yang dicari untuk menemukan nilai-nilai baru yang belum terekspos 
sebab seluruh frame penelitian ini menggunakan cara pandang dukun 
sehingga secara tuntas mengangkat maksud dan tujuan mereka untuk 
dipahami oleh kalangan umum.  
Sedangkan menurut Bogdan dan Taylor penelitian kualitatif 
adalah penelitian dengan prosedur tertentu yang menghasilkan data 
deskriptif, berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan 
perilaku yang dapat diamati, sehingga hasil yang diperoleh mengenai 
subyek penelitian bersifat holistik (utuh). Maka dari itu, penelitian 
kualitatif perlu menekankan pada pentingnya kedekatan dengan orang-
orang dan situasi penelitian yang ada, agar penelitian memperoleh 
pemahaman jelas tentang realitas dan kondisi kehidupan nyata. 
Penelitian menggunakan metode kualitatif, didasari atas beberapa 
alasan. Pertama, yang dikaji adalah makna dari suatu tindakan atau apa 
yang berada dibalik tindakan seseorang. Kedua, di dalam menghadapi 
lingkungan sosial, individu memiliki strategi bertindak yang tepat bagi 
dirinya sendiri, sehingga memerlukan pengkajian yang mendalam. 
Dalam penelitian kualitatif memberikan peluang bagi pengkajian 
                                                             
mendalam terhadap suatu fenomena. Ketiga, penelitian tentang 
keyakinan, kesadaran dan tindakan individu di dalam warga 
sangat memungkinan untuk menggunakan penelitian kualitatif karena 
yang dikaji ialah fenomena yang tidak bersifat eksternal dan berada 
didalam diri masing-masing individu. Keempat, penelitian kualitatif 
memberikan peluang untuk meneliti fenomena secara holistik. 
Fenomena yang dikaji merupakan suatu kesatuan yang tak terpisahkan 
karena tindakan yang terjadi di kalangan warga bukanlah tindakan 
yang diakibatkan oleh satu dua faktor akan tetapi melibatkan banyak 
faktor yang saling terikat. Kelima, penelitian kualitatif memberikan 
peluang untuk memahami fenomena menurut emicview atau pandangan 
aktor setempat. 
Selanjutnya penelitian ini menggunakan pendekatan etnografi, 
Etnografi merupakan karangan antropolgi terpenting yang mengandung 
bahan pokok dari analisis antropologi.30 Istilah etnografi berasal dari 
kata ethno (bangsa) dan graphy (menguraikan). Pada dasarnya, 
Antropologi tergolong dalam disiplin ilmu yang menerapkan kerangaka 
evolusi warga dan budaya yang disusun oleh para ahli. seorang 
Antropolog harus terjun langsung guna melihat dan merasakan sendiri 
apa yang menjadi subyek kajiannya. Dan ini identik dinamakan 
etnografi. Dengan demikian etnografi berarti studi yang mempelajari 
tentang kehidupan manusia dalam suatu kebudayaan tertentu secara 
                                                            
natural. Sehingga etnografi bertujuan untuk menjelaskan suatu budaya 
tertentu yang menjadi subyek penelitian. 
Metode etnografi ini mengajak para peneliti untuk hadir dan ada 
dalam aktivitas warga yang dikaji,31 ciri khas dari metode 
penelitian lapangan etnografi ini adalah menerapkan metode kualitatif 
dalam rangka mendapatakan native’s point of view (memunculkan 
pandangan suatu kebudayaan dari penduduk aslinya sendiri) Yang 
bertujuan untuk mendapatkan data yang alami.  
Menurut Frey et al., etnografi digunakan untuk meneliti perilaku 
manusia dalam lingkungan spesifik alamiah. Etnografer berusaha 
menangkap sebanyak mungkin, dan berdasarkan perspektif orang yang 
diteliti, cara orang menggunakan simbol dalam konteks spesifik. 
Etnografi sering dikaitkan dengan “hidup secara intim dan untuk waktu 
yang lama dengan suatu komunitas pribumi yang diteliti yang 
bahasanya dikuasai peneliti”. Beberapa antropolog terkenal dengan 
etnografi adalah Bronislaw Malinowski, A. R. Radcliffe-Brown, Franz 
Boas, dan Clifford Geertz. Akhirnya  sang etnografer akan 
memanfaatkan metode apa pun yang dapat membantu untuk mencapai 
tujuan etnografi yang baik. 
                                                              
2. Lokasi penelitian 
Penelitian berkenaan dengan dukun berlokasi di berbagai tempat di 
kabupaten Tulungagung yaitu Desa Kedungwilut, Desa Sambi, Desa 
Gamping yang masuk dalam kecamtan Bandung dan kecamatan 
Campurdarat. Dari ketiga tempat sebenarnya menurut sejarah babat 
tulungagung daerah ini sebagai wilayah ngrowo. 
3. Sumber Data 
Sumber data yang digunakan oleh peneliti diperoleh dari beberapa 
narasumber yang merupakam sesepuh dari sebuah warga di 
daerahnya. Mereka antara lain mbah Samiran Dari desa Gamping, bapak 
Kyai Cholik dari desa Sambitan dan bapak Kyai Sakrim dari Desa 
Kedungwilut.  
Narasumber ini merupakan tokoh kyai dan dukun yang sering 
di mintai bantuan oleh banyak orang. Salah satu dukun bernama mbah 
samiran merupakan dukun yang fasih dalam ilmu penanggalan, Geertz 
menyebutnya dukun pétungan, atau dongke istilah dalam warga 
jawa. Ia juga sering melakukan perjalan jauh karena diminta untuk 
sekedar memberikan restunya untuk berbagai hal, mulai dari 
penempatan bangunan rumah baru, acara memberikan tanggal yang baik 
untuk suatu acara baik pernikahan ataupun yang lain. Selain itu pula 
mbah samiran kadang diwilayahnya sendiri juga memberikan arahan 
kepada orang-orang yang membutuhkan bantuannya bukan hanya hal-
                                                            hal besar namun hal kecil seperti memberikan pengobatan kepada yang 
sakit. 
Dari informan ini, peneliti juga ikut langsung dalam proses-
proses dalam mengatasi masalah yang dihadapi. Sehingga ada waktu 
khusus dimana peneliti juga sempat berbincang dengan mereka yang 
menjadi pasiennya. Karena salah satu narasumber merupakan ayah dari 
peneliti, sehingga dapat mengenal lebih jauh dan paham betul apa yang 
menjadi kegundahannya. Proses pengamatan tidak serta merta dapat 
langsung terjalin dengan baik, karena memang dalam struktur keluarga, 
antara anak laki-laki dan ayahnya selalu memiliki jarak yang terlihat 
jelas antara keduanya, sehinga harus ada proses penyelarasan ulang agar 
semua berjalan lebih baik. Selain itu diwaktu senggang peneliti juga 
mendapatkan pelajaran langsung dari sang ayah ketika harus 
menyelesaikan suatu masalah dan apa yang harus dilakukan. Pemberian 
bacaan-bacaan khusus untuk hal-hal tertentu kadang diberikan secara 
tidak sengaja oleh narasumber. 
4. Teknik Pengumpulan Data 
Pengumpulan data merupakan proses untuk memperoleh data 
baik primer maupun sekunder dalam keperluan penelitian. 
Pengumpulan data dalam penelitian sangatlah penting, karena data yang 
dikumpulkan ini digunakan untuk menguji hipotesa yang telah 
dirumuskan sedari awal pembuatan desain penelitian. Teknik yang 
dipilih dalam penelitian ini meliputi metode observasi partisipan, 
 
wawancara, catatan lapangan dan analisis dokumen. Adapun teknik-
teknik ini dijabarkan sebagai berikut : 
a. Observasi Partisipan 
Alasan secara metodologis bagi penggunaan 
pengamatan ialah pengamatan mengoptimalkan kemampuan 
peneliti dari segi motif, kepercayaan, perhatian, perilaku tak 
sadar, kebiasaan.dan sebagainya.35 Metode ini dilakukan oleh 
peneliti ketika berada di lapangan. Berdasar pada kepekaan 
terhadap pengamatan ini, peneliti dapat mengamati jenis 
peristiwa yang dilakukan subyek penelitian, kehidupan 
subyek, kegiatan-kegiatan subyek, cara berfikir subyek, 
perilaku-perilaku tertentu subyek, dan lain-lain.  
Peneliti melakukan secara langsung untuk 
mendapatkan informasi-informasi yang dibutuhkan dengan 
mengamati obyek penelitian. Yaitu suatu kegiatan 
pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap 
fenomena yang ada, diteliti atau diselidiki, dengan 
menggunakan alat indra secara langsung. Pada observasi 
tidak hanya sekedar mencatat tetapi juga mengadakan suatu 
penilaian kedalam suatu skala bertingkat.  Observasi adalah 
metode atau cara-cara menganalisis dan mengadakan 
pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku dengan 
                                                             
melihat atau mengamati individu atau kelompok secara 
langsung.
b. Wawancara Mendalam (Deep Interview) 
Wawancara adalah percakapan dengan maksud 
tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu 
pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan 
terwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan 
itu. Pedoman wawancara disini digunakan untuk 
mengingatkan pewawancara mengenai tentang apa saja yang 
harus dibahas. Dengan pedoman, pewawancara harus 
memikirkan bagaimana pertanyaan ini akan dijabarkan 
secara kongkrit dalam kalimat tanya, sekaligus menyesuaikan 
pertanyaan dengan konteks aktual saat wawancara 
berlangsung. Metode wawancara mencakup cara yang 
digunakan seseorang ketika mencoba mendapatkan 
keterangan atau pendirian secara lisan dari seseorang 
responden, dengan bercakap-cakap berhadapan muka dengan 
orang ini.  
Wawancara dilakukan untuk mendapatkan data yang 
akurat dari informan, tanpa membuat jarak antara si 
pewawancara dan orang yang diwawancarai. Dengan maksud 
seolah-olah peneliti tidak melakukan wawancara, tetapi justru 
                                                            
terlihat seperti obrolan biasa dan santai dengan subyek 
penelitian. Sehingga ketika melakukan penelitian sudah tidak 
ada ketertutupan yang berguna untuk mendapatkan data dari 
kedalaman seorang informan.  
c. Dokumentasi 
Tidak kalah penting dari teknik-teknik pengumpulan 
atau penggalian data lain, adalah metode dokumentasi, yaitu 
mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa 
catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, 
notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya.38 Dokumen 
merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen 
bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental 
dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya 
catatan harian, sejarah kehidupan (life histories), cerita, 
biografi, peraturan atau kebijakan. Dokumen yang berbentuk 
gambar misalnya foto, gambar hidup, sketsa dan lain-lain. 
Dokumen yang berbentuk karya, misalnya karya seni, patung, 
film, dan sebagainya. Studi dokumen ini merupakan 
pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara 
dalam penelitian ini,
5. Menguji Keabsahan Data 
                                              
 
Dalam penelitian, setiap hal data harus dicek keabsahannya agar 
hasil penelitiannya dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya dan 
dapat dibuktikan keabsahannya. Untuk pengecekan keabsahan data ini 
teknik yang dipakai oleh peneliti adalah trianggulasi. Trianggulasi 
adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu 
yang lain di luar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai 
pembanding terhadap data itu40. Cara pemeriksaan yang dilakukan 
penelii sebagaimana berikut. 
a. Trianggulasi data, yaitu dengan cara membandingkan data 
hasil pengamatan dengan hasil wawancara, data hasil 
wawancara dengan dokumentasi dan data hasil pengamatan 
dengan dokumentasi. Hasil perbandingan ini diharapkan 
dapat menyatukan persepsi atas data yang diperoleh. 
b. Trianggulasi metode, yaitu dengan cara mencari data lain 
tentang sebuah fenomena yang diperoleh dengan 
menggunakan metode yang berbeda yaitu wawancara, 
observasi dan dokumentasi. Kemudian hasil yang diperoleh 
dengan menggunakan metode ini dibandingkan dan 
disimpulkan sehingga memperoleh data yang bisa dipercaya. 
c. Trianggulasi sumber, yaitu dengan cara membandingkan 
kebenaran suatu fenomena berdasarkan data yang diperoleh 
oleh peneliti, baik dilihat dari dimensi waktu maupun sumber 
yang lain.