anemia gizi 2

 baik 
dibandingkan pasien  yang berpendidikan lebih rendah 
Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap perilaku 
hidup sehat. Pendidikan yang lebih tinggi memudahkan 
pasien  dalam menyerap informasi dan 
mengimplementasikan dalam perilaku dan gaya hidup sehari-
hari, khusunya dalam hal kesehatan dan gizi. Tingkat 
pendidikan, khususnya tingkat pendidikan wanita 
mempengaruhi derajat kesehatan. Tingkat pendidikan ibu 
terutama dapat menentukan pengetahuan, sikap, dan 
keterampilannya dalam menentukan makanan keluarga. 
Peranan ibu biasanya peling banyak berpengaruh terhadap   
pembentukan kebiasaan makan anak, karena ibulah yang 
mempersiapkan makanan mulai mengatur menu, berbelanja, 
memasak, menyiapkan makanan, dan mendistribusikan 
makanan. Pendidikan dan pengetahuan ibu sangat 
berpengaruh terhadap kualitas hidangan yang disajikan, 
pengetahuan gizi berkembang secara bermakna dengan 
sikap positif terhadap perencanaan dan persiapan makanan. 
Semakin tinggi pengetahuan gizi ibu, maka makin positif 
sikap ibu terhadap kualitas gizi makanan, sehingga makin baik 
asupan gizi keluarga. 
Achmad Djaeni (1996) yang menyatakan bahwa 
pendidikan ibu merupakan modal utama dalam menunjang 
ekonomi keluarga, juga berperan dalam menyusun makanan 
keluarga, serta pengasuhan, dan perawatan anak. Bagi 
keluarga dengan tingkat pendidikan rendah dikhawatirkan 
akan lebih sulit menerima informasi kesehatan khususnya 
bidang gizi, sehingga tidak dapat menambah pengetahuan 
dan tidak mampu menerapkan dalam kehidupan seharihari. 
Semakin tinggi tingkat pendidikan formal diharapkan semakin 
tinggi pula tingkat pendidikan kesehatannya, karena tingkat   
pendidikan kesehatan merupakan bentuk intervensi terutama 
terhadap faktor perilaku kesehatan. 
Menurut Sariningrum (1990), ada dua kemungkinan 
hubungan antara tingkat pendidikan orangtua dan pola 
konsumsi makanan dalam keluarganya, yaitu: 
1) Tingkat pendidikan orangtua secara langsung dan tidak 
langsung menentukan kondisi rumah tangga dimana 
kondisi rumah tangga sangat mempengaruhi konsumsi 
keluarga 
2) Pendidikan istri, disamping merupakan modal utama 
dalam menunjang perekonomian keluarga juga berperan 
dalam penyusunan pola makan keluarga. 
Hasil penelitian analisis sekunder yang dilakukan oleh 
Basuki (1996) pada remaja putri SMU di Kabupaten Bandung, 
diketahui bahwa kejadian anemia lebih banyak terjadi pada 
responden yang mempunyai ibu dengan pendidikan rendah 
(tidak tamat SD) yaitu 67,4 %. Responden dengan pendidikan 
ibu yang tinggi (tamat SD) proporsi anemia hanya 32,6 %. 
Maka dapat dikatakan bahwa semakin tinggi pendidikan ibu, 
maka kejadian anemia akan semakin rendah. berdasar  
  
hasil uji statistik penelitian Gunatmaningsih (2007) 
menunjukkan ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu 
dengan kejadian anemia pada remaja putri di SMA Negeri 1 
Kecamatan hutan terlarang , Kabupaten tanjungbaru  (nilai p= 0,040). 
Hal ini menunjukkan bahwa remaja putri yang mempunyai ibu 
dengan tingkat pendidikan rendah berisiko  1,778 kali 
lebih besar untuk mengalami kejadian anemia.  
c. Pekerjaan orangtua 
Pekerjaan pasien  dapat mempengaruhi besarnya 
pendapatan, selain itu juga lamanya waktu yang 
dipergunakan pasien  ibu untuk bekerja di dalam dan di 
luar rumah, jarak tempat kerja dapat mempengaruhi 
makanan dalam keluarganya 
,mengemukakan bahwa orangtua 
dengan mata pencaharian tetap, sekalipun rendah jumlahnya 
tetapi setidaknya memberikan jaminan sosial keluarga yang 
lebih aman jika dibandingkan dengan pekerjaan tidak tetap 
dengan penghasilan tidak tetap.   
d. Pendapatan orangtua 
Menurut Soekirman (1993) pola konsumsi pangan 
secara makro berhubungan dengan hukum ekonomi, 
semakin meningat pendapatan keluarga maka semakin 
beraneka ragam pola konsumsinya. Suhardjo (1989) 
menyatakan bahwa pekerjaan yang berhubungan dengan 
pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan 
kualitas dan kuantitas makanan. Apabila penghasilan 
meningkat, biasanya penyediaan lauk pauk yang bermutu 
akan meningkat juga. Menurut Berg (1985) jumlah 
pengeluaran orangtua yang mungkin diketahui secara pasti 
oleh si anak dicerminkan melalui uang saku yang diberikan 
oleh orangtuanya. 
Yayuk Farida, dkk (2004) yang menyatakan bahwa 
perubahan pendapatan secara langsung dapat 
mempengaruhi perubahan konsumsi pangan keluarga. 
Meningkatnya pendapatan berarti memperbesar peluang 
untuk membeli pangan dengan kualitas dan kuantitas yang 
lebih baik. Sebaliknya, penurunan pendapatan akan 
memicu  penurunan dalam hal kualitas dan kuantitas   
pangan yang dibeli, yang dapat memicu  tidak 
terpenuhinya kebutuhan tubuh akan zat gizi, salah satunya 
tidak terpenuhinya kebutuhan tubuh akan zat besi, sehingga 
dapat berdampak timbulnya kejadian anemia. 
berdasar  penelitian Rani (2004), ada  hubungan 
antara pendapatan orangtua dengan kejadian anemia pada 
remaja putri, yang mana remaja putri yang pendapatan 
orangtuanya rendah, berisiko  2,729 kali menderita 
anemia dibandingkan remaja putri yang pendapatan 
orantuanya tinggi. berdasar  hasil uji statistik penelitian 
Gunatmaningsih (2007) menunjukkan ada hubungan antara 
tingkat pendapatan keluarga dengan kejadian anemia di SMA 
Negeri 1 Kecamatan hutan terlarang , Kabupaten tanjungbaru  (nilai p= 
0,035). Hal ini menunjukkan bahwa remaja putri dengan 
tingkat pendapatan keluarga yang  rendah berisiko  
1,707 kali lebih besar untuk mengalami kejadian anemia. 
 
5. Status Gizi 
 Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan 
dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari zat gizi 
dalam bentuk variabel tertentu. Indeks Massa Tubuh (IMT)   
merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi 
 IMT merupakan 
indeks berat badan pasien  dalam hubungannya dengan 
tinggi badan, yang ditentukan dengan membagi berat badan 
dalam satuan kilogram dengan kuadrat tinggi dalam satuan 
meter kuadrat. Status gizi penduduk umur 10-14 tahun dapat 
dinilai berdasarkan IMT yang dibedakan menurut umur dan 
jenis kelamin. Rujukan untuk menentukan kurus, apabila nilai 
IMT kurang dari 2 standar deviasi (SD) dari nilai rerata, dan 
berat badan lebih jika nilai IMT lebih dari 2 SD nilai rerata 
standar WHO 2007.  Standar penentuan kurus dan berat 
badan lebih menurut nilai rerata IMT untuk perempuan umur 
10-14 tahun dapat dilihat pada Tabel 3. 
Tabel 3. Standar Penentuan Status Gizi Perempuan Umur 10-
14 Tahun 
Umur (Tahun) Rerata IMT -2 SD +2 SD 
10 16,6 13,5 22,6 
11 17,3 13,9 23,7 
12 18,0 14,4 24,9 
13 18,8 14,9 26,2 
14 19,6 15,5 27,3 

status gizi mempunyai korelasi positif dengan konsentrasi 
hemoglobin (Hb), artinya semakin buruk status gizi 
pasien  maka semakin rendah kadar Hbnya. berdasar  
penelitian  ditemukan hubungan yang 
bermakna antara IMT anemia, yang mana remaja putri 
dengan IMT tergolong kurus berisiko  1,4 kali menderita 
anemia dibandingkan remaja putri dengan IMT normal. 
berdasar  hasil uji statistik penelitian Gunatmaningsih 
(2007) menunjukkan ada hubungan antara status gizi dengan 
kejadian anemia pada remaja putri di SMA Negeri 1 
Kecamatan hutan terlarang , Kabupaten tanjungbaru  (nilai p= 0,002). 
Hal ini menunjukkan bahwa remaja putri dengan status gizi 
tidak normal berisiko 2,175 kali lebih besar untuk 
mengalami kejadian anemia 
Dampak yang ditimbulkan akibat anemia terjadi pada 
perkembangan fisik dan psikis yang terganggu, penurunan 
kerja fisik dan daya pendapatan, penurunan daya tahan 
terhadap keletihan, peningkatan angka kesakitan dan 
kematian ,Anemia yang diderita oleh remaja 
putri dapat memicu  menurunya prestasi belajar, 
menurunnya daya tahan tubuh sehingga mudah terkena 
penyakit infeksi. Selain itu pada remaja putri yang anemia, 
tingkat kebugarannya pun akan turun yang berdampak pada 
rendahnya produktivitas dan prestasi olahraganya dan tidak 
tercapainya tinggi badan maksimal karena pada masa ini 
terjadi puncak pertumbuhan tinggi badan (peak higth velcity) 
Di negara berkembang, anemia berkaitan dengan fungsi 
reproduktif yang buruk, angka kematian maternal yang tinggi 
(10 – 20% dari total kematian), tingginya insidens berat bayi 
lahir rendah (<2.500 gr pada saat lahir), dan malnutrisi , Secara umum dampak yang akan 
terjadi dikarenakan anemia antara lain:  
1. Mengganggu kemampuan belajar 
2. Menurunkan kemampuan latihan fisik dan kebugaran 
tubuh 
3. Menurunkan kapasitas kerja individual 
4. Menurunkan fungsi imun (kekebalan) tubuh 
5. Menurunkan kemampuan mengatur suhu tubuh 
Sedangkan menurut Depkes RI dampak anemia adalah 
sebagai berikut: 
 
A. Pada Anak-anak 
1. Menurunnya kemampuan dan konsentrasi belajar 
2. Menghambat pertumbuhan fisik dan perkembangan 
kecerdasan otak 
3. Meningkatkan risiko menderita penyakit infeksi karena 
daya tahan tubuh menurun. 
 
B. Pada Wanita 
1. Menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah sakit 
2. Menurunkan produktivitas kerja 
69  
3. Menurunkan kebugaran. 
 
C. Pada Remaja Putri 
1. Menurunkan kemampuan dan konsentrasi belajar 
2. Mengganggu pertumbuhan sehingga tinggi badan tidak 
mencapai optimal 
3. Menurunkan kemampuan fisik olahragawati 
4. Mengakibatkan muka pucat. 
 
D. Ibu Hamil 
1. Menimbulkan pendarahan sebelum atau sesudah 
persalinan 
2. Meningkatkan risiko melahirkan bayi dengan Berat Badan 
Lahir Rendah atau BBLR (<2,5 kg) 
3. Pada anemia berat, bahkan dapat memicu  
kematian ibu dan atau bayinya. 
Pencegahan dan pengobatan anemia dapat ditentukan 
dengan memperhatikan faktor-faktor pemicu nya. Jika 
pemicu nya adalah masalah nutrisi, penilaian status gizi 
dibutuhkan untuk mengidentifikasi zat gizi yang berperan 
dalam kasus anemia. Anemia gizi dapat disebabkan oleh 
berbagai macam zat gizi penting pada pembentukan 
hemoglobin. Defisiensi besi yang umum terjadi di dunia 
merupakan pemicu  utama terjadinya anemia gizi  ,Kurangnya zat besi dalam makanan dapat 
memicu  anemia ,. 
ada  beberapa usaha  yang dapat dilakukan untuk 
mencegah dan menanggulangi anemia akibat kekurangan 
konsumsi besi. Upaya pertama meningkatkan konsumsi besi 
dari sumber alami melalui pendidikan atau penyuluhan gizi 
kepada pasien , terutama makanan sumber hewani yang 
mudah diserap, juga makanan yang banyak mengandung   
vitamin C, dan vitamin A untuk membantu penyerapan besi 
dan membantu proses pembentukan hemoglobin. Kedua, 
melakukan fortifikasi bahan makanan yaitu menambah besi, 
asam folat, vitamin A, dan asam amino essensial pada bahan 
makanan yang dimakan secara luas oleh kelompok sasaran. 
Ketiga melakukan suplementasi besi folat secara rutin kepada 
penderita anemia selama jangka waktu tertentu untuk 
meningkatkan kadar hemoglobin penderita secara cepat ,
Pendidikan atau penyuluhan gizi adalah pendekatan 
edukatif untuk menghasilkan perilaku individu atau 
pasien yang diperlukan dalam meningkatkan perbaikan 
pangan dan status gizi ,
Harapannya adalah orang bisa memahami pentingnya 
makanan dan gizi, sehingga mau bersikap dan bertindak 
mengikuti norma-norma gizi , Pendidikan gizi 
secara komprehensif yaitu pada anak anemia, guru, dan 
orang tua diberikan dengan harapan pengetahuan gizi anak, 
guru, dan orang tua serta pola makan makan anak akan   
berubah sehingga asupan makan terutama asupan besi anak 
akan lebih baik.  
Dengan asupan besi yang lebih baik, maka kadar 
hemoglobin anak akan meningkat. Pada dasarnya program 
pendidikan gizi bertujuan merubah perilaku yang kurang 
sehat menjadi perilaku yang lebih sehat terutama perilaku 
makan  Beberapa penelitian di berbagai 
negara menemukan bahwa pendidikan gizi sangat efektif 
untuk merubah pengetahuan dan sikap anak terhadap 
makanan, tetapi kurang efektif untuk merubah praktek 
makan ,Pengetahuan merupakan hasil 
proses pengindraan terhadap objek tertentu. Proses 
pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra 
penglihatan, pendengaran, penciuman rasa dan melalui kulit. 
Pengetahuan merupakan faktor dominan yang sangat 
penting untuk terbentuknya tindakan pasien . 
 
A. Peran Guru dalam Menanggulangi Anemia Gizi pada 
Remaja Putri 
Guru sebagai pendidik, diharapkan dapat memberikan 
pengetahuan secara langsung kepada anak didiknya   
terutama remaja putri tentang pentingnya mencegah dan 
mengobati anemia sedini mungkin. Pendidikan gizi dan 
kesehatan di SLTP, SLTA, Madrasah Tsanawiyah, Aliyah, dan 
Pondok Pesantren dapat diintegrasikan pada mata pelajaran 
Biologi, IPA serta pendidikan jasmani dan kesehatan. 
Kegiatan ekstrakulikuler di sekolah seperti UKS, PMR serta 
Saka Bhakti Husada dapat menjadi sarana untuk memberikan 
penyuluhan tentang anemia. Guru juga sebagai fasilitator 
komunikasi dengan orang tua murid agar memperhatikan 
status gizi remaja putri. 
B. Peran Tokoh Masyarakat dalam Menanggulangi Anemia 
Gizi pada Remaja Putri dan Wanita 
Tokoh pasien seperti ketua organisasi, pimpinan 
kelompok, kader, serta petugas lain di luar kesehatan sangat 
berperan dalam memberikan penyuluhan dan motivasi 
kepada pasien , khususnya kelompok remaja putri di luar 
sekolah, pekerja wanita informal, ibu-ibu rumah tangga agar 
selalu menjaga kesehatannya dengan mencegah dan 
mengobati anemia. Penyuluhan gizi dan kesehatan di luar 
sekolah dapat dilaksanakan melalui kegiatan Karang Taruna,   
Remaja Masjid, Majelis Ta’lim, PKK, berbagai komunitas 
lainnya seperti komunitas olah raga, komunitas berbasis hobi 
dan lain-lain. Koordinasi antara guru dan tokoh pasien 
dengan petugas kesehatan atau Puskesmas agar selalu 
ditingkatkan untuk menanggulangi masalah anemia gizi pada 
remaja putri dan wanita.  
Fortifikasi merupakan usaha mengganti nutrisi-nutrisi 
yang hilang dan membuat makanan pokok jauh lebih bergizi 
tanpa merubah rasa atau tampilannya. Fortifikasi tepung 
terigu dengan zat besi dapat mencegah secara signifikan 
pelemahan mental yang sering terjadi di kalangan remaja 
yang tidak mengkonsumsi zat besi secara cukup. Fortifikasi 
ini  akan meningkatkan produktivitas orang dewasa, 
dan membantu menurunkan risiko penyakit anemia, serta 
mengurangi kemungkinan kematian ibu hamil. Di seluruh 
dunia, ada 57 negara yang yang melalui undang-undang 
mengharuskan fortifikasi tepung dengan zat besi dan atau 
asam folat. ada  lima negara yang mewajibkan fortifikasi, 
termasuk di dalamnya adalah negara kita . Negara lain adalah 
Australia, Fiji, Selandia Baru dan Filipina ,
Salah satu cara pemerintah dalam mengurangi angka 
kejadian anemia khususnya pada remaja putri adalah dengan 
memberikan tablet tambah darah. Kegiatan ini merupakan 
implementasi dari Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 88 
Tahun 2014 tentang Standar Tablet Tambah Darah Bagi 
Wanita Usia Subur dan Ibu Hamil serta Surat Edaran Dirjen 
Kesehatan Masyarakat Kemenkes RI Nomor 
HK.03.03/V/0595/2016 tentang Pemberian Tablet Tambah 
Darah. Upaya ini dilakukan sebagai usaha pemerintah 
membangun SDM melalui pemenuhin gizi seimbang bagi 
remaja. Target pemerintah yang dituangkan dalam rencana 
strategis kementerian kesehatan tahun 2015-2019 adalah 
persentase remaja putri yang mendapat tablet tambah darah 
di tahun 2019 sebesar 30% (Kemenkes, 2015). Tablet tambah 
darah yang diberikan mengandung 200 mg zat besi dalam 
bentuk ferro sulfat/ferro fumarat atau ferro glukonat dan 
0,25 mg asam folat. 
C. Mengurangi Anemia di Kalangan Remaja Putri dengan 
Aplikasi Android 
Remaja putri di negara kita  mengalami anemia sebesar 
23%. Dengan jumlah remaja putri kurang lebih 21 juta, 
ada  setidaknya 4,8 juta yang mengidap kekurangan 
jumlah sel darah merah (yang mengandung protein 
hemoglobin, Hb). Sel ini yang memungkinkan oksigen dari 
jantung diangkut ke seluruh bagian tubuh.  
Anemia remaja putri disebabkan oleh asupan makanan 
rendah kandungan zat besi hewani maupun nabati. Anemia 
pada remaja bisa menurunkan kemampuan daya ingat 
sehingga prestasi akademik tidak optimal. Selain itu, dampak 
anemia pada remaja putri berpeluang menimbulkan anemia 
ketika hamil. penanganan kasus anemia pada remaja putri 
berusia 10-19 tahun perlu diprioritaskan karena mereka dapat 
memutus siklus anemia pada ibu hamil dan dampak kelahiran 
bayi dengan kognitif rendah akibat ibu hamil yang anemia. 
Meski ada  berbagai penanganan kasus anemia, di 
antaranya, pemberian tablet tambah darah dan penambahan 
zat besi pada tepung terigu, yang telah dilakukan, kasus 
anemia di kalangan remaja putri masih tetap tinggi. Karena 
itu, diperlukan cara alternatif yang efektif untuk mengurangi 
anemia pada remaja putri yaitu penurunan anemia via 
telepon pintar Android.  
Adapun mekanismenya dengan melakukan 
pemeriksaan status anemia yang diukur adalah hemoglobin 
(Hb) dengan nilai ambang batas kategori anemia jika kurang 
dari 12 gram per desiliter (g/dl) dan nutrisi seperti zat besi. Hb 
dari darah dan nutrisi dengan pencatatan makanan 3 hari. 
Prosesnya dilakukan oleh tenaga yang berkompeten seperti 
dokter anak, gizi, psikologi, desain visual multimedia, dan 
kedokteran komunitas. 
Hasil pengukuran status anemia ini menemukan bahwa 
persentase penderita anemia lebih besar dibanding angka 
nasional, yakni 33,7% atau 37 ribu remaja putri. Selama enam 
bulan (24 minggu), 228 siswi dari enam SMP di sana 
mengikuti uji coba penggunaan Android dan 250 siswi 
menjadi sasaran uji coba modul cetak kertas. Modul cetak 
berisi pedoman yang memuat definisi anemia, pemicu  
anemia, cara mencegah dan mengatasi anemia. Dalam   
pedoman ini , kartu monitoring konsumsi tablet tambah 
darah sekaligus informasi singkat tentang anemia dijadikan 
alat edukasi untuk remaja putri dalam versi cetak kertas. Pada 
pengukuran awal, kelompok Android memiliki median kadar 
Hb 11,8 g/dl dan kelompok modul cetak 12 g/dl. Tujuan uji 
coba ini untuk meningkatkan kadar Hb dan konsumsi zat besi.  
Langkah pertama adalah studi literatur dan studi 
formatif (baseline) di satu sekolah menengah pertama untuk 
mengembangkan aplikasi Android yang dinamakan Remaja 
Putri Anti Anemia. Aplikasi ini terdiri dari empat fitur. Desain 
aplikasi memakai  prinsip emotion design untuk 
meyakinkan remaja mengikuti pesan yang disampaikan. 
Prinsip ini dipakai dalam fitur komik. Isi pesan komik ini 
dilandasi dari teori perilaku Integrative Model Behavior 
Prediction (IMBP) yang mendorong perubahan perilaku. 
Selain itu pesan ini  juga dikembangkan dari pedoman 
penanggulangan anemia untuk remaja putri dan perempuan 
usia subur untuk tenaga kesehatan yang disusun oleh 
Kementerian Kesehatan.    
Fitur kedua berisi makanan dan resep sumber zat untuk 
mencegah anemia yang bisa dicontoh remaja putri. Makanan 
dan resep ini dikembangkan dari studi formatif, yaitu 
makanan yang disukai remaja putri, mudah diperoleh serta 
mudah diolah. Resep masakan diperoleh dari website 
masakan yang banyak dipakai pasien , misalnya, 
https://cookpad.com/id dengan jenis makanan seperti omelet 
telur dan sate kerang. 
Fitur ketiga berisi jenis-jenis makanan ringan seperti 
biskuit, snack bar dan kacang kedelai yang juga 
dikembangkan dari studi formatif. Jenis makanan yang 
disukai remaja putri dan tersedia di kantin serta mini market 
di sekitar rumah dan sekolah.  
Fitur keempat merupakan elemen penting dalam 
aplikasi ini yaitu pencatatan makanan. Remaja putri dapat 
mencatat jenis makanan, porsi dalam sehari serta tablet 
tambah darah dalam catatan mereka. Remaja putri 
mendapatkan hasil pengamatan langsung karena aplikasi ini 
menyediakan perbandingan dengan pedoman gizi seimbang 
dan rekomendasinya, yang selanjutnya menguji efektivitas   
aplikasi ini. Murid-murid di tiga sekolah yang paling banyak 
memiliki Android dijadikan sebagai kelompok intervensi 
Android. Sedangkan siswa di tiga sekolah lainnya dijadikan 
kelompok intervensi dengan modul cetak. Selama 20 minggu 
pertama, siswa enam sekolah ini  dilatih di ruang kelas 
tentang cara memakai  kedua media sesuai dengan 
pembagiannya. Hasil dari 20 minggu pertama ini , pada 
kelompok intervensi Android saya menemukan peningkatan 
Hb (median awal 11,8 g/dl menjadi 12 g/dl) sedangkan tidak 
ada perubahan kadar Hb pada kelompok modul cetak.  
Peningkatan asupan zat besi kelompok Android (dari 
6,6 mg/hari menjadi 11,8 mg/hari) lebih tinggi dibandingkan 
kelompok intervensi modul cetak (dari 11,9 mg/hari menjadi 
15,6 mg/hari). Kedua kelompok kemudian melanjutkan 
penggunaan media masing-masing tanpa paparan edukasi di 
ruang kelas selama empat minggu. Hasil uji coba terakhir ini 
menunjukkan tidak ada perubahan signifikan tingkat Hb dan 
asupan zat besi partisipan antara sebelum intervensi dan 
sesudah  intervensi tanpa paparan edukasi di kelas.  Dapat 
disimpulkan bahwa intervensi via aplikasi Android saja tidak   
efektif mengubah tingkat Hb dan asupan zat besi. Ada 
beberapa pemicu  temuan:  
1. Remaja putri yang mengikuti intervensi kelompok modul 
cetak menunjukkan perubahan asupan zat besi lebih baik 
dibandingkan dengan kelompok aplikasi Android. Ini 
terjadi karena median kadar Hb sebelum intervensi pada 
kelompok modul cetak sudah lebih tinggi dari kelompok 
Android. 
2. Dalam waktu 20 minggu pertama ketika dipaparkan sesi 
edukasi dalam kelas, memungkinkan remaja putri lebih 
patuh mengikuti instruksi penggunaan media Android 
dibandingkan dengan saat tidak ada sesi dalam kelas. 
Oleh karena itu, intervensi melalui aplikasi Android akan 
efektif menurunkan anemia jika disandingkan dengan 
program pemberian suplemen tablet tambah darah yang 
dilakukan oleh tenaga kesehatan ke sekolah. Dengan sistem 
teknologi ini, remaja putri dapat melihat hasil pengawasan 
dan rekomendasi di dalam fitur pencatatan makanan. 
Hasilnya bisa dibagikan melalui Facebook dan Twitter yang 
bisa dipantau orang tua, guru, dan tenaga kesehatan. Jika ini   
dilakukan, memakai  Android menjadi lebih optimal dan 
hasilnya dapat diakses lebih cepat. 
Strategi pemerintah dalam usaha  pencegahan anemia 
pada remaja yaitu melaksanakan penyuluhan kesehatan 
remaja melalui integrasi materi KRR ke dalam mata pelajaran 
yang relevan, memberikan pelayanan melalui penyuluhan 
kepada remaja dalam rangka meningkatkan kesehatan salah-
satunya yaitu usaha  pencegahan anemia pada remaja, 
Pendidikan Keterampilan Hidup Sehat (PKHS) dan Usaha 
Kesehatan Sekolah (UKS).  
 
D. Pencegahan Anemia pada Remaja Putri 
Menurut Sunita (2010), cara mencegah dan mengobati 
anemia adalah:  
1. Meningkatkan konsumsi makanan bergizi  
a. Makan makanan yang banyak mengandung zat besi dari 
bahan makanan hewani (daging, ikan, ayam, hati, telur) 
dan bahan makanan nabati (sayuran berwarna hijau tua, 
kacang-kacangan, tempe)   
b. Makan sayur-sayuran dan buah-buahan yang banyak 
mengandung vitamin c (daun katuk, daun singkong, 
bayam, jambu, tomat, jeruk, dan nanas) sangat 
bermanfaat untuk meningkatkan penyerapan zat besi 
dalam usus. 
2. Menambah pemasukan zat besi ke dalam tubuh dengan 
minum Tablet Tambah Darah (TTD) 
Tablet tambah darah adalah tablet besi folat yang 
setiap tablet mengandung 200 mg ferro sulfat atau 60 mg 
besi elemental dan 0,25 mg asam folat. Wanita dan remaja 
putri perlu minum tablet tambah darah karena wanita 
mengalami haid sehingga memerlukan zat besi untuk 
mengganti darah 36 yang hilang. Wanita mengalami hamil, 
menyusui, sehingga zat besinya sangat tinggi yang perlu 
dipersiapkan sedini mungkin semenjak remaja. Tablet tambah 
darah mampu mengobati wanita dan remaja putri yang 
menderita anemia, meningkatkan kemampuan belajar, 
kemampuan kerja dan kualitas sumber daya manusia serta 
generasi penerus. Anjuran minum yaitu minumlah 1 (satu) 
tablet tambah darah seminggu sekali dan dianjurkan minum 1   
tablet setiap hari selama haid. Minumlah tablet tambah darah 
dengan air putih, jangan minum dengan teh, susu atau kopi 
karena dapat menurunkan penyerapan zat besi dalam tubuh 
sehingga manfaatnya menjadi berkurang.  
3. Mengobati penyakit yang memicu  atau 
memperberat anemia seperti: kecacingan, malaria, dan 
penyakit TBC. 
E. Penanggulangan Anemia pada Remaja Putri 
Tindakan penting yang dilakukan untuk mencegah 
kekurangan besi antara lain: 
1. Konseling untuk membantu memilih-milih  bahan makanan 
dengan kadar besi yang cukup secara rutin pada usia 
remaja 
2. Meningkatkan konsumsi besi dari sumber hewani seperti 
daging, ikan, unggas, makanan laut disertai minum sari 
buah yang mengandung vitamin C (asam askorbat) untuk 
meningkatkan absorbsi besi dan menghindari atau 
mengurangi minum kopi, teh, teh es, minuman ringan   
yang mengandung karbonat dan minum susu pada saat 
makan 
3. Suplementasi besi, merupakan cara untuk menanggulangi 
anemia di daerah dengan prevalensi tinggi. Pemberian 
suplementasi besi pada remaja dosis 1 mg/kgBB/hari 
4. Untuk meningkatkan absorbsi besi, sebaiknya 
suplementasi besi tidak diberi bersama susu, kopi, teh, 
minuman ringan yang mengandung karbonat, 
multivitamin yang mengandung fosfat dan kalsium 
5. Skrining anemia. Pemeriksaan hemoglobin dan 
hematokrit masih merupakan pilihan untuk skrining. 
 Langkah yang bisa 
dilakukan untuk mencegah anemia diantaranya adalah: 
1. Makan-makanan yang banyak zat besi dari bahan hewani 
seperti daging, ikan, ayam, hati dan telur. Dari bahan 
nabati seperti sayuran yang warnanya hijau tua, kacang-
kacangan dan tempe 
2. Banyak makan-makanan yang mempunyai sumber 
vitamin C yang berguna untuk peningkatan penyerapan 
zat besi seperti jambu, jeruk, tomat, dan nanas   
3. Minum 1 tablet penambah darah setiap hari, khusus 
wanita ketika mengalami haid 
4. Jika merasakan ada  tanda dan gejala anemia, maka 
segeralah berkonsultasi pada dokter untuk mencari 
pemicu  dan diberikan pengobatan. 
 
A. Pengertian orKes-ku (Raport Kesehatanku) 
Orkes-ku (Raport Kesehatanku) suatu metode untuk 
mengidentifikasi faktor risiko masalah gizi khususnya anemia 
pada remaja, selain itu kemanfaatan metode lainnya adalah 
data yang diperoleh dari raport ini dapat dipakai untuk 
melakukan solusi perbaikan masalah gizi pada remaja 
khususnya anemia. Dimana pelaksanaannya dapat 
dilaksanakan oleh guru bimbingan konseling serta 
bekerjasama dengan petugas kesehatan sebagai bentuk 
usaha  perbaikan dalam mengatasi masalah gizi ganda 
(anemia, IMT yang tidak normal, asupan zat gizi yang tidak 
seimbang, konsep diri (citra tubuh) yang salah dan 
pengetahuan gizi yang rendah) pada remaja putri dengan 
pemberian konseling bagi remaja dan pemberian 
pengetahuan bagi orangtua/pengasuh, serta akan diberikan 
raport kesehatan sekolah di setiap akhir bulan sebagai 
bentuk evaluasi. Melihat situasi dan kondisi saat ini, program 
ini merupakan cara yang efektif bagi remaja yang memiliki   
masalah gizi dan bisa dipakai di setiap sekolah. Hal ini akan 
membantu meningkatkan dan memperbaiki kualitas gizi pada 
remaja. 
 
B. Mekanisme penerapan Metode orKes-ku (Raport 
Kesehatanku) 
Di dalam orKes-ku (Raport Kesehatanku) ini  
berisi berapa berat badan remaja, berat badan ideal remaja, 
perubahan berat badan remaja sesudah  evaluasi, juga akan 
diberikan saran mengatasi masalah yang ada dengan 
pemberian feeding rules yang dapat membantu remaja untuk 
belajar mengatur dan mengatasimasalah makannya sendiri 
serta memberikan petunjuk kepada orangtua dalam 
menyediakan makanan yang sehat bagi remajanya. 
Basic feeding rules adalah pedoman atau aturan dasar 
praktik pemberian makan dengan tujuan menyusun jadwal 
makan yang terstruktur dan membantu remaja untuk dapat 
melatih regulasi makan internalnya ,
Pengaturan pola makan dibuat tidak hanya untuk 
mengurangi maupun menambah jumlah berat badan saja, 
tetapi bertujuan untuk membiasakan keluarga bergaya hidup   
sehat dan seimbang. Gaya hidup sehat dan seimbang yang 
diterapkan bagi seluruh anggota keluarga akan mengurangi 
risiko kemungkinan mengalami masalah gizi kurang maupun 
gizi lebih, terutama pada remaja .  
Metode ini melibatkan kerjasama antara petugas 
kesehatan (penyuluh, ahli gizi), guru konseling, orangtua, dan 
remaja. Penyuluh kesehatan yang akan memberikan 
pengetahuan kepada orangtua dan guru konseling dalam 
usaha  perbaikan dalam mengatasi masalah gizi pada remaja. 
Upaya sekolah untuk bekerja sama dengan petugas 
kesehatan untuk memberikan penyuluhan dan menyediakan 
ahli gizi bagi tiap sekolah. Pendidikan atau penyuluhan gizi 
adalah pendekatan edukatif untuk menghasilkan perilaku 
individu atau pasien yang diperlukan dalam 
meningkatkan perbaikan pangan dan memperbaiki status gizi 
pada remaja.Pada dasarnya program pendidikan gizi 
bertujuan merubah perilaku yang kurang sehat menjadi 
perilaku yang lebih sehat terutama perilaku makan ,
Guru konseling dalam metode orKes-ku (Raport 
Kesehatanku) berperan sebagai orang yang akan 
mengarahkan remaja didiknya dan mengontrol berat badan 
remaja di sekolah dalam menjalankan saran yang telah 
diberikan oleh ahli gizi. Konseling merupakan salah satu 
tehnik bimbingan dimana proses pemberian bantuan yang 
diberikan kepada individu dalam masalah kehidupannya 
berlangsung melalui wawancara antar guru 
pembimbing/konselor dengan remaja didik dan orang tuanya 
dengan cara-cara yang sesuai yang telah disarankan oleh ahli 
gizi dalam mencapai berat badan yang ideal. Tujuan 
bimbingan konseling ini adalah membantu siswa dan 
orangtua mengetahui, memahami, dan menemukan 
alternatif dari pemecahan masalah yang semula tidak baik 
menjadi baik. 
Ahli gizi dalam metode orKes-ku (Raport 
Kesehatanku) berperan sebagai orang yang mengukur berat 
badan remaja setiap akhir bulan sebagai bentuk evaluasi 
apakah ada perubahan dalam menjalankan program ini dan 
orang yang menyusun jadwal makan remaja yang terstruktur   
dan membantu remaja untuk dapat melatih regulasi makan 
internalnya. Ahli gizi akan menuliskan makanan apa yang 
perlu dikonsumsi didalam rapor kesehatan sekolah yang akan 
diterima orangtua setiap akhir bulan sebagai petunjuk dalam 
menyediakan makan yang sehat bagi remajanya. Sehingga 
akan tampak apakah ada perubahan atau tidak sesudah  
mendapatkan petunjuk makanan yang sehat dari ahli gizi. 
Orangtua dalam metode orKes-ku (Raport Kesehatanku) 
berperan sebagai pengawas dan penyedia makanan diet 
yangseimbang, rendah kalori, dan sesuai petunjuk ahli gizi. 
Orangtua berperan besar dalam program ini karena orangtua 
lah yang memantau berat badan secara rutin di rumah, 
mengatur frekuensi makan remaja dan frekuensi kudapan 
atau makanan camilan dan meningkatkan aktivitas fisiknya. 
 
A. Hubungan Pengetahuan dengan Anemia  
Pengetahuan pasien  biasanya diperoleh dari 
pengalaman yang berasal dari berbagai macam sumber. 
Pengetahuan ini membentuk keyakinan tertentu sehingga 
pasien  berperilaku sesuai keyakinan ini . Pendidikan 
baik formal maupun informal dapat meningkatkan 
pengetuhuan tentang gizi, namun kenyataannya tidak 
demikian. Demikian juga kesadaran akan pengetahuan gizi 
tidak selalu meningkat seiring tingginya tingkat pendidikan. 
Perilaku makan atau pola kebiasaan makan yang positif 
sangat diperlukan dalam menanggulangi anemia. 
Ketidaktahuan masalah pangan dalam hubungannya dengan 
gizi merupakan pemicu  yang biasa terjadi. Pengolahan 
pangan yang kurang tepat dapat memicu  terjadinya 
kehilangan zat gizi sehingga makanan yang dikonsumsi tidak 
dapat menyediakan zat gizi yang diperlukakan oleh tubuh 
B. Hubungan Sikap dengan Anemia  
Manusia tidak dilahirkan dengan sikap pandangan 
ataupun perasaan tertentu, tetapi sikap tidak dibentuk 
sepanjang perkembangan. Sikap pasien  dengan keadaan 
mudah terpengaruh untuk memberikan tanggapan terhadap 
rangsangan lingkungan yang dapat memulai atau 
membimbing tingkah laku orang ini . Sikap memiliki 
tingkat kedalaman yang berbeda-beda (senang, benci, agak 
benci, sedih), bisa mempengaruhi terjadinya anemia. Sikap 
senang atau tidak senang dengan makanan bisa 
mempengaruhi terjadinya anemia dan kurang suka dengan 
makanan yang banyak mengandung zat besi. Makanan yang 
banyak mengandung zat besi bisa mencegah terjadinya 
anemia ,
Kajian untuk mengetahui kejadian anemia pada remaja 
putri beberapa diantaranya melalui kajian terhadap faktor 
risiko dilakukan pada siswi SMP/sederajat Wilayah Kabupaten 
Banjar. Adapun kegiatan ini  diawali dengan pre-test 
untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan gizi yang 
diketahui oleh remaja putri yang selanjutnya mengisi   
beberapa identitas remaja responden yang memuat status 
gizi remaja (berat badan, tinggi badan, kadar hemoglobin), 
pantangan makan, konsep body image, riwayat penyakit 
infeksi dan identitas keluarga yang memuat jenjang 
pendidikan terakhir orang tua, pekerjaan, pendapatan 
keluarga, pantangan keluarga dan jumlah anggota keluarga.  
 
Selanjutnya sesudah  pre-test dan pengisian identitas 
responden dan keluarga, remaja putri diberi edukasi gizi 
terkait definisi anemia, faktor pemicu /risiko, dampak, 
pencegahan, dan penanggulangan anemia. Untuk 
mengetahui pemahaman remaja putri terhadap materi yang 
diberikan sesudah  sesi edukasi diselingi dengan proses tanya 
jawab. Akhir dari kegiatan ini remaja putri diberikan evaluasi 
akhir untuk mengetahui sejauh mana materi yang telah 
disampaikan dapat dimengerti remaja putri melalui post-test.  
Hasil dari kegiatan kajian ini menemukan bahwa  
tingkat pendidikan ayah merupakan faktor yang paling 
dominan berhubungan dengan status gizi remaja. Diketahui 
nilai OR 14,251 artinya remaja yang memiliki tingkat 
pendidikan ayah yang rendah berpeluang 14,251 untuk 
memiliki gizi tidak normal dibandingkan remaja yang memiliki 
tingkat pendidikan tinggi. Tingkat pendidikan ayah dan ibu 
berhubungan dengan status gizi remaja. Hasil kajian ini 
menemukan pula bahwa tidak ada  perbedaan yang 
bermakna asupan energi dan asupan protein antara sebelum 
dan sesudah penerapan Orkesku, ada perbedaan IMT 
100  
sebelum dan sesudah penerapan Orkesku dengan p=0,0001 
(p<0,05). Dengan demikian bersadarkan kajian ini  
bahwa orkesku salah satu alternative solusi untuk 
mengidentifikasi factor risiko masalah kesehatan khususnya 
anemia pada remaja puteri. Dengan mengetahui bahwa 
tingkat pendidikan ayah merupakan faktor pendukung utama 
perbaikan status gizi remaja yang dapat diketahui dari 
perbaikan Indeks Massa Tubuh remaja sebelum dan sesudah 
penerapan Orkesku. Oleh karenanya perlu usaha  kajian lanjut 
dengan pendekatan edukasi praktis agar ayah berpendidikan 
rendah meningkat pengetahuan gizinya sehingga usaha  
perbaikan gizi remajanya dapat secara efektif dilakukan. 
Keberhasilan edukasi yang diberikan diketahui dengan 
membandingkan pengetahuan awal (sebelum edukasi 
diberikan) dengan pengetahuan akhir (pasca pemberian 
edukasi). 

Kebiasaan makan adalah cara pasien  dalam memilih-milih  
dan memakannya sebagai reaksi terhadap pengaruh-
pengaruh psikologis, fisiologi, budaya dan sosial. Kebiasaan 
makan adalah suatu perilaku yang berhubungan dengan 
makan pasien , pola makanan yang dimakan, pantangan, 
distribusi makanan dalam keluarga, preferensi terhadap 
makanan dan cara memilih-milih  makanan. Remaja putri pada 
umumnya memiliki karakteristik kebiasaan makan tidak 
sehat. Antara lain kebiasaan tidak makan pagi, malas minum 
air putih, diet tidak sehat karena ingin langsing (mengabaikan 
sumber protein, karbohidrat, vitamin, dan mineral), 
kebiasaan ngemil makanan rendah gizi dan makan makanan 
siap saji. Sehingga remaja tidak mampu memenuhi 
keanekaragaman zat makanan yang dibutuhkan oleh 
tubuhnya untuk proses sintesis pembentukan hemoglobin 
(Hb). Bila hal ini terjadi dalam jangka waktu yang lama akan   
memicu  kadar Hb terus berkurang dan menimbulkan 
anemia z
Perempuan membutuhkan asupan zat besi yang lebih 
tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Tabel Angka Kecukupan 
Gizi (AKG) mengatakan bahwa kebutuhan zat besi remaja 
perempuan usia 13-29 tahun adalah 26 mg, angka ini jauh 
lebih tinggi bila dibandingkan dengan laki-laki seusianya. Pada 
perempuan, asupan zat besi tidak hanya dipakai untuk 
mendukung pertumbuhan, tetapi juga dipakai untuk 
mengganti zat besinya yang hilang melalui darah yang keluar 
setiap dirinya mengalami menstruasi setiap bulan. Karena 
kebutuhan zat besi perempuan yang sangat tinggi inilah, 
perempuan berisiko mengalami kekurangan zat besi, yang 
nantinya dapat berkembang menjadi anemia. 
Pola dan gaya hidup modern membuat remaja 
cenderung lebih menyukai makan di luar rumah bersama 
kelompoknya. Remaja putri sering mempraktikkan diet 
dengan cara yang kurang benar seperti melakukan 
pantangan-pantangan, membatasi atau mengurangi 
frekuensi makan untuk mencegah kegemukan. Pada   
umumnya remaja mempunyai kebiasaan makan yang kurang 
baik. Beberapa remaja khususnya remaja putri sering 
mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang tidak seimbang 
dibandingkan dengan kebutuhannya karena takut 
kegemukan dan menyebut makan bukan hanya dalam 
konteks mengkonsumsi makanan pokok saja tetapi makanan 
ringan juga dikategorikan sebagai makan. Jika mengkonsumsi 
makanan seimbang merupakan sudah anjuran mendasar 
yang hakiki bagi semua orang. Dimana asupan zat gizi yang 
terkonsumsi menentukan aspek kesehatan nutrisi setiap 
individu. Makanan seimbang memiliki penjabaran makanan-
makanan yang memiliki kandungan gizi yang sesuai dengan 
asupan gizi yang dibutuhkan.  
Banyak vitamin dan mineral diperlukan untuk membuat 
sel-sel darah merah. Selain zat besi, vitamin B12 dan folat 
diperlukan untuk produksi hemoglobin yang tepat. 
Kekurangan dalam salah satu dapat memicu  anemia 
karena kurangnya produksi sel darah merah. Asupan 
makanan yang buruk merupakan pemicu  penting   
rendahnya kadar asam folat dan vitamin B12 ,
Bahan makanan seperti daging, ayam, dan ikan memiliki 
kandungan besi yang tinggi, serealia dan kacang-kacangan 
memiliki kandungan besi yang sedang, serta sebagian besar 
sayur-sayuran yang mengandung asam oksalat tinggi seperti 
bayam memiliki kandungan besi yang rendah. Kebiasaan 
pasien negara kita  dalam mengonsumsi teh dan kopi juga 
menjadi faktor lain yang memicu  banyaknya penderita 
anemia. Kopi dan teh mengandung polifenol (asam fenolat, 
flavonoid, dan produk polimerisasi) yang berpengaruh pada 
proses penyerapan zat besi (inhibitor). Kalsium yang ada  
pada olahan susu dan keju juga dapat menjadi inhibitor 
absorbs besi. Selain hal-hal ini , remaja putri sering 
melakukan diet (mengurangi makan) karena ingin langsing 
dan mempertahankan berat badan. Penyerapan zat besi akan 
maksimal jika di fasilitasi oleh asam askorbat (vitamin C), 
seperti yang terkandung dalam buah kiwi, jambu biji, dan 
jeruk. Hal ini didukung oleh hasil penelitian dari Kirana (2011) 
yang mengatakan bahwa semakin tinggi asupan protein,   
vitamin A, vitamin C, dan zat besi semakin tinggi pula kadar 
hemoglobinnya 
Jumlah atau porsi makanan sesuai dengan anjuran 
makanan bagi remaja menurut yang disajikan pada Tabel 4.  
Tabel 4. Contoh Jumlah Porsi Makanan Yang Dianjurkan Pada 
Usia Remaja 
Makan pagi 
06.00 - 07.00 WIB 
Makan siang 
13.00 - 14.00 WIB 
Makan malam 
20.00 WIB 
Nasi 1 porsi 100 gr 
beras  
Nasi 2 porsi 200 gr 
beras 
Nasi 1 porsi 100 gr 
beras  
Telur 1 butir 50 gr  Ikan 1 porsi 50 gr  Ikan 1 porsi 50 gr  
Susu sapi 200 gr  Tempe 1 porsi 50 
gr  
Tahu 1 porsi 100 gr  
 Sayur 1 porsi 100 gr  Sayur 1 porsi 100 gr  
 Buah 1 porsi 75 gr  Buah 1 porsi 100 gr  
Susu skim 1 porsi 
20 gr 

Menurut Husaini (1989) pola makan yang tidak 
berkualitas dalam hal keragaman jenis makanan dan 
ketersediaan biologis besinya rendah merupakan faktor 
penting yang berperan dalam anemia karena dapat   
menganggu penyerapan zat gizi. Pola menu makanan yang 
hanya terdiri dari sumber karbohidrat, seperti nasi dan umbi-
umbian, atau kacang-kacangan, tergolong menu rendah 
(penyerapan zat besi 5%). Pola menu yang kurang bervariasi 
ini ini sangat jarang atau sedikit sekali mengandung daging, 
ikan, dan sumber vitamin C. ada  lebih banyak bahan 
makanan yang mengandung zat penghambat zat absorbsi 
besi dalam menu makanan ini, sehingga keragaman atau 
variasi makanan yang dikonsumsi diperlukan untuk 
memperoleh penyerapan zat gizi yang baik. 
Sebagian besar remaja putri memiliki pola makan yang 
kurang bervariasi, hal ini kemungkinan karena sebagian besar 
remaja lebih suka mengkonsumsi makanan jajanan yang tidak 
memenuhi asupan zat gizinya dengan baik. Selain itu, 
sebagian besar remaja mengaku tidak suka mengonsumsi 
sayur-sayuran dan ketersediaan buah-buahan di rumah 
mereka sangat jarang. Sehingga asupan makanan sehari-hari 
mereka kebanyakan hanya didominasi oleh sumber 
karbohidrat dan protein. Kurang bervariasinya jenis makanan 
ini  dapat memicu  penyerapan zat gizi kurang   
berjalan dengan baik, sehingga dapat memicu  kadar 
hemoglobin menurun atau anemia. Banyak remaja putri yang 
sering melewatkan dua kali waktu makan dan lebih memilih-milih  
kudapan. Padahal sebagian besar kudapan bukan hanya 
hampa kalori, tetapi juga sedikit sekali mengandung zat gizi, 
selain dapat mengganggu (menghilangkan) nafsu makan. 
Selain itu remaja khususnya remaja putri semakin 
menggemari junk food yang sangat sedikit (bahkan ada yang 
tidak ada sama sekali) kandungan kalsium, besi, riboflavin, 
asam folat, vitamin A dan vitamin. 
Tubuh mendapatkan zat besi melalui makanan. 
Kandungan zat besi dalam makanan berbeda-beda, dimana 
makanan yang kaya akan kandungan zat besi adalah 
makanan yang berasal dari hewani (seperti ikan, daging, hati 
dan ayam). Makanan nabati (seperti sayuran hijau tua) 
walaupun kaya akan zat besi, namun hanya sedikit yang bisa 
diserap dengan baik oleh usus , Rendahnya asupan zat besi yang berasal dari konsumsi 
zat besi dari makanan sehari-hari merupakan salah satu 
pemicu  terjadinya anemia 
Beberapa makanan yang dapat menghambat penyerapan 
zinc dan besi adalah asam fitat (beras, gandum, kacang 
kedelai, susu coklat, kacang, dan tumbuhan polong), 
polifenol (teh, kopi, bayam, kacang, tumbuhan polong, 
rempah-rempah) kalsium dan fosfat (susu dan keju). 
Makanan atau minuman tertentu dapat mengganggu 
penyerapan zat besi di dalam tubuh. Asam fitat dan faktor 
lain di dalam serat serealia dan asam oksalat di dalam sayuran 
menghambat penyerapan besi. Asam fitat dan asam oksalat 
yang terkandung dalam sayuran akan mengikat zat besi, 
sehingga mengurangi penyerapan zat besi. Karena hal inilah, 
bayam meski tinggi kandungan zat besinya bukan merupakan 
sumber zat besi yang baik. Oleh karena itu, jika hendak 
mengonsumsi bayam dan sayuran lain, sebaiknya disertai 
dengan mengonsumsi buah-buahan yang tinggi kandungan 
vitamin C nya, seperti jambu biji, jeruk dan nanas. Namun 
lebih dianjurkan untuk meminumnya dalam bentuk jus. Sebab 
jika dalam bentuk buah segar, yang kandungan seratnya 
masih tinggi, juga akan menghambat penyerapan zat besi