Tampilkan postingan dengan label rempah nusantara 4. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label rempah nusantara 4. Tampilkan semua postingan

rempah nusantara 4























 mah tangga. Contohnya 

toileteries, produk keperluan pribadi/personal care (sabun, obat 

kumur/mouthwash, dental care, dsb), dan bahan kebutuhan rumah 

tangga lainnya berbasis rempah (pewangi pakaian, detergen, dsb). 

Selain itu, berbagai hasil penelitian yang menunjukkan fungsi 

minyak atsiri, ekstrak, maupun senyawa bioaktif pada tanaman 

rempah yang efektif sebagai antihama, nematoda, ataupun 

antimikroba patogen tanaman (bakteri, jamur) dapat mendorong 

pengembangan industri pestisida nabati.

Fungsi Religi

Jauh sebelum rempah dimanfaatkan sebagai bumbu masak, 

tanaman rempah telah dimanfaatkan dalam ritual keagamaan. 

Selain menambah cita rasa, rempah juga digunakan untuk 

“memanggil” Tuhan, menyembuhkan atau mengusir wabah 

penyakit, mengawetkan mayat, serta untuk keperluan seksualitas.Kayu manis merupakan jenis rempah yang paling 

awal digunakan dalam upacara keagamaan. Orang Yunani 

membakarnya untuk dupa yang digunakan di kuil dan rumah 

mereka. Di zaman Mesir Kuno rempah banyak untuk upacara 

keagamaan yang didokumentasikan dengan baik dalam papirus 

Elbers. Selama 3500 SM, orang Mesir Kuno menggunakan rempah 

lokal untuk membumbui makanan mereka, bahan kosmetik, dan 

lotion untuk membalsem mayat mereka.

Pada masa Firaun (1400 SM), ada bukti jaringan perdagangan 

yang luas dengan Asia. Di antara produk tanaman Asia yang biasa 

digunakan di Mesir Kuno yaitu  kayu manis (Asia Tenggara), 

cengkeh (Maluku), dan pala (Pulau Banda). Rempah ini  

digunakan tidak hanya sebagai bagian dari proses pembalseman, 

tetapi juga minyak dan dupa pengurapan. 

Rempah seperti kayu manis yaitu  komponen penting dari 

ritual pembalseman. Bangsa Mesir Kuno percaya bahwa rempah 

sangat penting untuk pengawetan daging karena memiliki aroma 

yang akan menutupi bau tidak enak dari daging yang membusuk. 

Dalam kitab agama Yahudi, ada beragam produk rempah yang 

disebutkan di dalamnya, seperti balsam, gaharu, kayu manis, 

kemenyan, kumkuma (safron), dan mur (damar wangi). Kulit 

kayu manis untuk menghiasi Kuil Perdamaian dan Capitol yang 

dibangun di Roma Kuno. Sejak tahun 22 SM di Tiongkok, cengkeh 

digunakan sebagai rempah yang dimasukan dalam peti mayat 

pada upacara keagamaan.

Fungsi Lingkungan

Rempah dapat secara langsung ataupun tidak langsung 

berkontribusi terhadap lingkungan hidup yang berkelanjutan. 

Selain memberi  kesempatan kerja dan pendapatan bagi 

masyarakat perkebunan, pohon cengkeh misalnya, dapat dimanfaatkan dalam konservasi tanah dan air pada lahan-lahan 

yang relatif agak miring, demikian juga pohon pala. 

Adapun tanaman rempah yang bukan merupakan pohon, 

tetapi perdu atau tanaman setahun, apabila dikembangkan di 

lahan-lahan kering akan meningkatkan nilai lahan sekaligus dapat 

dirancang untuk menanggulangi kemiskinan. Dengan demikian, 

pemikiran mengembalikan kejayaan rempah Nusantara bisa 

sekaligus membangun lingkungan yang berkelanjutan secara 

terintegrasi dengan penanggulangan kemiskinan dan penurunan 

kesenjangan sosial ekonomi antarwilayah.

Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Rempah 

negara kita 

Sejarah dan Budaya

Kemasyuran rempah Nusantara sudah tercatat di banyak 

manuskrip kuno sebagai bagian penting dalam pembentukan 

peradaban dunia. Rempah Nusantara juga menjadi salah satu 

komoditas penting dalam jalur perdagangan, bahkan sejak zaman 

kejayaan kerajaan besar di dunia. Apabila perjalanan rempah itu 

dipetakan maka negara kita  akan menjadi pusat dari jalur rempah 

dunia. Dalam sejarahnya, negara kita  memang sudah sejak lama 

mengisi kecenderungan budaya penggunaan rempah dalam 

kehidupan manusia di Nusantara maupun mancanegara. Cukup 

banyak dokumen maupun temuan sejarah menunjukkan hal 

ini .

Peran rempah dalam menciptakan rasa, aroma, kegairahan, 

dan sebagai simbol status dalam masyarakat sudah dikenal sejak 

zaman sebelum masehi. Fakta meredupnya era rempah pada 

akhir abad ke-18 dan baru hidup lagi saat sekarang berhubungan 

dengan kesuksesan produk sintetik pada masa lalu. Pengalaman dan perkembangan ilmu pengetahuan serta 

teknologi di bidang ini telah mengubah selera dunia yang 

mengarah ke serba alami kembali. Dari rempah, selain aspek 

cita rasa yang didapat, maka sebagai dampak peningkatan 

kemakmuran masyarakat dunia didapat juga sifat aman (safety) 

bagi kesehatan. Jadi, sangat jelas bahwa rempah sejak dulu, baik 

langsung maupun tidak langsung sampai sekarang menjadi trend 

setter budaya dunia. 

Tantangan Masa Depan

Fakta yang berhubungan dengan peran baru dari rempah bagi 

umat manusia melalui hasil-hasil riset terungkap juga peran 

rempah terhadap kesehatan dalam bentuk obat (biofarmaka atau 

biomedicine) dan pencipta rasa (makanan, wewangian, aroma, dan 

lain-lain). Bahkan kini rempah juga bisa sebagai bahan substitusi 

pestisida di bidang pertanian. 

Fokus rempah dalam pengobatan pada masa mendatang 

yang menarik untuk diperhatikan yaitu  pengobatan untuk dua 

jenis penyakit yang sampai sekarang belum ditemukan obatnya, 

yaitu kanker dan diabetes. Dengan populasi dunia yang makin 

meningkat dengan perkiraan jumlah penduduk dunia pada 

tahun 2050 mencapai sekitar 9-12 miliar jiwa, maka sangat besar 

persentase jumlah penduduk yang diperkirakan akan menderita 

dua penyakit ini .

Tren ini secara langsung merupakan tantangan bagi dunia 

farmasi dalam menjawab agar kondisi endemik penyakit ini  

tidak terjadi. Tren seperti itu tentu saja merupakan potensi pasar 

atau permintaan baru yang berdampak positif terhadap masa 

depan rempah negara kita .

Untuk menjawab tantangan ini , hendaknya dilakukan 

berbagai analisis. Pertama, bagaimana tren permintaan rempah 

dari negara maju. Tren positif dan cukup besar menunjukkan bahwa membuat rempah berjaya kembali pada masa mendatang 

mendapat dukungan dari pasar di negara maju. 

Indikator tren pasar di negara maju ini penting mengingat 

negara maju bertindak sebagai pembeli rempah yang berasal 

dari negara berkembang. Sebaliknya, negara berkembang yang 

umumnya berada di daerah tropika merupakan penghasil rempah. 

Dengan demikian, antarnegara berkembang penghasil rempah ini 

merupakan negara yang satu dengan lainnya berkompetisi untuk 

mendapatkan pembeli negara maju.

Kedua, mendalami kandungan zat yang terdapat dalam 

tanaman rempah sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan 

hasil-hasil penelitian terbaru. Pencarian ini dilandasi pada hasil 

penemuan yang menunjukkan ada tidaknya potensi tanaman 

rempah menjadi obat yang bisa mengatasi penyakit yang makin 

berkembang pada masa mendatang dan dewasa ini belum tersedia 

obatnya seperti kanker atau diabetes. 

Ketiga, bagaimana kemajuan dalam ilmu pangan. Apakah 

menunjukkan peran zat dalam rempah ini dalam menciptakan cita 

rasa yang makin baik dan sekaligus juga pangan yang dihasilkan 

makin sehat. 

Keempat, hubungan zat dalam rempah dengan kebutuhan 

industri obat-obatan pertanian sebagai substitusi pestisida yang 

menjadi tulang punggung Revolusi Hijau, tetapi meninggalkan 

dampak negatif pada lingkungan hidup. 

Jika keempat hal di atas jawabannya yaitu  positif maka 

rempah mengandung potensi kejayaannya dapat kembali berkibar 

pada era mendatang.

Posisi rempah dalam perekonomian nasional dewasa ini juga 

tidak lebih baik dari posisi pada akhir abad ke-19. Pada tahun 2014 

tercatat bahwa nilai devisa yang diperoleh dari ekspor rempah 

hanyalah 577,63 juta dolar AS atau hanya 0,32 % dari nilai ekspor 

total perdagangan umum yang mencapai 180,29 miliar dolar AS. Namun demikian, jika diambil persentase hasil devisa dari 

rempah terhadap nilai devisa pertanian, maka nilai devisa 

yang didapat masih sekitar 9,7%. Persentase itu merupakan 

perbandingan dari hasil ekspor dengan nilai devisa ekspor hasil 

pertanian sebesar 5,93 miliar dolar AS. Apapun kondisinya saat 

ini, ke depan masyarakat cenderung menginginkan gaya hidup 

sehat yang lebih alami, antara lain dengan penggunaan rempah. 

Produk gaya hidup akan mendominasi perdagangan 

internasional di tengah meningkatnya masyarakat kelas ekonomi 

menengah di berbagai belahan dunia. Saat ini masyarakat dunia 

sedang bergabung ke kelas menengah. Ciri utama dari kelompok 

ini  yaitu  meningkatnya kebutuhan gaya hidup. Sekarang 

yaitu  lifestyle era berbeda dengan 1980-1990 yang merupakan era 

komoditas boom seperti sawit. 

Dengan demikian, ke depan produk yang mendukung 

kebutuhan gaya hidup bakal mengalami peningkatan permintaan 

dari berbagai belahan dunia. Produk ini  di antaranya kopi, 

kakao, dan rempah. Tak terbatas urusan komoditas, jasa gaya 

hidup seperti pariwisata juga bakal mengalami peningkatan. Jadi, 

reformasi maupun deregulasi aturan harus terus dikembangkan 

agar mendukung kemudahan perkembangan gaya hidup 

masyarakat dunia ini . negara kita  dinilai dalam posisi yang 

sangat kuat untuk menggarap hal ini.

Surplus neraca dagang pada Agustus 2017 sebesar 1,72 miliar 

dolar AS menjadi yang tertinggi sejak 2012. Momentum ini  

dinilai tepat bagi negara kita  untuk segera merealisasikan sejumlah 

perjanjian bebas dengan negara mitra dagang yang nantinya 

bakal berujung kepada peningkatan investasi. Dengan demikian, 

diharapkan kita dapat menghasilkan keunggulan komparatif dan 

kompetitif dari rempah melalui adanya peningkatan investasi 

disertai pengembangan dan iptek untuk rempah yang memadai.Zaman digital telah membuat hampir semua orang tidak 

dapat melepaskan diri dari telepon seluler dengan segala macam 

aplikasinya. Pada zaman digital ini, biaya untuk mendapatkan 

informasi dapat dikatakan sangat murah dibandingkan kondisi 

tahun 1980-an. Analogi dengan zaman digital yang mendorong 

lahirnya pasar produk digital, dapatkah hal serupa lahir dalam 

zaman kesehatan dan bioteknologi serba rempah? 

Sebagaimana telah diuraikan pada bagian terdahulu 

bahwa kandungan kimia yang terdapat dalam rempah 

bisa dimanfaatkan untuk sumber obat-obatan, kecantikan, 

penyedap rasa, pengawet, anti-patogen, dan karakteristik 

positif lainnya. Jika hal itu menjadi tren baru maka implikasinya 

yaitu  menciptakan zaman baru bagi rempah. 

Tren kehidupan semacam ini sudah tergambar dalam 

peningkatan impor rempah oleh negara maju. Dengan 

demikian, jika negara kita  ingin menghidupkan kembali 

kejayaan rempah ini maka perlu sekuat tenaga menciptakan 

tren jenis kehidupan baru yang serba menginginkan rempah 

selalu hadir tiap kesempatan.

Kehidupan baru pada masa 60 tahun mendatang akan 

didorong oleh dua hal, yaitu kemajuan dalam bidang teknologi 

kesehatan dan kemajuan bioteknologi. Peran dan fungsi 

rempah dalam kehidupan baru yang akan terbentuk segera 

berada di kedua aspek kehidupan baru ini . 

Karena itu, potensi mengembalikan kejayaan masa lalu 

rempah akan tergantung pada kesiapan dan kemampuan 

negara kita  untuk mengisi kehidupan baru ini . Sebagai 

ilustrasi, cengkeh, lada, pala, kayu manis, vanili, dan jahe 

bukan hanya berfungsi sebagai bumbu masakan untuk memberi  cita rasa pada makanan, tetapi hasil kajian ilmiah 

mengungkapkan tanaman ini  juga memiliki manfaat 

kesehatan, termasuk bahan obat kanker atau diabetes. Rempah 

dan kehidupan baru akan segera lahir meniru kelahiran 

kehidupan masyarakat digital.


S

ebelumnya telah diuraikan tentang rempah dari sudut 

pandang sejarah, kimia, kesehatan, produksi, dan aspek￾aspek penting terkait lainnya. Pada bab ini perhatian akan 

difokuskan pada sudut pandang rempah dilihat dari sisi prospek 

ekonomi dan kesejahteraan. Istilah prospek ekonomi lebih 

diarahkan pada nilai berdasar  pasar, sedang  kesejahteraan 

merupakan istilah untuk menangkap manfaat dari sisi nilai pasar 

dan nonpasar sekaligus. 

Untuk mendapatkan gambaran lebih luas tentang prospek 

rempah hingga tahun 2045 atau lebih, terlebih dahulu digambar￾kan perkiraan perkembangan ekonomi dunia hingga tahun 2045 

di mana negara kita  berada di dalam arus globalisasi yang makin 

kencang ini . Dalam ruang lingkup ini  disampaikan 

pemikiran tentang peran rempah dalam perekonomian nasional 

dan konsep pembangunan Pulau Rempah Nusantara (PRN), 

sebagai himpunan unit kesatuan Pulau Rempah Nusantara. 

Rancang bangun dan branding PRN merupakan instrumen 

strategi dan kebijakan membangkitkan kembali kejayaan rempah 

Nusantara.

Prospek Ekonomi Dunia dan negara kita 

Bappenas (2017) memperkirakan pada tahun 2045 penduduk 

dunia telah mencapai 9,45 miliar jiwa. Walaupun pertumbuhan 

penduduk ini  lebih dari separuhnya disumbangkan Afrika, 

namun penduduk Asia saat itu diperkirakan menempati 55%. 

Tren dan peningkatan jumlah penduduk dunia akan mengubah 

struktur dan proses perkembangan perekonomian dunia pada 

masa mendatang. Arus migrasi penduduk antarnegara akan 

semakin berkembang dan juga arus urbanisasi makin meningkat. 

Pada tahun 2045 penduduk dunia yang bermukim di daerah urban 

atau perkotaan akan meningkat menjadi sekitar 65%. Dari 65% penduduk urban ini  sekitar 95% berasal dari 

negara emerging economies. Dengan gambaran komposisi penduduk 

sebagian besar berada di perkotaan, maka pembangunan perkotaan

sangat penting dan menentukan pertumbuhan ekonomi, daya 

saing, dan kualitas hidup masyarakat pada umumnya. Output 

negara emerging economies pada 2050 diperkirakan mencapai 71% 

dari total output dunia. Asia menempati lebih dari setengahnya 

(54%) dari output dunia. Secara lebih lengkap gambaran Megatren 

Dunia 2045 hasil kajian Bappenas (2017) disampaikan pada 

Gambar 25.

Tren perekonomian dunia sebagaimana telah disebutkan 

akan mengubah konstelasi negara di dunia. Pada tahun 2016, dari 

10 negara skala ekonomi terbesar dunia, negara kita  menempati 

peringkat ke-8 dunia diukur berdasar  Produk Domestik Bruto 

(PDB). Pada tahun 2050, negara kita  diperkirakan akan mencapai 

peringkat ke-4 ekonomi dunia, berada satu tingkat di bawah 

Amerika Serikat. Pada Tabel 22 disajikan perkembangan peringkat 

PDB 20 negara di dunia pada tahun 2016, 2030, dan 2050.Proyeksi Permintaan Rempah Dunia

Pengetahuan tentang proyeksi permintaan rempah dunia, 

utamanya volume dan jenis yang diperdagangkan di pasar dunia 

sangat penting, terutama dalam rangka perencanaan dan orientasi 

produksi rempah suatu negara. Apabila permintaan rempah dunia 

diproyeksikan meningkat secara konsisten, maka negara akan 

mengambil peluang untuk mengisi pasar dunia ini . Karena 

itu, produksi rempah negara ini  harus direncanakan sesuai 

kebutuhan permintaan dalam negeri dan volume, serta rempah 

yang diinginkan mengisi pasar dunia. 

Menurut hasil kajian Sjoerd Herms (2016), tingkat konsumsi 

rempah dunia meningkat sebesar 2-5% per tahun dengan nilai 

pada tahun 2013 diperkirakan sebesar 16 miliar dolar AS. Rempah 

yang diperdagangkan di pasar dunia mencapai 1,5 juta ton pada 

tahun 2013. Produksinya didominasi jahe, lada hitam, dan tumerik. 

Diperkirakan nilai rempah yang diperdagangkan di pasar dunia 

ini  mencapai 12 miliar dolar AS. Pada tahun 2019 diprediksi 

meningkat menjadi 16,6 miliar dolar AS. 

Dari 1,5 juta ton sebanyak 700 ribu ton atau 47% merupakan 

ekspor atau permintaan negara maju, seperti Amerika Serikat, 

Jepang, dan Uni Eropa. sedang  sisanya 53% merupakan 

permintaan negara lainnya di dunia. Dari 1,5 juta ton ini , 

sebanyak 513 ribu ton atau 34% merupakan permintaan Uni 

Eropa. Dengan demikian, Uni Eropa merupakan pasar yang besar 

untuk ekspor rempah, khususnya dari negara berkembang seperti 

negara kita . Uni Eropa mengimpor dari China sebanyak 35%, 

India 17%, Vietnam 11%, negara kita  7%, Brasil 5%, dan Peru 3%, 

sedang  sisanya 22% dari negara lainnya. Dengan demikian, 

Uni Eropa menjadi pasar besar di dunia bagi eksportir rempah 

dunia.

Menggunakan data perkembangan impor, diproyeksikan 

permintaan rempah Uni Eropa pada tahun 2050 meningkat sebesar 

lima kali lipat dibanding sekarang. Produksi rempah Uni Eropa saat ini hanya 0,15 juta ton, sedang  impornya mencapai 0,5 

juta ton atau defisit 330% dari produksinya. Ini merupakan pasar 

ekspor yang potensial bagi negara kita  di masa yang akan datang.Pada tahun 2013, total produksi rempah dunia mencapai 7,5 

juta ton dan sebagian besar atau sekitar 80% (6 juta ton) dikonsumsi 

dalam negeri. Produsen rempah terbesar berada di Asia sebanyak 

81% dan disusul Afrika 12%, sedang  sisanya 7% berasal dari 

negara lain di dunia. Produksi rempah di dunia diperkirakan 

meningkat sekitar 4%, sementara konsumsi meningkat 5%. 

Dengan demikian, terjadi kekurangan pasokan di pasar dunia. 

Kondisi ini  menjadi peluang bagi negara kita  meningkatkan 

market share.Diperkirakan permintaan dunia terhadap rempah pada tahun 

2050 akan meningkat sebesar lima kali lipat (perkiraan rendah) 

dan 12 kali lipat hasil perkiraan tinggi. Jika hal ini  dikaitkan 

dengan kondisi saat ini bahwa laju produksi lebih rendah dibanding 

laju konsumsi, maka dunia akan mengalami defisit. Karena itu, 

diperkirakan pada masa mendatang juga akan mengalami defisit. 

Kondisi ini  merupakan peluang besar bagi negara kita  untuk 

meningkatkan produksi rempah yang berorientasi ekspor.

Rata-rata pangsa rempah negara kita  di pasar dunia sebesar 

21,06% dan 31,43% diekspor ke negara ASEAN. Ekspor rempah 

negara kita  ke pasar dunia meliputi lada, pala, jahe, kayu manis, 

vanili, dan lainnya. Namun, negara kita  masih mengimpor 

komoditas rempah ini . Secara keseluruhan selama 10 tahun 

terakhir, neraca perdagangan kelima komoditas rempah ini  

positif (lihat uraian kontribusi komoditas rempah terhadap devisa 

negara).Proyeksi Permintaan Pasar Domestik Rempah

Salah satu tugas pokok pemerintah dalam bidang pertanian yaitu  

menyediakan pasokan pangan yang sehat dan cukup sesuai 

dengan kebutuhan masyarakat. Pengembangan suatu komoditas 

tidak hanya untuk memenuhi permintaan pasar domestik, 

tetapi juga mengisi kebutuhan pasar dunia. Namun demikian, 

tergantung pada kelayakan teknis dan ekonomis dari komoditas 

yang bersangkutan.

Jika suatu komoditas memiliki keunggulan komparatif 

dan kompetitif di pasar dunia dan pasar domestik, maka 

pengembangan komoditas ini  tidak hanya untuk memenuhi 

kebutuhan pasar domestik, tetapi permintaan pasar dunia. Tetapi 

sebaliknya, jika komoditas yang bersangkutan tidak memiliki 

keunggulan apa pun, baik di pasar domestik maupun pasar dunia, 

maka komoditas ini  tidak akan dikembangkan. 

berdasar  data yang ada, beberapa komoditas rempah 

seperti lada, cengkeh, pala, vanili, kayu manis, dan jahe memiliki 

keunggulan komparatif dan kompetitif, baik di pasar domestik 

maupun pasar dunia. Keunggulan ini  ditunjukkan neraca 

perdagangan yang selalu surplus. 

Salah satu informasi dasar yang diperlukan pemerintah 

dalam perencanaan produksi komoditas rempah ke depan yaitu  

proyeksi permintaan komoditas yang bersangkutan di pasar 

domestik, paling tidak proyeksi 30 tahun ke depan. Dengan 

demikian, pemerintah dapat merencanakan kebutuhan areal 

komoditas yang akan dikembangkan. 

Berikut disampaikan hasil proyeksi permintaan pasar domestik 

untuk komoditas rempah yang meliputi lada, cengkeh, pala, vanili, 

kayu manis, dan jahe dengan beberapa asumsi sebagai berikut.1. Periode proyeksi 2015-2050.

2. Data penduduk pada periode 2015-2050 bersumber dari 

UNPRA (2013).

3. Tingkat kehilangan panen dan lainnya diasumsikan sebesar 

5%.

4. Produksi siap konsumsi (Pi) yaitu  produksi dikurangi 

kehilangan panen (5%).

5. Permintaan atau konsumsi langsung manusia (KLi) bersumber 

dari data susenas BPS. Ternyata, tingkat konsumsi (kg/tahun/

kapita) tidak mengalami perubahan selama 2 atau 4 dasawarsa 

yang lalu. Jika ada beberapa komoditas yang mengalami 

perubahan terlalu signifikan maka tingkat konsumsi langsung 

untuk periode proyeksi (2015-2050) diasumsikan sama dan 

tidak mengalami perubahan. 

6. Permintaan untuk industri dihitung dari produksi yang siap 

dikonsumsi (Pi) dikurangi ekspor (Xi) ditambah impor (Ii) 

dikurangi konsumsi langsung (KLi).

7. Laju permintaan industri periode proyeksi diasumsikan sama 

dengan laju permintaan industri dalam periode 10-15 tahun 

terakhir. 

8. Untuk komoditas vanili, jahe, dan kayu manis, data konsumsi 

langsung dan permintaan industrinya tidak ada sehingga 

keduanya digabung menjadi permintaan total.

Hasil proyeksi United Nation (2013), jumlah penduduk 

negara kita  pada tahun 2020 sebesar 269,41 juta dan pada tahun 2050 

mencapai 321,37 juta (Gambar 28). Peningkatan jumlah penduduk 

ini  akan meningkatkan permintaan langsung maupun tidak 

langsung terhadap komoditas rempah untuk bahan baku industri 

di pasar domestik.Lada. Selain sebagai bumbu dapur dengan cita rasa pedas yang 

khas, lada juga berguna untuk kesehatan, seperti mengobati batuk, 

flu, dan lainnya. Konsumsi langsung lada berupa biji sebagai 

bumbu dapur, sedang  permintaan untuk industri juga berupa 

biji yang diolah lebih lanjut menjadi bentuk bubuk ataupun bentuk 

lainnya sebagai bahan campuran produk makanan dan minuman. 

Sebagian lagi ada yang diolah menjadi obat herbal. 

Selama periode 2015-2050, permintaan pasar domestik terhadap 

komoditas lada diproyeksikan meningkat secara konsisten. Kalau 

pada tahun 2015, permintaan lada di pasar domestik sebesar 59 

ribu ton maka pada 2050 menjadi 205 ribu ton atau meningkat 

rata-rata 6,7% per tahun (Gambar 29). 

Pada tahun 2015, produksi dalam negeri sebesar 92 ton, 

sedang  impor 6 ton. Dengan asumsi kehilangan panen 

dan lainnya sebesar 5%, total penyediaan dalam negeri sesudah  

dikurangi ekspor sebesar 59 ribu ton. Dari jumlah ini , 31 

ribu ton merupakan permintaan konsumsi langsung (rata-rata 0,12 kg/tahun/kapita) dan sisanya sebesar 28 ribu ton merupakan 

permintaan untuk industri.

Permintaan lada di pasar domestik pada tahun 2050 diproyeksi￾kan meningkat empat kali lipat dibanding saat ini. Peningkatan 

permintaan ini  dipicu pesatnya perkembangan industri 

makanan dan minuman yang menggunakan lada sebagai salah 

satu bahan baku dan juga pesatnya perkembangan industri 

obat herbal perkembangan industri obat herbal.Selama periode 2015-2050, permintaan lada untuk industri 

diperkirakan meningkat sebesar 6,7% per tahun. sedang  

permintaan konsumsi langsung per kapita tidak mengalami 

perubahan, diasumsikan sebesar 0,12 kg/kapita/tahun. Tambahan 

permintaan langsung sampai tahun 2050 karena bertambahnya jumlah penduduk. sedang  melonjaknya permintaan industri 

sebagai imbas dari pesatnya perkembangan industri makanan dan 

minuman yang menggunakan lada sebagai salah satu bahan baku 

dan pesatnya perkembangan industri obat herbal.

Permintaan lada untuk pasar domestik pada tahun 2050 

diproyeksikan meningkat empat kali lipat dibanding tahun 2015. 

Ini berarti produksi dalam negeri minimal harus meningkat empat 

kali lipat pada tahun 2050. Jika ke depan permintaan pasar dunia 

mengalami peningkatan dan negara kita  berniat mengisi pasar 

ekspor, maka produksi dalam negeri pada tahun 2050 juga harus 

meningkat lebih dari empat kali lipat sesuai kebutuhan ekspor. 

Data ekspor-impor, menunjukkan lada memiliki prospek yang 

sangat baik sebagai komoditas andalan ekspor.

Cengkeh. Hampir seluruhnya biji cengkeh merupakan bahan 

baku industri rokok. Karena itu, permintaan di pasar domestik 

dipresentasikan dari permintaan industri rokok. Data Susenas 

BPS menunjukkan konsumsi langsung sangat kecil, yaitu 0,005 

kg/kapita/tahun. Selama periode 2015-2050, permintaan pasar 

domestik terhadap cengkeh diproyeksikan meningkat. Kalau 

pada tahun 2015 permintaan di pasar domestik sebesar 101 ribu 

ton, maka pada tahun 2050 menjadi 188 ribu ton atau meningkat 

2% per tahun (Gambar 30). 

Pada tahun 2015, produksi cengkeh dalam negeri sebesar 105 

ribu ton, sedang  impor 308 ton. Dengan asumsi kehilangan 

panen dan lainnya sebesar 5% maka total penyediaan dalam negeri 

sesudah  dikurangi ekspor (5 ribu ton) sebesar 101 ribu ton. Dari 

jumlah ini , sekitar 2 ribu ton yaitu  permintaan konsumsi 

langsung (rata-rata 0,005 kg/tahun) dan sisanya sebanyak 99 ribu 

ton yaitu  permintaan dari industri rokok.Permintaan cengkeh di pasar domestik pada tahun 2050 

diproyeksikan meningkat dua kali lipat dibanding saat ini. 

Peningkatan permintaan ini  praktis disebabkan naiknya 

permintaan untuk industri rokok.

Selama periode 2015-2050 permintaan cengkeh untuk industri 

diperkirakan meningkat sebesar 2% per tahun, sedang  

permintaan konsumsi langsung per kapita tidak banyak mengalami 

perubahan. Naiknya permintaan langsung karena bertambahnya 

jumlah penduduk, sedang  peningkatan permintaan industri 

karena bertambahnya kapasitas industri rokok.

Permintaan pasar domestik pada tahun 2050 diprediksi 

meningkat sekitar dua kali lipat dibanding tahun 2015. Ini berarti 

produksi dalam negeri minimal meningkat dua kali lipat pada 

tahun 2050. Jika ke depan permintaan pasar dunia mengalami peningkatan dan negara kita  berniat mengisi pasar ekspor, maka 

produksi dalam negeri pada tahun 2050 didorong meningkat lebih 

dari dua kali lipat sesuai dengan kebutuhan ekspor. 

berdasar  data ekspor-impor, komoditas cengkeh memiliki 

peluang sebagai komoditas andalan ekspor, walaupun neraca 

perdagangan cengkeh berfluktuasi antara surplus dan defisit 

yang disebabkan fluktuasi produksi. Karena itu, apabila cengkeh 

ingin menjadi komoditas andalan ekspor dan juga untuk mengisi 

permintaan pasar domestik, maka produksi cengkeh perlu 

diusahakan meningkat dan tidak berfluktuatif. 

Pala. Komoditas ini dapat dikonsumsi langsung sebagai 

bumbu masakan dan juga diolah lebih lanjut menjadi produk 

makanan dan minuman olahan. Saat ini sebagian besar produk 

lada diolah lebih lanjut menjadi produk makanan dan minuman, 

hanya sebagian kecil untuk bumbu masakan. Karena itu, tidak 

mengherankan jika permintaan pala untuk bahan baku produk 

makanan dan minuman mendominasi permintaan pala di pasar 

domestik.

Selama periode 2015-2050, permintaan pasar domestik 

terhadap komoditas pala diproyeksikan meningkat. Kalau tahun 

2015 permintaan di pasar domestik sebesar 16 ribu ton maka pada 

tahun 2050 diprediksi menjadi 93 ribu ton atau meningkat 6,9% 

per tahun (Gambar 31). Pada tahun 2015, produksi dalam negeri 

sebesar 34 ribu ton, sedang  impor 96 ton. 

Dengan asumsi kehilangan panen dan lainnya sebesar 5%, 

total penyediaan dalam negeri sesudah  dikurangi ekspor (17 ribu 

ton) menjadi sebesar 16 ribu ton. Dari jumlah ini , 5 ribu ton 

permintaan konsumsi langsung (rata-rata 0,02 kg/tahun), sisanya 

sebesar 11 ribu ton merupakan permintaan industri.Permintaan pala di pasar domestik pada tahun 2050 

diproyeksikan meningkat enam kali lipat dibanding saat ini. 

Peningkatan permintaan ini  sebagian besar disebabkan 

berkembangnya industri olahan pala.

Selama periode 2015-2050 permintaan pala untuk industri 

diperkirakan meningkat sebesar 6,9% per tahun. sedang  

permintaan konsumsi langsung per kapita tidak mengalami 

perubahan, hanya 0,02 kg/kapita/tahun. Naiknya permintaan 

langsung ini  disebabkan bertambahnya jumlah penduduk. 

sedang  naiknya permintaan industri didorong pesatnya 

perkembangan industri makanan dan minuman olahan.

Permintaan pasar domestik pada tahun 2050 meningkat sekitar 

enam kali lipat dibanding tahun 2015. Ini berarti produksi dalam 

negeri minimal juga naik enam kali lipat pada tahun 2050. Jika 

ke depan permintaan pasar dunia mengalami peningkatan dan negara kita  berniat mengisi pasar ekspor, maka produksi dalam 

negeri pada tahun 2050 didorong meningkat lebih dari enam kali 

lipat sesuai kebutuhan ekspor. berdasar  data ekspor-impor 

menunjukkan pala memiliki prospek yang sangat baik sebagai 

komoditas andalan ekspor.

Vanili. Vanili digunakan sebagai penguat rasa aroma dalam 

makanan dan minuman. Vanili memiliki cita rasa dan aroma yang 

khas dan sangat kuat untuk penyedap cita rasa makanan dan 

minuman. Vanili untuk cita rasa makanan dan minuman yaitu  

yang sudah diolah dan praktis untuk digunakan. Permintaan 

vanili olahan ini  selain untuk kebutuhan rumah tangga, juga 

sebagai bahan baku industri makanan dan minuman. Data tentang 

konsumsi langsung tidak ada, yang tersedia yaitu  konsumsi total.

Permintaan vanili di pasar domestik pada tahun 2050 

diproyeksikan meningkat 14 kali lipat dibanding saat ini. 

Peningkatan permintaan ini  dipicu oleh naiknya 

permintaan untuk industri.

Selama periode 2015-2050, permintaan pasar domestik 

terhadap vanili diproyeksikan meningkat. Faktor utamanya yaitu  

bertambahnya jumlah penduduk dan penggunaan vanili sebagai 

cita rasa vanili dalam industri makanan dan minuman. Kalau 

pada tahun 2015 permintaan di pasar domestik sebesar 3 ribu ton 

maka pada tahun 2050 menjadi 48 ribu ton atau meningkat 30% 

per tahun (Gambar 32). 

Selama periode 2015-2050, permintaan vanili di pasar domestik 

meningkat sebesar 30% per tahun. Permintaan pada tahun 2050 

meningkat sekitar 14 kali lipat dibanding tahun 2015. Ini berarti 

produksi dalam negeri minimal meningkat 14 kali lipat pada 

tahun 2050. Jika ke depan permintaan pasar dunia mengalami peningkatan 

dan negara kita  berniat mengisi pasar ekspor, maka produksi dalam 

negeri pada tahun 2050 didorong meningkat lebih dari 14 kali 

lipat sesuai kebutuhan ekspor. berdasar  data ekspor-impor 

menunjukkan bahwa vanili memiliki prospek yang sangat baik 

sebagai komoditas andalan ekspor.

Kayu manis. Kayu manis selain untuk menambah cita rasa 

makanan dan minuman, juga dapat dimanfaatkan sebagai obat 

herbal dengan berbagai khasiat penyembuhan penyakit, seperti 

diabetes, anti-infeksi, menurunkan kolesterol, mencegah kanker, 

dan lainnya. Saat ini banyak permintaan kayu manis oleh industri 

obat-obatan untuk diekstrak dan dijadikan obat herbal penyembuh 

berbagai penyakit. 

Selama periode 2015-2050, permintaan pasar domestik 

terhadap komoditas kayu manis diproyeksikan meningkat. Kalau 

pada tahun 2015 permintaan di pasar domestik sebesar 100 ribu 

ton maka pada tahun 2050 menjadi 478 ribu ton atau meningkat 5% per tahun (Gambar 33). Peningkatan permintaan kayu manis 

ini  sejalan dengan berkembangnya industri obat herbal.Permintaan kayu manis di pasar domestik pada tahun 2050 

diproyeksikan meningkat 5 kali lipat dibanding saat ini. 

Peningkatan permintaan ini  dipicu naiknya permintaan 

untuk industri.

Permintaan kayu manis di pasar domestik pada tahun 2050 

meningkat sekitar lima kali lipat dibanding tahun 2015. Ini berarti 

produksi dalam negeri minimal meningkat lima kali lipat pada 

tahun 2050. Apabila ke depan permintaan pasar dunia mengalami 

peningkatan dan negara kita  berniat mengisi pasar ekspor, maka 

produksi dalam negeri pada tahun 2050 didorong bisa naik lebih 

dari lima kali lipat sesuai kebutuhan ekspor. berdasar  data 

ekspor-impor menunjukkan bahwa kayu manis memiliki prospek 

yang sangat baik sebagai komoditas andalan ekspor.Jahe. Sama halnya seperti kayu manis, jahe untuk menambah 

cita rasa makanan dan minuman, juga dapat dimanfaatkan sebagai 

obat herbal dengan berbagai khasiat penyembuhan penyakit, 

misalnya diabetes, anti-infeksi, menurunkan kolesterol, mencegah 

kanker, dan lainnya. Saat ini banyak permintaan jahe dari industri 

obat untuk diekstrak dan dijadikan obat herbal penyembuh 

berbagai penyakit. 

Selama periode 2015-2050, permintaan pasar domestik 

terhadap komoditas jahe diproyeksikan meningkat. Kalau pada 

tahun 2015 permintaan di pasar domestik sebesar 145 ribu ton 

maka tahun 2050 diprediksi menjadi 375 ribu ton atau meningkat 

3% per tahun (Gambar 34). Peningkatan permintaan jahe ini  

sejalan dengan berkembangnya industri obat herbal.Permintaan jahe di pasar domestik pada tahun 2050 diproyeksi￾kan meningkat tiga lipat dibanding saat ini. Peningkatan 

permintaan ini  dipicu pesatnya perkembangan industri 

obat-obatan herbal.Selama periode 2015-2050 permintaan jahe meningkat 

sebesar 5% per tahun. Permintaan pasar domestik pada tahun 

2050 meningkat sekitar tiga kali lipat dibanding tahun 2015. Ini 

berarti produksi dalam negeri minimal meningkat tiga kali lipat 

pada tahun 2050. Jadi, jika permintaan pasar dunia mengalami 

peningkatan dan negara kita  berniat mengisi pasar ekspor, maka 

produksi dalam negeri pada tahun 2050 didorong meningkat lebih 

dari tiga kali lipat sesuai kebutuhan ekspor. berdasar  data 

ekspor-impor menunjukkan bahwa jahe memiliki prospek yang 

sangat baik sebagai komoditas andalan ekspor.

Peran Rempah dalam Perekonomian Nasional

Dalam bidang pertanian, kegiatan sepanjang alur vertikal rantai 

pasok suatu komoditas yang dimulai dari hulu berupa kegiatan 

produksi, tengah kegiatan pengolahan, dan hilir kegiatan 

pemasaran sampai kepada pengguna akhir (end user). Semua itu 

merupakan kegiatan ekonomi yang menghasilkan nilai ekonomi 

(value added) untuk masyarakat yang terlibat dalam kegiatan 

ini . 

Kegiatan produksi cengkeh misalnya, akan membutuhkan 

tenaga kerja dan sarana produksi seperti benih, pupuk, pestisida, 

dan input usaha tani lainnya. Selain itu, kegiatan produksi 

membutuhkan modal untuk membayar upah tenaga kerja, 

membeli input usaha tani, dan membayar biaya lainnya sampai 

menghasilkan produk berupa biji cengkeh. Upah yang diterima 

petani merupakan pendapatan petani atau lebih dikenal dengan 

istilah kompensasi tenaga kerja. 

Biji cengkeh merupakan output dari kegiatan produksi 

cengkeh. Biaya produksi yang dikeluarkan petani akan dibayar 

dari hasil penjualan biji cengkeh ini . Hasil penjualan cengkeh 

merupakan nilai output (output dikali harga). Keuntungan yang 

diperoleh petani merupakan pendapatan bagi petani. Kompensasi 

tenaga kerja ditambah keuntungan menanam cengkeh ini  dalam ekonomi disebut dengan nilai tambah. Dengan demikian, 

setiap kegiatan produksi akan menghasilkan output (nilai biji 

cengkeh), nilai tambah (kompensasi tenaga kerja dan keuntungan 

usaha), dan kesempatan kerja (petani yang bekerja).

Biji cengkeh ini  dijual ke pabrik rokok untuk selanjutnya 

diolah dan dicampur dengan tembakau menjadi rokok kretek. 

Sama halnya dengan kegiatan produksi, kegiatan pengolahan di 

pabrik rokok membutuhkan tenaga kerja dan input pengolahan 

sampai menghasilkan produk akhir (final product) berupa rokok 

kretek yang siap dipasarkan kepada konsumen. Kegiatan 

pengolahan ini  juga akan menghasilkan output berupa rokok 

kretek, nilai tambah berupa upah tenaga kerja, keuntungan usaha, 

dan menciptakan kesempatan kerja.

Rokok kretek selanjutnya dipasarkan kepada konsumen 

akhir. Perjalanan rokok kretek ini  sampai ke konsumen 

akhir melalui beberapa saluran pemasaran. Rokok kretek dari 

pabrik dijual kepada distributor, selanjutnya dari distributor 

dijual kepada pengecer, dan pengecer dijual kepada konsumen 

akhir atau pedagang asongan. Setiap saluran pemasaran ini  

mendapatkan keuntungan dan sekaligus menciptkan nilai tambah 

dan kesempatan kerja.

Uraian di atas memberi  gambaran kepada kita bahwa 

setiap kegiatan ekonomi sepanjang alur vertikal rantai pasok suatu 

komoditas menghasilkan output, nilai tambah, dan kesempatan 

kerja. Apabila seluruh hasil kegiatan ekonomi ini  bukan 

hanya komoditas pertanian, tapi juga seluruh kegiatan komoditas 

dan jasa di dalam suatu negara, maka akan menghasilkan output, 

nilai tambah, dan kesempatan kerja nasional. 

Jumlah output yang secara nasional menggambarkan 

berapa kemampuan negara menyediakan barang dan jasa yang 

diperlukan penduduknya. Kalau berlebih (surplus) diekspor, 

tetapi sebaliknya kalau kurang (defisit) mengimpor. Ekspor

menciptakan devisa atau menyumbang devisa negara, sebaliknya impor menguras devisa. Dalam ekonomi, nilai ekspor dikurangi 

nilai impor disebut neraca pembayaran. Jika nilai ekspor lebih 

besar dari impor suatu komoditas maka neraca perdagangan 

komoditas yang bersangkutan disebut surplus, tetapi sebaliknya 

disebut defisit.

Berikut diuraikan tentang peranan komoditas rempah￾rempah terhadap perekonomian nasional. Indikator peran dalam 

perekonomian yaitu  kontribusi terhadap devisa, output nasional, 

PDB (Produk Domestik Bruto) atau nilai tambah nasional dan 

penciptaan kesempatan kerja.

Kontribusi terhadap Devisa Negara 

Peran suatu komoditas terhadap perekonomian suatu negara 

dapat dilihat dari kontribusinya terhadap devisa negara. Makin 

besar kontribusinya maka makin besar pula peranannya dalam 

perekonomian negara. 

Kontribusi suatu komoditas terhadap devisa negara dapat 

dilihat dari nilai ekspor komoditas yang bersangkutan. Namun, 

seringkali nilai ekspor yang tinggi tidak mencerminkan 

kontribusinya terhadap devisa yang riil. Bisa jadi karena nilai 

impor komoditas yang bersangkutan juga tinggi melebihi nilai 

ekspornya sehingga kontribusinya terhadap devisa negara 

menjadi negatif. Karena itu, ukuran yang lebih tepat menghitung 

kontribusi suatu komoditas terhadap devisa negara yaitu  selisih 

antara nilai ekspor dengan nilai impor atau neraca perdagangan.

Lada. Selama periode 2000-2015, neraca perdagangan lada 

meningkat secara konsisten dengan sedikit berfluktuasi dan berada 

di kuadran positif (Gambar 35). Kalau pada tahun 2000 neraca 

perdagangan lada sebesar 218 juta dolar AS maka pada tahun 2015 

meningkat lebih dua kali lipat menjadi 535 juta dolar AS. Selama 

periode ini  neraca perdagangan lada tidak pernah defisit. Ini 

menunjukkan lada merupakan komoditas andalan devisa negara.Peningkatan neraca pembayaran selama lima belas tahun 

terakhir dipicu peningkatan ekspor, sedang  impor relatif stabil 

dan kecil. Peningkatan ekspor disebabkan tarikan permintaan 

dunia yang makin besar dan didukung peningkatan surplus 

produksi dalam negeri. 

Kombinasi antara peningkatan surplus produksi dan stabilitas 

konsumsi dalam negeri dan tarikan permintaan dunia yang makin 

besar menghasilkan peningkatan surplus neraca pembayaran 

secara konsisten. Arah perkembangan neraca pembayaran lada 

(Gambar 35) menunjukkan tren positif dan meningkat secara 

konsisten.

Dengan demikian, berdasar  perkembangan surplus neraca 

pembayaran dalam lima belas tahun terakhir dapat dikatakan 

bahwa ke depan komoditas lada dapat menjadi andalan dalam 

penciptaan devisa negara. Karena itu untuk meningkatkan peran 

ini , surplus produksi dalam negeri perlu terus didorong 

secara konsisten dan stabil.Cengkeh. Selama periode 2000-2015 neraca perdagangan 

cengkeh meningkat, tapi trennya negatif dan sangat berfluktuasi 

(Gambar 36). Jika pada tahun 2000 neraca perdagangan cengkeh 

minus 44 juta dolar AS maka tahun 2015 meningkat menjadi 46 

juta dolar AS. Pada tahun 2011, neraca perdagangan cengkeh 

mengalami defisit yang luar biasa sebesar 328 juta dolar AS. Nilai 

itu tidak pernah dialami selama lima belas tahun terakhir. Defisit 

neraca perdagangan ini  disebabkan menurunnya produksi 

dan meningkatkan permintaan dalam negeri. Pada tahun 2011, produksi cengkeh negara kita  sebesar 72.248 

ton turun dibanding tahun 2010 sebesar 98.385 ton. Namun, 

mulai tahun 2012 produksi mengalami pemulihan menjadi 99.890 

ton dan pada tahun 2013 meningkat lagi menjadi 100.725 ton. 

Sementara volume impor tahun 2011 meningkat tajam dibanding 

10 tahun terakhir, yaitu sebesar 14.979 ton, tapi pada tahun 2012 

dan selanjutnya volume impor mengalami penurunan. 

berdasar  data produksi dan volume impor ini  

menunjukkan peningkatan volume impor tahun 2011 dipicu 

penurunan produksi pada tahun ini . Padahal volume impor sangat dipengaruhi oleh produksi; penurunan produksi cengkeh 

akan memicu impor dan sebaliknya. 

Peningkatan volume impor dan penurunan ekspor 

memicu  defisit neraca pembayaran yang sangat besar 

sampai mencapai minus 328 juta dolar AS. Namun, mulai tahun 

2013 mengalami pemulihan dan neraca perdagangan cengkeh 

surplus. Dengan demikian, neraca pembayaran cengkeh sangat 

dipengaruhi fluktuasi produksi. 

Selama ini produksi cengkeh sangat berfluktuatif karena faktor 

musim, keunggulan kompetitif dengan komoditas lain sehingga 

banyak petani beralih kepada tanaman lain, kondisi benih yang 

tidak unggul, kebijakan pemerintah, dan lainnya. Dengan 

demikian, selama kondisi produksi berfluktuatif seperti saat ini, 

cengkeh tidak bisa diandalkan untuk pemasukan devisa negara.Impor cengkeh akan memicu  petani kehilangan peker￾jaan dan pendapatan.

Setiap tahun impor cengkeh diperkirakan sekitar Rp1,5 

triliun. Impor cengkeh memicu  pengurangan pendapatan 

yang terkait dengan kegiatan ekonomi cengkeh sebesar Rp1,4 

triliun dan kesempatan kerja berkurang sebanyak 205 ribu orang 

(Tabel 24). Akibat impor ini , petani cengkeh yang paling 

menderita. Sekitar 80% petani cengkeh kehilangan pendapatan dan kesempatan kerja. Kondisi sangat merugikan perekonomian 

pertanian. Karena itu, perlu didorong peningkatan produksi 

dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan cengkeh dalam negeri 

melalui perbaikan di tingkat usaha tani. Sangatlah mungkin 

apabila produksi dalam negeri surplus dapat diekspor, karena ke 

depan permintaan cengkeh di pasar dunia sedang meningkat.

Pala. Selama periode 2000-2015 neraca perdagangan pala selalu 

menunjukkan surplus dan trennya meningkat secara konsisten 

dengan sedikit berfluktuasi (Gambar 37). Kalau pada tahun 2000 

neraca perdagangan pala sebesar 58 juta dolar AS maka pada tahun 

2015 meningkat hampir dua kali lipat menjadi 99 juta dolar AS.

Surplus dan peningkatan neraca pembayaran selama lima belas 

tahun terakhir ini  dipicu peningkatan ekspor, sedang  

impor stabil. Peningkatan ekspor dipicu tarikan permintaan dunia 

yang makin besar dan didukung peningkatan surplus produksi 

dalam negeri. Kombinasi surplus peningkatan produksi, stabilitas konsumsi 

dalam negeri, dan tarikan permintaan dunia yang makin besar 

menghasilkan peningkatan surplus neraca pembayaran secara konsisten. Arah perkembangan neraca pembayaran pada Gambar 

37 menunjukkan tren positif.

Dengan demikian, ke depan peran komoditas pala dalam 

penciptaan devisa dapat diandalkan. Untuk meningkatkan peran 

ini , produksi dalam negeri perlu terus didorong meningkat 

secara konsisten. 

Vanili. Selama periode 2011-2015 neraca perdagangan 

vanili menunjukkan tren meningkat secara konsisten dengan 

sedikit berflkutuasi (Gambar 38). Kalau pada tahun 2011 neraca 

perdagangan lada sebesar 5 juta dolar AS maka tahun 2015 

meningkat lebih tiga kali lipat menjadi 17 juta dolar AS.

Peningkatan neraca pembayaran selama lima tahun terakhir 

dipicu peningkatan ekspor, sedang  impor stabil. Peningkatan 

ekspor dipicu tarikan permintaan dunia yang makin besar dan 

didukung naiknya produksi dalam negeri. Kombinasi peningkatan produksi, stabilitas konsumsi 

dalam negeri, dan tarikan permintaan dunia yang makin besar 

menghasilkan peningkatan neraca pembayaran secara konsisten. Arah perkembangan neraca pembayaran vanili (Gambar 38) 

menunjukkan tren positif.

Dengan demikian, ke depan peran komoditas vanili dalam 

penciptaan devisa dapat diandalkan. Untuk meningkatkan peran 

ini , produksi dalam negeri perlu terus didorong meningkat 

secara konsisten. 

Kayu manis. Selama periode 2011-2015 neraca perdagangan 

kayu manis stabil, tetapi menunjukkan tren meningkat secara 

konsisten dan berfluktuasi (Gambar 39). Kalau pada tahun 2011 

neraca perdagangan lada sebesar 59 juta dolar AS maka pada 

tahun 2015 sedikit menurun menjadi 58 juta dolar AS. Pada tahun 

2014, neraca perdagangan kayu manis pernah mencapai surplus 

100 juta dolar AS.

Hasil analisis tren menunjukkan perkembangan neraca 

pembayaran selama lima tahun terakhir positif. Tren positif 

ini  dipicu peningkatan ekspor, sedang  impor stabil. 

Peningkatan ekspor dipicu tarikan permintaan dunia yang makin 

besar dan didukung peningkatan produksi dalam negeri. Kombinasi peningkatan produksi, stabilitas konsumsi 

dalam negeri, dan tarikan permintaan dunia yang makin besar 

menghasilkan peningkatan neraca pembayaran secara konsisten. 

Arah perkembangan neraca pembayaran kayu manis (Gambar 39) 

menunjukkan tren positif.

Dengan demikian, ke depan peran komoditas kayu manis 

dalam penciptaan devisa dapat diandalkan. Untuk meningkatkan 

peran ini , produksi dalam negeri perlu terus didorong 

meningkat secara konsisten. 

Jahe. Selama periode 2011-2015 neraca perdagangan jahe 

menunjukkan tren meningkat secara konsisten dengan sedikit 

berfluktuasi (Gambar 40). Kalau pada tahun 2011 neraca 

perdagangan jahe defisit sebesar 15 juta dolar AS maka pada tahun 

2015 mengalami surplus sebesar 12 juta dolar AS.

Peningkatan neraca pembayaran selama lima tahun terakhir 

dipicu peningkatan ekspor, sedang  impor stabil. Peningkatan 

ekspor dipicu tarikan permintaan dunia yang makin besar dan 

didukung peningkatan produksi dalam negeri. Kombinasi peningkatan produksi, stabilitas konsumsi 

dalam negeri, dan tarikan permintaan dunia yang makin besar 

menghasilkan peningkatan neraca pembayaran secara konsisten. 

Arah perkembangan neraca pembayaran jahe (Gambar 40) 

menunjukkan tren positif.

Dengan demikian, ke depan peran komoditas jahe dalam 

penciptaan devisa dapat diandalkan. Untuk meningkatkan peran 

ini , produksi dalam negeri perlu terus didorong meningkat 

secara konsisten. 

Kontribusi terhadap PDB

Setiap kegiatan ekonomi sepanjang alur vertikal agribisnis suatu 

komoditas akan menghasil output. Output ini  dijual akan 

menghasilkan nilai output atau pendapatan. Dengan demikian, 

setiap komoditas akan menghasilkan total nilai output dari 

seluruh kegiatan ekonomi sepanjang alur vertikal komoditas yang 

bersangkutan. 

Penghitungan nilai output suatu komoditas ini  tujuannya 

untuk mengetahui peranannya terhadap pembentukan output 

nasional. Makin besar persentase output yang dihasilkan suatu 

komoditas, makin besar juga perannya terhadap perekonomian 

nasional. 

Nilai output atau hasil penjualan atau hasil pendapatan suatu 

kegiatan, misalnya usaha tani akan dibagi untuk faktor produksi 

(input produksi dan tenaga kerja, pajak-pajak) dan keuntungan 

usaha. Keuntungan usaha itulah yang disebut nilai tambah. Nilai 

tambah yang tercipta dari seluruh kegiatan ekonomi di suatu 

negara disebut dengan Pendapatan Domestik Kotor atau PDB 

(Product Domestic Bruto). 

Nilai PDB ini digunakan pemerintah untuk mengetahui berapa 

pendapatan total dan berapa pendapatan per kapita. Pendapatan 

per kapita dapat dirinci per lapisan masyarakat (kaya, menengah, dan miskin), juga bisa dirinci berdasar  wilayah (kota vs desa, 

berkembang vs belum berkembang, dan industri vs pertanian 

vs perdagangan). Semua informasi yang berkaitan dengan PDB 

ini  penting sebagai salah satu bahan menyusun kebijakan 

publik untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.

Sama halnya dengan output dan PDB, kesempatan kerja 

yang tercipta dari seluruh kegiatan ekonomi suatu negara sangat 

penting untuk mengetahui kemampuan negara menciptakan 

pekerjaan bagi penduduknya. Apabila kemampuan menciptakan 

lapangan kerja lebih kecil dari kebutuhan maka akan menciptakan 

pengangguran dan sebaliknya. 

Informasi tentang output, PDB, dan kesempatan kerja secara 

nasional dan regional (provinsi, kabupaten), maupun sektor dan 

per kegiatan (komoditas), dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik 

(BPS). Khusus untuk per sektor dan kegiatan, BPS mengeluarkan 

informasi ini  secara periodik setiap lima tahun berupa tabel 

input-output (I-O). BPS terakhir mengeluarkan Tabel I-O pada 

tahun 2010. 

Secara keseluruhan, tanaman rempah menciptakan output 

sebesar Rp150 triliun atau sekitar 1,15% dari total output nasional 

(Tabel 25), sedang  PDB yang diciptakan sebesar Rp70 triliun 

(Tabel 26). Output dan PDB yang diciptakan tanaman rempah 

memang relatif kecil dibandingkan padi. Hal ini karena belum 

intensifnya pengelolaan tanaman rempah dan industri hilir juga 

belum banyak berkembang.

Selama periode 1985-2010 peran tanaman rempah terhadap 

pembentukan output dan PDB mengalami penurunan. Kalau 

tahun 1985 peran tanaman dalam pembentukan output nasional 

sebesar 1,33% maka tahun 2010 menurun menjadi 1,14%. Begitu 

juga dengan PDB, selama periode ini  peran tanaman 

rempah mengalami penurunan dari 1,08% menjadi 1,05%. Ini 

menunjukkan selama tiga dasawarsa perhatian pemerintah dalam 

pengembangan tanaman rempah masih kurang. Ide untuk meraih kembali kejayaan rempah Nusantara dalam 

mendukung perekonomian perlu disambut gembira. Pasalnya, 

negara kita  memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif dalam 

pengembangan tanaman rempah di dunia.

Kontribusi terhadap Kesempatan Kerja

Total kesempatan kerja yang mampu diciptakan dari kegiatan 

agribisnis tamanan rempah sebanyak 2 juta orang. Jumlah itu jauh 

lebih kecil dibandingkan usaha tani padi. Hal ini karena usaha tani 

padi jauh lebih intensif tenaga kerja dibanding tanaman rempah 

(Tabel 27).


Dari bab terdahulu dapat ditarik pelajaran bahwa sejarah 

merupakan fungsi dari rangkaian kebijakan-kebijakan 

yang telah diambil dan dilaksanakan institusi yang 

memutuskan kebijakan ini . Secara jelas bagaimana kebijakan 

Kerajaan Spanyol dan Portugis menciptakan para pelaut yang 

berhasil menembus ketidaktahuan dan ketertinggalan dalam 

bidang kemaritiman pada era sebelumnya. Buah yang dipetik 

dua bangsa ini yaitu  Columbus menemukan Amerika, Vasco da 

Gama sampai di India, dan Albuquerque menaklukkan Malaka. 

Baru sesudah  hampir satu abad kemudian bangsa Belanda tiba 

di Banten dan kemudian terjadilah gelombang besar bangsa Eropa 

masuk ke Asia, khususnya Nusantara. Kemajuan di Eropa ini  

tidak tiba-tiba terjadi, melainkan sebagai hasil dari lahirnya 

kembali budaya mereka yang dinamakan dengan Renaissance yang 

berkembang mulai tahun 1350-1400 di Florence, Italia. 

Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan budaya 

inilah yang mengubah bangsa Eropa dari bangsa yang sebelumnya 

tertinggal menjadi bangsa yang maju dalam pengertian penguasaan 

teknologi militer, institusi ekonomi dan keuangan, serta ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam proses perkembangan 

ini , rempah masuk menjadi komoditas penting mengingat 

keuntungannya sangat menggiurkan. 

Keuntungan yang didapat Lisbon memberi  rangsangan 

yang sangat kuat terhadap Belanda, sehingga negara ini  

mengambil kebijakan membentuk VOC. Pendirian VOC ini 

merupakan kebijakan negara yang membuat sukses Belanda 

mewujudkan cita-citanya mengambil alih penguasaan rempah 

Nusantara dari Portugis dan bangsa lainnya. Walaupun pada 

era VOC juga, rempah kemudian mengalami masanya meredup, 

tetapi sejarah ini menjadi pelajaran penting dalam rangka 

membangkitkan kembali kejayaan rempah Nusantara pada masa 

mendatang.

Pengembangan Rempah sesudah  Kemerdekaan

Sejak berdiri Maret 1602 sampai dibubarkan pada 1 Januari 

1800, VOC tidak sepenuhnya berhasil memonopoli perdagangan 

rempah, terutama pala, bunga pala, dan cengkeh. Tingginya 

intensitas keterlibatan VOC dalam berbagai aspek, termasuk 

perdagangan dan politik (terutama urusan politik dengan raja￾raja Jawa) dan ditambah dengan trauma kekalahan Belanda dari 

Prancis, memicu  semakin berkurangnya fokus dan kekuatan 

VOC dalam mengelola perdagangan rempah di Nusantara. 

Kondisi lingkungan strategis sesudah  Perang Dunia II dan 

menjelang Kemerdekaan negara kita  semakin memicu  

berkembangnya monopoli perdagangan rempah. Pada masa 

sesudah  kemerdekaan antara 1945-1950, Pemerintah negara kita  

menghadapi situasi keuangan negara yang kritis, kas negara 

kosong, dan terjadi inflasi yang sangat tinggi. Kondisi itu sebagai 

akibat agresi dan blokade ekonomi Belanda.

Perhatian pemerintah pada masa itu lebih mengutamakan 

pemenuhan kebutuhan pangan penduduk dan membuka akses perdagangan luar negeri yang terhenti. Misalnya, membuka 

hubungan dagang langsung dengan luar negeri, seperti dengan 

perusahaan swasta Amerika (Isbrantsen Inc.). 

Tujuan dari kontak ini yaitu  membuka jalur diplomatis 

ke berbagai negara. Usaha ini dirintis BTC (Banking and Trading 

Corporation) atau Perseroan Bank dan Perdagangan, suatu badan 

perdagangan semi-pemerintah yang membantu usaha ekonomi 

pemerintah, dipimpin oleh Sumitro Djojohadikusumo dan Ong 

Eng Die. 

Hasil transaksi pertama dari kerja sama ini  yaitu  

Amerika bersedia membeli barang ekspor negara kita  seperti gula, 

karet, teh, rempah, dan lain-lain. Tetapi selanjutnya kapal Amerika 

yang mengangkut barang pesanan dan memuat barang ekspor dari 

negara kita  dicegat dan seluruh muatannya disita kapal Angkatan 

Laut Belanda.

Pemerintah Soekarno-Hatta lalu membentuk Badan Perancang 

Ekonomi pada 19 Januari 1947. Badan ini  bertugas membuat 

rencana pembangunan ekonomi jangka waktu 2-3 tahun yang 

akhirnya disepakati untuk jangka waktu 10 tahun. Badan ini 

antara lain bertugas menasionalisasikan semua cabang produksi 

(perdagangan, perkebunan, industri) yang dimiliki Pemerintah 

Belanda dengan mengubah dalam bentuk badan hukum. 

Hal ini dilakukan dengan harapan agar negara kita  dapat 

menggunakan semua cabang produksi secara maksimal dan 

kuat di mata hukum internasional. Nasionalisasi perusahaan 

perdagangan hasil bumi milik Belanda yang terkait dengan 

perdagangan hasil bumi (gula, karet, tembakau, rempah, dan 

lain-lain) mengalami dampak kebijakan pemerintah. Salah 

satu perusahaan internasional dagang hasil bumi (kopi, karet, 

cengkeh, tembakau, gula, dan lain-lain) milik Belanda di Surabaya 

(Internatio) mengalami nasionalisasi. Saat yang sama, Pemerintah RI pada 1947 juga membentuk 

perwakilan resmi di Singapura yang diberi nama negara kita n 

Office (Indoff). Secara resmi, badan ini merupakan badan yang 

memperjuangkan kepentingan politik negara kita  di luar negeri. 

Namun, secara rahasia berusaha menembus blokade ekonomi 

Belanda dengan perdagangan barter. Hal ini ditempuh agar 

perdagangan yang terbentuk sebelum kemerdekaan dapat terus 

dilanjutkan dan berlangsung di bawah Pemerintahan RI. Pada era 

inilah, perdagangan rempah Nusantara mengalami keterpurukan 

yang berat.

Nasionalisasi aset produktif pemerintah berupa bangunan 

umum, perkebunan, dan industri yang telah ada sebelum perang 

menjadi milik negara, baru terlaksana sepenuhnya pada tahun 

1957. Program ini didukung rekonstruksi dan rasionalisasi 

angkatan perang (RERA) 1948. Sejumlah angkatan perang 

dikurangi secara drastis untuk mengurangi beban negara di 

bidang ekonomi dan meningkatkan efisiensi angkatan perang. 

Bekas prajurit disalurkan pada bidang-bidang produktif dan 

diurus Kementerian Pembangunan dan Pemuda. 

Rasionalisasi yang diusulkan Mohammad Hatta ini diikuti 

dengan intensifikasi pertanian, penanaman bibit unggul, dan 

peningkatan peternakan. Sekali lagi, pada era ini perdagangan 

rempa