masakan rumah sakit 2
Juni 07, 2023
masakan rumah sakit 2
anitasi
Jasaboga, Lampiran Bab III :
a) Peralatan yang kontak dengan makanan
(1) Peralatan masak dan peralatan makan harus terbuat dari bahan tara
pangan (food grade) yaitu peralatan yang aman dan tidak berbahaya
bagi kesehatan.
(2) Lapisan permukaan peralatan tidak larut dalam suasana asam/basa
atau garam yang lazim terdapat dalam makanan dan peralatan
masak tidak boleh melepaskan zat beracun kepada makanan (tidak
mengeluarkan bahan berbahaya) dan logam berat beracun seperti :
Timah Hitam (Pb), Arsenikum (As), Tembaga (Cu), Seng (Zn),
Cadmium (Cd), Antimon (Stibium) dan lain-lain.
(3) Tlenan terbuat dari bahan selain kayu, kuat dan tidak melepas bahan
beracun.
(4) Bahan yang digunakan untuk membuatnya ataupun bahan yang
digunakan untuk perbaikan harus anti karat, kedap, halus, mudah
dibersihkan, tak berbau, tidak mudah berubah warna dan tidak
berasa. Hindari bahan-bahan Antimon (An), Cadmium (Cd), Timah
(Pb).
(5) Bila digunakan sambungan, gunakan bahan anti karat dan aman.
(6) Bila digunakan kayu sebagai bahan, maka dianjurkan tidak dipakai
sebagai bahan yang langsung kontak dengan makanan.
(7) Bila digunakan plastik, dianjurkan yang aman dan mudah dibersihkan
permukaannya.
(8) Perlengkapan pengolahan seperti kompor, tabung gas, lampu,
kipas angin harus bersih, kuat dan berfungsi dengan baik, tidak
menjadi sumber pencemaran dan tidak menyebabkan sumber
bencana (kecelakaan).
b) Peralatan bersih yang siap pakai tidak boleh dipegang di bagian yang
kontak langsung dengan makanan atau yang menempel di mulut.
c) Lapisan permukaan tidak terlarut dalam asam/basa atau garam-garam
yang lazim dijumpai dalam makanan.
d) Kebersihan peralatan harus tidak ada kuman Eschericia coli (E.coli) dan
kuman lainnya.
e) Keadaan peralatan harus utuh, tidak cacat, tidak retak, tidak gompal dan
mudah dibersihkan, peralatan masak tidak boleh patah dan kotor.
f) Persiapan pengolahan harus dilakukan dengan menyiapkan semua
peralatan yang akan digunakan dan bahan makanan yang akan diolah
sesuai urutan prioritas.
2) Menurut Anwar H, dkk. (1989) Tata letak perlengkapan di dapur :
a) berdasar pengalaman daerah kerja di dapur berhubungan satu dengan
yang lain sehingga meningkatkan efisiensi pelaksaan kerja dan
memudahkan pembersihan.
b) Lokasi penyimpanan dan pengiriman makanan berdekatan dengan lokasi
pengiriman ke luar. Meja kepala dapur sebaiknya dekat dengan daerah ini.
c) Tempat pencucian piring seharusnya ditempatkan berdekatan dengan
tempat penyimpanan piring dan juga dekat dengan ruang makan agar
membatasi lalu lintas pelayan/petugas melewati dapur. Tempat ini harus
mempunyai ventilasi yang baik.
d) Tempat pengambilan makanan harus dekat dengan ruang makan, dan
bersama-sama dengan tempat pendistribusian untuk mencegah terjadinya
kesimpang-siuran lalu lintas pada daerah penyiapan makanan.
e) Tempat penyiapan makanan dan tempat ini semua perlengkapan harus
pada tempat yang memudahkan kegiatan penyiapan.
f) Fasilitas toilet harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga memudahkan
pekerja untuk menggunakannya tanpa melewati dapur.
g) Fasilitas cuci tangan seharusnya ditempatkan dekat dengan toilet dan
dapur.
h) Fasilitas perkakas perlengkapan dekat dengan toilet.
i) Tempat sampah dan fasilitas pencucian bahan makanan seharusnya mudah
untuk diangkat.
j) Bukaan jendela dan pintu cukup dan efisien. Secara umum untuk ventilasi
dapur, pertukaran udara minimum setiap 2 menit.
3. Pengolahan Makanan
Menurutkementerian kesehatan tentang Higiene
Sanitasi Jasaboga, Lampiran Bab III :
a. Persiapan Rancangan Menu
Menu disusun berdasar pesanan (kebutuhan rumah sakit). Menu disusun
berdasar menu pokok (baku). Dalam menyusun menu perlu jumlah dan jenis
makanan. Dengan melihat catatan penyimpanan makanan dapat diketahui jumlah
dan jenis yang ada dan harus segera diadakan. Maka sistem pencatatan gudang
sangat mendukung untuk pekerjaan seperti ini. Setelah menulis susun dan
persiapan bahan dalam jenis, jumlah dan bumbu yang diperlukan tersedia, maka
proses pengolahan dilaksanakan oleh tenaga yang telah ditetapkan.
b. Peracikan bahan
1) Cucilah bahan makanan sampai bersih dengan air yang mengalir.
2) Potonglah bahan dalam ukuran kecil agar mudah masah.
3) Buanglah bahan yang rusak, layu atau ternoda.
4) Masukkan potongan tempat yang bersih dan terlindung dari serangga.
5) Bahan siap dimasak.
6) Peracikan bahan, persiapan bumbu, persiapan pengolahan dan prioritas dalam
memasak harus dilakukan sesuai tahapan dan harus higienis dan semua bahan
yang siap dimasak harus dicuci dengan air mengalir.
c. Persiapan bumbu
1) Cucilah semua bahan bumbu sampai bersih dengan air mengalir.
2) Untuk bahan biji, rendamlah sebelumnya untuk membuang debu dan sampah.
3) Siapkan alat penghancur yang bersih seperti ulekan, blender dsb.
4) Hancurkan bumbu sesuai keperluan dengan segera.
5) Masukkan adonan bumbu pada tempat yang bersih dan terlindungi dari
serangga.
6) Adonan siap dimasak.
d. Persiapan pengolahan
1) Siapkan wajan, kuali atau sejenisnya untuk mengolah makanan.
2) Tuangkan air, minyak atau mentega untuk bahan pemanas makanan.
3) Masukkan bahan yang akan dimasak, secara bergiliran sesuai dengan tata cara
memasak menurut jenis menu makanan.
4) Ratakan suhu makanan dengan cara membalik atau mengaduk, sehingga yakin
tidak ada bagian yang tidak dimasak.
5) Gunakan panas yang tidak terlalu tinggi sehingga seluruh bagian makanan
akan matang secara merata.
Perhatian : pemakaian panas yang akan mempercepat matang bagian luar
makanan sementara. Bagian dalamnya masih mentah. Ini sangat berbahaya
karena masih adanya daerah bahaya yang memungkinkan bakteri masih hidup.
e. Prioritas dalam memasak
1) Dahulukan memasak makanan yang tahan lama, seperti gorengan.
2) Makanan yang rawan seperti kaldu, kuah dan sebagainya, dimasak pada akhir
waktu masak.
3) Simpanlah bahan makanan yang belum waktunya dimasak dalam lemari es.
4) Simpanlah makanan matang yang belum waktunya dihidangkan dalam
keadaan panas.
5) Perhatikan uap makanan jangan sampai mencair dan masuk ke dalam
makanan, karena akan menyebabkan kontaminasi ulang (recontamination).
6) Makanan yang sudah masak tidak boleh dijamah dengan tangan, tetapi harus
menggunakan alat seperti penjepit atau sendok.
7) Untuk mencicipi makanan gunakan sendok khusus yang selalu dicuci.
8) Pengaturan suhu dan waktu perlu diperhatikan karena setiap bahan
makanan mempunyai waktu kematangan yang berbeda. Suhu pengolahan
minimal 900C agar kuman patogen mati dan tidak boleh terlalu lama agar
kandungan zat gizi tidak hilang akibat penguapan.
f. Higiene penanganan makanan
1) Memperlakukan makanan secara hati-hati dan seksama sesuai dengan prinsip
higiene sanitasi makanan
2) Menempatkan makanan dalam wadah tertutup dan menghindari
penempatan makanan terbuka dengan tumpang tindih karena akan
mengotori makanan dalam wadah di bawahnya.
3) Makanan
Makanan yang dikonsumsi harus higienis, sehat dan aman yaitu bebas
dari cemaran fisik, kimia dan bakteri.
a) Cemaran fisik seperti pecahan kaca, kerikil, potongan lidi, rambut, isi
staples, dan sebagainya. Dengan penglihatan secara seksama atau secara
kasat mata.
b) Cemaran kimia seperti Timah Hitam, Arsenicum, Cadmium, Seng,
Tembaga, Pestisida dan sebagainya, melalui pemeriksaan laboratorium dan
hasil pemeriksaan negatif.
c) Cemaran bakteri seperti Eschericia coli (E.coli) dan sebagainya, melalui
pemeriksaan laboratorium dan hasil pemeriksaan menunjukkan angka
kuman E.coli 0 (nol).
4) Pemeriksaan Higiene Sanitasi
Pemeriksaan higiene sanitasi dilakukan untuk menilai kelaikan persyaratan
teknis fisik yaitu bangunan, peralatan dan ketenagaan serta persyaratan
makanan dari cemaran kimia dan bakteriologis. Nilai pemeriksaan ini
dituangkan di dalam berita acara kelaikan fisik dan berita acara pemeriksaan
sampel / specimen.
a) Pemeriksaan fisik
(1) Golongan A1 , minimal nilai 65 maksimal 70, atau 65 – 70%
(2) Golongan A2, minimal nilai 70 maksimal 74, atau 70 – 74%
(3) Golongan A3 , minimal nilai 74 maksimal 83, atau 74 – 83%
(4) Golongan B, minimal nilai 83 maksimal 92, atau 83 – 92%
(5) Golongan C, minimal nilai 92 maksimal 100 atau rangking 92 –100%
b) Pemeriksaan laboratorium
(1) Cemaran kimia pada makanan negatif.
(2) Angka kuman E.coli pada makanan 0/gr contoh makanan
(3) Angka kuman pada peralatan makan 0 (nol)
(4) Tidak diperoleh adanya carrier (pembawa kuman patogen) pada
penjamah makanan yang diperiksa (usap dubur/rectal swab)
g. Pencucian Peralatan Makan dan Masak
Mencuci berarti membersihkan. Semua alat/barang untuk pembuatan dan
penyajian makanan perlu dicuci untuk menjadi bersih dan hygienis, sehingga dapat
mencegah kemungkinan timbulnya sumber penularan penyakit. Mencuci yang baik
memerlukan sarana yang layak dan pengetahuan pencucian yang memadai.
48
Sarana yang layak diperlukan untuk memudahkan pencucian, sedangkan
pengetahuan dibutuhkan untuk mengetahui akan maksud dan tujuan pencucian.
Adapun tujuan dari pencucian secara umum yaitu menjadikan alat / barang yang
kotor setelah dipergunakan, dibersihkan kembali sehingga nampak bersih dan
estetis. Tetapi jauh daripada itu nilai hygienis alat/barang diperlukan agar tidak
mencemari makanan.
1) Prinsip-prinsip pencucian peralatan makan dan masak menurut Depkes RI,
Ditjen PPM & PLP (1999) :
a) Tersedianya sarana pencucian.
Sarana pencucian diperlukan untuk dapat dilaksanakan cara pencucian
yang hygienis dan sehat. Sarana pencucian dapat disediakan mulai dari
sarana yang tradisional, setengah modern dan modern, misalnya dengan
mesin cuci. Sarana pencucian yang paling sederhana adalah bak
perendaman dan bak pembilasan dengan air sekali pakai.
b) Dilaksanakannya tehnis pencucian.
Selengkap apapun sarana pencucian yang ada, tanpa dilaksanakan teknis
pencucian yang baik, tidak akan memberikan hasil yang baik.
c) Mengetahui dan mengerti maksud pencucian
Prinsip ini perlu diketahui benar sehingga apa yang dikerjakan selama
pencucian dilaksanakan dengan penuh rasa tanggung jawab untuk
mendapatkan hasil yang terbaik.
2) Tahap pencucian peralatan makan dan masak (H. Anwar, dkk, 1989)
a) Pembersihan kasar, merupakan langkah awal prosedur. Menghilangkan
makanan sisa akan membantu pembersihan/pencucian selanjutnya dan
mencegah tersumbatnya saluran.
b) Tanpa menggunakan air, gunakan tangan, sikat atau sapu penyerok yang
sesuai untuk mengumpulkan dan membuang semua makanan sisa.
(1) Bila ada darah, misalnya pada lantai pendingin daging, siramlah
dengan air dingin dalam mengakhiri pembersihan kasar ini.
(2) Untuk perlengkapan dan semua lantai lainnya, basuhlah dengan air
panas (125-1300F) dalam mengakhiri tahap ini, bila sistem
pengeringan berfungsi baik.
c) Pembersihan dengan menggunakan detergent alkali. Siapkan dan gunakan
detergent dengan air panas (155-1600F), dengan tahap - tahap :
(1) Menggunakan perlengkapan bertekanan secara mekanis.
(2) Dengan tangan, bila dilakukan penyerokan oleh sikat di bak/tank.
(3) Dengan ember dan sikat.
d) Membilas dengan air panas (155-1600F). Periksalah dengan menyeluruh
bahwa semua lemak dan partikel-partikel sudah tidak ada. Bila masih ada,
cuci lagi.
e) Penyucihamaan
(1) Sesudah pembersihan dan pembilasan, gunakan larutan desinfektan
dengan konsentrasi 200 ppm :
(a) Sebelum penyucihamaan ada beberapa perlengkapan yang
tidak boleh berair.
(b) Gunakan penyemprot atau bak pencelup yang mengandung
larutan desinfektan.
(2) Untuk perlengkapan dari logam, biarkan selama minimum 5 menit
dan maksimum 15 menit.
f) Pembilasan
Bilaslah (tak perlu pada lantai dan dinding) sesudah menggunakan larutan
desinfektan. Hilangkan air yang berlebih/menempel misalnya dengan
kertas penyerap air.
g) Pengeringan
Perlengkapan yang tidak permanen ditempatkan pada rak yang
permukaannya bukan kayu.
3) Maksud pencucian peralatan makan dan masak, menurut kementerian kesehatan , (1999) :
a) Untuk menghilangkan kotoran-kotoran kasar, dilakukan dengan cara :
(1) Scraping atau pemisahan kotoran sebelum dicuci, agar proses
mencuci lebih mudah, kotoran kasar tidak menyumbat saluran
pembuangan limbah dari bak pencuci.
(2) Pemakaian sabut, tapas atau abu gosok, agar kotoran keras yang
menempel dapat dilepaskan dari peralatan.
(3) pemakaian air bertekanan tinggi (15 psi), dimaksudkan agar dengan
tekanan air yang kuat dapat membantu melepaskan kotoran yang
melekat.
b) Untuk menghilangkan lemak dan minyak, dilakukan dengan cara :
(1) Direndam dalam air panas (600C) sampai larut dan segera dicuci,
jangan sampai dibiarkan kembali dingin, karena lemak akan kembali
membeku.
(2) Direndam dalam larutan detergent (lemon shop) dan bukan sabun,
karena sabun tidak melarutkan lemak.
c) Menghilangkan bau (amis, bau ikan dan sebagainya) dilakukan dengan cara
:
(1) Melarutkan dengan air perasan jeruk nipis (lemon), dalam larutan
pencuci (asam jeruk melarutkan lemak).
(2) Menggunakan abu gosok, arang atau kapur yang mempunyai daya
deodorant (anti bau).
(3) Menggunakan detergent yang baik (lemak yang larut akan
melarutkan bau amis/bau ikan).
d) Melakukan tindakan sanitasi/desinfeksi untuk membebaskan hama, dengan
cara-cara sebagai berikut :
(1) Direndam dalam air panas dengan suhu :
(a) 80 derajat Celcius selama 2 menit.
(b) 100 derajat Celcius selama 1 menit.
(2) Direndam dalam air mengandung chlor 50 ppm selama 2 menit atau
air yang dibubuhi kaporit 2 (dua) sendok makan dalam 100 liter air.
(3) Ditempatkan pada sinar matahari sampai kering.
(4) Ditempatkan pada oven penyimpanan piring.
e) Pengeringan peralatan yang telah selesai dicuci, dapat dilakukan dengan
menggunakan :
(1) Handuk khusus yang bersih dan tidak menimbulkan pengotoran
ulang.
(2) Lap bersih sekali pakai yang tidak menimbulkan bekasnya.
(3) Ditiriskan sampai kering dengan sendirinya.
4) Bahan pencuci peralatan makan dan masak, menurut Dep Kes RI, Ditjen PPM
& PLP, (1999) :
a) Detergent
Detergent akan mengubah secara fisik dan kimia terhadap air pencuci,
sehingga dapat menimbulkan sisa noda atau endapan mengeras pada
permukaan peralatan. Detergent akan menurunkan tekanan permukaan
banyak mengandung busa dan sebagai pelarut yang baik. Pemilihan
detergent tergantung pada :
(1) Bahan substansi yang akan dibersihkan.
(2) Bahan dasar dari barang yang akan dicuci.
(3) Kontak cairan dengan tangan.
(4) Alat pencuci dengan mesin cuci.
(5) Pengaruh kimia detergent terhadap tingkat kesadahan air pencuci.
Untuk itu perlu diketahui bahwa detergent yang dianggap baik haruslah
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
(1) Mempunyai daya pembasuh yang baik, yaitu kemampuan untuk
membasuh alat-alat dengan baik pada seluruh permukaannya.
(2) Mempunyai daya emulsifikasi yang baik, yaitu suatu kemampuan
untuk mencairkan lemak sisa makanan menjadi cairan sehingga
terlepas dari peralatan yang dicuci.
(3) Mempunyai daya disolving yang baik, yaitu suatu kemampuan untuk
melarutkan protein sehingga terbawa dalam pencucian.
(4) Mempunyai daya dislopilasi, yaitu suatu kemampuan menceriaberikan
partikel-partikel padat menjadi bagian yang kecil dan mudah
dilarutkan air pembersih.
(5) Mempunyai daya dispertion, yaitu suatu kemampuan fungsi ganda
baik pada air salah maupun tidak salah.
(6) Mempunyai daya rinsing bilas yang bersih, yaitu kemampuan terbilas
air pada peralatan yang dicuci.
b) Detergent sintetis
Kegunaan umum detergent sintetis akan sama halnya dengan detergent
lain dalam menetralisir derajat basa dan cukup efektif untuk membersihkan
kotoran di lantai, dinding, langit-langit serta perabotan dan peralatan
makan. Detergent dengan kadar basa yang kuat dapat digunakan untuk
membuang lemak yang menempel atau menggumpal.
c) Detergent untuk mesin pencuci harus berkadar basa tinggi, tetapi yang
digunakan untuk mencuci secara manual (dengan tangan) haruslah bahan
yang netral serta lembut sehingga tidak merusak tangan.
d) Sabun
Sabun adalah detergent yang sederhana yang bisa digunakan untuk
mencuci tangan. Sabun kurang baik dibandingkan dengan detergent
karena mempunyai daya larut yang kuat terhadap basa. Dalam air yang
sadah sabun dapat menyebabkan noda dan sulit berbusa, karena buih
sabun yang terjadi mudah pecah dan hilang. Sabun dan detergent
dibedakan dari bahan pencuci aktifnya dan daya busa yang terjadi bila
bereaksi dengan air pembersih.
e) Pencuci abrasif
Bila minyak banyak menempel pada permukaan alat yang dicuci, maka
pembersih basa dan asam tidak dapat bekerja dengan baik. Untuk itu dapat
digunakan bahan pencuci yang mengandung zat penggosok seperti pasir
halus atau silika. Pembersih ini cocok untuk membersihkan lantai atau
porselin. pemakaian nya harus memakai bahan lap halus agar tidak
menyebabkan kerusakan goresan pada permukaan peralatan yang dicuci.
5) Dalam memilih bahan pencuci, haruslah diperhatikan kemampuan
bahan, menurut Depkes RI, Ditjen PPM & PLP (1999), yaitu sebagai
berikut :
(1) Dapat menempel sempurna pada seluruh permukaan
peralatan yang akan dicuci.
(2) Mampu membuang kotoran dari permukaan alat.
(3) Menahan kotorannya dalam larutan pencuci sehingga tidak
melekat ulang.
(4) Mudah dibilas dengan air pembilas.
6) Test kebersihan hasil pencucian peralatan makan dan masak,
menurut Depkes RI, Ditjen PPM & PLP, (1999) :
a) Test kebersihan secara fisik, dapat dilakukan sebagai berikut :
(1) Dengan menaburkan tepung pada piring yang
sudah dicuci dalam keadaan kering. Apabila
tepungnya lengket pertanda pencucian belum
bersih.
(2) Menaburkan garam pada piring yang kering.
Apabila garam yang ditaburkan tadi lengket pada
piring pertanda pencucian belum bersih.
(3) Penetesan air pada piring yang kering. Apabila air
yang jatuh pada piring ternyata menumpuk/tidak
pecah pertanda pencucian belum bersih.
(4) Penetesan dengan alkohol. Jika terjadi endapan
pertanda pencucian belum bersih.
(5) Penciuman aroma. Apabila tercium bau amis
pertanda pencucian belum bersih.
(6) Penyinaran. Apabila peralatan tersebut
kelihatannya kusam/tidak cemerlang berarti
pencucian belum bersih.
b) Test kebersihan secara bakteriologis, dapat dilakukan dengan cara :
(1) Pengambilan usapan kapas steril (swab). Pada peralatan yamg
disimpan. Pengambilan usapan kapas ini untuk menguji kebersihan
piring yang disimpan dilakukan dengan memperhatikan petunjuk
pengambilan usapan alat makan. Kapas steril dicelupkan dalam media
buffer dimasukkan dalam botol steril untuk dibawah ke laboratorium
guna pemeriksaan E. Coli dan angka kuman.
Nilai kebersihan dihitung dengan angka-angka sebagai berikut :
(a) Angka total kuman sebanyak-banyaknya 100/cm2 dari
permukaan alat yang diperiksa.
(b) Angka kuman E. Coli harus 0/cm2 dari permukaan alat yang
diperiksa.
(2) Pengambilan usapan (swab) pada peralatan dilakukan segera setelah
selesai pencucian. Pengambilan usapan peralatan ini untuk menguji
proses pencucian karena semakin lama akan semakin banyak terjadi
pencemaran bakteri pada peralatan yang berasal dari udara dan akan
memberikan angka penyimpangan lebih tinggi dari keadaan yang
sebenarnya. Sebaliknya makin lama piring disimpan sampai kering
akan menghilangkan kemungkinan adanya E.Coli yang merupakan
indikasi tajam untuk menilai tingkat kebersihan dan hygienis dari
peralatan yang dicuci (karena kemungkinan E. Colinya sudah mati).
Mikroorganisme dapat tumbuh dan berkembang biak dengan cepat pada dapur
yang lembab, peralatan yang disimpan pada saat belum kering, bahan makanan
yang tidak dibersihkan dengan benar, bahkan dapat juga tumbuh pada bak cuci
piring dan spons yang digunakan untuk mencuci piring. Mikroorganisme tersebut
antara lain Staphylococcus aureus dan Pseudomonas spp yang dapat
menyebabkan berbagai penyakit (Rachmadhi Purwana, 2012).
Beberapa kebiasaan masyarakat juga harus diperbaiki, antara lain tidak membuang
sisa makanan pada piring dan merendamnya begitu saja di dalam bak pencuci
piring, mencuci peralatan makan dan masak dengan air mengalir saja tanpa
menggunakan sabun pencuci piring, mengganti spons pencuci piring saat sudah
kotor atau rusak saja. Spons juga harus ditiriskan dan dikeringkan setelah
digunakan untuk mencuci peralatan makan dan masak.
Berbeda dengan rumah tangga, untuk menjaga higiene dalam penyajian makanan
dan minuman di rumah sakit, pemerintah telah menetapkan standar yang berlaku
yaitu melalui Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1204/SK/X/2004 mengenai
persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit yang salah satu cakupannya adalah
penyehatan higiene dan sanitasi makanan dan minuman. Peraturan tersebut
mencantumkan hal-hal yang harus ditaati rumah sakit dalam proses menyajikan
makanan dan minuman bagi pasien, seperti pemilihan dan pemrosesan bahan
makanan, pengolahan makanan, peralatan masak yang digunakan, serta
pengawasan terhadap higiene dan sanitasi makanan dan minuman secara internal
dan eksternal.
Setiap Rumah Sakit wajib mentaati standar pemerintah tersebut, bahkan dalam
pelaksanaannya perlu diawasi oleh suatu badan auditor independen yang secara
berkala memastikan bahwa kondisi dan sanitasi dapur, peralatan makan dan
masak, petugas dapur, hingga pemilihan sabun pencuci piring di rumah sakit
memenuhi standar yang ditetapkan. Tentu saja, dalam hal pemilihan sabun
pencuci peralatan makan dan masak, memilih menggunakan produk anti bakteri
yang memang terbukti dapat membunuh bakteri mengingat kuman yang
berkembang biak di rumah sakit lebih bandel daripada kuman yang ada di rumah
tangga.
Contoh produk pencuci peralatan makan dan masak yang efektif membunuh
bakteri adalah Sunlight Anti Bakteri yang tidak saja efektif dalam membersihkan
lemak dan kotoran pada peralatan makan dan masak tetapi sekaligus juga
menghilangkan bakteri di spons, 100 kali lebih baik daripada cairan pencuci piring
biasa. Selain itu, formula Sunlight anti bakteri juga dapat digunakan untuk mencuci
sayur dan buah sesuai dengan petunjuk pemakaian yang tertera pada kemasannya
(Admin Tabloid Cleopatra, 2012).
h. Peralatan makan dan minum (utensil)
1) Yaitu piring, gelas, mangkuk, sendok atau garpu harus keadaan bersih.
2) Bentuknya utuh, tidak rusak, cacad, retak atau berlekuk-lekuk tidak rata.
3) Peralatan yang sudah bersih dilarang dibagian tempat makanan, minuman
atau yang menempel dimulut, karana akan terjadi pencemaran mikroba melalui
jari tangan.
4) Peralatan yang sudah retak, gompel, atau pecah selain dapat menimbulkan
kecelakaan (melukai tangan) juga menjadi sumber pengumpulan kotoran
karena tidak dapat dibersikan sempurna.
5) Peralatan makan dan minum yang bersih harus disimpan dalam rak
penyimpanan dan dikeluarkan apabila akan dipergunakan.
Cara Pengolahan/Produksi Makanan Yang Baik (CPMB) atau Good
Manufacturing Practices (GMP) menurut Winarno, F.G., dan Surono,
(2002) :
CPMB / GMP merupakan suatu pedoman bagi industri pangan (kalau di rumah sakit :
Intalasi Gizi / Instalasi Nutrisi), bagaimana cara berproduksi pangan yang baik. CPMB
/ GMP merupakan prasyarat utama sebelum suatu Intalasi Gizi / Instalasi Nutrisi dapat
memperoleh sertifikat sistem HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point)
a. Kaitan CPMB / GMP dengan Sistem HACCP dan SSOP
Agar sistem HACCP dapat berfungsi dengan baik dan efektif, perlu diawali dengan
pemenuhan program Pre-requisite (persyaratan dasar), yang berfungsi melandasi
kondisi lingkungan dan pelaksanaan tugas serta kegiatan lain dalam industri
pangan. Peran CPMB / GMP dalam menjaga keamanan pangan selaras dengan Pre-
requisite penerapan HACCP. Pre-requisite merupakan prosedur umum yang
berkaitan dengan persyaratan dasar suatu operasi bisnis pangan untuk mencegah
kontaminasi akibat suatu operasi produksi atau penanganan pangan. Diskripsi dari
pre-requisite ini sangat mirip dengan diskripsi CPMB / GMP yang menyangkut hal-
hal yang berkaitan dengan operasi sanitasi dan higiene pangan suatu proses
produksi atau penanganan pangan.
Secara umum perbedaan antara CPMB / GMP dan SSOP (Standard Sanitation
Operating Prosedure) adalah : CPMB / GMP secara luas terfokus dan pada aspek
operasi pelaksanaan tugas dalam Intalasi Gizi / Instalasi Nutrisi sendiri serta
operasi personel. Sedang SSOP merupakan prosedur yang digunakan oleh Intalasi
Gizi / Instalasi Nutrisi untuk membantu mencapai tujuan atau sasaran keseluruhan
yang diharapkan CPMB / GMP dalam memproduksi pangan yang bermutu tinggi
aman dan tertib.
b. Sanitasi dan Higiene
Sanitasi pangan ditujukan untuk mencapai kebersihan yang prima dalam tempat
produksi, persiapan penyimpanan, penyajian makanan, dan air sanitasi. Hal-hal
tersebut merupakan aspek yang sangat esensial dalam setiap cara penanganan
pangan. Program sanitasi dijalankan bukan untuk mengatasi masalah kotornya
lingkungan atau kotornya pemrosesan bahan, tetapi untuk menghilangkan
kontaminan dari makanan dan mesin pengolahan, serta mencegah terjadinya
kontaminasi silang. Program higiene dan sanitasi yang efektif merupakan kunci
untuk pengontrolan pertumbuhan mikroba pada produk dan Intalasi Gizi / Instalasi
Nutrisi pengolahan makanan.
c. Prinsip Dasar Sanitasi
Prinsip dasar sanitasi meliputi dua hal, yaitu membersihkan dan sanitasi.
Membersihkan yaitu menghilangkan mikroba yang berasal dari sisa makanan dan
tanah yang mungkin menjadi media yang baik bagi pertumbuhan mikroba. Sanitasi
merupakan langkah menggunakan zat kimia dan atau metode fisika untuk
menghilangkan sebagian besar mikroba yang tertinggal pada permukaan alat dan
mesin pengolah makanan.
d. Sumber Kontaminasi
Beberapa hal yang memungkinkan untuk menjadi sumber kontaminasi pada
Intalasi Gizi / Instalasi Nutrisi pangan adalah :
1) Bahan baku mentah
Proses pembersihan dan pencucian untuk menghilangkan tanah dan untuk
mengurangi jumlah mikroba pada bahan mentah. Penghilangan tanah amat
penting karena tanah mengandung berbagai jenis mikroba khususnya dalam
bentuk spora.
2) Peralatan/mesin yang berkontak langsung dengan makanan
Alat ini harus dibersihkan secara berkala dan efektif dengan interval waktu
agak sering, guna menghilangkan sisa makanan dan tanah yang
memungkinkan sumber pertumbuhan mikroba.
3) Peralatan untuk sterilisasi
Harus diusahakan dipelihara agar berada di atas suhu 75-760C agar bakteri
thermofilik dapat dibunuh dan dihambat pertumbuhannya.
4) Air untuk pengolahan makanan
Air yang digunakan sebaiknya memenuhi persyaratan air minum.
5) Air pendingin kaleng
Setelah proses sterilisasi berakhir, kalengnya harus segera didinginkan dengan
air pendingin kaleng yang mengandung disinfektan dalam dosis yang cukup.
Biasanya digunakan khlorinasi air sehingga residu khlorine 0,5 1,0 ppm.
6) Peralatan/mesin yang menangani produk akhir (post process handling
equipment)
Pembersihan peralatan ini harus kering dan bersih untuk menjaga agar tidak
terjadi rekontaminasi.
f. Persyaratan CPMB / GMP
CPMB / GMP mempersyaratkan agar dilakukan pembersihan dan sanitasi dengan
frekuensi yang memadai terhadap seluruh permukaan mesin pengolah pangan baik
yang berkontak langsung dengan makanan maupun yang tidak. Mikroba
membutuhkan air untuk pertumbuhannya. Oleh karena itu persyaratan CPMB /
GMP : mengharuskan setiap permukaan yang bersinggungan dengan makanan dan
berada dalam kondisi basah harus dikeringkan dan disanitasi. Peraturan GMP juga
mempersyaratkan pemakaian zat kimia yang cukup dalam dosis yang dianggap
aman.
g. Tahap-Tahap Higiene dan Sanitasi
Prosedur untuk melaksanakan higiene dan sanitasi harus disesuaikan dengan jenis
dan tipe mesin/alat pengolah makanan. Standar yang digunakan adalah :
1) Pre rince atau langkah awal, yaitu menghilangkan tanah atau
sisa makanan dengan mengerok, membilas dengan air,
menyedot kotoran dan sebagainya.
2) Pembersihan : menghilangkan tanah dengan cara mekanis atau
mencuci dengan lebih efektif.
3) Pembilasan : membilas tanah dengan pembersih seperti
sabun / deterjen dari permukaan.
4) Pengecekan visual : memastikan dengan indera mata bahwa
permukaan alat bersih.
5) pemakaian disinfektan : untuk membunuh mikroba.
6) Pembersihan akhir : bila diperlukan untuk membilas cairan
disinfektan yang padat.
7) Drain dry atau pembilasan kering : di desinfeksi atau final rinse
dikeringkan dari alat-alat tanpa diseka/dilap. Cegah jangan
sampai terjadi genangan air karena genangan air merupakan
tempat yang baik bagi pertumbuhan mikroba.
h. Jenis Sanitizer
Sanitasi adalah langkah pemberian sanitizer dalam kimia atau perlakuan fisik yang
dapat mereduksi populasi mikroba pada fasilitas dan peralatan Intalasi Gizi /
Instalasi Nutrisi. Sanitizer yang digunakan dalam industri pangan dapat dibedakan
menjadi tiga macam, yaitu :
1) Panas
a) Uap air panas (steam) mengalir dengan suhu dan waktu tertentu : 770C
selama 15 menit, atau 930C selama 5 menit.
b) Untuk alat makan dan peralatan kecil (pisau dsb) 770C selama 2 menit, dan
770C selama 5 menit untuk peralatan pengolahan.
c) 820C selama 20 menit untuk pengolahan pangan.
2) Radiasi UV, waktu kontak harus lebih dari 2 menit, terutama
digunakan untuk sanitasi wadah pengemas dan ruangan
yaitu untuk membunuh mikroba termasuk virus.
3) Senyawa kimia (Disinfektan), disinfektan yang digunakan dalam
industri pangan adalah :
a) Senyawa khlorin
(1) Iodium dan kompleks iodium
(2) Senyawa amonium quartenair
(3) Kombinasi asam-anion
i. Sanitasi Kimiawi
Meskipun panas dan sinar UV sangat efektif untuk proses sanitasi, hingga kini
Intalasi Gizi/Instalasi Nutrisi pangan masih sangat bergantung pada disinfektan
kimiawi. Disinfektan tersebut akan membasmi sebagian besar mikroba. Yang
penting wajib dipertimbangkan bahwa spora mikroba bisa bertahan terhadap
disinfektan. Jadi permukaan yang sudah diberi disinfektan adalah tidak steril.
Sesudah sanitasi, jumlah mikroba berkurang banyak tetapi tidak steril. Steril berarti
tidak ada mikroba sama sekali (sterilized).
Peraturan CPPB / GMP mempersyaratkan pemakaian zat kimia yang cukup dalam
dosis yang dianggap aman, oleh karena itu sangat penting untuk mengikuti
petunjuk pemakaian disinfektan tersebut dari pabrik pembuatnya.
Efektifitas dari disinfektan tergantung pada :
1) Jenis dan konsentrasinya
2) Lama kontak
3) Suhu
4) pH
Sangat tidak berguna untuk melakukan desinfeksi pada pernukaan alat yang kotor,
karena disinfektannya akan bereaksi dengan kotoran sehingga tidak efektif.
j. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Jenis Sanitizer
Hidrogen peroksida (H2O2) dan ozon (O3) juga dapat digunakan sebagai
disinfektan, tetapi karena beberapa kelemahan dalam sifat-sifatnya, maka
keduanya jarang digunakan secara umum. H2O2 khusus digunakan untuk sterilisasi
wadah pengemasan plastik, dan ozon khusus digunakan dalam pengawetan air
mineral.
Komponen fenol merupakan disinfektan yang kuat, tetapi tidak digunakan untuk
sanitasi dalam Intalasi Gizi / Instalasi Nutrisi pangan karena baunya yang keras
dapat mempengaruhi flavor makanan yang diolah.
Pemilihan jenis sanitizer yang digunakan dalam Intalasi Gizi / Instalasi Nutrisi
pangan dipengaruhi oleh beberapa faktor :
1) Kelompok/jenis mikroba yang menjadi target.
2) Kondisi/sifat air yang digunakan.
3) Obyek/bahan yang akan disanitasi.
4) Sifat-sifat lain seperti stabilitas, harga dan sebagainya.
4. PENJAMAH MAKANAN
a. Menurutkementerian kesehatan tentang higiene
sanitasi jasaboga, lampiran, Bab II, persyaratan teknis higiene dan
sanitasi Tenaga/Karyawan Pengolah Makanan :
1) Memiliki sertifikat kursus higiene sanitasi makanan.
2) Berbadan sehat yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter.
3) Tidak mengidap penyakit menular seperti tipus, kolera, TBC, hepatitis dan
lain-lain atau pembawa kuman (carrier).
4) Setiap karyawan harus memiliki buku pemeriksaan kesehatan yang berlaku.
5) Semua kegiatan pengolahan makanan harus dilakukan dengan cara
terlindung dari kontak langsung dengan tubuh.
6) Perlindungan kontak langsung dengan makanan dilakukan dengan
menggunakan alat :
a) Sarung tangan plastik sekali pakai (disposal).
b) Penjepit makanan.
c) Sendok garpu.
7) Untuk melindungi pencemaran terhadap makanan menggunakan:
a) Celemek/apron.
b) Tutup rambut.
c) Sepatu kedap air.
8) Perilaku selama bekerja/mengelola makanan :
a) Tidak merokok.
b) Tidak makan atau mengunyah.
c) Tidak memakai perhiasan, kecuali cincin kawin yang tidak berhias (polos).
d) Tidak menggunakan peralatan dan fasilitas yang bukan untuk
keperluannya.
e) Selalu mencuci tangan sebelum bekerja, setelah bekerja dan setelah
keluar dari toilet/jamban.
f) Selalu memakai pakaian kerja dan pakaian pelindung dengan benar.
g) Selalu memakai pakaian kerja yang bersih yang tidak dipakai di luar
tempat Jasaboga.
h) Tidak banyak berbicara dan selalu menutup mulut pada saat batuk atau
bersin dengan menjauhi makanan atau keluar dari ruangan
i) Tidak menyisir rambut di dekat makanan yang akan dan telah diolah
b. Menurut Ditjen PPM PLP, (1998) Hygiene Perorangan Seorang
Penjamah Makanan :
Seorang penjamah makanan harus mengutamakan hygiene perorangan /
berperilaku yang sehat supaya kebersihan dalam pengolahan makanan dapat
terjamin. Adapun Perilaku yang harus diperhatikan :
1) Cuci tangan seseringkali terutama ketika :
a) Keluar dari toilet.
b) Sebelum mengolah makanan.
c) Setelah memegang sampah.
d) Sewaktu tangan terlihat kotor.
e) Sewaktu mengetahui bahwa tangan tercemar.
2) Menjaga pakaian dan penutup badan selalu bersih dan menggunakan celemek
atau apron yang bersih.
3) Menutup selalu rambut dengan penutup rambut sehingga mencegah
kerontokan rambut / ketombe.
4) Menghindari memakai cincin / gelang ketika memasak, kecuali cincin kawin
tanpa hiasan.
5) Menutup luka iris / potong dengan plester, water proof secara sempurna.
6) Tidak merokok di tempat kerja.
7) Jika terdapat penjamah makanan yang menderita infeksi Hepatitis A, diare,
muntah-muntah, demam, sakit tenggorokan, keluar cairan pada mata, kuping
atau hidung segera lapor kepada pimpinan.
8) Tidak batuk atau bersin di atas makanan.
9) Memegang pisau dan garpu pada pegangannya, gelas pada pinggangannya
dan piring pada bagian belakangnya.
10) Membersihkan tempat kerja setelah selesai kerja.
c. Standar Penjamah Makanan, Menurut Widha Aprilandini (2011) Prinsip-
prinsip dasar sanitasi penyelenggaraan makanan di Rumah Sakit pada dasarnya
tidak berbeda dengan tempat-tempat penyelenggaraan makanan lain, tetapi
standar kebersihan dan higiene pelayanan makanannya lebih tinggi karena
rentannya pasien yang masuk RS dan ancaman penyebaran kuman pathogen yang
tinggi di lingkungan RS. Makanan yang tidak dikelola dengan baik dan benar dapat
menimbulkan dampak negatif seperti penyakit dan keracunan akibat bahan kimia,
mikroorganisme, tumbuhan atau hewan, serta dapat pula menimbulkan alergi.
Secara umum syarat standar yang harus dipenuhi oleh pengolah/penjamah
makanan sebagai berikut :
1) Kebiasaan mencuci tangan
Pencucian tangan petugas sebelum melakukan pekerjaan pengolahan
makanan adalah mutlak dilaksanakan. Seperti diketahui tangan tidak pernah
bebas dari berbagai macam kuman, baik yang berasal dari kontaminasi benda
atau alat yang terkontaminasi, maupun yang tinggal secara menetap pada
62
tangan. Pencucian tangan perlu dilakukan kembali setelah menggunakan
kamar kecil ataupun setelah kontak dengan cairan tubuh ketika batuk atau
bersin. Setelah makan, merokok, memegang daging mentah, membuang
sampah atau memindahkan piring kotor. Penjamah makanan tidak boleh
makan, minum atau merokok di dalam area dimana terdapat makanan,
peralatan, barang sekali pakai dan benda-benda lain yang tidak terkontaminasi.
2) Kuku terpotong pendek, terawat baik, dan bersih
Mengingat Rumah Sakit merupakan tempat berkumpulnya segala macam
penyakit, baik menular maupun tidak menular, maka bukan hal yang mustahil
keadaan tersebut dapat mencemari makanan yang dapat berakibat buruk
terhadap kesehatan, terutama pasien. Hasil penelitian menunjukkan beberapa
jenis makanan di rumah sakit mengandung bakteri gram negatif E. coli,
Staphylococcus, Pseudomonas, Proteus, Klebsiella, dan Jamur. Begitu pula air
yang disajikan untuk pasien 37,5 % tidak memenuhi syarat sebagai air minum.
3) pemakaian tutup kepala
pemakaian tutup kepala pada tenaga pengolah makanan dimaksudkan untuk
mencegah jatuhnya rambut ke dalam makanan yang sedang diolah. Selain
mencegah terkontaminasinya makanan oleh rambut, yang secara estetika
sering menunjukkan cara penanganan makanan yang kurang bersih,
pemakaian tutup kepala juga dapat mencegah rambut dan kulit kepala
petugas dari pengaruh buruk uap panas, uap lemak, dan tepung.
4) Tidak memakai cincin, gelang dan jam tangan
Cincin di jari tangan dan jam tangan pada waktu melakukan pekerjaan
pengolahan makanan harus dilepas. pemakaian barang tersebut dapat
mencemari makanan. pemakaian cincin pada jari tangan petugas tingkat
kebersihannya kurang terjamin mengingat kemungkinan tersimpan kotoran
atau sisa makanan pada sela antara cincin dan jari tangan sehingga dapat
mengkontaminasi makanan.
5) Pembersihan Peralatan Masak/Makan
Dalam pencucian peralatan makan pasien seperti piring, gelas, dan sendok
umumnya dipisah. Untuk penanganan peralatan makan bekas pasien penyakit
menular dilakukan disinfeksi, dengan cara direbus atau dibilas dengan air
panas, dan sisanya hanya dicuci dengan air biasa. Pencucian peralatan bekas
makan menggunakan air panas dilakukan selain untuk membunuh bakteri, juga
untuk membersihkan sisa-sisa makanan atau lemak yang menempel.
Peralatan makanan bekas pasien sebaiknya dibersihkan di dapur ruang
perawatan, sehingga tidak tercampur dengan peralatan makan dari bagian
lainnya, sedangkan peralatan masak dibersihkan di dapur pusat. Hal ini
dimaksudkan untuk menghindari terjadinya infeksi atau penularan penyakit
melalui peralatan makan yang sistem pencuciannya kurang memadai. Selain
itu, Penyelenggara (Penjamah) makanan yang menderita sakit, terutama
penyakit menular sebaiknya tidak terjun langsung menangani makanan untuk
menghindari terjadinya kontaminasi. Makanan yang sehat dan aman
merupakan faktor yang sangat penting dalam meningkatkan kesehatan
masyarakat. Kesehatan masyarakat apalagi terhadap pasien di rumah sakit
yang sangat memerlukan perhatian khusus baik dari segi kualitas makanan
secara bakteriologis ataupun fisik.
Dalam peningkatan derajat hygenitas makanan dipengaruhi oleh tiga faktor
sebagai berikut :
a) Pendidikan
Untuk menjalankan pengolahan makanan di Instalasi Gizi (Instalasi Nutrisi)
dengan pendidikan SLTP dan SLTA tentu sudah bisa, oleh karena itu
pengetahuannya perlu ditambah dengan memberikan kursus tentang
higiene sanitasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa banyak tenaga yang
terlibat dalam pengolahan makanan di dapur mempunyai pengetahuan dan
perilaku kurang tentang sanitasi makanan. Dalam pemeriksaan kualitas
makanan juga masih ditemukan E. Coli dan angka kuman dalam makanan,
bakteri yang sering mencemari makanan dan minuman adalah E. Coli,
Sapylocoecus, Pseudomonas sp, dan lain-lain. E. Coli merupakan indikator
bahwa makanan tersebut telah tercemar kotoran manusia. Oleh karena itu,
upaya higiene sanitasi makanan di rumah sakit harus dilaksanakan dengan
baik sebagai upaya preventif agar kualitas makanan dan minuman yang
dihasilkan memenuhi syarat kesehatan.
b) Pengetahuan
Sebagai penjamah tidak diperlukan seorang sarjana. Penambahan
pengetahuan bisa melalui kursus, pelatihan, penyegaran tentang sanitasi
dan higiene perorangan, karena yang diperlukan adalah keterampilan.
64
Untuk meningkatkan pengetahuan penjamah perlu dilakukan pelatihan,
kursus dan penyegaran karena pengetahuan didapat melalui penginderaan
terhadap suatu objek oleh indera rasa dan raba dan sebagian besar melalui
mata dan telinga. Pengetahuan penjamah diikuti dengan pemilikan
sertifikat. Seharusnya seorang tenaga penjamah makanan bekerja sesuai
dengan Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia tahun 1995.
c) Perilaku
Seorang penjamah/pengolah makanan baik di Rumah sakit perlu untuk
melakukan pemeriksaan secara berkala. Dari hasil observasi perilaku
penjamah pada beberapa rumah sakit diperoleh data bahwa hampir seluruh
tenaga penjamah makanan memakai penutup kepala, celemek dan tidak
merokok, kuku penjamah semua pendek, tidak berbicara saat kerja, tenaga
penjamah pria berambut pendek, semua penjamah makanan mencuci
tangan tanpa memakai sabun.
Penyakit bawaan makanan atau keracunan makanan terjangkit kalau makan atau
minum bahan tercemar. Ada 3 penyebab utama yang bisa menyebabkan sakit dari
makanan : kuman, virus dan racun dalam makanan baik yang alamiah maupun
dicampurkan. Virus adalah mikroorganisme yang tidak tumbuh dalam makanan
yang sebelumnya tidak banyak dihubungkan dengan kasus-kasus keracunan
pangan. Tetapi dalam dua dasawarsa terakhir, Norovirus (dulu dikenal sebagai
Norwalk-like virus) telah menyebabkan paling banyak keracunan pangan dan
bahkan menjadi penyebab 50% dari keracunan pangan di Amerika Serikat.
Norovirus merupakan contoh kelompok virus berbentuk bulat kecil yang belum
diklasifikasikan, yang mungkin berkerabat dengan jenis-jenis calicivirus. Famili ini
terdiri dari beberapa kelompok virus yang berbeda secara serologis, dan diberi
nama menurut tempat di mana kasus terjadi.
Gastroenteritis Norovirus ditularkan melalui jalur faecal-oral melalui air dan
makanan yang terkontaminasi. Kerang dan bahan-bahan salad merupakan
makanan yang paling sering terlibat dalam kasus-kasus Norovirus. Konsumsi
kerang mentah atau yang kurang matang dan tiram menimbulkan resiko tinggi
terinfeksi oleh virus Norwalk. Makanan selain kerang, terkontaminasi oleh orang
yang menangani makanan tersebut.
Oleh karena itu diperlukan sanitasi yang baik dari penjamah makanan untuk
pengolahan makanan. Selain itu pengelolaan makanan hingga sampai ke pasien
65
juga perlu diperhatikan. Hal ini mengingat rumah sakit merupakan tempat yang
cukup luas, sehingga distribusi makanan dari dapur hingga sampai ke pasien perlu
juga mendapat perhatian karena memungkinkan terkontaminasinya makanan pada
saat pendistrubusian tersebut. Suatu penelitian mengukur kepuasan pasien dan
membandingkan dua sistem penyampaian piring dan troli. Hasil menunjukkan
bahwa sebagian besar metode troli distribusi makanan memungkinkan semua
makanan memiliki tekstur yang lebih baik, dan untuk beberapa makanan (kentang
rebus, ikan dan daging sapi cincang) bersuhu, dan makanan lain (brokoli, wortel,
dan ikan) berbumbu akan lebih terjaga daripada sistem piring pengiriman (Widha
Aprilandini. 2011).
D. PRINSIP 4 : PENYIMPANAN MAKANAN JADI / MASAK
1. Menurutkementerian kesehatan tentang Higiene
Sanitasi Jasaboga Lampiran Bab III Cara Pengolahan Makanan Yang Baik,
bahwa penyimpanan makanan masak (jadi) sebagai berikut :
a. Makanan tidak rusak, tidak busuk atau basi yang ditandai dari rasa, bau, berlendir,
berubah warna, berjamur, berubah aroma atau adanya cemaran lain.
b. Memenuhi persyaratan bakteriologis berdasar ketentuan yang berlaku.
1) Angka kuman E. coli pada makanan harus 0/gr contoh makanan.
2) Angka kuman E. coli pada minuman harus 0/gr contoh minuman.
c. Jumlah kandungan logam berat atau residu pestisida, tidak boleh melebihi ambang
batas yang diperkenankan menurut ketentuan yang berlaku.
d. Penyimpanan harus memperhatikan prinsip First In First Out (FIFO) dan First
Expired First Out (FEFO) yaitu makanan yang disimpan terlebih dahulu dan yang
mendekati masa kedaluwarsa dikonsumsi lebih dahulu.
e. Tempat atau wadah penyimpanan harus terpisah untuk setiap jenis makanan
jadi dan mempunyai tutup yang dapat menutup sempurna tetapi berventilasi yang
dapat mengeluarkan uap air.
f. Makanan jadi tidak dicampur dengan bahan makanan mentah.
g. Penyimpanan makanan jadi harus memperhatikan suhu:
Tabel : Penyimpanan makanan jadi /masak
No Jenis makanan Suhu Penyimpanan
Disajikan dalam
waktu lama
Akan segera
Disajikan
Belum segera
disajikan
1 Makanan kering 250C s/d 300C
2 Makanan basah
(berkuah)
> 600C -100C
3 Makanan cepat basi
(santan, telur, susu)
> 65,50C
- 5 s/d-10C
4 Makanan disajikan dingin 50C s/d 100C <100C
Penyimpanan makanan dimaksudkan untuk mengusahakan makanan agar dapat awet
lebih lama. Kualitas makanan yang telah diolah sangat dipengaruhi oleh suhu, dimana
terdapat titik rawan untuk perkembangbiakan bakteri pathogen dan pembusuk pada
suhu yang sesuai dengan kondisinya.
Tujuan dari penyimpanan makanan adalah :
a. Mencegah pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri pathogen
b. Mengawetkan makanan dan mengurangi pembusukan
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan makanan adalah :
a. Makanan yang disimpan diberi tutup.
b. Lantai atau meja yang digunakan untuk menyimpan makanan harus dibersihkan
terlebih dahulu.
c. Makanan yang tidak boleh disimpan dekat dengan saluran air limbah (selokan).
d. Makanan yang disajikan sebelum diolah (timun, tomat, dan sebagainya ) harus
dicuci dengan air hangat.
e. Makanan yang dipak dengan karton jangan disimpan dekat air atau tempat yang
basah.
2. Menurut Permenkes RI Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004 Lampiran I tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, bahwa cara penyimpanan
Makanan Jadi adalah sebagai berikut :
a. Makanan jadi harus memenuhi persyaratan bakteriologi berdasar ketentuan
yang berlaku. Jumlah kandungan logam berat dan residu pestisida, tidak boleh
melebihi ambang batas yang diperkenankan menurut ketentuan yang berlaku.
b. Makanan jadi yang siap disajikan harus diwadahi atau dikemas dan tertutup serta
segera disajikan.
Makanan masak merupakan campuran bahan yang lunak dan sangat disukai bakteri.
Bakteri akan tumbuh dan berkembang dalam makanan yang berada dalam suasana
yang cocok untuk hidupnya sehingga jumlahnya menjadi banyak. Diantara bakteri
terdapat beberapa bakteri yang menghasilkan racun (toksin). Ada racun yang
dikeluarkan dari tubuhnya (eksotoksin) dan ada yang disimpan dalam tubuhnya
(endotoksin/enterotoksin). Sementara di dalam makanan itu juga terdapat enzym.
Enzym terutama terdapat pada sayuran dan buah-2 an yang akan menjadikan buah
matang. Kalau berlangsung terus buah akan menjadi busuk.
Suasana lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan bakteri seperti telah disebutkan
pada bagian terdahulu, berlaku juga pada makanan masak. Diantaranya adalah
suasana banyak makanan (protein) dan banyak air (moisture). pH normal (6,8-7,5),
suhu optimum yaitu : 100C- 600C serta tidak ada musuhnya.
a. Karakteristik Pertumbuhan Bakteri Pada Makanan Masak.
1) Kadar makanan.
Bakteri akan tumbuh subur dalam makanan dengan tingkat aw yang tinggi
(0,9). Makanan yang basah sangat disukai bakteri daripada makanan kering.
Cirinya adalah dihitung dari aw atau air bebas yang terdapat dalam makanan.
Air bebas adalah air yang berada dalam makanan yang statusnya bebas dan
tidak terikat dengan molekul makanan. Contohnya larutan gula encer, kuah
sayur, uap yang mencair dan lain-lain. Air bebas ini akan digunakan bakteri
untuk hidupnya. Sebaliknya air yang terikat dalam makanan tidak dapat
digunakan oleh bakteri seperti larutan gula jenuh, larutan garam, madu, sirup,
dodol dan sebagainya. Makanan seperti ini adalah bahan yang banyak
mengandung air, tetapi airnya terikat dengan molekul makanan sehingga air
bebasnya tidak ada dan bakteri tidak dapat tumbuh. Oleh karena itu makanan
tersebut tahan lama.
2) Jenis makanan.
Makanan diperlukan oleh bakteri untuk hidup dan berkembang biak. Bakteri
sebagian besar terdiri dari protein dan air. Jadi makanan yang diperlukan oleh
bakteri adalah makanan yang mengandung protein dan air. Karena itu bakteri
akan tumbuh subur pada makanan yang mengandung protein dan kadar airnya
tinggi.
a) Makanan protein seperti daging, ikan telur dan susu serta hasil olahannya
merupakan jenis makanan yang disukai bakteri. Karenanya udah menjadi
rusak (perishable food).
b) Makanan yang mengandung karbohidrat seperti nasi, ubi, talas, jagung dan
olahannya tidak disukai oleh jamur. Makanan karbohidrat menjadi lebih
awet daripada makanan protein.
c) Makanan lemak sedikit mengandung air sehingga tidak disukai bakteri
tetapi disukai jamur sehingga timbul tengik.
3) Suhu makanan.
Suhu makanan masak yang cocok untuk pertumbuhan bakteri yaitu suhu yang
berdekatan dengan suhu tubuh manusia (370C ). Pada suhu ini pertumbuhan
bakteri akan sangat cepat. Pada suhu lebih dingin atau lebih panas dari 370C,
bakteri akan semakin lambat pertumbuhannya. Pada suhu dibawah 100C
bakteri sama sekali tidak tumbuh dan pada suhu 600C bakteri mulai mati.
Oleh karena itu untuk mencegah pertumbuhan bakteri maka diusahakan suhu
makanan selalu berada pada suhu dimana kuman tidak tumbuh yaitu pada
suhu di bawah dari 100C atau di atas dari 600C. Suhu 100C-600C sangat
berbahaya, maka disebut : “ DANGER ZONE “.
b. Cara Penyimpanan Makanan Masak
1) Wadah
a) Setiap makanan masak mempunyai wadah masing-masing yang terpisah
(terpisah untuk setiap jenis makanan, makanan jadi / masak serta
makanan basah dan kering).
b) Penyimpanan terpisah dimulai dari wadah masing-masing jenis, ruangan
tempat penyimpanan atau alat untuk menyimpan makanan.
c) Bilamana belum memungkinkan perlu diperhatikan cara pemisahan
makanan yang benar dan teliti untuk setiap jenis makanan yang berada di
dalam ruangan tempat penyimpanan.
d) Pemisahan didasarkan saat makanan diolah dan jenis makanan. Setiap
wadah mempunyai tutup, tetapi berventilasi yang dapat mengeluarkan
uap air (wadah yang digunakan harus mempunyai tutup yang dapat
menutup sempurna dan dapat mengeluarkan udara panas dari makanan
untuk mencegah pengembunan (kondensasi).
e) Makanan berkuah dipisah antara lauk dengan saus atau kuahnya.
f) Peralatan bersih yang siap pakai tidak boleh dipegang di bagian yang
kontak langsung dengan makanan atau yang menempel di mulut.
g) Kebersihan peralatan harus tidak ada kuman Eschericia coli (E.coli) dan
kuman lainnya.
h) Wadah penyimpanan makanan yaitu kuali, waskom, panci harus dalam
keadaan bersih.
i) Rak penyimpanan
(1) Yaitu untuk menyimpan makanan terolah hasil produksi olahan dari
Instalasi Gizi / Instalasi Nutrisi seperti bumbu atau
makanan/minuman kaleng.
(2) Harus bersih, kering dan sejuk dan tidak terkena sinar matahari
langsung.
(3) Mudah dijangkau oleh petugas yang akan mengambil / menyimpan.
(4) Tidak ada makanan di atas lantai atau menempel ke dinding, tetapi
harus ada ruangan gerak udara minimal 15 cm.
2) Suhu
a) Penyimpanan
(1) Makanan kering (goreng-gorengan) disimpan dalam suhu kamar (25
oC -30oC).
(2) Makanan basah (kuah, sop, gulai) yang segera disajikan pada suhu di
atas 600C.
(3) Makanan basah yang masih lama disajikan disimpan pada suhu
dibawah 100C.
b) Waktu tunggu (Bolding time)
(1) Makanan masak yang baru saja selesai diolah suhunya masih cukup
panas yaitu di atas 80oC. Makanan dengan suhu demikian masih
berada pada daerah aman.
(2) Makanan dalam waktu tunggu kurang dari 4 jam bisa diabaikan
suhunya.
(3) Makanan dalam waktu tunggu suhunya sudah berada dibawah 60oC,
segera dihidangkan dan waktu tunggunya semakin dekat.
(4) Makanan yang akan disajikan panas harus tetap dipanaskan dalam
suhu > 60oC
(5) Makanan yang akan disajikan dingin disimpan di dalam dingin pada
suhu < 10oC.
(6) Makanan yang disimpan pada suhu < 10oC harus dipanaskan kembali
(reheating) sebelum disajikan.
E. PRINSIP 5 : PENGANGKUTAN MAKANAN
1. Menurutkementerian kesehatan tentang higiene sanitasi
jasaboga, lampiran, Bab III, Cara Pengolahan Makanan Yang Baik, dalam hal
pengankutan makanan, adalah sebagai berikut :
a. Pengangkutan bahan makanan
1) Tidak bercampur dengan bahan berbahaya dan beracun (B3).
2) Menggunakan kendaraan khusus pengangkut bahan makanan yang
higienis.
3) Bahan makanan tidak boleh diinjak, dibanting dan diduduki.
4) Bahan makanan yang selama pengangkutan harus selalu dalam keadaan
dingin, diangkut dengan menggunakan alat pendingin sehingga bahan
makanan tidak rusak seperti daging, susu cair dan sebagainya.
b. Pengangkutan makanan jadi/masak/siap santap
2) Tidak bercampur dengan bahan berbahaya dan beracun (B3).
3) Menggunakan kendaraan khusus pengangkut makanan jadi/masak dan harus
selalu higienis.
4) Setiap jenis makanan jadi mempunyai wadah masing-masing dan bertutup.
5) Wadah harus utuh, kuat, tidak karat dan ukurannya memadai dengan jumlah
makanan yang akan ditempatkan.
6) Isi tidak boleh penuh untuk menghindari terjadi uap makanan yang mencair
(kondensasi).
7) Pengangkutan untuk waktu lama, suhu harus diperhatikan dan diatur agar
makanan tetap panas pada suhu 600C atau tetap dingin pada suhu 400C.
2. Menurut Permenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004 Lampiran I tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, yaitu :
Pengangkutan makanan yang telah siap santap perlu diperhatikan dalam cara
pengangkutannya, yaitu :
a. Makanan diangkut dengan menggunakan kereta dorong yang tertutup dan bersih.
b. Pengisian kereta dorong tidak sampai penuh, agar masih tersedia udara untuk
ruang gerak.
71
c. Perlu diperhatikan jalur khusus yang terpisah dengan jalur untuk mengangkut
bahan/barang kotor.
Pengangkutan makanan yang sehat akan sangat berperan di dalam mencegah
terjadinya pencemaran makanan. Pencemaran pada makanan masak lebih tinggi
resikonya dari pada pencemaran pada bahan makanan. Oleh karena itu titik berat
pengendalian yang perlu diperhatikan adalah pada makanan masak. Dalam proses
pengangkutan makanan banyak pihak yang terkait mulai dari persiapan, pewadahan,
orang, suhu, dan kendaraan pengangkutan itu sendiri.
a. Pengangkutan bahan makanan.
Pencemaran makanan selama pengangkutan dapat berupa fisik, mikroba maupun
kimia. Untuk mencegahnya adalah membuang atau setidaknya mengurangi
sumber yang akan menyebabkan pencemaran.
Caranya yaitu :
1) Mengangkut bahan makanan tidak bercampur dengan bahan berbahaya dan
beracun (B3) seperti pupuk, obat hama, atau bahan berbahaya lainnya.
2) Kendaraan pengangkut makanan (boks/gerobak, dll) tidak dipergunakan untuk
mengangkut bahan lain seperti untuk mengangkut orang, hewan dan barang -
barang.
3) Kendaraan (boks/gerobak,dll) yang digunakan harus diperhatikan
kebersihannya agar setiap akan digunakan untuk makanan harus dalam
keadaan bersih.
4) Hindari pemakaian kendaraan yang telah mengangkut zat kimia atau pestisida
walaupun telah dicuci masih akan terjadi pencemaran.
5) Perlakukan manusia yang menangani makanan selama mengangkut, seperti
perlakuan makan yang ditumpuk, diinjak, dibanting diduduki atau bahkan
menjadi alas tempat tidur contohnya sayuran dan buah - buahan.
6) Gunakan kendaraan pengangkut bahan makanan yang dikonstruksi secara
hygiene seperti kendaraan pengangkut daging dari RPH (abatoir) atau
perusahaan supplier. Tetapi prakteknya kendaraan inipun belum menjamin
pengangkutan daging terjamin kebersihannya. Karena adanya kendala
birokrasi sehingga masih banyak masyarakat yang mengangkut daging
seadanya tidak mengikuti kaidah - kaidah hygiene dan sanitasi. Bukan hal yang
aneh kalau dewasa ini masih banyak daging diseret dilantai, dibungkus karung
goni yang kotor dan sebagainya, sehingga meningkat terjadinya pencemaran.
72
7) Kalau mungkin gunakanlah kendaraan pengangkut bahan makanan yang
menggunakan alat pendingin sehingga mampu membawa makanan dengan
jangkauan yang lebih jauh, tetapi tentu saja biayanya akan mejadi jauh lebih
besar sehingga akan menaikkan harga makanan.
b. Pengangkutan makanan siap santap.
Makanan siap santap lebih rawan terhadap pencemaran sehingga perlu perlakukan
yang ekstra hati-hati. Oleh karena itu dalam prinsip pengangkutan makanan siap
santap perlu diperhatikan sebagai berikut :
1) Setiap makanan mempunyai wadah masing - masing.
2) Isi makanan tidak terlampau penuh untuk mencegah tumpah karena goyangan
kendaraan.
3) Wadah harus mempunyai tutup yang rapat dan tersedia lubang hawa untuk
makanan panas agar mencegah terjadinya kondensasi. Uap air yang mencair
merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri sehingga makanan
cepat menjadi basi.
4) Wadah yang digunakan harus utuh, kuat dan ukurannya memadai dengan
makanan yang ditempatkan dan terbuat dari bahan anti karat atau kotor.
5) Pengangkut untuk waktu yang lama harus diatur suhunya yaitu tetap panas
60oC atau tetap dingin 40oC.
6) Wadah selama dalam perjalanan tidak selalu dibuka dan tetap dalam keadaan
tertutup sampai ditempat penyajian.
7) Kendaraan pengangkut disediakan khusus dan tidak bercampur dengan
keperluan mengangkut bahan lain.
F. PRINSIP 6 : PENYAJIAN MAKANAN
1. Menurutkementerian kesehatan tentang Higiene
Sanitasi Jasaboga Lampiran Bab III Cara Pengolahan Makanan Yang Baik,
bahwa : Penyajian makanan merupakan rangkaian akhir dari perjalanan makanan.
Makanan yang disajikan adalah makanan yang siap santap. Makanan yang siap santap
harus siap santap. Laik santap dapat dinyatakan bilamana telah dilakukan uji
organolopik dan uji biologis.
Uji Organoleptik, seperti juga pada bahan makanan yaitu memeriksa makanan
masak dengan cara meneliti secara lima indera manusia yaitu melihat (penampilan)
dengan indera penglihatan/mata, meraba (tekstur, keempukan) dengan indera
tangan/jari, Mencium (aroma) dengan indera penciuman/hidung, mendengar (bunyi
misalnya telur) dengan indera te;inga dan menjilat (rasa) dengan indera
pengecap/lidah. Kalau cara organoleptik baik barulah makanan disajikan.
Uji Biologis, sebelum makanan disantap harus diuji terlebih dahulu dengan cara
memakannya secara sempurna. Kalau dalam waktu 2 jam tidak terjadi tanda - tanda
kesakitan, makanan tersebut dinyatakan aman atau Uji laboratorium secara berkala
yaitu pemeriksaan kualitas makanan dengan analisa di laboratorium untuk mengetahui
tingkat cemaran makanan terutama bakteri. Untuk melakukan itu diperlukan sampel
makanan yang harus disiapkan dengan cara yang steril dan mengikuti standar /
prosedur yang benar. Hasilnya dibandingkan dengan standart yang telah baku.
Dalam prakteknya uji organoleptik dan uji biologis dapat sekaligus dilaksanakan tanpa
menunggu waktu penyajian.
Dalam hal lain yang perlu diperhatikan dalam Penyajian Makanan adalah :
a. Tempat Penyajian
Penyajian jasa boga berbeda dengan rumah makan. Di rumah makan tempat saji
relatif berdekatan dengan dapur pengolahan sedangkan dalam jasa boga (di rumah
sakit) tempat penyajian (ruang pasien, ruang rapat, dll) bisa jauh dari dapur
pengolahan. Maka faktor pengangkutan makanan menjadi penting karena akan
mempengaruhi kondisi penyajian. Keterlambatan penyajian dapat terjadi akibat
adanya hambatan di luar dugaan misalnya gangguan lain diperjalanan. Penyajian
makanan yang tidak baik dan etis, bukan saja dapat mengurangi selera makan
seseorang (pasien) tetapi dapat juga menjadi penyebab kontaminasi terhadap
bakteri.
Menurut Permenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, Lampiran I Bagian I
tentang : Penyehatan Ruang.
1) Tempat Ruang Pasien.
Persyaratan Konstruksi Bangunan Rumah Sakit
a) Lantai
(1) Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, permukaan
rata, tidak licin, warna terang, dan mudah dibersihkan.
(2) Lantai yang selalu kontak dengan air harus mempunyai kemiringan
yang cukup ke arah saluran pembuangan air limbah
74
(3) Pertemuan lantai dengan dinding harus berbentuk konus/lengkung
agar mudah dibersihkan.
b) Dinding
Permukaan dinding harus kuat, rata, berwarna terang dan menggunakan
cat yang tidak luntur serta tidak menggunakan cat yang mengandung
logam berat.
c) Ventilasi
(1) Ventilasi alamiah harus dapat menjamin aliran udara di dalam
kamar/ruang dengan baik.
(2) Luas ventilasi alamiah minimum 15 % dari luas lantai.
(3) Bila ventilasi alamiah tidak dapat menjamin adanya pergantian udara
dengan baik, kamar atau ruang harus dilengkapi dengan penghawaan
buatan/mekanis.
(4) pemakaian ventilasi buatan/mekanis harus disesuaikan dengan
peruntukkan ruangan.
d) Atap
(1) Atap harus kuat, tidak bocor, dan tidak menjadi tempat perindukan
serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya.
(2) Atap yang lebih tinggi dari 10 meter harus dilengkapi penangkal petir.
e) Langit-langit
(1) Langit-langit harus kuat, berwarna terang, dan mudah dibersihkan.
(2) Langit-langit tingginya minimal 2,70 meter dari lantai.
(3) Kerangka langit-langit harus kuat dan bila terbuat dari kayu harus anti
rayap.
f) Pintu
Pintu harus kuat, cukup tinggi, cukup lebar, dan dapat mencegah
masuknya serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya.
g) Lalu Lintas Antar Ruangan
(1) Pembagian ruangan dan lalu lintas antar ruangan harus didisain
sedemikian rupa dan dilengkapi dengan petunjuk letak ruangan,
sehingga memudahkan hubungan dan komunikasi antar ruangan
serta menghindari risiko terjadinya kecelakaan dan kontaminasi.
(2) pemakaian tangga atau elevator dan lift harus dilengkapi dengan
sarana pencegahan kecelakaan seperti alarm suara dan petunjuk
pemakaian yang mudah dipahami oleh pemakainya atau untuk lift 4
(empat) lantai harus dilengkapi ARD (Automatic Rexserve Divide)
yaitu alat yang dapat mencari lantai terdekat bila listrik mati.
(3) Dilengkapi dengan pintu darurat yang dapat dijangkau dengan mudah
bila terjadi kebakaran atau kejadian darurat lainnya dan dilengkapi
ram untuk brankar.
2) Tata Laksana
a) Pemeliharaan Ruang Bangunan
(1) Kegiatan pembersihan ruang minimal dilakukan pagi dan sore hari.
(2) Pembersihan lantai di ruang perawatan pasien dilakukan setelah
pembenahan/merapikan tempat tidur pasien, jam makan, jam
kunjungan dokter, kunjungan keluarga, dan sewaktu-waktu bilamana
diperlukan.
(3) Cara-cara pembersihan yang dapat menebarkan debu harus dihindari.
(4) Harus menggunakan cara pembersihan dengan perlengkapan
pembersih (pel) yang memenuhi syarat dan bahan antiseptik yang
tepat.
(5) Pada masing-masing ruang supaya disediakan perlengkapan pel
tersendiri.
(6) Pembersihan dinding dilakukan secara periodik minimal 2 (dua) kali
setahun dan di cat ulang apabila sudah kotor atau cat sudah pudar.
(7) Setiap percikan ludah, darah atau eksudat luka pada dinding harus
segera dibersihkan dengan menggunakan antiseptik.
b) Pencahayaan
(1) Lingkungan rumah sakit, baik dalam maupun luar ruangan harus
mendapat cahaya dengan intensitas yang cukup berdasar
fungsinya.
(2) Semua ruang yang digunakan baik untuk bekerja ataupun untuk
menyimpan barang/peralatan perlu diberikan penerangan.
(3) Ruang pasien/bangsal harus disediakan penerangan umum dan
penerangan untuk malam hari dan disediakan saklar dekat pintu
masuk, sekitar individu ditempatkan pada titik yang mudah dijangkau
dan tidak menimbulkan berisik.
c) Penghawaan (Ventilasi) dan Pengaturan Udara
(1) Penghawaan atau ventilasi di rumah sakit harus mendapat perhatian
yang khusus. Bila menggunakan sistem pendingin, hendaknya
dipelihara dan dioperasikan sesuai buku petunjuk sehingga dapat
menghasilkan suhu, aliran udara, dan kelembaban nyaman bagi
pasien dan karyawan. Untuk rumah sakit yang menggunakan
pengatur udara (AC) sentral harus diperhatikan cooling tower-nya
agar tidak menjadi perindukan bakteri legionella dan untuk AHU (Air
Handling Unit) filter udara harus dibersihkan dari debu dan bakteri
atau jamur.
(2) Suplai udara dan exhaust hendaknya digerakkan secara mekanis, dan
exhaustfan hendaknya diletakkan pada ujung sistem ventilasi.
(3) Ruangan dengan volume 100 m3 sekurang-kurangnya 1 (satu) fan
dengan diameter 50 cm dengan debit udara 0,5 m3/detik, dan
frekuensi pergantian udara per jam adalah 2 (dua) sampai dengan 12
kali.
(4) Pengambilan supply udara dari luar, kecuali unit ruang individual,
hendaknya diletakkan sejauh mungkin, minimal 7,50 meter dari
exhauster atau perlengkapan pembakaran.
(5) Tinggi intake minimal 0,9 meter dari atap.
(6) Sistem hendaknya dibuat keseimbangan tekanan.
(7) Suplai udara untuk daerah sensitif, ruang operasi, perawatan bayi,
diambil dekat langit-langit dan exhaust dekat lantai, hendaknya
disediakan 2 (dua) buah exhaust fan dan diletakkan minimal 7,50 cm
dari lantai.
(8) Suplai udara di atas lantai.
(9) Suplai udara koridor atau buangan exhaust fan dari tiap ruang
hendaknya tidak digunakan sebagai suplai udara kecuali untuk suplai
udara ke WC, toilet, gudang.
(10) Ventilasi ruang-ruang sensitif hendaknya dilengkapi dengan saringan
2 beds. Saringan I dipasang di bagian penerimaan udara dari luar
dengan efisiensi 30 % dan saringan II (filter bakteri) dipasang 90 %.
Untuk mempelajari sistem ventilasi sentral dalam gedung hendaknya
mempelajari khusus central air conditioning system.
(11) Penghawaan alamiah, lubang ventilasi diupayakan sistem silang
(cross ventilation) dan dijaga agar aliran udara tidak terhalang.
(12) Penghawaan ruang operasi harus dijaga agar tekanannya lebih tinggi
dibandingkan ruang-ruang lain dan menggunakan cara mekanis (air
conditioner).
(13) Penghawaan mekanis dengan menggunakan exhaust fan atau air
conditioner dipasang pada ketinggian minimum 2,00 meter di atas
lantai atau minimum 0,20 meter dari langit-langit.
(14) Untuk mengurangi kadar kuman dalam udara ruang (indoor) 1 (satu)
kali sebulan harus disinfeksi dengan menggunakan aerosol
(resorcinol, trietylin glikol), atau disaring dengan elektron presipitator
atau menggunakan penyinaran ultra violet.
(15) Pemantauan kualitas udara ruang minimum 2 (dua) kali setahun
dilakukan pengambilan sampel dan pemeriksaan parameter kualitas
udara (kuman, debu, dan gas).
d) Kebisingan
(1) Pengaturan dan tata letak ruangan harus sedemikian rupa sehingga
kamar dan ruangan yang memerlukan suasana tenang terhindar dari
kebisingan.
(2) Sumber-sumber bising yang berasal dari rumah sakit dan sekitarnya
agar diupayakan untuk dikendalikan antara lain dengan cara :
(a) Pada sumber bising di rumah sakit peredaman. Penyekatan,
pemindahan, pemeliharaan mesin-mesin yang menjadi sumber
bising.
(b) Pada sumber bising dari luar rumah sakit :
penyekatan/penyerapan bising dengan penanaman pohon
(freenbelt), meninggikan tembok, dan meninggikan tanah (bukit
buatan).
e) Fasilitas Penyediaan Air Minum, Air Bersih, Toilet dan Kamar Mandi
(1) Fasilitas Penyediaan Air Minum dan Air Bersih
(a) Harus tersedia air minum sesuai dengan kebutuhan.
(b) Tersedia air bersih minimum 500 lt/tempat tidur/hari
(c) Air minum dan air bersih tersedia pada setiap tempat kegiatan
yang membutuhkan secara berkesinambungan.
(d) Distribusi air minum dan air bersih disetiap ruangan/kamar
harus menggunakan jaringan perpipaan yang mengalir dengan
tekanan positif.
(e) Persyaratan penyehatan air termasuk kualitas air minum dan
kualitas air bersih sebagaimana tercantum dalam Bagian III
tentang Penyehatan Air.
(2) Fasilitas Toilet dan Kamar Mandi
(a) Harus tersedia dan selalu terpelihara serta dalam keadaan
bersih.
(b) Lantai terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, tidak licin,
berwarna terang, dan mudah dibersihkan.
(c) Pada setiap unit ruangan harus tersedia toilet (jamban,
peturasan dan tempat cuci tangan) tersendiri. Khususnya untuk
unit rawat inap dan kamar karyawan harus tersedia kamar
mandi.
(d) Pembuangan air limbah dari toilet dan kamar mandi dilengkapi
dengan penahan bau (water seal).
(e) Letak toilet dan kamar mandi tidak berhubungan langsung
dengan dapur, kamar operasi, dan ruang khusus lainnya.
(f) Lubang penghawaan harus berhubungan langsung dengan
udara luar.
(g) Toilet dan kamar mandi harus terpisah antara pria dan wanita,
unit rawat inap dan karyawan, karyawan dan toilet pengunjung.
(h) Toilet pengunjung harus terletak di tempat yang mudah
dijangkau dan ada petunjuk arah, dan toilet untuk pengunjung
dengan perbandingan 1 (satu) toilet untuk 1 – 20 pengunjung
wanita, 1 (satu) toilet untuk 1 – 30 pengunjung pria.
(i) Harus dilengkapi dengan slogan atau peringatan untuk
memelihara kebersihan.
(j) Tidak terdapat tempat penampungan atau genangan air yang
dapat menjadi tempat perindukan nyamuk.
f) Fasilitas Pembuangan Sampah dan Limbah.
Persyaratan pembuangan sampah (padat medis dan domestik), limbah cair
dan gas sebagaimana tercantum dalam bagian IV tentang Pengelolaan
Limbah Permenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.
b. Alat-alat Penyajian
1) Alat-alat hendaknya ditempatkan dan disimpan dengan fasilitas pembersih.
2) Permukaan alat-alat yang berhubungan langsung dengan makanan hendaknya
terlindung dari pencemaran baik oleh konsumen maupun benda perantara
lainnya.
3) Kebersihan alat-alat hendaknya terjamin sebaik-baiknya.
c. Tenaga penyaji
1) Menjaga kesopanan.
2) Tehnik membawa makanan dengan baik.
3) Penampilan dan temperamen baik.
4) Cara menghidangkan (tehnik dan pengaturan di atas meja baik).
d. Cara penyajian
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penyajian makanan sesuai dengan
prinsip hygiene dan sanitasi makanan adalah sebagai berikut :
1) Prinsip wadah artinya setiap jenis makanan ditempatkan dalam wadah terpisah
masing - masing dan diusahakan tertutup terutama wadah yang tidak berada
dalam satu level dengan wadah makanan lainnya.
Tujuan adalah :
(a) Makanan tidak kontaminasi silang.
(b) Bila satu tercemar yang lain dapat diamankan.
Memperpanjang masa saji makanan sesuai dengan tingkat kerawanan
makanan.
2) Prinsip kadar air artinya penempatan makanan yang mengandung kadar air
tinggi (kuah, susu) baru dicampur pada saat menjelang dihidangkan untuk
mencegah makanan cepat rusak. Tujuannya : mencegah makanan mudah
menjadi rusak (basi).
3) Prinsip edible part artinya setiap bahan yang disajikan dalam penyajian adalah
merupakan bahan makanan yang dapat dimakan. Hindari pemakanaian bahan
makanan yang berbahaya kesehatan seperti sterer besi, tusuk gigi atau bunga
plastik. Bahan yang tidak untuk dimakan harus segera dibersihkan dari tempat
penyajian manakala acara makan dimulai. Tujuannya mencegah kecelakaan
atau gangguan akibat salah makan.
4) Prinsip pemisah artinya makanan yang ditempatkan dalam wadah yang sama
seperti makanan dalam dos atau rantang harus dipisah setiap jenis makanan
agar tidak saling mencampur. Tujuan : untuk mencegah kontaminasi silang.
5) Prinsip Panas yaitu setiap penyajian makanan yang disajikan panas diusahakan
tetap dalam keadaan panas seperti soup, gulai dsb. Untuk mengatur suhu perlu
diperhatikan suhu makanan sebelum ditempatkan dalam food warmer harus
masih berada diatas 60oC. alat terbaik untuk mempertahankan suhu penyajian
adalah dengan bean merry (bak penyaji panas) Tujuannya : untuk mencegah
pertumbuhan bakteri dan meningkatkan selera.
6) Prinsip bersih artinya setiap peralatan yang digunakan seperti wadah dan tutup,
dis dan piring/gelas/mangkok harus bersih dan baik. Bersih artinya telah dicuci
dengan cara hygiene, baik artinya : utuh, tidak rusak atau cacad atau bekas
pakai. Tujuannya : untuk mencegah penularan penyakit dan memberikan
penampilan yang estetis.
7) Prinsip hadling artinya setiap penanganan makanan maupun alat makan tidak
kontak langsung dengan anggota tubuh terutama tangan dan bibir.
Tujuannya :
(a) Mencegah pencemaran dari tubuh.
(b) Memberikan penampilan sopan dan apik.
8) Prinsip tepat saji artinya pelaksanaan penyajian makanan harus sesuai dengan
seharusnya , yaitu :
(a) Tepat menu yaitu menu yang disajikan sesuai dengan kebutuhan pasien.
Menu yang disajikan harus memenuhi kesesuaian dengan macam, jumlah
dan cara penyajian yang diinginkan. Dalam hal ini ada beberapa type
dalam pemesanan menu seperti :
→ Sepenuhnya menyerahkan pengaturan menu kepada Instalasi
Gizi/Instalasi Nutrisi untuk diatur dengan sebaik - baiknya.
→ Penyerahan kepada Instalasi Gizi/Instalasi Nutrisi dengan pesanan
yang tertentu yang harus dipenuhi.
→ Konsumen (Penunggu Pasien, Karyawan rumah sakit) yang
mengatur dan pengusaha harus mengikutinya.
(b) Tepa
t waktu , yaitu sesuai dengan waktu penyajian. Pesanan bisa berupa
penyajian tunggal dan menyajikan berangkai. Penyajian berangkai
misalnya penyajian makanan untuk karyawan yang meliputi makan pagi,
makan siang, makan malam dan snack sesuai dengan jadual yang
disusun.
(c) Tepat tata hidang yaitu cara penyajian sesuai dengan pesanan. kalau
pesanan dengan prasmanan harus disajikan prasmanan, tidak dalam dos
atau rantang.
(d) Tepat volume yaitu jumlah yang disajikan sesuai jumlahnya dengan
pesanan. Untuk mencegah hal yang tidak dikehendaki perlu disediakan
cadangan makanan. Prinsip jangan sampai ada tamu yang tidak kebagian
makanan. Hal ini perlu diperhatikan untuk mencegah citra buruk rumah
sakit, Instalasi Gizi / Instalasi Nutrisi wajib mengambil kebijaksanaan
dengan memperhitungkan harga atas kemungkinan tersebut sekitar lk 10
%. Tujuannya : untuk menjaga citra dan profesionalisme rumah sakit.
2. Menurut Permenkes RI Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004 Lampiran I tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, bahwa cara penyajian
adalah sebagai beriku :
a. Cara penyajian makanan harus terhindar dari pencemaran dan peralatan yang
dipakai harus bersih
b. Makanan jadi yang siap disajikan harus diwadahi dan tertutup.
c. Makanan jadi yang disajikan dalam keadaan hangat ditempatkan pada fasilitas
penghangat makanan dengan suhu mnimal 600C dan 40C untuk makanan dingin.
d. Penyajian dilakukan dengan perilaku penyaji yang sehat dan berpakaian bersih.
e. Makanan jadi harus segera disajikan.
f. Makanan jadi yang sudah menginap tidak boleh disajikan kepada pasien.