Tampilkan postingan dengan label minyak goreng. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label minyak goreng. Tampilkan semua postingan

minyak goreng

 
 


Minyak goreng merupakan salah satu bahan pokok yang digunakan oleh penjual gorengan sebagai 
media pengolahan gorengan. Akan tetapi, penggunaan minyak goreng secara berulang dapat 
mempengaruhi kualitas minyak goreng dan memberikan dampak negatif bagi tubuh apabila dikonsumsi 
dalam jangka panjang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan mutu minyak goreng dan 
kelayakan konsumsi gorengan di Kota Sumbawa berdasarkan analisis fisiko-kimia meliputi uji warna, 
uji organoleptik bau , uji kadar air, bilangan asam, bilangan peroksida, dan cemaran logam 
menggunakan alat Spektrofotometer Serapan Atom. Dari penelitian ini diperoleh hasil uji kualitas 
sampel minyak goreng untuk uji kadar air 0,1365-0,5156%, bilangan asam 0,482-3,444 mg KOH/gr, 
bilangan peroksida 6-30,8 mek O2/kg, cemaran logam Kadmium (Cd) 0,0001-0,0003 mg/kg dan 
cemaran logam Timbal (Pb) 0,0001-0,0011 mg/kg. Hasil penelitian terhadap 9 sampel yang diuji, 
menunjukkan bahwa semua sampel uji tidak memenuhi syarat mutu minyak goreng berdasarkan SNI 
01-3741-2013, namun pada uji cemaran logam Kadmium (Cd) dan Timbal (Pb), semuanya berada 
dibawah maksimal cemaran logam. 
 
Minyak goreng adalah bahan pangan 
dengan komposisi utama dari trigliserida 
dengan atau tanpa perubahan kimiawi. Pada 
umumnya berbentuk cair pada suhu ruang dan 
digunakan untuk menggoreng makanan 
(Sugiati dalam Chairunisa, 2013). Sedangkan  
menurut Haryono et al (2010) minyak goreng 
merupakan minyak yang telah mengalami 
proses pemurnian yang meliputi degumming, 
netralisasi, pemucatan, deodorisasi. Minyak 
goreng kebanyakan diperoleh dari tumbuhan 
seperti kelapa, kelapa sawit, kacang-kacangan, 
jagung dan kanola. 
Minyak goreng mengandung zat yang 
penting untuk menjaga kesehatan tubuh 
manusia. Minyak goreng juga berperan 
memberi nilai kalori paling besar diantara zat 
gizi lainnya. Sebagian kecil minyak goreng 
akan diserap oleh bahan pangan yang digoreng 
sehingga m emberikan rasa gurih, kenampakan 
bahan bakanan menjadi lebih menarik, serta 
tekstur permukaan yang kering (Winarno dalam 
Aminah, 2010).  
Minyak goreng adalah salah satu 
kebutuhan pokok masyarakat Sumbawa, selain 
untuk keperluan rumah tangga, juga banyak 
gunakan oleh penjual gorengan di Kota 
Sumbawa. Minyak goreng yang digunakan 
bervariasi, seperti minyak goreng kemasan 
botol, derrigent maupun reffil (isi ulang). 
Namun tidak dipungkiri, masyarakat yang 
berpenghasilan menengah kebawah masih 
banyak yang menggunakan minyak goreng 
curah yang harganya lebih murah.  
Akan tetapi munculnya masalah tentang 
penggunaan minyak goreng jelantah atau 
penggunaan minyak goreng secara berulang 
cukup meresahkan masyarakatyang kadangkala 
tidak dapat dikenali dari tampilan produk 
gorengan. Apabila minyak goreng dipanaskan 
berulang kali pada suhu tinggi (150-200°C) 
akan menyebabkan kerusakan minyak atau 
lemak sehingga mengakibatkan keracunan 
dalam tubuh dan munculnya berbagai macam 
penyakit, misalnya pengendapan lemak dalam 
pembuluh darah, kanker dan menurunkan nilai 
cerna lemak (Khomsan dalam Fauziah, 2014). 
Kecenderungan ini disebabkan oleh faktor 
ekonomi, rasa sayang dan merasa rugi jika 
minyak goreng tersebut tidak digunakan karena 
harus dibuang dan diganti dengan yang baru. 
Sehingga, secara langsung kualitas minyak 
goreng yang digunakan akan mempengaruhi 
cita rasa dan layak atau tidaknya gorengan itu 
dikonsumsi. Berdasarkan uraian diatas, untuk 

Kualitas Minyak Goreng sebagai Analisis 
Kelayakan Konsumsi Gorengan di Kota 


fisiko-kimia yang meliputi uji organoleptik, 
analisis kadar air, uji bilangan asam, bilangan 
peroksida serta kandungan logam pada sampel 
minyak goreng yang telah digunakan oleh 
pedagang kaki lima dan penjual makanan cepat 
saji. 
 

Minyak goreng adalah minyak yang berasal 
dari lemak tumbuhan atau lemak hewan yang 
dimurnikan dan berbentuk cair pada suhu ruang 
dan biasanya digunakan untuk menggoreng 
makanan (Sitepoe dalam Noriko dkk, 2012). 
Sedangkan menurut SNI (2013), minyak 
goreng adalah bahan pangan dengan komposisi 
utama trigliserida yang berasal dari bahan 
nabati, dengan atau tanpa perubahan kimiawi, 
termasuk hidrogenesis, pendinginan dan telah 
melalui proses refinasi atau pemurnian yang 
digunakan untuk menggoreng. 
Minyak goreng berfungsi sebagai penghantar 
panas, memberi tekstur renyah dan menambah 
rasa gurih serta menambah nilai kalori pada 
bahan pangan yang digoreng. Setelah dilakukan 
penggorengan maka akan menghasilkan sisa 
minyak goreng yang lebih dikenal dengan 
sebutan minyak jelantah. Minyak jelantah 
adalah minyak yang dihasilkan dari sisa 
penggorengan dan dapat menyebabkan minyak 
berasap atau berbusa pada saat penggorengan, 
berwarna coklat, serta flavour yang tidak 
disukai dari makanan yang digoreng 
 
Dalam minyak nabati terkandung asam-asam 
lemak yang tidak dapat diproduksi oleh tubuh 
manusia yang dapat mencegah penyempitan 
pembuluh darah akibat penumpukan kolesterol. 
Lebih lengkapnya disajikan jenis-jenis asam 
lemak yang terdapat pada minyak nabati yang 
dapat digunakan untuk menggoreng sesuai 
dengan Tabel 
 

 
Gambar Struktur Kimia Minyak dan Lemak 
Asam lemak jenuh adalah asam lemak yang 
tidak memiliki ikatan rangkap pada atom 
karbonnya. Asam lemak yang bersifat jenuh 
juga merupakan asam lemak dengan rantai 
tunggal, biasanya terdapat dalam lemak atau 
minyak yang berasal dari hewan. Asam lemak 
jenuh seperti asam laurat, asam miristat, dan 
asam stearat ini  yang dapat menyebabkan 
penyumbatan pembuluh darah yang fatalnya 
menyebabkan serangan stroke. Berikut adalah 
struktur kimia asam lemak jenuh sesuai dengan 

 
 
Asam lemak tak jenuh yaitu, bila rantai 
hidrokarbonnya tidak dijenuhi oleh hidrogen 
dan karena itu mempunyai satu ikatan rangkap 
atau lebih. Asam lemak tak jenuh mudah rusak 
apabila terkena panas tetapi sangat bermanfaat 
bagi kesehatan. Contoh asam lemak tak jenuh 
adalah linoleat, linolenat, dan arakidonat yang 
berfungsi mencegah penyumbatan pembuluh 
darah. Berikut adalah struktur kimia asam 
lemak tak jenuh sesuai dengan Gambar 2.3 

 
       Gambar 2.3 Struktur Kimia Asam Lemak 
Tak Jenuh 
 
Berdasarkan rumusan yang ada dari Badan 
Standarisasi Nasional (BSN) tentang mutu 
minyak goreng berdasarkan Standar Nasional 
Indonesia (SNI) yaitu SNI 01-3741-2013 
menetapkan bahwa standar mutu minyak 
goreng seperti pada Tabel 2.2 berikut ini : 
Tabel 2.2 Standar Mutu Minyak Goreng 
Berdasarkan SNI 01-3741-2013 
Kriteria Uji Persyaratan 
Satuan Mutu 
Keadaan  
1. Bau 
2. Warna  
  
Normal 
Normal 
Kadar Air dan Bahan 
Menguap 
% (b/b) Maks 0,15 
Bilangan Asam mg KOH/gr Maks 0,6 
Bilangan Peroksida  mek O2/kg Maks 10 
Cemaran Logam 
1. Timbal (Pb) 
2. Kadmium (Cd) 
 
mg/kg 
mg/kg 
 
Maks 0,1 
Maks 0,2 

 
Metodologi Penelitian 
Sampel dalam penelitian ini adalah minyak 
goreng (bimoli) sebagai standar dan sampel uji 
adalah minyak goreng yang telah digunakan 
(minyak jelantah) oleh pedagang kaki lima dan 
penjual cepat saji di sekitaran Kota Sumbawa, 
seperti Labuhan Sumbawa, Terminal Sumer 
Payung, Lempeh, Brang Biji, Kampung Bugis, 
Seketeng, Quick Chicken (samping Pragas), 
Rocket Chicken, dan Amazy Chicken (Sumbawa 
Great Mall). Sampel kemudian diuji warna, 
bau, bilangan asam, peroksida, kada air dan 
cemaran logam. 
 
Hasil dan Pembahasan 
Hasil Uji Warna 
Tabel 4.4 Hasil Uji Warna Minyak Goreng
 

 
Sampel standar (S20) minyak goreng yang 
berwarna kuning jernih digunakan menjadi 
acuan sebagai sampel standar yang memiliki 
ZDUQD ³QRUPDO´ EHUGDVDUNDQ 6WDQGDU 0XWX
Minyak Goreng SNI 01-3471-2013. Sehingga 
semua sampel uji dikatakan memiliki warna 
\DQJ ³WLGDN QRUPDO´ NDUHQD PHPLOLNL ZDUQD
lebih gelap dari sampel S20.  
Perubahan warna minyak goreng terjadi akibat 
proses penggorengan, kemudian disimpan dan 
dipanaskan kembali. Suhu pemanasan yang 
terlalu tinggi menyebabkan sebagian minyak 
teroksidasi. Selain itu minyak yang terdapat 
didalam suatu bahan, ketika dipanaskan akan 
mengekstraksi zat warna yang terdapat dalam 
bahan tersebut (Putri, 2015). Selain itu senyawa 
volatil yang terkandung di dalam minyak 
goreng akan menguap selama proses 
penggorengan berlangsung sehingga 
menyebabkan warna pada minyak goreng 
semakin gelap 
Bau tengik pada sampel uji diketahui setelah 
dilakukan uji bau oleh panelis. Minyak goreng 
yang terhidrolisis akan bereaksi menjadi 
gliserol dan asam lemak bebas. Ketika 
dipanaskan, gliserol akan menghasilkan 
senyawa akrolein. Akrolein ini adalah senyawa 
aldehid yang bersifat volatil dan akan menguap 
sehingga menyebabkan bau tengik. 
 
 


Berdasarkan grafik, hasil analisis menunjukkan 
bahwa sebanyak 8 sampel uji minyak goreng 
melebihi syarat mutu yang ditetapkan oleh SNI 
01-3741-2013 yaitu 0,15 % (b/b). Hasil analisis 
yang memenuhi Standar Mutu Minyak Goreng 
SNI 01-3741-2013 adalah minyak goreng 
sampel standar (S20) dan G1 dengan nilai kadar 
airnya berturut-turut 0,1418 % (b/b) dan 0,1367 
% (b/b). Sampel G1 memiliki kadar air lebih 
rendah dibandingkan dengan standar 
dimungkinkan karena minyak goreng yang 
digunakan adalah minyak goreng sania. Selain 
itu bahan yang digoreng adalah keripik 
singkong. Singkong yang diiris tipis 
mengandung air yang lebih sedikit sehingga 
sedikit uap air yang dihasilkan.  
Kadar air tertinggi adalah pada sampel uji C3 
yaitu 0,5156 % (b/b). Berdasarkan rata-rata 
nilai, kadar air tertinggi terdapat pada sampel 
C1 sampai C4 dari penjual makanan cepat saji. 
Pada penjual makanan cepat saji bahan yang 
digoreng adalah daging ayam yang dibalut 
dengan adonan tepung. Secara alami 
kandungan air pada daging ayam lebih banyak 
daripada gorengan tahu, tempe, singkong dan 
pisang. Dan proses pencelupan pada adonan 
dilakukan 2 kali agar terbentuk tekstur yang 
diinginkan. Ketika bahan digoreng, air di 
permukaan dan dibagian dalam bahan akan 
menjadi uap air. Semakin banyak kandungan 
air bahan yang digoreng maka semakin banyak 
uap air. Penguapan air bahan secara bersamaan 
bahan menyerap minyak goreng oleh bahan. 
Semakin sering penggunaan minyak goreng 
memberikan efek sinergis meningkatnya kadar 
air pada minyak goreng yang disebabkan 
adanya proses pencelupan bahan yang akan 
digoreng dengan adonan tepung yang telah 
mengandung air (Chairunisa 2013). 
Dengan adanya air, minyak goreng dapat 
terhidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak 
bebas. Setelah dipanaskan, ikatan pada gliserol 
akan putus sehingga menyebabkan lepasnya 
dua molekul air dan membentuk senyawa 
akrolein dan air. Senyawa akrolein dapat 
mengiritasi mata dan menimbulkan rasa gatal 
pada tenggorokan (Kusnandar, 2010). 
Pembentukan akrolein dapat dilihat pada 

Hasil analisis cemaran logam kadmium (Cd) 
dan timbal (Pb) sampel uji minyak goreng tidak 
melebihi batas maksimal atau sudah memenuhi 
Standar Mutu Minyak Goreng SNI 01-3741-

pangan berlemak umumnya mengandung 
 
logam dalam jumlah yang sangat sedikit, logam 
ini biasanya sudah terdapat secara alami dalam 
bahan namun tetap dalam jumlah aman 
(Widowati, 2011). Pada proses penggorengan 
pada daging ayam broiler menyebabkan protein 
yang mengikat logam Cd, Fe, Zn, Pb, dan Cu 
akan terdenaturasi sehingga kandungan logam 
akan mengendap didalam minyak goreng yang 
digunakan untuk menggoreng (Djohan et al, 
2015). Rendahnya kandungan logam dalam 
sampel uji minyak goreng juga disebabkan oleh 
alat-alat untuk menggoreng yang digunakan 
oleh penjual gorengan dan cepat saji digunakan 
dalam keadaan bersih dan tidak terkontaminasi 
dengan alat atau bahan lain yang mengandung 
unsur logam.  
 
 
Uji Bilangan Asam 
 
  
Grafik 4.2 Uji Bilangan Asam Sampel Uji 
 
Hasil analisis dari 9 sampel uji menunjukkan 
bahwa bilangan asam yang dihasilkan dari 
semua sampel uji minyak goreng penjual 
gorengan melebihi standar yang ditetapkan oleh 
SNI 01-3741-2013 yaitu maksimal 0,6 mg 
KOH/g. Untuk hasil analisis pada sampel 
standar yang belum digunakan yaitu 0,482 mg 
KOH/g. Namun setelah minyak goreng 
mengalami proses pemanasan, kandungan 
asam lemak jenuhnya akan menurun dan 
meningkatkan kandungan asam lemak bebas.  
Asam lemak bebas terbentuk karena proses 
oksidasi (Aminah, 2010) serta proses hidrolisis 
lemak yang disebabkan oleh air dengan katalis 
enzim atau panas pada ikatan trigliserida. 
Trigliserida mengandung air kemudian deberi 
energi panas akan menghasilkan asam lemak 
bebas dan gliserol seperti reaksi dibawah ini :  

pada minyak goreng (Ketaren dalam 
Chairunisa, 2013). Meskipun tidak ada sampel 
uji yang memenuhi Standar Mutu Minyak 
Goreng SNI 01-3741-2013, namun smapel uji 
G1 adalah sampel uji dengan kandungan 
bilangan asam lemak bebas paling rendah yaitu 
0,897 mg KOH/kg. Bahan yang digoreng 
adalah keripik singkong yang pada pengujian 
kadar air memiliki nilai kadar air paling rendah. 
Sedangkan sampel uji dengan kandungan 
bilangan asam lemak bebas paling tinggi yaitu 
sampel uji G3 kemudian diikuti oleh sampel uji 
C3, G4, G5 dan G2. Rata-rata kandungan asam 
lemak bebas rendah pada sampel uji adalah 
pada sampel C1, C2, dan C4 yang diambil dari 
penjual cepat saji . Hal ini dikarenakan jenis 
bahan yang digoreng lebih sedikit. 
 
 
Hasil Uji Peroksida 
 
 
Grafik 4.3 Uji Bilangan Peroksida Minya Goreng 
 
Berdasarkan hasil analisis uji bilangan 
peroksida secara keseluruhan dari 9 sampel uji 
menunjukkan bahwa 7 sampel diantaranya 
mengandung bilangan peroksida melebihi 
standar yang ditetapkan oleh SNI 01-3741-
2013 yaitu maksimal 10 mek O2/kg. Sampel 
yang memenuhi standar SNI 01-3741-2013 
yaitu sampel C4 dan G1. Bilangan peroksida 
tertinggi pada sampel uji minyak goreng G2 
yaitu sebesar 32,8 mek O2/kg. Bahan yang 
digoreng adalah pisang molen, pisang goreng, 
tahu isi, lumpia, dan roti goreng. Hal ini 
disebabkan karena penggorengan yang 
dilakukan secara terus menerus hingga bahan 
yang digoreng habis. sedangkan kandungan 
bilangan peroksida terendah adalah sampel uji 
minyak goreng G1 yaitu sebesar 6 mek O2/kg. 
Sampel uji G1 menggoreng keripik singkong 
yang bahanya diiris tipis sehingga menggoreng 
lebih cepat. Sedangkan pada sampel uji C4, 
bahan yang digoreng adalah ayam krispi akan 
tetapi penjual hanya menggoreng 1 kali untuk 
produksi 1 hari. Bilangan peroksida juga 
dipengaruhi oleh karakteristik bahan yang 
digoreng berbeda. Semakin tebal bahan yang 
digoreng maka semakin lama proses 
penggorengan yang dilakukan. Rata-rata 
bilangan peroksida tertinggi pada sampel Uji 
G2, G3, dan G4 pada penjual gorengan. Hal ini 
disebakan banyaknya jenis bahan yang 
digoreng dengan ketebalan yang berbeda-beda 
sehingga makin lama waktu yang dibutuhkan 
untuk menggoreng.  
 
Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas 
minyak goreng adalah warna dan bau, kadar air, 
bilangan asam, bilangan peroksida, dan 
cemaran logam pada minyak goreng. 
 
Sampel uji yang masih layak untuk digunakan 
adalah sampel G1 karena  masih memenuhi 
Standar Mutu Minyak Goreng SNI 01-3741-
2013 (uji kadar air, uji logam, dan uji bilangan 
peroksida) akan tetapi pada uji warna memiliki 
warna yang lebih gelap dari sampel uji lainnya 
dan pada uji bilangan asam lemak bebas tidak 


memenuhi Standar. Dalam uji bilangan asam 
lemak bebas, semua sampel uji tidak memenuhi 
Standar SNI ; Uji bilangan peroksida hanya 
sampel uji C4, G1 yang memenuhi Standar ; 
sedangkan uji cemaran logam semua sampel uji 
yang memenuhi Standar. Kelayakan minyak 
goreng yang dipakai oleh penjual gorengan dan 
penjual cepat saji sudah mengalami penurunan 
mutu yang dinalisis berdasarkan Standar Mutu 
Minyak Goreng SNI 01-3741-2013.