minyak goreng
Januari 26, 2024
minyak goreng
Minyak goreng merupakan salah satu bahan pokok yang digunakan oleh penjual gorengan sebagai
media pengolahan gorengan. Akan tetapi, penggunaan minyak goreng secara berulang dapat
mempengaruhi kualitas minyak goreng dan memberikan dampak negatif bagi tubuh apabila dikonsumsi
dalam jangka panjang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan mutu minyak goreng dan
kelayakan konsumsi gorengan di Kota Sumbawa berdasarkan analisis fisiko-kimia meliputi uji warna,
uji organoleptik bau , uji kadar air, bilangan asam, bilangan peroksida, dan cemaran logam
menggunakan alat Spektrofotometer Serapan Atom. Dari penelitian ini diperoleh hasil uji kualitas
sampel minyak goreng untuk uji kadar air 0,1365-0,5156%, bilangan asam 0,482-3,444 mg KOH/gr,
bilangan peroksida 6-30,8 mek O2/kg, cemaran logam Kadmium (Cd) 0,0001-0,0003 mg/kg dan
cemaran logam Timbal (Pb) 0,0001-0,0011 mg/kg. Hasil penelitian terhadap 9 sampel yang diuji,
menunjukkan bahwa semua sampel uji tidak memenuhi syarat mutu minyak goreng berdasarkan SNI
01-3741-2013, namun pada uji cemaran logam Kadmium (Cd) dan Timbal (Pb), semuanya berada
dibawah maksimal cemaran logam.
Minyak goreng adalah bahan pangan
dengan komposisi utama dari trigliserida
dengan atau tanpa perubahan kimiawi. Pada
umumnya berbentuk cair pada suhu ruang dan
digunakan untuk menggoreng makanan
(Sugiati dalam Chairunisa, 2013). Sedangkan
menurut Haryono et al (2010) minyak goreng
merupakan minyak yang telah mengalami
proses pemurnian yang meliputi degumming,
netralisasi, pemucatan, deodorisasi. Minyak
goreng kebanyakan diperoleh dari tumbuhan
seperti kelapa, kelapa sawit, kacang-kacangan,
jagung dan kanola.
Minyak goreng mengandung zat yang
penting untuk menjaga kesehatan tubuh
manusia. Minyak goreng juga berperan
memberi nilai kalori paling besar diantara zat
gizi lainnya. Sebagian kecil minyak goreng
akan diserap oleh bahan pangan yang digoreng
sehingga m emberikan rasa gurih, kenampakan
bahan bakanan menjadi lebih menarik, serta
tekstur permukaan yang kering (Winarno dalam
Aminah, 2010).
Minyak goreng adalah salah satu
kebutuhan pokok masyarakat Sumbawa, selain
untuk keperluan rumah tangga, juga banyak
gunakan oleh penjual gorengan di Kota
Sumbawa. Minyak goreng yang digunakan
bervariasi, seperti minyak goreng kemasan
botol, derrigent maupun reffil (isi ulang).
Namun tidak dipungkiri, masyarakat yang
berpenghasilan menengah kebawah masih
banyak yang menggunakan minyak goreng
curah yang harganya lebih murah.
Akan tetapi munculnya masalah tentang
penggunaan minyak goreng jelantah atau
penggunaan minyak goreng secara berulang
cukup meresahkan masyarakatyang kadangkala
tidak dapat dikenali dari tampilan produk
gorengan. Apabila minyak goreng dipanaskan
berulang kali pada suhu tinggi (150-200°C)
akan menyebabkan kerusakan minyak atau
lemak sehingga mengakibatkan keracunan
dalam tubuh dan munculnya berbagai macam
penyakit, misalnya pengendapan lemak dalam
pembuluh darah, kanker dan menurunkan nilai
cerna lemak (Khomsan dalam Fauziah, 2014).
Kecenderungan ini disebabkan oleh faktor
ekonomi, rasa sayang dan merasa rugi jika
minyak goreng tersebut tidak digunakan karena
harus dibuang dan diganti dengan yang baru.
Sehingga, secara langsung kualitas minyak
goreng yang digunakan akan mempengaruhi
cita rasa dan layak atau tidaknya gorengan itu
dikonsumsi. Berdasarkan uraian diatas, untuk
Kualitas Minyak Goreng sebagai Analisis
Kelayakan Konsumsi Gorengan di Kota
fisiko-kimia yang meliputi uji organoleptik,
analisis kadar air, uji bilangan asam, bilangan
peroksida serta kandungan logam pada sampel
minyak goreng yang telah digunakan oleh
pedagang kaki lima dan penjual makanan cepat
saji.
Minyak goreng adalah minyak yang berasal
dari lemak tumbuhan atau lemak hewan yang
dimurnikan dan berbentuk cair pada suhu ruang
dan biasanya digunakan untuk menggoreng
makanan (Sitepoe dalam Noriko dkk, 2012).
Sedangkan menurut SNI (2013), minyak
goreng adalah bahan pangan dengan komposisi
utama trigliserida yang berasal dari bahan
nabati, dengan atau tanpa perubahan kimiawi,
termasuk hidrogenesis, pendinginan dan telah
melalui proses refinasi atau pemurnian yang
digunakan untuk menggoreng.
Minyak goreng berfungsi sebagai penghantar
panas, memberi tekstur renyah dan menambah
rasa gurih serta menambah nilai kalori pada
bahan pangan yang digoreng. Setelah dilakukan
penggorengan maka akan menghasilkan sisa
minyak goreng yang lebih dikenal dengan
sebutan minyak jelantah. Minyak jelantah
adalah minyak yang dihasilkan dari sisa
penggorengan dan dapat menyebabkan minyak
berasap atau berbusa pada saat penggorengan,
berwarna coklat, serta flavour yang tidak
disukai dari makanan yang digoreng
Dalam minyak nabati terkandung asam-asam
lemak yang tidak dapat diproduksi oleh tubuh
manusia yang dapat mencegah penyempitan
pembuluh darah akibat penumpukan kolesterol.
Lebih lengkapnya disajikan jenis-jenis asam
lemak yang terdapat pada minyak nabati yang
dapat digunakan untuk menggoreng sesuai
dengan Tabel
Gambar Struktur Kimia Minyak dan Lemak
Asam lemak jenuh adalah asam lemak yang
tidak memiliki ikatan rangkap pada atom
karbonnya. Asam lemak yang bersifat jenuh
juga merupakan asam lemak dengan rantai
tunggal, biasanya terdapat dalam lemak atau
minyak yang berasal dari hewan. Asam lemak
jenuh seperti asam laurat, asam miristat, dan
asam stearat ini yang dapat menyebabkan
penyumbatan pembuluh darah yang fatalnya
menyebabkan serangan stroke. Berikut adalah
struktur kimia asam lemak jenuh sesuai dengan
Asam lemak tak jenuh yaitu, bila rantai
hidrokarbonnya tidak dijenuhi oleh hidrogen
dan karena itu mempunyai satu ikatan rangkap
atau lebih. Asam lemak tak jenuh mudah rusak
apabila terkena panas tetapi sangat bermanfaat
bagi kesehatan. Contoh asam lemak tak jenuh
adalah linoleat, linolenat, dan arakidonat yang
berfungsi mencegah penyumbatan pembuluh
darah. Berikut adalah struktur kimia asam
lemak tak jenuh sesuai dengan Gambar 2.3
Gambar 2.3 Struktur Kimia Asam Lemak
Tak Jenuh
Berdasarkan rumusan yang ada dari Badan
Standarisasi Nasional (BSN) tentang mutu
minyak goreng berdasarkan Standar Nasional
Indonesia (SNI) yaitu SNI 01-3741-2013
menetapkan bahwa standar mutu minyak
goreng seperti pada Tabel 2.2 berikut ini :
Tabel 2.2 Standar Mutu Minyak Goreng
Berdasarkan SNI 01-3741-2013
Kriteria Uji Persyaratan
Satuan Mutu
Keadaan
1. Bau
2. Warna
Normal
Normal
Kadar Air dan Bahan
Menguap
% (b/b) Maks 0,15
Bilangan Asam mg KOH/gr Maks 0,6
Bilangan Peroksida mek O2/kg Maks 10
Cemaran Logam
1. Timbal (Pb)
2. Kadmium (Cd)
mg/kg
mg/kg
Maks 0,1
Maks 0,2
Metodologi Penelitian
Sampel dalam penelitian ini adalah minyak
goreng (bimoli) sebagai standar dan sampel uji
adalah minyak goreng yang telah digunakan
(minyak jelantah) oleh pedagang kaki lima dan
penjual cepat saji di sekitaran Kota Sumbawa,
seperti Labuhan Sumbawa, Terminal Sumer
Payung, Lempeh, Brang Biji, Kampung Bugis,
Seketeng, Quick Chicken (samping Pragas),
Rocket Chicken, dan Amazy Chicken (Sumbawa
Great Mall). Sampel kemudian diuji warna,
bau, bilangan asam, peroksida, kada air dan
cemaran logam.
Hasil dan Pembahasan
Hasil Uji Warna
Tabel 4.4 Hasil Uji Warna Minyak Goreng
Sampel standar (S20) minyak goreng yang
berwarna kuning jernih digunakan menjadi
acuan sebagai sampel standar yang memiliki
ZDUQD ³QRUPDO´ EHUGDVDUNDQ 6WDQGDU 0XWX
Minyak Goreng SNI 01-3471-2013. Sehingga
semua sampel uji dikatakan memiliki warna
\DQJ ³WLGDN QRUPDO´ NDUHQD PHPLOLNL ZDUQD
lebih gelap dari sampel S20.
Perubahan warna minyak goreng terjadi akibat
proses penggorengan, kemudian disimpan dan
dipanaskan kembali. Suhu pemanasan yang
terlalu tinggi menyebabkan sebagian minyak
teroksidasi. Selain itu minyak yang terdapat
didalam suatu bahan, ketika dipanaskan akan
mengekstraksi zat warna yang terdapat dalam
bahan tersebut (Putri, 2015). Selain itu senyawa
volatil yang terkandung di dalam minyak
goreng akan menguap selama proses
penggorengan berlangsung sehingga
menyebabkan warna pada minyak goreng
semakin gelap
Bau tengik pada sampel uji diketahui setelah
dilakukan uji bau oleh panelis. Minyak goreng
yang terhidrolisis akan bereaksi menjadi
gliserol dan asam lemak bebas. Ketika
dipanaskan, gliserol akan menghasilkan
senyawa akrolein. Akrolein ini adalah senyawa
aldehid yang bersifat volatil dan akan menguap
sehingga menyebabkan bau tengik.
Berdasarkan grafik, hasil analisis menunjukkan
bahwa sebanyak 8 sampel uji minyak goreng
melebihi syarat mutu yang ditetapkan oleh SNI
01-3741-2013 yaitu 0,15 % (b/b). Hasil analisis
yang memenuhi Standar Mutu Minyak Goreng
SNI 01-3741-2013 adalah minyak goreng
sampel standar (S20) dan G1 dengan nilai kadar
airnya berturut-turut 0,1418 % (b/b) dan 0,1367
% (b/b). Sampel G1 memiliki kadar air lebih
rendah dibandingkan dengan standar
dimungkinkan karena minyak goreng yang
digunakan adalah minyak goreng sania. Selain
itu bahan yang digoreng adalah keripik
singkong. Singkong yang diiris tipis
mengandung air yang lebih sedikit sehingga
sedikit uap air yang dihasilkan.
Kadar air tertinggi adalah pada sampel uji C3
yaitu 0,5156 % (b/b). Berdasarkan rata-rata
nilai, kadar air tertinggi terdapat pada sampel
C1 sampai C4 dari penjual makanan cepat saji.
Pada penjual makanan cepat saji bahan yang
digoreng adalah daging ayam yang dibalut
dengan adonan tepung. Secara alami
kandungan air pada daging ayam lebih banyak
daripada gorengan tahu, tempe, singkong dan
pisang. Dan proses pencelupan pada adonan
dilakukan 2 kali agar terbentuk tekstur yang
diinginkan. Ketika bahan digoreng, air di
permukaan dan dibagian dalam bahan akan
menjadi uap air. Semakin banyak kandungan
air bahan yang digoreng maka semakin banyak
uap air. Penguapan air bahan secara bersamaan
bahan menyerap minyak goreng oleh bahan.
Semakin sering penggunaan minyak goreng
memberikan efek sinergis meningkatnya kadar
air pada minyak goreng yang disebabkan
adanya proses pencelupan bahan yang akan
digoreng dengan adonan tepung yang telah
mengandung air (Chairunisa 2013).
Dengan adanya air, minyak goreng dapat
terhidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak
bebas. Setelah dipanaskan, ikatan pada gliserol
akan putus sehingga menyebabkan lepasnya
dua molekul air dan membentuk senyawa
akrolein dan air. Senyawa akrolein dapat
mengiritasi mata dan menimbulkan rasa gatal
pada tenggorokan (Kusnandar, 2010).
Pembentukan akrolein dapat dilihat pada
Hasil analisis cemaran logam kadmium (Cd)
dan timbal (Pb) sampel uji minyak goreng tidak
melebihi batas maksimal atau sudah memenuhi
Standar Mutu Minyak Goreng SNI 01-3741-
pangan berlemak umumnya mengandung
logam dalam jumlah yang sangat sedikit, logam
ini biasanya sudah terdapat secara alami dalam
bahan namun tetap dalam jumlah aman
(Widowati, 2011). Pada proses penggorengan
pada daging ayam broiler menyebabkan protein
yang mengikat logam Cd, Fe, Zn, Pb, dan Cu
akan terdenaturasi sehingga kandungan logam
akan mengendap didalam minyak goreng yang
digunakan untuk menggoreng (Djohan et al,
2015). Rendahnya kandungan logam dalam
sampel uji minyak goreng juga disebabkan oleh
alat-alat untuk menggoreng yang digunakan
oleh penjual gorengan dan cepat saji digunakan
dalam keadaan bersih dan tidak terkontaminasi
dengan alat atau bahan lain yang mengandung
unsur logam.
Uji Bilangan Asam
Grafik 4.2 Uji Bilangan Asam Sampel Uji
Hasil analisis dari 9 sampel uji menunjukkan
bahwa bilangan asam yang dihasilkan dari
semua sampel uji minyak goreng penjual
gorengan melebihi standar yang ditetapkan oleh
SNI 01-3741-2013 yaitu maksimal 0,6 mg
KOH/g. Untuk hasil analisis pada sampel
standar yang belum digunakan yaitu 0,482 mg
KOH/g. Namun setelah minyak goreng
mengalami proses pemanasan, kandungan
asam lemak jenuhnya akan menurun dan
meningkatkan kandungan asam lemak bebas.
Asam lemak bebas terbentuk karena proses
oksidasi (Aminah, 2010) serta proses hidrolisis
lemak yang disebabkan oleh air dengan katalis
enzim atau panas pada ikatan trigliserida.
Trigliserida mengandung air kemudian deberi
energi panas akan menghasilkan asam lemak
bebas dan gliserol seperti reaksi dibawah ini :
pada minyak goreng (Ketaren dalam
Chairunisa, 2013). Meskipun tidak ada sampel
uji yang memenuhi Standar Mutu Minyak
Goreng SNI 01-3741-2013, namun smapel uji
G1 adalah sampel uji dengan kandungan
bilangan asam lemak bebas paling rendah yaitu
0,897 mg KOH/kg. Bahan yang digoreng
adalah keripik singkong yang pada pengujian
kadar air memiliki nilai kadar air paling rendah.
Sedangkan sampel uji dengan kandungan
bilangan asam lemak bebas paling tinggi yaitu
sampel uji G3 kemudian diikuti oleh sampel uji
C3, G4, G5 dan G2. Rata-rata kandungan asam
lemak bebas rendah pada sampel uji adalah
pada sampel C1, C2, dan C4 yang diambil dari
penjual cepat saji . Hal ini dikarenakan jenis
bahan yang digoreng lebih sedikit.
Hasil Uji Peroksida
Grafik 4.3 Uji Bilangan Peroksida Minya Goreng
Berdasarkan hasil analisis uji bilangan
peroksida secara keseluruhan dari 9 sampel uji
menunjukkan bahwa 7 sampel diantaranya
mengandung bilangan peroksida melebihi
standar yang ditetapkan oleh SNI 01-3741-
2013 yaitu maksimal 10 mek O2/kg. Sampel
yang memenuhi standar SNI 01-3741-2013
yaitu sampel C4 dan G1. Bilangan peroksida
tertinggi pada sampel uji minyak goreng G2
yaitu sebesar 32,8 mek O2/kg. Bahan yang
digoreng adalah pisang molen, pisang goreng,
tahu isi, lumpia, dan roti goreng. Hal ini
disebabkan karena penggorengan yang
dilakukan secara terus menerus hingga bahan
yang digoreng habis. sedangkan kandungan
bilangan peroksida terendah adalah sampel uji
minyak goreng G1 yaitu sebesar 6 mek O2/kg.
Sampel uji G1 menggoreng keripik singkong
yang bahanya diiris tipis sehingga menggoreng
lebih cepat. Sedangkan pada sampel uji C4,
bahan yang digoreng adalah ayam krispi akan
tetapi penjual hanya menggoreng 1 kali untuk
produksi 1 hari. Bilangan peroksida juga
dipengaruhi oleh karakteristik bahan yang
digoreng berbeda. Semakin tebal bahan yang
digoreng maka semakin lama proses
penggorengan yang dilakukan. Rata-rata
bilangan peroksida tertinggi pada sampel Uji
G2, G3, dan G4 pada penjual gorengan. Hal ini
disebakan banyaknya jenis bahan yang
digoreng dengan ketebalan yang berbeda-beda
sehingga makin lama waktu yang dibutuhkan
untuk menggoreng.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas
minyak goreng adalah warna dan bau, kadar air,
bilangan asam, bilangan peroksida, dan
cemaran logam pada minyak goreng.
Sampel uji yang masih layak untuk digunakan
adalah sampel G1 karena masih memenuhi
Standar Mutu Minyak Goreng SNI 01-3741-
2013 (uji kadar air, uji logam, dan uji bilangan
peroksida) akan tetapi pada uji warna memiliki
warna yang lebih gelap dari sampel uji lainnya
dan pada uji bilangan asam lemak bebas tidak
memenuhi Standar. Dalam uji bilangan asam
lemak bebas, semua sampel uji tidak memenuhi
Standar SNI ; Uji bilangan peroksida hanya
sampel uji C4, G1 yang memenuhi Standar ;
sedangkan uji cemaran logam semua sampel uji
yang memenuhi Standar. Kelayakan minyak
goreng yang dipakai oleh penjual gorengan dan
penjual cepat saji sudah mengalami penurunan
mutu yang dinalisis berdasarkan Standar Mutu
Minyak Goreng SNI 01-3741-2013.
boraks
Januari 26, 2024
boraks
Keamanan pangan merupakan suatu hal yang harus diperhatikan karena dapat berdampak pada
kesehatan, baik bagi anak-anak maupun orang dewasa. Menurut data dari Badan Pengawas Obat
dan Makanan (BPOM), sepanjang tahun 2012, insiden keracunan akibat mengonsumsi makanan
menduduki posisi paling tinggi, yaitu 66,7%. Salah satu pemicu keracunan makanan yaitu
adanya kandungan bahan tambahan pangan seperti formalin, boraks, dan pewarna tekstil dalam
makanan. Disekitar Universitas bhre wirabumi todanan blora jawatengah banyak sekali penjual jajanan, seperti ; cilok, chiki keju,burger,batagor keju ,
mie basah, bakso, kudapan makanan ringan, dan aneka minuman. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui jajanan yang mengandung boraks dan formalin dan untuk mengetahui jajanan yang
aman dan tidak aman bagi anak-anak. Pengambilan contoh dilakukan dengan teknik simple
random dengan asumsi contoh yang banyak diminati anak-anak dan dicurigai mengandung boraks
dan formalin, sehingga diperoleh contoh sebanyak 9 contoh jajanan yang diperoleh dari 7
penjual jajanan. lalu contoh diberi kode A, B, C, D, E, F, G, H dan I. Dalam penelitian ini
uji boraks dan formalin dilakukan secara kualitatif yaitu memakai test kit boraks dan tes kit
formalin. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 9 contoh makanan jajanan yang diuji, 2
contoh positif mengandung boraks yaitu contoh H dan I. Sedangkan untuk uji formalin, tidak satu
pun contoh jajanan yang mengandung formalin. Sehingga bisa disimpulkan bahwa jajanan yang
aman dikonsumsi yaitu contoh A, B, C, D, E, F dan G. Sampe-contoh ini dinyatakan negatif
mengandung boraks dan formalin.
Keamanan pangan merupakan suatu hal
yang harus diperhatikan karena dapat
berdampak pada kesehatan, baik bagi anak-
anak maupun orang dewasa. Menurut data
dari Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM), sepanjang tahun 2012, insiden
keracunan akibat mengonsumsi makanan
menduduki posisi paling tinggi, yaitu 66,7%,
dibandingkan dengan keracunan akibat
pemicu lain, misalnya obat, kosmetika, dan
lain-lain. Salah satu pemicu keracunan
makanan yaitu adanya kandungan bahan
tambahan pangan seperti formalin, boraks,
dan pewarna tekstil dalam makanan
Disekitar Universitas bhre wirabumi todanan blora jawatengah
banyak sekali penjual jajanan, seperti ; cilok, mie
basah, bakso, kudapan makanan ringan, dan aneka
minuman. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui jajanan yang mengandung boraks dan
formalin dan untuk mengetahui jajanan yang aman
dan tidak aman bagi anak-anak.
Boraks atau biasa disebut asam borat,
memiliki nama lain, sodium tetraborate biasa
dipakai untuk antiseptik dan zat pembersih
selain itu dipakai juga sebagai bahan baku
pembuatan detergen, pengawet kayu,
antiseptik kayu, pengontrol kecoak (hama),
pembasmi semut dan lainnya
Formalin yaitu senyawa formaldehid
dalam air dengan konsentrasi rata-rata 37%
dan methanol 15% dan sisanya yaitu air.
Penggunaan formalin antara lain sebagai
pembunuh kuman sehingga dipakai sebagai
pembersih lantai, gudang, pakaian dan kapal,
pembasmi lalat dan serangga lainnya, bahan
pembuat sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca
dan bahan peledak. Dalam dunia fotografi
biasanya dipakai untuk pengeras lapisan gelatin
dan kertas, bahan pembentuk pupuk berupa urea,
bahan pembuatan produk parfum, bahan pengawet
produk kosmetik dan pengeras kuku, pencegah
korosi untuk sumur minyak, bahan untuk isolasi
busa, bahan perekat untuk produk kayu lapis
(playwood), dalam konsentrasi yang sangat kecil
(<1%) dipakai sebagai pengawet, pembersih
rumah tangga, cairan pencuci piring, pelembut,
perawat sepatu, shampo mobil, lilin dan karpet
(Astawan, 2006).
Meskipun bukan pengawet makanan,
boraks dan formalin sering pula dipakai
sebagai pengawet makanan. Boraks dan formalin
sering disalahgunakan untuk mengawetkan
berbagai makanan seperti bakso, mie basah,
pisang molen, siomay, lontong, ketupat, pangsit,
dsb. Selain bertujuan untuk mengawetkan, boraks
dan formalin juga dapat membuat tekstur makanan
menjadi lebih kenyal dan memperbaiki
penampilan makanan, utuh, tidak rusak,
menekan biaya produksi, praktis dan efektif
mengawetkan makanan.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI
No.722 tahun 1988, boraks dan formalin
digolongkan sebagai bahan tambahan pangan
yang tidak izinkan di Indonesia. pemicu boraks
dan formalin dilarang penggunaanya yaitu
karena boraks dan formalin banyak menimbulkan
penyakit bagi kesehatan.
Formalin akan menyebabkan iritasi dan rasa
terbakar pada mukosa kavum nasi, mulut dan
saluran nafas bagian atas jika masuk secara
inhalasi. Pada konsentrasi lebih tinggi mampu
mencapai bronkiolus dan alveoli lalu menginduksi
edema paru dan pneumonia. Sedangkan bila
tertelan dalam konsentrasi tinggi menimbulkan
gejala akut berupa iritasi di mulut, kerongkongan,
ulkus di saluran pencernaan, nyeri dada dan perut,
mual, muntah, diare, perdarahan gastrointestinal,
asidosis metabolik, gagal ginjal bahkan kematian ,
Sedangkan boraks dapat menyebabkan
gangguan otak, hati, dan ginjal. Dalam jumlah
banyak boraks menyebabkan demam, anuria,
koma, kerusakan sistem saraf pusat, sianosis,
kerusakan ginjal, anemia, muntah, diare, pingsan,
bahkan kematian
penelitian ini yaitu penjual
jajanan disekitar Universitas bhre wirabumi
todanan blora jawatengah . Pengambilan contoh dilakukan
dengan teknik simple random sampling
dengan asumsi contoh yang banyak diminati
anak-anak dan dicurigai mengandung boraks
dan formalin, sehingga diperoleh contoh
sebanyak 9 contoh jajanan yang diperoleh
dari 7 penjual jajanan. lalu contoh
diberi kode A, B, C, D, E, F, G, H dan I.
Gambar 1. contoh jajanan
Uji boraks dan formalin dilakukan
secara kualitatif pada contoh jajanan dengan
memakai test kit boraks dan test kit
formalin.
Bahan-bahan yang dipakai dalam
penelitian ini yaitu contoh jajanan yang
diambil dari beberapa penjual jajanan yang
ada disekitar Universitas bhre wirabumi todanan blora jawatengah ,
test kit boraks dan formalin (chemkit) dan
aquades.
Alat-alat yang dipakai dalam
peneltian ini yaitu kertas label, telenan,
pisau, tabung reaksi 10 ml, beaker glass 50 ml
dan 500 ml, spatula, pipet dan spidol.
Pengujian Boraks
1. contoh dicincang kecil-kecil.
2. Masukkan contoh sebanyak 1 gram
kedalam tabung reaksi 10 ml.
3. Tambahkan aquades sebanyak 2-3 ml.
4. Aduk contoh dengan memakai spatula
hingga tercampur rata.
5. Teteskan reagen boraks sebanyak 20 tetes.
lalu celupkan paper test kit (kertas
lakmus) dan tempel paper test kit
disamping tabung reaksi, tunggu hingga 10
menit dibawah terik matahari. Dengan
tujuan agar reagen boraks bereaksi dengan
maksimal.
6. sesudah 10 menit, lihat perubahan warna
pada paper test kit. bila paper test kit
berubah warna menjadi merah bata atau
merah kecoklatan, maka contoh
dinyatakan positif mengandung boraks.
Dan jika tidak terjadi perubahan warna,
maka contoh dinyatakan negatif
mengandung boraks.
Pengujian Formalin
1. contoh dicincang kecil-kecil.
2. Masukkan contoh sebanyak 10 gram
kedalam beaker glass 50 ml.
3. Rendam contoh dengan aquades.
4. Ambil larutan contoh sebanyak 1 ml
kedalam tabung reaksi 10 ml.
5. Teteskan reagen 1 formalin sebanyak 5
tetes, sesudah itu tambahkan reagen 2 yang
beruapa serbuk sebanyak 1 sendok kecil
(bagian alat di test kit). lalu tunggu
selama 10 menit untuk mengetahui
perubahan warna yang akan terjadi pada
larutan contoh . bila larutan berubah
warna menjadi pink keunguan, maka
contoh dinyatakan positif mengandung
formalin. Dan jika tidak terjadi perubahan
warna, maka contoh dinyatakan negatif
mengandung formalin.
Teknik pengumpulan data dalam
penelitian ini ada 2 yaitu teknik wawancara
dan uji laboratorium. Wawancara yaitu
mendapatkan informasi dengan cara bertanya
langsung kepada responden (penjual jajanan)
yang meliputi jenis kelamin (laki-laki atau
perempuan), usia penjual (17-25 tahun, 26-35
tahun, 36-45 tahun dan 46-55 tahun), tingkat
pendidikan (tidak tamat SD, tamat SD, tamat
SMP, tamat SMA dan tamat perguruan
tinggi), masa kerja penjual makanan jajanan
(≤ 1 tahun, 1-5 tahun, 6-10 tahun dan ≥ 10
tahun) dan kepemilikan usaha (sendiri atau
bukan milik sendiri). Uji laboratorium pada
penelitian ini dipakai untuk mengetahui
apakah jajanan disekitar Universitas bhre wirabumi
todanan blora jawatengah mengandung boraks dan formalin
atau tidak.
Populasi dalam penelitian ini yaitu
penjual jajanan yang berada disekitar
Universitas bhre wirabumi todanan blora jawatengah . Dari hasil
wawancara, diperoleh data sebagai pada
Hasil uji kandungan boraks dan
formalin yang dilakukan secara kualitatif
dengan memakai test kit terhadap 9
contoh jajanan yang ada disekitar Universitas
bhre wirabumi todanan blora jawatengah dapat dilihat pada Tabel 2
berikut ini.
berdasar Tabel 2 diketahui bahwa
dari 9 contoh jajanan yang diuji secara
kualitaif dengan memakai test kit
menunjukkan 2 contoh (22,22%) positif
mengandung boraks dan 7 contoh (77,78%)
negatif mengandung boraks. Hasil ini
diperoleh sesudah membanding-bandingkan warna
kertas uji dengan warna kertas standar.
Pada uji formalin dari 4 contoh
jajanan yang di uji secara kualitatif, tidak satu
pun contoh yang terbukti mengandung
formalin. Hal ini dilihat dari tidak adanya
perubahan warna yang terjadi pada contoh
jajanan yang diuji.
Dari 9 contoh jajanan yang diuji, 2
contoh positif mengandung boraks yaitu
contoh H dan I dan 7 negatif mengandung
boraks yaitu contoh A, B, C, D, E, F dan G
yang sudah disajikan dalam tabel 2. Hal
ini dinyatakan positif karena adanya
perubahan kertas lakmus yang berubah
menjadi warna merah. Perubahan warna
merah dipicu karena pembentukan
senyawa rososianin berwarna merah dari
boron dan kurkumin dalam suasana asam.
Senyawa rososianin inilah yang menjadi
indikator ada tidaknya boraks dalam contoh
jajanan yang diuji (Fauziah, 2014).
contoh yang dinyatakan positif yaitu
contoh H berupa cireng dan contoh I
semacam cilok yang dibalut dengan telur. 2
contoh ini memiliki kesamaan yaitu terbuat
dari tepung-tepungan yang dicampur dengan
bumbu-bumbu lainnya. Hal ini bisa diduga
memakai boraks (bleng) untuk
mengenyalkan adonan agar teksturnya
menjadi lebih enak saat dimakan.
Hal ini juga sama disampaikan oleh
Fauziah (2014) dalam penelitiannya yang
berjudul “Kajian keamanan pangan bakso dan
cilok yang beredar di lingkungan Universitas
Jember ditinjau dari kandungan boraks,
formalin dan TPC”. Hasil analisa
menunjukkan bahwa dari 13 contoh cilok,
92% diantaranya positif mengandung
senyawa berbahaya boraks. Pada contoh
bakso, dari 30 contoh yang dianalisa 17%
diantaranya terdeteksi mengandung senyawa
berbahaya boraks.
Boraks merupakan racun bagi semua
sel. Pengaruhnya terhadap organ tubuh
tergantung konsentrasi yang dicapai dalam
organ tubuh. Kadar tertinggi tercapai pada
waktu diekskresi maka ginjal merupakan
organ yang paling terpengaruh dibandingkan
dengan organ yang lain. Dosis fatal
penggunaan boraks yaitu 5-20 g/hari (Badan
POM, 2002). Sedangkan menurut standar
internasional dosis fatal boraks berkisar 3-6
g/hari untuk bayi dan anak kecil, untuk orang
dewasa sebanyak 15-20 g/hari (Litovitz et al.,
1998 dalam WHO, 1998).
Pada uji formalin dengan memakai
test kit, menunjukkan bahwa tidak satu pun
jajanan yang mengandung formalin dari 4
contoh yang diuji. contoh ini diberi
kode A, B, C dan D. contoh -contoh ini
antara lain : contoh A dan B berupa sosis,
contoh C berupa sosis yang dililit mie basah
dan contoh D berupa tahu. contoh -contoh
ini dinyatakan negatif dikarenakan tidak
adanya perubahan warna menjadi pink
keunguan.
Hal ini juga sama seperti yang
dipaparkan dalam penelitian Fauziah (2014)
pada contoh cilok dan bakso yang beradar di
lingkungan Universitas Jember. contoh -
contoh ini berjumlah 43 contoh yang
terdiri dari 13 contoh cilok dan 30 contoh
bakso. berdasar hasil uji formalin pada
contoh -contoh ini menunjukkan bahwa
contoh cilok dan bakso tidak satupun
menunjukkan hasil positif mengandung
formalin.
Menurut hasil penelitian Maidah
(2015) yang berjudul “Analisis kualitatif dan
kuantitatif natrium benzoat, boraks dan
formalin di lingkungan sekolah dasar
kecamatan hutan larangan kota ujunglaut ”
menunjukkan dari 10 contoh yang diuji yang
terdiri dari donat SDN hutan larangan IV,
bakwan SDN hutan larangan IV, donat SD Inpres
unhas, siomay SD Inpres unhas, cimol SDN
Bung, siomay SDN Bung, bakwan SDN
Bung, kecap merk A, B dan C, tidak satupun
contoh yang dinyatakan positif mengandung
boraks dan formalin, namun 3 contoh
dinyatakan positif mengandung natrium
benzoat yaitu contoh kecap merk A, B dan C.
Hal ini berbeda dengan penelitian
yang dilakukan Mudzkirah (2016) di kantin
UIN ibnu aladinah ujunglaut , menyatakan dari 12
contoh makanan jajanan yang diuji, 6 contoh
positif mengandung formalin. contoh -contoh
ini antara lain : mie, tahu, bakso, mie
goreng, mie pangsit dan tahu bakso. Dari 6
contoh yang dinyatakan positif, selanjutnya
contoh akan diuji kadar formalinnya dengan
mengguanakan metode spektrofotometer UV-
VIS. Dari hasil pemeriksaan, kadar formalin
paling tinggi ada pada contoh mie
dengan kadar 1,7140 mg/L dan yang paling
rendah yaitu contoh tahu dengan kadar
0,6631 mg/L.
Formalin merupakan zat berbahaya
bagi tubuh manusia. Uap formalin dapat
menimbulkan iritasi mata dan hidung, serta
gangguan saluran pernafasan. Hal ini
dipicu karena senyawa formalin cepat
bereaksi dengan asam amino yang
menyebabkan protein tubuh tidak dapat
berfungsi. Dampak dari pemaparan ini
formalin terakumulasi pada lapisan lendir
saluran pernapasan dan saluran pencernaan.
Formalin yang masuk ke tubuh manusia di
bawah ambang batas akan diurai dalam waktu
1,5 menit menjadi CO2. Ambang batas yang
aman yaitu 1 miligram perliter
Ciri Makanan Mengandung Boraks dan
Formalin
Berikut merupakan ciri makanan
jajanan yang mengandung boraks dan
formalin menurut BPOM (2014) :
1) Makanan mengandung boraks
a. Bakso : Teksturnya kenyal, dengan warna
cenderung sedikit putih dan rasanya
sangat gurih.
b. Kerupuk : Teksturnya sangat renyah dan
bisa menimbulkan rasa getir.
2) Makanan mengandung formalin
a. Tidak rusak sampai 3 hari pada suhu kamar
(250C) dan bertahan lebih dari 15 hari pada
suhu lemari es (100C).
b. Bau menyengat dari formalin.
c. Mie basah tidak lengket dan tidak mudah
putus.
d. Tahu memiliki tekstur sedikit keras, kenyal
namun padat.
e. Ikan berformalin : Warna insang merah tua
tidak cemerlang, bukan merah segar, dan
warna daging ikan putih bersih. Tidak
rusak sampai 3 hari pada suhu kamar.
f. Ikan asin berformalin : Bersih cerah dan
tidak berbau khas ikan asin. Tidak
dihinggapi lalat di area berlalat, tidak rusak
sampai lebih dari 1 bulan pada suhu 250C.
g. Bakso berformalin : Teksturnya sangat
kenyal, tidak rusak sampai 2 hari pada
suhu kamar.
h. Ayam berformalin : Teksturnya kencang,
tidak disukai lalat, tidak rusak sampai 2
hari pada suhu kamar.
Jajanan Disekitar Universitas bhre wirabumi
yang Mengandung Boraks dan Formalin
Dari penelitian dapat dilihat pada Tabel
2 yang menyatakan bahwa contoh yang
positif mengandung boraks yaitu contoh H
berupa cireng dan I berupa cilok yang dibalut
telur. Kedua contoh ini positif
mengandung boraks. Hasil ini diperoleh
sesudah membanding-bandingkan warna kertas uji
(kertas lakmus) dengan warna kertas uji
standar.
Sedangkan pada uji formalin, tidak satu
pun contoh yang terbukti mengandung
formalin. Hal ini dilihat dari tidak adanya
perubahan warna yang terjadi pada contoh
jajanan yang diuji.
Sehingga contoh yang aman untuk
dikonsumsi yaitu contoh A dan B berupa
sosis, contoh C berupa sosis yang dililit mie,
contoh D berupa tahu, contoh E berupa iteng,
contoh F berupa sempol dan contoh G berupa
pempek. contoh -samepl ini tidak
terbukti mengandung boraks dan formalin.
berdasar hasil penelitian yang sudah
dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. contoh yang positif mengandung boraks
yaitu contoh H berupa cireng dan I
berupa cilok yang dibalut telur. Hasil
ini diperoleh sesudah membanding-bandingkan
warna kertas uji (kertas lakmus) dengan
warna kertas uji standar.
2. contoh terbukti tidak satu pun yang
mengandung formalin. Hal ini dilihat dari
tidak adanya perubahan warna yang
terjadi pada contoh jajanan yang diuji.
3. contoh yang positif mengandung boraks dan
formalin tidak ditemukan. Yang ditemukan
hanya contoh yang positif mengandung
boraks saja yaitu contoh H berupa cireng dan
I berupa cilok yang dibalut telur.
4. Jajanan yang aman dikonsumsi yaitu
contoh A dan B berupa sosis, contoh C
berupa sosis yang dililit mie, contoh D
berupa tahu, contoh E berupa iteng,
contoh F berupa sempol dan contoh G
berupa pempek. Sampe-contoh ini
dinyatakan negatif mengandung boraks
dan formalin.
1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan pada
contoh jajanan disekitar Universitas
bhre wirabumi todanan blora jawatengah , seperti pengujian
saos yang dipakai pada jajanan dan
melakukan pengujian boraks dan
formalin memakai bahan alami
(misal untuk boraks memakai kunyit
(Fuad, 2014) dan formalin memakai
sari kulit buah naga (Wardani dan
Anggraini, 2015)).
2. Perlu dilakukan penelitian serupa secara
kuantitatif untuk mengetahui kadar
kandungan boraks dan formalin dalam
jajanan. Dan juga bisa dilakukakan uji
makanan lain seperti : TPC (total plate
count), coliform, e.coli, pewarna
makanan (rodhamin B dan methanyl
yellow) dan pemanis jajanan.
nutrisi
Januari 26, 2024
nutrisi
Masa sekolah merupakan masa dimana anak
mengenal lingkungan di luar kehidupan rumah
ataupun keluarga. Anak usia sekolah dasar cenderung
memiliki aktivitas bermain. Kebutuhan gizi anak
sebagian besar dipakai untuk beraktivitas dan
pembentukan jaringan. Pemenuhan kebutuhan gizi
pada anak, salah satunya adalah dengan
memperhatikan pola asupan pada anak dalam
kesehariannya.1
Usia sekolah dasar merupakan salah satu
kelompok yang rawan mengalami masalah gizi.
Masalah gizi yang sering dijumpai pada anak sekolah
yaitu overweight dan underweight. Prevalensi
obesitas di Indonesia secara nasional meningkat 1,3%
dari Tahun 2007 ke 2010 menjadi 9,2%. Menurut
Riskesdas Tahun 2013, diketahui prevalensi obesitas
pada anak usia 5-12 tahun secara nasional adalah
sebesar 18,8%, yang terdiri dari gemuk 10,8% dan
sangat gemuk (obesitas) sebesar 8,0%, sedangkan
prevalensi gizi kurang/anak kurus secara nasional
(menurut IMT/U) pada anak umur 5-12 tahun adalah
11,2%, terdiri dari 4,0% sangat kurus dan 7,2%
kurus.2 Pada wilayah D.I.Yogyakarta, Prevalensi
anak dengan kategori gemuk sebesar 9,1%, kategori
sangat gemuk 6,9%, kategori normal 76,5%, kategori
kurus 5,8%, dan kategori sangat kurus 1,7%.2
Kebiasaan sarapan pada anak dapat menjadi
faktor yang mempengaruhi status gizi (IMT/U).
Kelebihan berat badan dapat disebabkan karena anak
melewatkan sarapan sehingga meningkatkan asupan
jajan terutama jajanan yang tinggi kalori, gula serta
tinggi lemak,3 akan tetapi anak yang melewatkan
sarapan dapat juga mengalami underweight. Hal ini
dikarenakan tidak diimbangi dengan peningkatan
asupan.4 Studi yang dilakukan di Indonesia, di salah
satu SD Kota Semarang, dari 426 siswa 19,7% siswa
mengalami overweight dan obesitas. Subjek dengan
status gizi lebih terbanyak ditemukan pada usia 11
tahun (8%). Sebanyak 28 subjek (43,75%) dari 64
subjek memiliki kebiasaan tidak sarapan dan sering
jajan.
Sarapan merupakan kegiatan untuk
mengonsumsi makanan yang dilakukan pada pagi
hari. Energi dari sarapan berkontribusi 20-25% dari
kebutuhan energi total per harinya.5,6Sarapan
sebaiknya mengandung makanan pokok, lauk hewani
maupun nabati, sayur serta buah yang mencakup
karbohidrat, protein, lemak, serat, serta zat gizi mikro
yang dibutuhkan oleh tubuh. Seorang anak yang
sering melewatkan sarapan meningkatkan risiko jajan
di sekolah.
Jajanan merupakan makanan dan minuman
yang dijual di tempat-tempat umum yang dapat
langsung dimakan dan dikonsumsi tanpa pengolahan
dan persiapan lagi. Jajanan yang ada di sekolah
sangat beraneka ragam. Jajanan yang tinggi kalori,
karbohidrat dan lemak dapat memicu terjadinya
obesitas pada anak.7,8 Selain itu data Pangan Jajanan
Anak Sekolah (PJAS) yang dilakukan Badan POM RI
Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan bersama
26 Balai Besar/Balai POM di Indonesia pada tahun
2009 menunjukkan bahwa 45% PJAS tidak
memenuhi mutu dan keamanan pangan karena
mengandung bahan kimia berbahaya, Bahan
Tambahan Pangan (BTP) yang melebihi batas aman,
serta akibat cemaran mikrobiologi.9,10Jika jajanan
ini dikonsumsi oleh anak dapat memicu
anak rentan sakit dan akan mempengaruhi status gizi
anak.
Kebiasaan jajan anak sekolah di Provinsi D.I
Yogyakarta cenderung meningkat dan memilih
konsumsi jajan yang kurang sehat. Selain itu tingkat
konsumsi sayur dan buah juga rendah. Kabupaten
todanan blora merupakan daerah dengan konsumsi
buah dan sayur terendah diantara kabupaten lain di
Provinsi D.I Yogyakarta (4,8%). Anak laki-laki usia
6-14 tahun di Kabupaten todanan blora memiliki
angka prevalensi gizi kurang sebesar 12,8% yang
mendekati angka kurus nasional yaitu 13,3% dan
pada anak perempuan memiliki angka prevalensi gizi
kurang diatas angka nasional (10,9%) yaitu sebesar
15,3%, sedangkan prevalensi untuk gizi lebih sebesar
3,8% pada laki-laki dan 2,0% untuk
perempuan.11berdasar latar belakang ini ,
maka peneliti ingin mengetahui lebih lanjut mengenai
hubungan frekuensi sarapan dan konsumsi jajan
dengan z-score IMT/U pada siswa sekolah dasar di
Kabupaten todanan blora .
berdasar perhitungan besar sampel, subjek
dalam penelitian ini berjumlah 67 orang. Subjek
diambil memakai metode simple random
sampling, dari 80 subjek diambil 67 subjek. Kriteria
inklusi adalah siswa dengan rentang usia 9-12 tahun,
bersedia menjadi subjek penelitian dengan mengisi
informed consent dan mengikuti prosedur penelitian,
tidak sedang menderita penyakit infeksi akut/kronik
atau dalam perawatan dokter. Kriteria eksklusi yaitu
subjek pindah sekolah dan mengundurkan diri
selama proses penelitian berlangsung.
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah
frekuensi sarapan dan konsumsi jajan sedangkan
variabel terikat adalah z-score IMT/U. Pengumpulan
data karakteristik sampel didapatkan dari kuesioner
yang terdiri dari nama, jenis kelamin, usia, tanggal
lahir, kelas, dan uang saku. Data frekuensi sarapan
diperoleh melalui wawancara dan dihitung
berdasar frekuensi subjek melakukan sarapan
selama seminggu. Frekuensi sarapan dikatakan sering
jika subjek melakukan sarapan ≥4 kali/minggu dan
dikategorikan jarang jika subjek melakukan sarapan
<4 kali/minggu. Data konsumsi jajan dan asupan
energi diperoleh melalui food frequency
questionnaire (FFQ). Energi jajan dikategorikan
rendah jika <10%, cukup jika 10-20%, dan dikatakan
lebih jika >20% dari total energi. Asupan energi
dikategorikan lebih apabila >110% AKG, cukup
apabila 80-110% AKG dan kurang apabila <80%
AKG.12 Data aktivitas fisik dihitung melalui
kuesioner aktivitas fisik. Aktivitas fisik dikategorikan
ringan apabila ≤2000 kkal, sedang 2001-2400 kkal,
dan berat 2401-2600 kkal.13 Status gizi (z-score
IMT/U) diperoleh melalui pengukuran berat badan
dan tinggi badan. Pengukuran berat badan
memakai timbangan digital dengan ketelitian 0,1
kg dan pengukuran tinggi badan memakai
microtoise dengan ketelitian 0,1 cm dimana saat
pengukuran subjek tidak memakai sepatu dan ikat
pinggang.
Pengolahan dan analisis data dilakukan
memakai program komputer. Analisis data
memakai univariat, bivariat dan multivariat.
Analisis univariat dipakai untuk mendeskripsikan
masing-masing variabel. Data diuji normalitasnya
memakai uji Kolmogorov-Smirnov (n>50)
dengan nilai kemaknaan p>0,05. Analisis bivariat
dipakai untuk mengetahui hubungan masing-
masing variabel frekuensi sarapan, konsumsi jajan,
aktivitas fisik, dan asupan energi dengan variabel z-
score IMT/U memakai uji korelasi Rank
Spearman karena data berdistribusi tidak normal.
Analisis multivariat dipakai untuk mengetahui
variabel prediktor dari z-score IMT/U memakai
uji regresi linier ganda.
Jumlah subjek penelitian ini sebanyak 67 orang
yang terdiri dari 38 anak laki-laki dan 29 anak
perempuan pada rentang usia 9-12 tahun. Kebiasaan
sarapan subjek berkisar 4 kali/minggu. Median
aktivitas fisik subjek tergolong sedang. Median untuk
asupan energi subjek adalah 1342 kkal. Karakteristik
subjek selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.
Distribusi Frekuensi Sarapan, Konsumsi Jajan,
Aktivitas Fisik, Asupan Energi, dan Status Gizi
Tabel 2. menunjukkan sebanyak 62,5% subjek
yang memiliki kebiasaan jarang sarapan memiliki
status gizi overweight (IMT/U >1 SD). Subjek
dengan konsumsi jajan berlebih dan memiliki status
gizi overweight sebanyak 66,67% subjek. Subjek
yang memiliki aktivitas ringan dan mengalami
overweight sebesar 73,9%. Selain itu, subjek dengan
asupan energi lebih dan mengalami overweight
sebanyak 11 orang (91,7%).
Gambaran Frekuensi Sarapan Siswa dengan
Konsumsi Jajan
Tabel 3. menunjukkan gambaran frekuensi
sarapan siswa dengan konsumsi jajan. Siswa yang
jarang sarapan dan memiliki konsumsi jajan berlebih
sebesar 57,1%. Siswa yang sering sarapan, sebagian
besar memiliki konsumsi jajan yang tergolong cukup
yaitu sebesar 80,6%. Rerata persentase asupan jajan
terhadap total kebutuhan sehari untuk siswa yang
sering sarapan sebesar 17,3% sedangkan untuk siswa
yang jarang sarapan sebesar 20,04%.
Gambaran Subjek berdasar Jenis Sarapan
Tabel 4. menunjukkan bahwa sebanyak 24
orang (35,8%) siswa sarapan dengan jenis sarapan
berupa makanan pokok dan hewani. Sebanyak 29,9%
sarapan subjek berupa makanan pokok, lauk
(hewani/nabati) dan susu.
Distribusi Subjek Menurut Pemilihan Makanan
Jajanan
Tabel 5. menunjukkan variasi jajanan yang ada
di Kabupaten todanan blora . Pemilihan makanan
jajanan pada 67 subjek yang diteliti menunjukkan
hasil yang beragam. Jajanan yang sering dikonsumsi
subjek adalah singkong dan olahannya, cilok, serta
gorengan.
Hubungan antara frekuensi sarapan, konsumsi
jajan, aktivitas fisik, dan asupan energi dengan z-
score IMT/U
Tabel 6, diketahui bahwa ada hubungan
frekuensi sarapan, konsumsi jajan, aktivitas fisik dan
asupan energi dengan z-score IMT/U (p<0,05).
Semakin jarang anak sarapan, maka z-score IMT/U
semakin tinggi. Semakin tinggi asupan energi dan
jajan, maka semakin tinggi pula z-score IMT/U.
Semakin rendah aktivitas fisik, maka z-score IMT/U
semakin tinggi.
Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa
semua variabel memiliki p<0,25, kemudian variabel-
variabel ini dianalisis lebih lanjut memakai
analisis regresi linier ganda untuk mengetahui
variabel prediktor dari variabel z-score IMT/U. Hasil
uji regresi linier ganda akan dinyatakan dalam Tabel
7.
Hasil analisis regresi linier ganda
menunjukkan bahwa variabel konsumsi jajan,
aktivitas fisik, dan asupan energi menjadi variabel
prediktor dari z-score IMT/U. Angka Adjusted R
square adalah 0,573 menunjukkan bahwa 57,3%
variasi z-score IMT/U dapat dijelaskan oleh
konsumsi jajan, aktivitas fisik, dan asupan energi
berdasar hasil penelitian di Kabupaten
todanan blora , seperempat subjek mengalami
overweight yaitu sebesar 25,4% dari 67 sampel.
Subjek dengan status gizi lebih (z-score >1 SD)
ditemukan pada anak usia 9 tahun sebesar 9%, usia
10 tahun sebesar 9% dan pada usia 11 tahun sebesar
7,5%.
Pada penelitian ini diketahui bahwa anak
yang jarang sarapan sebanyak 24 orang dan sebanyak
15 orang (62,5%) mengalami overweight. Hal ini
sesuai dengan teori bahwa anak atau remaja yang
meninggalkan sarapan akan berisiko untuk menjadi
overweight (z-score >1 SD) atau obesitas
dibandingkan dengan mereka yang sarapan.7
Penelitian yang dilakukan oleh Watanabe dan Tin
menunjukkan bahwa anak yang sering melewatkan
sarapan akan memiliki indeks massa tubuh yang lebih
besar.14,15 Hal ini terjadi ketika anak melewatkan
sarapan dan merasa lapar maka mereka akan
mengkonsumsi makanan berkalori lebih tinggi yang
didapatkan dari makanan jajanan.16berdasar
penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa makanan
yang dikonsumsi biasanya memiliki densitas energi
lebih tinggi.17 Makanan dengan densitas energi tinggi
biasanya memiliki kandungan karbohidrat sederhana,
gula dan lemak yang tinggi pula.18 berdasar uji
bivariat, ditemukan bahwa ada hubungan antara
frekuensi sarapan dengan z-score IMT/U secara
statistik.
Dilihat dari jenis sarapan, sebanyak 35,8%
subjek mengonsumsi sarapan dengan jenis makanan
pokok dan hewani. Sebanyak 29,9% subjek
mengonsumsi sarapan dengan jenis makanan pokok,
lauk (hewani/nabati), dan susu. Jenis makanan pokok
yang sering dikonsumsi di Kabupaten todanan blora
diantaranya nasi, singkong dan olahannya (gathot dan
tiwul). Jenis lauk hewani yang sering dikonsumsi
yaitu telur ayam, telur itik, daging ayam, dan ikan
sedangkan untuk lauk nabati yaitu tahu dan tempe.
Sayuran yang sering dikonsumsi diantaranya gudeg,
daun pepaya, bayam, gudangan dan trancam. Jenis
buah yang paling sering dikonsumsi yaitu pisang,
pepaya dan jambu. Energi setiap sarapan pada anak
yang sering melakukan sarapan (43 orang) berkisar
350,18 kkal sampai 625,24 kkal dengan rata-rata
492,61±80,79 kkal. DEPKES RI mengatakan bahwa
sarapan yang baik harus memenuhi 15-30% dari
kebutuhan energi total sehari.19
Hasil penelitian tentang konsumsi jajan
menunjukkan bahwa subjek dengan asupan jajan
berlebih sebanyak 21 orang dan 14 subjek (66,67%)
mengalami overweight. Rerata energi dari makanan
jajanan adalah 365,9±169,94 kkal dengan median 315
kkal. ada kejadian yang bermakna antara
konsumsi jajan dengan z-score IMT/U secara
statistik. Hal ini sesuai dengan teori yang
menyebutkan bahwa asupan jajan dan ngemil
berkaitan dengan kejadian overweight dan obesitas.20
Kebiasaan jajan sangat dipengaruhi oleh
uang saku yang dimiliki.21 Dalam penelitian ini, uang
saku yang didapat siswa berkisar Rp 2000,00 sampai
Rp 10000,00. Peran orang tua terhadap pemakaian
uang saku sangat berpengaruh. Kurangnya nasihat
dan arahan dari orang tua tentang pemanfaatan uang
saku akan mendorong anak untuk memanfaatkannya
secara bebas. Pemberian uang saku mempengaruhi
kebiasaan jajan pada anak usia sekolah.22 Siswa yang
mendapatkan uang saku lebih besar, cenderung
memiliki frekuensi jajan lebih sering. Pemilihan
makanan jajanan pada anak-anak di Kabupaten
todanan blora sangat beragam. Mayoritas anak-anak
memilih jajanan berupa singkong dan olahannya
sebanyak 14 orang (20,9%), cilok sebanyak 11 orang
(16,42%), gorengan sebanyak 10 orang (14,93%),
pisang dan olahannya sebanyak 7 orang (10,45%).
Variabel perancu dalam penelitian ini
terbukti berkaitan dengan kejadian overweight.
Variabel perancu dalam penelitian ini yaitu aktivitas
fisik dan asupan energi. Hal ini sesuai dengan
teori bahwa aktivitas fisik mempengaruhi status gizi
seseorang. Obesitas dapat disebabkan karena
kurangnya aktivitas fisik, meningkatnya asupan
kalori dan gaya hidup yang sedentari.23,24,25 Skor
rerata untuk aktivitas fisik anak adalah
2032,4±229,42 kkal dengan median 2030 kkal.
Menurut teori, aktivitas fisik sangat
mempengaruhi nilai z-score IMT/U seseorang. Orang
dengan aktivitas fisik yang tinggi akan memiliki berat
badan, IMT, dan lemak yang jauh lebih rendah
dibandingkan dengan orang yang memiliki aktivitas
fisik rendah. Aktivitas fisik merupakan gerakan
yang disebabkan oleh kontraksi otot yang dapat
menghasilkan pengeluaran energi. Berbagai kegiatan
yang dilakukan saat melakukan pekerjaan merupakan
cerminan kuantitas dari aktivitas fisik. Selama
melakukan aktifitas fisik, otot membutuhkan energi
untuk menghantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke
seluruh tubuh dan mengeluarkan sisa-sisa tubuh.
Banyaknya energi yang dibutuhkan tergantung pada
berapa banyak otot yang bergerak, berapa lama dan
berapa berat pekerjaan yang dilakukan. Kurangnya
aktivitas fisik memicu banyak energi yang
tersimpan sebagai lemak, sehingga orang-orang yang
kurang melakukan aktivitas fisik cenderung menjadi
gemuk. Hal ini menjelaskan bahwa tingkat aktivitas
fisik berkontribusi terhadap kejadian berat badan
berlebih terutama orang dengan kebiasaan sedentari.
Kejadian overweight juga dipengaruhi oleh
besarnya energi yang diasup perharinya. Anak
dengan asupan lebih dan mengalami overweight
sebanyak 11 orang (91,7%). Faktor asupan makanan
memiliki peranan penting pada terjadinya obesitas.
Obesitas pada hakekatnya merupakan timbunan
triasilgliserol berlebih pada jaringan lemak akibat
asupan energi berlebih dibanding pemakaian nya.
Pengendalian asupan makanan melibatkan proses
biokimiawi yang menentukan rasa lapar dan kenyang
termasuk penentuan selera makanan, nafsu makan,
dan frekuensi makannya.28 Besar dan aktifitas
penyimpanan energi, terutama di jaringan lemak
dikomunikasikan ke sistem saraf pusat melalui
mediator leptin dan sinyal transduksi lain.
Tampaknya, alur leptin merupakan regulator
terpenting dalam keseimbangan energi tubuh. Mutasi
gen-gen penyandi leptin dan sinyal transduksi
ini akan mempengaruhi pengendali asupan
makanan dan menjurus ke timbulnya obesitas.29
Orang obesitas biasanya mengalami defisiensi leptin.
Hasil uji regresi linier ganda terhadap variabel
bebas menunjukkan bahwa konsumsi jajan, aktivitas
fisik, dan asupan energi memiliki pengaruh yang
bermakna terhadap z-score IMT/U. Variabel z-score
IMT/U digambarkan sebesar 57,3% oleh konsumsi
jajan, aktivitas fisik, dan asupan energi. Variabel
frekuensi sarapan tidak termasuk dalam variabel
prediktor karena variabel ini memiliki p lebih
tinggi dibandingkan dengan p pada variabel lainnya.
Selain itu, sebuah penelitian menyebutkan
bahwa z-score IMT/U lebih dipengaruhi oleh asupan
gizi terhadap kebutuhan dalam sehari, bukan dari
jumlah berapa kali sarapan. Z -score IMT/U
diduga bukan dipengaruhi secara langsung oleh
frekuensi sarapan karena frekuensi sarapan yang
teratur belum tentu kualitasnya baik. Sementara itu
sarapan hanya mewakili 1 kali waktu makan,
sedangkan dalam sehari frekuensi makan dilakukan
sebanyak 3 kali waktu makan. Penelitian sebelumnya
menyebutkan bahwa z-score IMT/U dipengaruhi oleh
faktor langsung seperti asupan makanan dan status
kesehatan. Melakukan sarapan secara teratur belum
tentu meningkatkan z-score IMT/U seseorang karena
makanan sarapan hanya mengandung 25% dari
kebutuhan total energi harian apabila mengandung
semua unsur gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Hasil
penelitian sebelumnya juga menyebutkan bahwa
hanya ada sedikit hubungan antara frekuensi
sarapan dengan z-score IMT/U, berdasar hasil
analisis prospektif yang dilakukan frekuensi sarapan
berbanding terbalik dengan Indeks Massa Tubuh
(IMT).30
Penelitian ini membuktikan bahwa ada
hubungan frekuensi sarapan, konsumsi jajan,
aktivitas fisik, dan asupan energi dengan z-score
IMT/U pada anak sekolah dasar. Variabel z-score
IMT/U digambarkan sebesar 57,3% oleh konsumsi
jajan, aktivitas fisik, dan asupan energi.
Nilai z-score IMT/U pada anak dapat
dipengaruhi oleh konsumsi jajan, aktivitas fisik, dan
asupan energi. Pemberian edukasi penyuluhan gizi
kepada guru, orang tua, dan siswa perlu dilakukan
secara berkala dan terintegrasi terkait konsumsi jajan,
aktivitas fisik, dan asupan energi. Hal ini bertujuan
untuk mengontrol konsumsi jajan dan asupan energi
pada anak serta untuk meningkatkan aktivitas fisik
guna mencegah terjadinya obesitas .
aneka roti
Januari 26, 2024
aneka roti
Roti yaitu sebuah penganan sumber
karbohidrat yang dianggap sangat praktis untuk
kehidupan masa kini yang serba cepat dan
praktis. Secara definitif, roti yaitu makanan
yang terbuat dari tepung terigu yang diragikan
dengan ragi roti dan dipanggang. Kedalam
adonan roti dapat dtambahkan berbagai
tambahan pelezat seperti coklat, kismis, selai
beraneka rasa dan lain sebagainya. Banyak
kaum milenial sarapan pagi hanya dengan roti
dan susu atau teh. Begitu juga dengan makan
malam. Rasa yang enak dan beragam, bentuk
yang unik tanpa mengurangi kandungan gizi
didalamnya menjadi alasann utama mengapa
roti menjadi sebuah pilihan utama dalam menu
sehari-hari.
Sejarah Roti
Roti pertama kali berkembang di zaman
kebudayaan Mesopotamia di wilayah Mesir
10.00-12.000 tahun yang lalu. Wilayah ini
memiliki perkebunan gandum sebagai salah
satu bahan makanan utama saat itu. Pada
masa inilah tepung gandum ditemukan pertama
kali dan mendorong pengolahan lebih lanjut
atas tepung tersebut menjadi roti seperti yang
dikenal sekarang. Perkembangan roti di Mesir
kemudian menyebar hingga ke Yunani sampai
akhirnya merata di seluruh daratan Eropa. Dari
masa kebudayaan Mesir sampai sekarang, roti
telah mengalami perkembangan sangat pesat
seiring dengan penemuan dibidang teknologi
yang membantu pengolahan roti.
Perkembangan tersebut juga disesuaikan
dengan kondisi geografis dimasing-masing
daerah sehingga seluruh dunia memiliki roti
khas masing-masing seperti Roti Canai di India,
Roti Pita di Timur Tengah dan Tortilla di
Meksiko.
Roti juga menjadi penanda status sosial
masyarakat pada jaman dahulu. Roti yang
berasal dari tepung putih sangat sulit
didapatkan dan harganyapun sangat mahal
sehingga yang mampu mengkonsumsinya
hanyalah kalangan mampu saja.. semakin
hitam roti yang dihasilkan maka harganyapun
semakin murah.
JENIS-JENIS ROTI
Seiring perkembangan jaman, ada beberapa
jenis roti yang dikenal sekarang. Roti tersebut
antara lain:
a. Roti gandum
Gambar 1. Roti Gandum
Roti gandum banyak diproduksi di
Australia dan Amerika. Roti gandum
merupakan roti bertekstur kasar dengan
warna coklat. Jenis roti ini kaya akan serat
dan warna coklatnya berasal dari serealin
yaitu lapisan sel yang terdapat pada
sereal. Kandungan serat yang banyak
pada roti gandum sangat baik untuk menu
diet. Roti gandum cocok disandingkan
dengan salad, baik sayur ataupun buah
b. Baguette
Gambar 2. Baguette
Baguette yaitu roti tradisional Prancis
yang memiliki panjang hingga mencapai 50
cm. Roti ini juga dikenal dengan nama roti
tongkat. Roti ini memiliki kulit keras,
berwarna coklat dan bagian dalamnya
banyak terdapat lubang-lubang. Baguette
biasanya diiris tipis-tipis lalu disajikan
dengan sup atau dipanggang dan diberi
aneka macam topping sesuai selera.
c. Croissant
Gambar 3. Croissant
Croissant juga berasal dari Prancis.
Croissant berbentuk mirip bulan sabit. Roti
ini dibuat dari adonan berlapis, teksturnya
renyah, dan empuk. Croissant biasanya
disajikan saat sarapan dengan diolesi
mentega dan selai buah.
d. Bagel
Gambar 4. Bagel
Bagel yaitu roti khas dari Eropa Timur
yang bentuknya bulat seperti donat, tapi
bagian dalam lebih padat. Bagel disajikan
pada saat makan pagi, dibelah, dibakar
dan diolesi keju krim. Pada adonan bagel
biasanya ditambahkan kismis, blueberry,
bawang, atau wijen.
e. Crumpet
Gambar 5. Crumpet
Crumpet yaitu sejenis roti muffin namun
teksturnya lebih lembab dan berasal dari
Inggris. Crumpet sering disajikan dengan
diolesi krim padat atau mentega dan
dimakan pada saat minum teh. Sebelum
dihidangkan, roti ini biasa dipanggang atau
dibakar terlebih dahulu
f. Corn Bread
Gambar 6. Corn bread
Sesuai dengan namanya, jenis roti ini
merupakan roti yang terbuat dari jagung.
Melihat bahan dasar tersebut, corn bread
memiliki banyak kandungan nutrisi yang
baik bagi tubuh. Corn bread cocok
dimakan sendiri sebagai camilan atau
sarapan dengan rasanya yang manis.
Corn bread berasal dari Amerika
g. Sourdough
Gambar 7. Sourdough
Sour berarti asam, sedangkan dough
berati adonan. Jadi bisa diartikan
Sourdough yaitu jenis roti yang memiliki
rasa masam. Sourdough memakai
ragi khusus yang mampu memunculkan
cita rasa unik asam tersebut. Sourdough
sangat pas untuk dinikmati dengan
hidangan laut. Sourdough sendiri
merupakan roti khas San Fransisco,
Amerika
Gambar 8. Pita
Roti Pita bentuknya bulat dan pipih,
disebut juga Roti Arab karena dikonsumsi
mayoritas oleh penduduk Timur Tengah.
Pita memiliki tekstur yang kenyal dan
lembut. Pita terbuat dari adonan puff dan
dipanggang dalam oven bata dengan suhu
sekitar 232°C. Pita memiliki rasa yang
cukup hambar dengan bagian tengah yang
kosong sehingga cocok dimakan bersama
berbagai jenis hidangan mulai dari asin
hingga manis. Pita biasanya disajikan
dengan kombinasi keju, meses, selai, kare,
gulai, atau susu manis
Pengertian Produksi
Produksi yaitu proses pengubahan bahan
baku menjadi barang jadi atau juga sebagai
menambah nilai pada suatu produk (barang
dan jasa) agar bisa memenuhi kebutuhan
masyarakat.
Teori Proses Produksi
Proses produksi yaitu suatu kegiatan yang
menggabungkan berbagai faktor produksi yang
ada dalam upaya menciptakan suatu produk,
baik itu barang atau jasa yang memiliki manfaat
bagi konsumen. Adapun beberapa tujuan
proses produksi yaitu sebagai berikut: Untuk
menghasilkan suatu produk (barang/ jasa).
Dalam penelitian ini, data yang dipakai
yaitu berupa primer yang diperoleh langsung
dari proses pembuatan roti rumahan dan juga
data sekunder yang diperoleh dari literatur-
literatur yang berkaitan dengan materi jurnal.
Berikut flowchart alur penulisan jurnal ini.
Bahan-Bahan Pembuatan Roti
Roti yaitu makanan berbahan dasar utama
tepung terigu dan air, yang difermentasikan
dengan ragi, tetapi ada juga yang tidak
memakai ragi. Namun kemajuan teknologi
manusia membuat roti diolah dengan berbagai
bahan seperti garam, minyak, mentega,
ataupun telur untuk menambahkan kadar
protein di dalamnya sehingga didapat tekstur
dan rasa tertentu. Roti termasuk makanan
pokok di banyak negara Barat.
Bahan baku untuk proses pembuatan roti dapat
digolongkan menjadi tiga kelompok. Kelompok
pertama yaitu bahan pokok atau bahan
utama seperti tepung terigu, ragi dan air.
Selanjutnya yaitu kelompok bahan penambah
rasa yaitu gula, garam, lemak dalam bentuk
shortening, mentega atau margarin, susu dan
telur. Kelompok ketiga yaitu kelompok
tambahan berupa mineral yeast food (MYF),
malt, dan emulsifier, yang berfungsi untuk
meningkatkan mutu adonan (dough improver)
dan pengawet terutama terhadap jamur.
Tepung
Tepung biasanya dipergunakan untuk
keperluan rumah tangga, bahan baku industri,
maupun keperluan penelitian. Tepung bisa
berasal dari bahan nabati, misalnya tepung
terigu dari gandum, tapioka dari singkong, lalu
maizena dari jagung. Tidak hanya dari bahan
nabati saja, tepung juga bisa berasal dari
hewani, misalnya tepung tulang dan tepung
ikan. berdasar kandungan glutennya,
tepung yang dipakai dalam pembuatan roti
dapat dibedakan menjadi:
1. Tepung protein rendah
Memiliki kandungan protein sebanyak 5
sampai 9% yaitu kandungan gluten terendah
dibandingkan dengan jenis tepung yang lain.
Tepung jenis ini sangat cocok dipakai
untuk membuat jenis adonan yang
membutuhkan tekstur kenyal dan elastis.
Sangat baik bila dipakai unutk membuat
anekan jenis kue kering, biskuit, gorengan
dan lain sebagainya.
2. Tepung protein sedang
Memiliki kadar protein 9,5 sampai 11%.
Dalam masyarakat sering disebut sebagai
tepung serba guna karena sangat cocok
dipakai dalam berbagai kebutuhan
pembuatan aneka jenis makanan yang
memiliki jenis tekstur lembut dan
mengembang seperti kue basah, pancake,
martabak dan lain sebagainya.
3. Tepung protein tinggi
Memiliki kadar protein 11,4 sampai 14%
yaitu kandungan gluten tertinggi
dibandingkan dengan tepung yang lain.
Tepung protein tinggi dipakai untuk
adonan yang memerlukan tekstur yang
kenyal dan elastis dan dalam prosesnya
biasanya memakai ragi sebagai bahan
tambahan. Tepung inilah yang sering
dipakai sebagai bahan baku pembuatan
roti, donat, mie, pasta dan lainnya.
4. Tepung self rising
Biasanya dipakai oleh para ahli masak
yang telah memiliki keahlian karena jenis
tepung ini memiliki harga yang lebih mahal
dan telah dicampur dengan pengembang
dan garam sebelumnya. Yang harus
diperhatikan yaitu masa kadaluarsa jenis
tepung ini yang lebih cepat bila
dibandingkan dengan jenis tepung lainnya.
Jenis tepung ini biasanya dipakai untuk
membuat muffin, pancake dan lain
sebagainya
5. Tepung gandum utuh (whole wheat flour)
Dibuat dengan menggiling biji gandum utuh
tanpa menghilangkan kulitnya sehingga
warna dari tepung ini cenderung agak
kecoklatan dan memiliki tekstur yang agak
kasar, tidak seperti tepung jenis lainnya.
tepung gandum utuh memiliki kadar protein
yang tinggi, sehingga sangat menyerap
cairan dan kaya akan serat. Hasil makanan
yang memakai jenis tepung ini
biasanya akan lebih berat, padat dan
memiliki cita rasa yang khas serta unik.
Tepung gandum utuh biasanya dipakai
untuk membuat aneka roti dan kue kering.
Ragi
Bahan wajib yang harus ada dalam proses
pembuatan roti yaitu ragi (yeast). Ragi yaitu
mikroorganisme yang masih termasuk dalam
kelompok jamur yang mampu hidup di tanah,
tumbuhan maupun diudara bebas. Sourdough
yaitu adonan tepung yang tidak sengaja
terfermetasi oleh wild yeast di Mesir lebih
kurang 3000 tahun yang lalu. Inilah awal mula
roti yang banyak diminati masyarakat dunia
saat ini. Yeast atau mirkoorganisme ragi alami
ini memakan gula dan pati tepung, sekaligus
mengolahnya menjadi karbondioksida. Proses
inilah yang membuat roti mengembang. Dalam
pembuatan roti, ada tiga jenis ragi yang paling
popular yaitu:
1. Ragi basah (fresh yeast)
Umumnya berbentuk halus dan padat.
Biasanya dibentuk balok dan dibungkus
alumunium foil. Ragi basah mudah rusak
sehingga harus disimpan dalam keadaan
beku.
2. Ragi aktif kering (active dry yeast)
Ragi jenis ini lebih tahan lama daripada ragi
basah. Ragi ini perlu diaktifkan terlebih
dahulu dengan melarutkannya dalam air dan
gula. Jika muncul gelembung-gelembung
dari larutan ragi, berarti mikroorganismenya
sudah hidup kembali dan ragi siap
dipakai
3. Ragi instan (instant yeast)
Bentuk ragi instan lebih halus daripada ragi
aktif kering. Hanya saja, daya tahannya
tidak sekuat ragi aktif kering. Jika kemasan
sudah dibuka, ragi instan harus segera
dipindah ke dalam wadah kedap udara. Ragi
jenis ini tidak perlu diaktifkan lagi dengan air
dan gula. Ragi instan bisa langsung
dicampur ke adonan tepung
Air
Air berfungsi sebagai campuran pada tepung
terigu sehingga membentuk adonan. Proses
pencampuran air dengan tepung membentuk
gluten yang sifatnya elastis dan dapat dibentuk.
Air juga berfungsi sebagai pengontrol suhu
adonan. Hal ini sangat penting untuk
diperhatikan karena jika adonan menjadi panas
saat pengadukan di mixer, dapat terjadi proses
fermentasi lebih cepat namun pembentukan
gluten untuk memperkuat struktur roti tidak
sempurna, sehingga waktu simpan hasil olahan
roti menjadi pendek. Air yang dipakai untuk
pencampuran adonan lebih baik memakai
air es untuk mencegah terjadinya proses
fermentasi yang cepat.
Garam
Garam berfungsi sebagai pengontrol dan
penstabilisasi rasa pada roti, pengontrol proses
fermentasi dari ragi juga sebagai pengawet
alami pada roti
Gula
Gula berfungsi sebagai penambah rasa juga
penambah warna kecoklatan pada roti. Selain
itu, warna kecoklatan dari proses
pemanggangan dapat membentuk kerak luar
yang menambah tekstur pada roti.
Penambahan gula pada adonan roti juga dapat
meningkatkan umur simpan roti.
Lemak
Lemak yang dipakai pada proses
pembuatan roti tergolong beragam seperti
butter, mix butter dan shortening. Lemak
tersebut memiliki fungsi yang sama, hanya saja
rasa dan gizi pada butter tersebut berbeda.
Fungsi dari penambahan lemak pada roti
yaitu sebagai pelembut pada roti, sebagai
pelumas pada adonan roti sehingga adonan
lebih mudah dibentuk, juga sebagai tambahan
gizi pada roti.
Susu
Penambahan susu pada proses pembuatan roti
bertujuan untuk meningkatkan nutrisi pada roti.
Namun, pada proses pembakaran, terdapat
aroma lezat yang dikeluarkan karena
penambahan susu, selain itu tekstur remah
pada roti menjadi lebih lembut.
Telur
Fungsi penambahan telur sebagai penambah
nutrisi dan gizi juga melembutkan tekstur roti
Bread Improver
memiliki fungsi sebagai pengawet yang aman
bagi roti sehingga umur simpan roti lebih lama,
melembutkan remah roti, menambah volume
pada roti dan pengontrol masuk dan keluarnya
gas saat proses fermentasi berjalan
Proses Pembuatan Roti
Dalam pembuatan roti, ada beberapa tahapan
yang harus dilakukan yaitu:
a. Pencampuran
Secara tradisional ada dua cara
pencampuran adonan roti, yaitu:
1. sponge and dough method atau metode
babon
Dalam metode babon, sebagaian besar
tepung dan air, semua ragi roti dan
garam mineral serta zat pengemulsi
dicampur menjadi babon. Babon
difermentasi selama 3-6 jam, kemudian
dicampur dengan bahan lainnya.
2. straight dough method atau cara
langsung,
Proses straight dough lebih sederhana
tetapi kurang fleksibel, karena tidak
mudah dimodifikasi jika terjadi kesalahan
dalam proses fermentasi atau tahap
sebelumnya. Dalam proses ini seluruh
bahan dicampur sekaligus menjadi
adonan sebelum difermentasi
3. no time dough
seluruh bahan dicampur sekaligus,
adonan langsung dibentuk atau masuk
ke dalam alat pencampur tanpa
fermentasi
4. metode babon cair yang disebut juga
brew atau broth
Pada pembuatan babon cair, 25 %
tepung dibuat babon cair sebelum
pencampuran adonan
Tujuan pencampuran yaitu membuat dan
mengembangkan sifat daya rekat gluten tidak
ada dalam tepung. Tepung mengandung
protein dan sebagaian besar protein akan
mengambil bentuk yang disebut gluten bila
protein itu dibasahi, diaduk-aduk, ditarik, dan
diremas-remas.
Gambar 10. Pencampuran bahan
b. Peragian
Tujuan fermentasi (peragian) adonan ialah
untuk pematangan adonan sehingga mudah
dibentuk dan menghasilkan produk bermutu
baik. Selain itu fermentasi berperan dalam
pembentukan cita rasa roti. Selama
fermentasi enzim-enzim ragi bereaksi
dengan pati dan gula untuk menghasilkan
gas karbondioksida. Perkembangan gas ini
menyebabkan adonan mengembang dan
menyebabkan adonan menjadi lebih ringan
dan lebih besar. Suhu normal untuk
fermentasi yaitu kurang lebih 26°C dan
kelembabannya 70-75 %.
c. Pembentukan
Pada tahap ini secara berurutan adonan
dibagi dan dibulatkan, diistirahatkan,
dipulung, dimasukkan dalam loyang dan
fermentasi akhir sebelum dipanggang dan
dikemas. Pembagian adonan dapat
dilakukan dengan memakai pemotong
adonan. Proses berikutnya yaitu
intermediete proofing, yaitu mendiamkan
adonan dalam ruang yang suhunya
dipertahankan hangat selama 3-25 menit.
Di sini adonan difermentasi dan
dikembangkan lagi sehingga bertambah
elastis dan dapat mengembang setelah
banyak kehilangan gas, teregang dan
terkoyak pada proses pembagian. Setelah
didiamkan adonan siap dengan
pemulungan. Proses pemulungan terdiri dari
proses pemipihan atau sheating, curling,
dan rolling atau penggulungan serta
penutupan atau sealing. Setelah
pemulungan adonan dimasukkan ke dalam
loyang yang telah dioles dengan lemak,
agar roti tidak lengket pada loyang.
Selanjutnya dilakukan fermentasi akhir, yang
bertujuan agar adonan mencapai volume
dan struktur remah yang optimum. Agar
proses pengembangan cepat fermentasi
akhir ini biasanya dilakukan pada suhu
sekitar 38°C dengan kelembaban nisbi 75-
85 %. Dalam proses ini ragi roti
menguraikan gula dalam adonan dan
menghasilkan gas karbondioksida
d. Pemanggangan
Beberapa menit pertama setelah adonan
masuk oven, terjadi peningkatan volume
adonan secara cepat. Pada saat ini enzim
amilase menjadi lebih aktif dan terjadi
perubahan pati menjadi dekstrin adonan
menjadi lebih cair sedangkan produksi gas
karbondioksida meningkat. Pada saat suhu
mencapai sekitar 76 oC, alkohol dibebaskan
serta menyebabkan peningkatan tekanan
dalam gelembung udara. Sejalan dengan
terjadinya gelatinisasi pati, struktur gluten
mengalami kerusakan karena penarikan air
oleh pati. Di atas suhu 76 °C terjadi
penggumpalan gluten yang memberikan
struktur crumb. Pada akhir pembakaran ,
terjadi pembentukan crust serta aroma.
Pembentukan crust terjadi sebagai hasil
reaksi maillard dan karamelisasi gula.
Gambar 11. Penyimpanan Roti
Mutu Roti
Roti dinyatakan bermutu tinggi jika memenuhi
berbagai persyaratan maulai dari pemilihan
bahan baku berkualitas, proses pengolahan
yang baik yang tidak mengurangi nilai gizi
komponen penyusun roti, proses pengemasan,
proses penyimpanan dan distribusi hingga
kepelanggan yang tepat waktu. Namun pada
dasarnya, mutu roti sangat ditentukan oleh:
1. Mutu Adonan
Mutu adonan dalam pembuatan roti sangat
tergantung kepada kandungan gluten
tepung. Gluten akan menentukan mutu
adonan, volume pengembangan adonan
dan sangat menentukan penampilan roti
yang dihasilkan, khususnya dalam
pembentukan struktur crumb.
2. Mutu roti
Mutu roti yang baik meliputi volume roti yang
besar, bentuk yang simetris, warna kerak
roti yang coklat kekuningan, tekstur kerak
yang tipis dan kering, serta sifat sifat bagian
bagian roti yang meliputi butiran dan tekstur.
Butiran yang baik yaitu butiran dengan sel
yang halus, seragam yang panjang-panjang,
sedangkan tesktur yang baik yaitu yang
halus lembut dan elastis. Selain itu struktur
remah harus rata, warna remah terang,
beraroma harum gandum dan ragi dengan
rasa dan daya simpan yang baik.
Dari pemaparan diatas, dapat ditarik beberapa
kesimpulan yaitu:
1. Roti yaitu makanan olahan yang terbuat
dari tepung yang ditambahkan dengan
bahan-bahan lain sehingga memiliki
kandungan karbohidrat sebagai sumber
tenaga
2. Proses pembuatan roti yang baik awali
dengan pengadukan, peragian,
pembentukan dan pemanggangan
saran yang bisa diberikan antara lain:
1. Roti memiliki pangsa pasar yang sangat baik
sebagai bahan makanan pokok karena
memiliki kandungan karbohidrat dan protein
yang tinggi sehingga memiliki prospek bisnis
yang cukup baik kedepannya. Penjualan
dapat ditingkatkan dengan menambah
varian roti dengan dasar adonan yang sama
dan topping yang berbeda
2. Industri roti dapat dikerjakan secara modern
ataupun manual, sehingga masyarakat
secara individupun mampu mendapatkan
peluang bisnis melalui produksi roti