Home »
minyak goreng
» minyak goreng
minyak goreng
Januari 26, 2024
minyak goreng
Minyak goreng merupakan salah satu bahan pokok yang digunakan oleh penjual gorengan sebagai
media pengolahan gorengan. Akan tetapi, penggunaan minyak goreng secara berulang dapat
mempengaruhi kualitas minyak goreng dan memberikan dampak negatif bagi tubuh apabila dikonsumsi
dalam jangka panjang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan mutu minyak goreng dan
kelayakan konsumsi gorengan di Kota Sumbawa berdasarkan analisis fisiko-kimia meliputi uji warna,
uji organoleptik bau , uji kadar air, bilangan asam, bilangan peroksida, dan cemaran logam
menggunakan alat Spektrofotometer Serapan Atom. Dari penelitian ini diperoleh hasil uji kualitas
sampel minyak goreng untuk uji kadar air 0,1365-0,5156%, bilangan asam 0,482-3,444 mg KOH/gr,
bilangan peroksida 6-30,8 mek O2/kg, cemaran logam Kadmium (Cd) 0,0001-0,0003 mg/kg dan
cemaran logam Timbal (Pb) 0,0001-0,0011 mg/kg. Hasil penelitian terhadap 9 sampel yang diuji,
menunjukkan bahwa semua sampel uji tidak memenuhi syarat mutu minyak goreng berdasarkan SNI
01-3741-2013, namun pada uji cemaran logam Kadmium (Cd) dan Timbal (Pb), semuanya berada
dibawah maksimal cemaran logam.
Minyak goreng adalah bahan pangan
dengan komposisi utama dari trigliserida
dengan atau tanpa perubahan kimiawi. Pada
umumnya berbentuk cair pada suhu ruang dan
digunakan untuk menggoreng makanan
(Sugiati dalam Chairunisa, 2013). Sedangkan
menurut Haryono et al (2010) minyak goreng
merupakan minyak yang telah mengalami
proses pemurnian yang meliputi degumming,
netralisasi, pemucatan, deodorisasi. Minyak
goreng kebanyakan diperoleh dari tumbuhan
seperti kelapa, kelapa sawit, kacang-kacangan,
jagung dan kanola.
Minyak goreng mengandung zat yang
penting untuk menjaga kesehatan tubuh
manusia. Minyak goreng juga berperan
memberi nilai kalori paling besar diantara zat
gizi lainnya. Sebagian kecil minyak goreng
akan diserap oleh bahan pangan yang digoreng
sehingga m emberikan rasa gurih, kenampakan
bahan bakanan menjadi lebih menarik, serta
tekstur permukaan yang kering (Winarno dalam
Aminah, 2010).
Minyak goreng adalah salah satu
kebutuhan pokok masyarakat Sumbawa, selain
untuk keperluan rumah tangga, juga banyak
gunakan oleh penjual gorengan di Kota
Sumbawa. Minyak goreng yang digunakan
bervariasi, seperti minyak goreng kemasan
botol, derrigent maupun reffil (isi ulang).
Namun tidak dipungkiri, masyarakat yang
berpenghasilan menengah kebawah masih
banyak yang menggunakan minyak goreng
curah yang harganya lebih murah.
Akan tetapi munculnya masalah tentang
penggunaan minyak goreng jelantah atau
penggunaan minyak goreng secara berulang
cukup meresahkan masyarakatyang kadangkala
tidak dapat dikenali dari tampilan produk
gorengan. Apabila minyak goreng dipanaskan
berulang kali pada suhu tinggi (150-200°C)
akan menyebabkan kerusakan minyak atau
lemak sehingga mengakibatkan keracunan
dalam tubuh dan munculnya berbagai macam
penyakit, misalnya pengendapan lemak dalam
pembuluh darah, kanker dan menurunkan nilai
cerna lemak (Khomsan dalam Fauziah, 2014).
Kecenderungan ini disebabkan oleh faktor
ekonomi, rasa sayang dan merasa rugi jika
minyak goreng tersebut tidak digunakan karena
harus dibuang dan diganti dengan yang baru.
Sehingga, secara langsung kualitas minyak
goreng yang digunakan akan mempengaruhi
cita rasa dan layak atau tidaknya gorengan itu
dikonsumsi. Berdasarkan uraian diatas, untuk
Kualitas Minyak Goreng sebagai Analisis
Kelayakan Konsumsi Gorengan di Kota
fisiko-kimia yang meliputi uji organoleptik,
analisis kadar air, uji bilangan asam, bilangan
peroksida serta kandungan logam pada sampel
minyak goreng yang telah digunakan oleh
pedagang kaki lima dan penjual makanan cepat
saji.
Minyak goreng adalah minyak yang berasal
dari lemak tumbuhan atau lemak hewan yang
dimurnikan dan berbentuk cair pada suhu ruang
dan biasanya digunakan untuk menggoreng
makanan (Sitepoe dalam Noriko dkk, 2012).
Sedangkan menurut SNI (2013), minyak
goreng adalah bahan pangan dengan komposisi
utama trigliserida yang berasal dari bahan
nabati, dengan atau tanpa perubahan kimiawi,
termasuk hidrogenesis, pendinginan dan telah
melalui proses refinasi atau pemurnian yang
digunakan untuk menggoreng.
Minyak goreng berfungsi sebagai penghantar
panas, memberi tekstur renyah dan menambah
rasa gurih serta menambah nilai kalori pada
bahan pangan yang digoreng. Setelah dilakukan
penggorengan maka akan menghasilkan sisa
minyak goreng yang lebih dikenal dengan
sebutan minyak jelantah. Minyak jelantah
adalah minyak yang dihasilkan dari sisa
penggorengan dan dapat menyebabkan minyak
berasap atau berbusa pada saat penggorengan,
berwarna coklat, serta flavour yang tidak
disukai dari makanan yang digoreng
Dalam minyak nabati terkandung asam-asam
lemak yang tidak dapat diproduksi oleh tubuh
manusia yang dapat mencegah penyempitan
pembuluh darah akibat penumpukan kolesterol.
Lebih lengkapnya disajikan jenis-jenis asam
lemak yang terdapat pada minyak nabati yang
dapat digunakan untuk menggoreng sesuai
dengan Tabel
Gambar Struktur Kimia Minyak dan Lemak
Asam lemak jenuh adalah asam lemak yang
tidak memiliki ikatan rangkap pada atom
karbonnya. Asam lemak yang bersifat jenuh
juga merupakan asam lemak dengan rantai
tunggal, biasanya terdapat dalam lemak atau
minyak yang berasal dari hewan. Asam lemak
jenuh seperti asam laurat, asam miristat, dan
asam stearat ini yang dapat menyebabkan
penyumbatan pembuluh darah yang fatalnya
menyebabkan serangan stroke. Berikut adalah
struktur kimia asam lemak jenuh sesuai dengan
Asam lemak tak jenuh yaitu, bila rantai
hidrokarbonnya tidak dijenuhi oleh hidrogen
dan karena itu mempunyai satu ikatan rangkap
atau lebih. Asam lemak tak jenuh mudah rusak
apabila terkena panas tetapi sangat bermanfaat
bagi kesehatan. Contoh asam lemak tak jenuh
adalah linoleat, linolenat, dan arakidonat yang
berfungsi mencegah penyumbatan pembuluh
darah. Berikut adalah struktur kimia asam
lemak tak jenuh sesuai dengan Gambar 2.3
Gambar 2.3 Struktur Kimia Asam Lemak
Tak Jenuh
Berdasarkan rumusan yang ada dari Badan
Standarisasi Nasional (BSN) tentang mutu
minyak goreng berdasarkan Standar Nasional
Indonesia (SNI) yaitu SNI 01-3741-2013
menetapkan bahwa standar mutu minyak
goreng seperti pada Tabel 2.2 berikut ini :
Tabel 2.2 Standar Mutu Minyak Goreng
Berdasarkan SNI 01-3741-2013
Kriteria Uji Persyaratan
Satuan Mutu
Keadaan
1. Bau
2. Warna
Normal
Normal
Kadar Air dan Bahan
Menguap
% (b/b) Maks 0,15
Bilangan Asam mg KOH/gr Maks 0,6
Bilangan Peroksida mek O2/kg Maks 10
Cemaran Logam
1. Timbal (Pb)
2. Kadmium (Cd)
mg/kg
mg/kg
Maks 0,1
Maks 0,2
Metodologi Penelitian
Sampel dalam penelitian ini adalah minyak
goreng (bimoli) sebagai standar dan sampel uji
adalah minyak goreng yang telah digunakan
(minyak jelantah) oleh pedagang kaki lima dan
penjual cepat saji di sekitaran Kota Sumbawa,
seperti Labuhan Sumbawa, Terminal Sumer
Payung, Lempeh, Brang Biji, Kampung Bugis,
Seketeng, Quick Chicken (samping Pragas),
Rocket Chicken, dan Amazy Chicken (Sumbawa
Great Mall). Sampel kemudian diuji warna,
bau, bilangan asam, peroksida, kada air dan
cemaran logam.
Hasil dan Pembahasan
Hasil Uji Warna
Tabel 4.4 Hasil Uji Warna Minyak Goreng
Sampel standar (S20) minyak goreng yang
berwarna kuning jernih digunakan menjadi
acuan sebagai sampel standar yang memiliki
ZDUQD ³QRUPDO´ EHUGDVDUNDQ 6WDQGDU 0XWX
Minyak Goreng SNI 01-3471-2013. Sehingga
semua sampel uji dikatakan memiliki warna
\DQJ ³WLGDN QRUPDO´ NDUHQD PHPLOLNL ZDUQD
lebih gelap dari sampel S20.
Perubahan warna minyak goreng terjadi akibat
proses penggorengan, kemudian disimpan dan
dipanaskan kembali. Suhu pemanasan yang
terlalu tinggi menyebabkan sebagian minyak
teroksidasi. Selain itu minyak yang terdapat
didalam suatu bahan, ketika dipanaskan akan
mengekstraksi zat warna yang terdapat dalam
bahan tersebut (Putri, 2015). Selain itu senyawa
volatil yang terkandung di dalam minyak
goreng akan menguap selama proses
penggorengan berlangsung sehingga
menyebabkan warna pada minyak goreng
semakin gelap
Bau tengik pada sampel uji diketahui setelah
dilakukan uji bau oleh panelis. Minyak goreng
yang terhidrolisis akan bereaksi menjadi
gliserol dan asam lemak bebas. Ketika
dipanaskan, gliserol akan menghasilkan
senyawa akrolein. Akrolein ini adalah senyawa
aldehid yang bersifat volatil dan akan menguap
sehingga menyebabkan bau tengik.
Berdasarkan grafik, hasil analisis menunjukkan
bahwa sebanyak 8 sampel uji minyak goreng
melebihi syarat mutu yang ditetapkan oleh SNI
01-3741-2013 yaitu 0,15 % (b/b). Hasil analisis
yang memenuhi Standar Mutu Minyak Goreng
SNI 01-3741-2013 adalah minyak goreng
sampel standar (S20) dan G1 dengan nilai kadar
airnya berturut-turut 0,1418 % (b/b) dan 0,1367
% (b/b). Sampel G1 memiliki kadar air lebih
rendah dibandingkan dengan standar
dimungkinkan karena minyak goreng yang
digunakan adalah minyak goreng sania. Selain
itu bahan yang digoreng adalah keripik
singkong. Singkong yang diiris tipis
mengandung air yang lebih sedikit sehingga
sedikit uap air yang dihasilkan.
Kadar air tertinggi adalah pada sampel uji C3
yaitu 0,5156 % (b/b). Berdasarkan rata-rata
nilai, kadar air tertinggi terdapat pada sampel
C1 sampai C4 dari penjual makanan cepat saji.
Pada penjual makanan cepat saji bahan yang
digoreng adalah daging ayam yang dibalut
dengan adonan tepung. Secara alami
kandungan air pada daging ayam lebih banyak
daripada gorengan tahu, tempe, singkong dan
pisang. Dan proses pencelupan pada adonan
dilakukan 2 kali agar terbentuk tekstur yang
diinginkan. Ketika bahan digoreng, air di
permukaan dan dibagian dalam bahan akan
menjadi uap air. Semakin banyak kandungan
air bahan yang digoreng maka semakin banyak
uap air. Penguapan air bahan secara bersamaan
bahan menyerap minyak goreng oleh bahan.
Semakin sering penggunaan minyak goreng
memberikan efek sinergis meningkatnya kadar
air pada minyak goreng yang disebabkan
adanya proses pencelupan bahan yang akan
digoreng dengan adonan tepung yang telah
mengandung air (Chairunisa 2013).
Dengan adanya air, minyak goreng dapat
terhidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak
bebas. Setelah dipanaskan, ikatan pada gliserol
akan putus sehingga menyebabkan lepasnya
dua molekul air dan membentuk senyawa
akrolein dan air. Senyawa akrolein dapat
mengiritasi mata dan menimbulkan rasa gatal
pada tenggorokan (Kusnandar, 2010).
Pembentukan akrolein dapat dilihat pada
Hasil analisis cemaran logam kadmium (Cd)
dan timbal (Pb) sampel uji minyak goreng tidak
melebihi batas maksimal atau sudah memenuhi
Standar Mutu Minyak Goreng SNI 01-3741-
pangan berlemak umumnya mengandung
logam dalam jumlah yang sangat sedikit, logam
ini biasanya sudah terdapat secara alami dalam
bahan namun tetap dalam jumlah aman
(Widowati, 2011). Pada proses penggorengan
pada daging ayam broiler menyebabkan protein
yang mengikat logam Cd, Fe, Zn, Pb, dan Cu
akan terdenaturasi sehingga kandungan logam
akan mengendap didalam minyak goreng yang
digunakan untuk menggoreng (Djohan et al,
2015). Rendahnya kandungan logam dalam
sampel uji minyak goreng juga disebabkan oleh
alat-alat untuk menggoreng yang digunakan
oleh penjual gorengan dan cepat saji digunakan
dalam keadaan bersih dan tidak terkontaminasi
dengan alat atau bahan lain yang mengandung
unsur logam.
Uji Bilangan Asam
Grafik 4.2 Uji Bilangan Asam Sampel Uji
Hasil analisis dari 9 sampel uji menunjukkan
bahwa bilangan asam yang dihasilkan dari
semua sampel uji minyak goreng penjual
gorengan melebihi standar yang ditetapkan oleh
SNI 01-3741-2013 yaitu maksimal 0,6 mg
KOH/g. Untuk hasil analisis pada sampel
standar yang belum digunakan yaitu 0,482 mg
KOH/g. Namun setelah minyak goreng
mengalami proses pemanasan, kandungan
asam lemak jenuhnya akan menurun dan
meningkatkan kandungan asam lemak bebas.
Asam lemak bebas terbentuk karena proses
oksidasi (Aminah, 2010) serta proses hidrolisis
lemak yang disebabkan oleh air dengan katalis
enzim atau panas pada ikatan trigliserida.
Trigliserida mengandung air kemudian deberi
energi panas akan menghasilkan asam lemak
bebas dan gliserol seperti reaksi dibawah ini :
pada minyak goreng (Ketaren dalam
Chairunisa, 2013). Meskipun tidak ada sampel
uji yang memenuhi Standar Mutu Minyak
Goreng SNI 01-3741-2013, namun smapel uji
G1 adalah sampel uji dengan kandungan
bilangan asam lemak bebas paling rendah yaitu
0,897 mg KOH/kg. Bahan yang digoreng
adalah keripik singkong yang pada pengujian
kadar air memiliki nilai kadar air paling rendah.
Sedangkan sampel uji dengan kandungan
bilangan asam lemak bebas paling tinggi yaitu
sampel uji G3 kemudian diikuti oleh sampel uji
C3, G4, G5 dan G2. Rata-rata kandungan asam
lemak bebas rendah pada sampel uji adalah
pada sampel C1, C2, dan C4 yang diambil dari
penjual cepat saji . Hal ini dikarenakan jenis
bahan yang digoreng lebih sedikit.
Hasil Uji Peroksida
Grafik 4.3 Uji Bilangan Peroksida Minya Goreng
Berdasarkan hasil analisis uji bilangan
peroksida secara keseluruhan dari 9 sampel uji
menunjukkan bahwa 7 sampel diantaranya
mengandung bilangan peroksida melebihi
standar yang ditetapkan oleh SNI 01-3741-
2013 yaitu maksimal 10 mek O2/kg. Sampel
yang memenuhi standar SNI 01-3741-2013
yaitu sampel C4 dan G1. Bilangan peroksida
tertinggi pada sampel uji minyak goreng G2
yaitu sebesar 32,8 mek O2/kg. Bahan yang
digoreng adalah pisang molen, pisang goreng,
tahu isi, lumpia, dan roti goreng. Hal ini
disebabkan karena penggorengan yang
dilakukan secara terus menerus hingga bahan
yang digoreng habis. sedangkan kandungan
bilangan peroksida terendah adalah sampel uji
minyak goreng G1 yaitu sebesar 6 mek O2/kg.
Sampel uji G1 menggoreng keripik singkong
yang bahanya diiris tipis sehingga menggoreng
lebih cepat. Sedangkan pada sampel uji C4,
bahan yang digoreng adalah ayam krispi akan
tetapi penjual hanya menggoreng 1 kali untuk
produksi 1 hari. Bilangan peroksida juga
dipengaruhi oleh karakteristik bahan yang
digoreng berbeda. Semakin tebal bahan yang
digoreng maka semakin lama proses
penggorengan yang dilakukan. Rata-rata
bilangan peroksida tertinggi pada sampel Uji
G2, G3, dan G4 pada penjual gorengan. Hal ini
disebakan banyaknya jenis bahan yang
digoreng dengan ketebalan yang berbeda-beda
sehingga makin lama waktu yang dibutuhkan
untuk menggoreng.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas
minyak goreng adalah warna dan bau, kadar air,
bilangan asam, bilangan peroksida, dan
cemaran logam pada minyak goreng.
Sampel uji yang masih layak untuk digunakan
adalah sampel G1 karena masih memenuhi
Standar Mutu Minyak Goreng SNI 01-3741-
2013 (uji kadar air, uji logam, dan uji bilangan
peroksida) akan tetapi pada uji warna memiliki
warna yang lebih gelap dari sampel uji lainnya
dan pada uji bilangan asam lemak bebas tidak
memenuhi Standar. Dalam uji bilangan asam
lemak bebas, semua sampel uji tidak memenuhi
Standar SNI ; Uji bilangan peroksida hanya
sampel uji C4, G1 yang memenuhi Standar ;
sedangkan uji cemaran logam semua sampel uji
yang memenuhi Standar. Kelayakan minyak
goreng yang dipakai oleh penjual gorengan dan
penjual cepat saji sudah mengalami penurunan
mutu yang dinalisis berdasarkan Standar Mutu
Minyak Goreng SNI 01-3741-2013.
Related Posts:
minyak goreng Minyak goreng merupakan salah satu bahan pokok yang digunakan oleh penjual gorengan sebagai media pengolahan gorengan. Akan tetapi, penggunaan minyak goreng secara berulang dapat mempengaruhi kualitas mi… Read More