nutrisi
Januari 26, 2024
nutrisi
Masa sekolah merupakan masa dimana anak
mengenal lingkungan di luar kehidupan rumah
ataupun keluarga. Anak usia sekolah dasar cenderung
memiliki aktivitas bermain. Kebutuhan gizi anak
sebagian besar dipakai untuk beraktivitas dan
pembentukan jaringan. Pemenuhan kebutuhan gizi
pada anak, salah satunya adalah dengan
memperhatikan pola asupan pada anak dalam
kesehariannya.1
Usia sekolah dasar merupakan salah satu
kelompok yang rawan mengalami masalah gizi.
Masalah gizi yang sering dijumpai pada anak sekolah
yaitu overweight dan underweight. Prevalensi
obesitas di Indonesia secara nasional meningkat 1,3%
dari Tahun 2007 ke 2010 menjadi 9,2%. Menurut
Riskesdas Tahun 2013, diketahui prevalensi obesitas
pada anak usia 5-12 tahun secara nasional adalah
sebesar 18,8%, yang terdiri dari gemuk 10,8% dan
sangat gemuk (obesitas) sebesar 8,0%, sedangkan
prevalensi gizi kurang/anak kurus secara nasional
(menurut IMT/U) pada anak umur 5-12 tahun adalah
11,2%, terdiri dari 4,0% sangat kurus dan 7,2%
kurus.2 Pada wilayah D.I.Yogyakarta, Prevalensi
anak dengan kategori gemuk sebesar 9,1%, kategori
sangat gemuk 6,9%, kategori normal 76,5%, kategori
kurus 5,8%, dan kategori sangat kurus 1,7%.2
Kebiasaan sarapan pada anak dapat menjadi
faktor yang mempengaruhi status gizi (IMT/U).
Kelebihan berat badan dapat disebabkan karena anak
melewatkan sarapan sehingga meningkatkan asupan
jajan terutama jajanan yang tinggi kalori, gula serta
tinggi lemak,3 akan tetapi anak yang melewatkan
sarapan dapat juga mengalami underweight. Hal ini
dikarenakan tidak diimbangi dengan peningkatan
asupan.4 Studi yang dilakukan di Indonesia, di salah
satu SD Kota Semarang, dari 426 siswa 19,7% siswa
mengalami overweight dan obesitas. Subjek dengan
status gizi lebih terbanyak ditemukan pada usia 11
tahun (8%). Sebanyak 28 subjek (43,75%) dari 64
subjek memiliki kebiasaan tidak sarapan dan sering
jajan.
Sarapan merupakan kegiatan untuk
mengonsumsi makanan yang dilakukan pada pagi
hari. Energi dari sarapan berkontribusi 20-25% dari
kebutuhan energi total per harinya.5,6Sarapan
sebaiknya mengandung makanan pokok, lauk hewani
maupun nabati, sayur serta buah yang mencakup
karbohidrat, protein, lemak, serat, serta zat gizi mikro
yang dibutuhkan oleh tubuh. Seorang anak yang
sering melewatkan sarapan meningkatkan risiko jajan
di sekolah.
Jajanan merupakan makanan dan minuman
yang dijual di tempat-tempat umum yang dapat
langsung dimakan dan dikonsumsi tanpa pengolahan
dan persiapan lagi. Jajanan yang ada di sekolah
sangat beraneka ragam. Jajanan yang tinggi kalori,
karbohidrat dan lemak dapat memicu terjadinya
obesitas pada anak.7,8 Selain itu data Pangan Jajanan
Anak Sekolah (PJAS) yang dilakukan Badan POM RI
Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan bersama
26 Balai Besar/Balai POM di Indonesia pada tahun
2009 menunjukkan bahwa 45% PJAS tidak
memenuhi mutu dan keamanan pangan karena
mengandung bahan kimia berbahaya, Bahan
Tambahan Pangan (BTP) yang melebihi batas aman,
serta akibat cemaran mikrobiologi.9,10Jika jajanan
ini dikonsumsi oleh anak dapat memicu
anak rentan sakit dan akan mempengaruhi status gizi
anak.
Kebiasaan jajan anak sekolah di Provinsi D.I
Yogyakarta cenderung meningkat dan memilih
konsumsi jajan yang kurang sehat. Selain itu tingkat
konsumsi sayur dan buah juga rendah. Kabupaten
todanan blora merupakan daerah dengan konsumsi
buah dan sayur terendah diantara kabupaten lain di
Provinsi D.I Yogyakarta (4,8%). Anak laki-laki usia
6-14 tahun di Kabupaten todanan blora memiliki
angka prevalensi gizi kurang sebesar 12,8% yang
mendekati angka kurus nasional yaitu 13,3% dan
pada anak perempuan memiliki angka prevalensi gizi
kurang diatas angka nasional (10,9%) yaitu sebesar
15,3%, sedangkan prevalensi untuk gizi lebih sebesar
3,8% pada laki-laki dan 2,0% untuk
perempuan.11berdasar latar belakang ini ,
maka peneliti ingin mengetahui lebih lanjut mengenai
hubungan frekuensi sarapan dan konsumsi jajan
dengan z-score IMT/U pada siswa sekolah dasar di
Kabupaten todanan blora .
berdasar perhitungan besar sampel, subjek
dalam penelitian ini berjumlah 67 orang. Subjek
diambil memakai metode simple random
sampling, dari 80 subjek diambil 67 subjek. Kriteria
inklusi adalah siswa dengan rentang usia 9-12 tahun,
bersedia menjadi subjek penelitian dengan mengisi
informed consent dan mengikuti prosedur penelitian,
tidak sedang menderita penyakit infeksi akut/kronik
atau dalam perawatan dokter. Kriteria eksklusi yaitu
subjek pindah sekolah dan mengundurkan diri
selama proses penelitian berlangsung.
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah
frekuensi sarapan dan konsumsi jajan sedangkan
variabel terikat adalah z-score IMT/U. Pengumpulan
data karakteristik sampel didapatkan dari kuesioner
yang terdiri dari nama, jenis kelamin, usia, tanggal
lahir, kelas, dan uang saku. Data frekuensi sarapan
diperoleh melalui wawancara dan dihitung
berdasar frekuensi subjek melakukan sarapan
selama seminggu. Frekuensi sarapan dikatakan sering
jika subjek melakukan sarapan ≥4 kali/minggu dan
dikategorikan jarang jika subjek melakukan sarapan
<4 kali/minggu. Data konsumsi jajan dan asupan
energi diperoleh melalui food frequency
questionnaire (FFQ). Energi jajan dikategorikan
rendah jika <10%, cukup jika 10-20%, dan dikatakan
lebih jika >20% dari total energi. Asupan energi
dikategorikan lebih apabila >110% AKG, cukup
apabila 80-110% AKG dan kurang apabila <80%
AKG.12 Data aktivitas fisik dihitung melalui
kuesioner aktivitas fisik. Aktivitas fisik dikategorikan
ringan apabila ≤2000 kkal, sedang 2001-2400 kkal,
dan berat 2401-2600 kkal.13 Status gizi (z-score
IMT/U) diperoleh melalui pengukuran berat badan
dan tinggi badan. Pengukuran berat badan
memakai timbangan digital dengan ketelitian 0,1
kg dan pengukuran tinggi badan memakai
microtoise dengan ketelitian 0,1 cm dimana saat
pengukuran subjek tidak memakai sepatu dan ikat
pinggang.
Pengolahan dan analisis data dilakukan
memakai program komputer. Analisis data
memakai univariat, bivariat dan multivariat.
Analisis univariat dipakai untuk mendeskripsikan
masing-masing variabel. Data diuji normalitasnya
memakai uji Kolmogorov-Smirnov (n>50)
dengan nilai kemaknaan p>0,05. Analisis bivariat
dipakai untuk mengetahui hubungan masing-
masing variabel frekuensi sarapan, konsumsi jajan,
aktivitas fisik, dan asupan energi dengan variabel z-
score IMT/U memakai uji korelasi Rank
Spearman karena data berdistribusi tidak normal.
Analisis multivariat dipakai untuk mengetahui
variabel prediktor dari z-score IMT/U memakai
uji regresi linier ganda.
Jumlah subjek penelitian ini sebanyak 67 orang
yang terdiri dari 38 anak laki-laki dan 29 anak
perempuan pada rentang usia 9-12 tahun. Kebiasaan
sarapan subjek berkisar 4 kali/minggu. Median
aktivitas fisik subjek tergolong sedang. Median untuk
asupan energi subjek adalah 1342 kkal. Karakteristik
subjek selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.
Distribusi Frekuensi Sarapan, Konsumsi Jajan,
Aktivitas Fisik, Asupan Energi, dan Status Gizi
Tabel 2. menunjukkan sebanyak 62,5% subjek
yang memiliki kebiasaan jarang sarapan memiliki
status gizi overweight (IMT/U >1 SD). Subjek
dengan konsumsi jajan berlebih dan memiliki status
gizi overweight sebanyak 66,67% subjek. Subjek
yang memiliki aktivitas ringan dan mengalami
overweight sebesar 73,9%. Selain itu, subjek dengan
asupan energi lebih dan mengalami overweight
sebanyak 11 orang (91,7%).
Gambaran Frekuensi Sarapan Siswa dengan
Konsumsi Jajan
Tabel 3. menunjukkan gambaran frekuensi
sarapan siswa dengan konsumsi jajan. Siswa yang
jarang sarapan dan memiliki konsumsi jajan berlebih
sebesar 57,1%. Siswa yang sering sarapan, sebagian
besar memiliki konsumsi jajan yang tergolong cukup
yaitu sebesar 80,6%. Rerata persentase asupan jajan
terhadap total kebutuhan sehari untuk siswa yang
sering sarapan sebesar 17,3% sedangkan untuk siswa
yang jarang sarapan sebesar 20,04%.
Gambaran Subjek berdasar Jenis Sarapan
Tabel 4. menunjukkan bahwa sebanyak 24
orang (35,8%) siswa sarapan dengan jenis sarapan
berupa makanan pokok dan hewani. Sebanyak 29,9%
sarapan subjek berupa makanan pokok, lauk
(hewani/nabati) dan susu.
Distribusi Subjek Menurut Pemilihan Makanan
Jajanan
Tabel 5. menunjukkan variasi jajanan yang ada
di Kabupaten todanan blora . Pemilihan makanan
jajanan pada 67 subjek yang diteliti menunjukkan
hasil yang beragam. Jajanan yang sering dikonsumsi
subjek adalah singkong dan olahannya, cilok, serta
gorengan.
Hubungan antara frekuensi sarapan, konsumsi
jajan, aktivitas fisik, dan asupan energi dengan z-
score IMT/U
Tabel 6, diketahui bahwa ada hubungan
frekuensi sarapan, konsumsi jajan, aktivitas fisik dan
asupan energi dengan z-score IMT/U (p<0,05).
Semakin jarang anak sarapan, maka z-score IMT/U
semakin tinggi. Semakin tinggi asupan energi dan
jajan, maka semakin tinggi pula z-score IMT/U.
Semakin rendah aktivitas fisik, maka z-score IMT/U
semakin tinggi.
Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa
semua variabel memiliki p<0,25, kemudian variabel-
variabel ini dianalisis lebih lanjut memakai
analisis regresi linier ganda untuk mengetahui
variabel prediktor dari variabel z-score IMT/U. Hasil
uji regresi linier ganda akan dinyatakan dalam Tabel
7.
Hasil analisis regresi linier ganda
menunjukkan bahwa variabel konsumsi jajan,
aktivitas fisik, dan asupan energi menjadi variabel
prediktor dari z-score IMT/U. Angka Adjusted R
square adalah 0,573 menunjukkan bahwa 57,3%
variasi z-score IMT/U dapat dijelaskan oleh
konsumsi jajan, aktivitas fisik, dan asupan energi
berdasar hasil penelitian di Kabupaten
todanan blora , seperempat subjek mengalami
overweight yaitu sebesar 25,4% dari 67 sampel.
Subjek dengan status gizi lebih (z-score >1 SD)
ditemukan pada anak usia 9 tahun sebesar 9%, usia
10 tahun sebesar 9% dan pada usia 11 tahun sebesar
7,5%.
Pada penelitian ini diketahui bahwa anak
yang jarang sarapan sebanyak 24 orang dan sebanyak
15 orang (62,5%) mengalami overweight. Hal ini
sesuai dengan teori bahwa anak atau remaja yang
meninggalkan sarapan akan berisiko untuk menjadi
overweight (z-score >1 SD) atau obesitas
dibandingkan dengan mereka yang sarapan.7
Penelitian yang dilakukan oleh Watanabe dan Tin
menunjukkan bahwa anak yang sering melewatkan
sarapan akan memiliki indeks massa tubuh yang lebih
besar.14,15 Hal ini terjadi ketika anak melewatkan
sarapan dan merasa lapar maka mereka akan
mengkonsumsi makanan berkalori lebih tinggi yang
didapatkan dari makanan jajanan.16berdasar
penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa makanan
yang dikonsumsi biasanya memiliki densitas energi
lebih tinggi.17 Makanan dengan densitas energi tinggi
biasanya memiliki kandungan karbohidrat sederhana,
gula dan lemak yang tinggi pula.18 berdasar uji
bivariat, ditemukan bahwa ada hubungan antara
frekuensi sarapan dengan z-score IMT/U secara
statistik.
Dilihat dari jenis sarapan, sebanyak 35,8%
subjek mengonsumsi sarapan dengan jenis makanan
pokok dan hewani. Sebanyak 29,9% subjek
mengonsumsi sarapan dengan jenis makanan pokok,
lauk (hewani/nabati), dan susu. Jenis makanan pokok
yang sering dikonsumsi di Kabupaten todanan blora
diantaranya nasi, singkong dan olahannya (gathot dan
tiwul). Jenis lauk hewani yang sering dikonsumsi
yaitu telur ayam, telur itik, daging ayam, dan ikan
sedangkan untuk lauk nabati yaitu tahu dan tempe.
Sayuran yang sering dikonsumsi diantaranya gudeg,
daun pepaya, bayam, gudangan dan trancam. Jenis
buah yang paling sering dikonsumsi yaitu pisang,
pepaya dan jambu. Energi setiap sarapan pada anak
yang sering melakukan sarapan (43 orang) berkisar
350,18 kkal sampai 625,24 kkal dengan rata-rata
492,61±80,79 kkal. DEPKES RI mengatakan bahwa
sarapan yang baik harus memenuhi 15-30% dari
kebutuhan energi total sehari.19
Hasil penelitian tentang konsumsi jajan
menunjukkan bahwa subjek dengan asupan jajan
berlebih sebanyak 21 orang dan 14 subjek (66,67%)
mengalami overweight. Rerata energi dari makanan
jajanan adalah 365,9±169,94 kkal dengan median 315
kkal. ada kejadian yang bermakna antara
konsumsi jajan dengan z-score IMT/U secara
statistik. Hal ini sesuai dengan teori yang
menyebutkan bahwa asupan jajan dan ngemil
berkaitan dengan kejadian overweight dan obesitas.20
Kebiasaan jajan sangat dipengaruhi oleh
uang saku yang dimiliki.21 Dalam penelitian ini, uang
saku yang didapat siswa berkisar Rp 2000,00 sampai
Rp 10000,00. Peran orang tua terhadap pemakaian
uang saku sangat berpengaruh. Kurangnya nasihat
dan arahan dari orang tua tentang pemanfaatan uang
saku akan mendorong anak untuk memanfaatkannya
secara bebas. Pemberian uang saku mempengaruhi
kebiasaan jajan pada anak usia sekolah.22 Siswa yang
mendapatkan uang saku lebih besar, cenderung
memiliki frekuensi jajan lebih sering. Pemilihan
makanan jajanan pada anak-anak di Kabupaten
todanan blora sangat beragam. Mayoritas anak-anak
memilih jajanan berupa singkong dan olahannya
sebanyak 14 orang (20,9%), cilok sebanyak 11 orang
(16,42%), gorengan sebanyak 10 orang (14,93%),
pisang dan olahannya sebanyak 7 orang (10,45%).
Variabel perancu dalam penelitian ini
terbukti berkaitan dengan kejadian overweight.
Variabel perancu dalam penelitian ini yaitu aktivitas
fisik dan asupan energi. Hal ini sesuai dengan
teori bahwa aktivitas fisik mempengaruhi status gizi
seseorang. Obesitas dapat disebabkan karena
kurangnya aktivitas fisik, meningkatnya asupan
kalori dan gaya hidup yang sedentari.23,24,25 Skor
rerata untuk aktivitas fisik anak adalah
2032,4±229,42 kkal dengan median 2030 kkal.
Menurut teori, aktivitas fisik sangat
mempengaruhi nilai z-score IMT/U seseorang. Orang
dengan aktivitas fisik yang tinggi akan memiliki berat
badan, IMT, dan lemak yang jauh lebih rendah
dibandingkan dengan orang yang memiliki aktivitas
fisik rendah. Aktivitas fisik merupakan gerakan
yang disebabkan oleh kontraksi otot yang dapat
menghasilkan pengeluaran energi. Berbagai kegiatan
yang dilakukan saat melakukan pekerjaan merupakan
cerminan kuantitas dari aktivitas fisik. Selama
melakukan aktifitas fisik, otot membutuhkan energi
untuk menghantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke
seluruh tubuh dan mengeluarkan sisa-sisa tubuh.
Banyaknya energi yang dibutuhkan tergantung pada
berapa banyak otot yang bergerak, berapa lama dan
berapa berat pekerjaan yang dilakukan. Kurangnya
aktivitas fisik memicu banyak energi yang
tersimpan sebagai lemak, sehingga orang-orang yang
kurang melakukan aktivitas fisik cenderung menjadi
gemuk. Hal ini menjelaskan bahwa tingkat aktivitas
fisik berkontribusi terhadap kejadian berat badan
berlebih terutama orang dengan kebiasaan sedentari.
Kejadian overweight juga dipengaruhi oleh
besarnya energi yang diasup perharinya. Anak
dengan asupan lebih dan mengalami overweight
sebanyak 11 orang (91,7%). Faktor asupan makanan
memiliki peranan penting pada terjadinya obesitas.
Obesitas pada hakekatnya merupakan timbunan
triasilgliserol berlebih pada jaringan lemak akibat
asupan energi berlebih dibanding pemakaian nya.
Pengendalian asupan makanan melibatkan proses
biokimiawi yang menentukan rasa lapar dan kenyang
termasuk penentuan selera makanan, nafsu makan,
dan frekuensi makannya.28 Besar dan aktifitas
penyimpanan energi, terutama di jaringan lemak
dikomunikasikan ke sistem saraf pusat melalui
mediator leptin dan sinyal transduksi lain.
Tampaknya, alur leptin merupakan regulator
terpenting dalam keseimbangan energi tubuh. Mutasi
gen-gen penyandi leptin dan sinyal transduksi
ini akan mempengaruhi pengendali asupan
makanan dan menjurus ke timbulnya obesitas.29
Orang obesitas biasanya mengalami defisiensi leptin.
Hasil uji regresi linier ganda terhadap variabel
bebas menunjukkan bahwa konsumsi jajan, aktivitas
fisik, dan asupan energi memiliki pengaruh yang
bermakna terhadap z-score IMT/U. Variabel z-score
IMT/U digambarkan sebesar 57,3% oleh konsumsi
jajan, aktivitas fisik, dan asupan energi. Variabel
frekuensi sarapan tidak termasuk dalam variabel
prediktor karena variabel ini memiliki p lebih
tinggi dibandingkan dengan p pada variabel lainnya.
Selain itu, sebuah penelitian menyebutkan
bahwa z-score IMT/U lebih dipengaruhi oleh asupan
gizi terhadap kebutuhan dalam sehari, bukan dari
jumlah berapa kali sarapan. Z -score IMT/U
diduga bukan dipengaruhi secara langsung oleh
frekuensi sarapan karena frekuensi sarapan yang
teratur belum tentu kualitasnya baik. Sementara itu
sarapan hanya mewakili 1 kali waktu makan,
sedangkan dalam sehari frekuensi makan dilakukan
sebanyak 3 kali waktu makan. Penelitian sebelumnya
menyebutkan bahwa z-score IMT/U dipengaruhi oleh
faktor langsung seperti asupan makanan dan status
kesehatan. Melakukan sarapan secara teratur belum
tentu meningkatkan z-score IMT/U seseorang karena
makanan sarapan hanya mengandung 25% dari
kebutuhan total energi harian apabila mengandung
semua unsur gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Hasil
penelitian sebelumnya juga menyebutkan bahwa
hanya ada sedikit hubungan antara frekuensi
sarapan dengan z-score IMT/U, berdasar hasil
analisis prospektif yang dilakukan frekuensi sarapan
berbanding terbalik dengan Indeks Massa Tubuh
(IMT).30
Penelitian ini membuktikan bahwa ada
hubungan frekuensi sarapan, konsumsi jajan,
aktivitas fisik, dan asupan energi dengan z-score
IMT/U pada anak sekolah dasar. Variabel z-score
IMT/U digambarkan sebesar 57,3% oleh konsumsi
jajan, aktivitas fisik, dan asupan energi.
Nilai z-score IMT/U pada anak dapat
dipengaruhi oleh konsumsi jajan, aktivitas fisik, dan
asupan energi. Pemberian edukasi penyuluhan gizi
kepada guru, orang tua, dan siswa perlu dilakukan
secara berkala dan terintegrasi terkait konsumsi jajan,
aktivitas fisik, dan asupan energi. Hal ini bertujuan
untuk mengontrol konsumsi jajan dan asupan energi
pada anak serta untuk meningkatkan aktivitas fisik
guna mencegah terjadinya obesitas .