minyak goreng

 
 


Minyak goreng merupakan salah satu bahan pokok yang digunakan oleh penjual gorengan sebagai 
media pengolahan gorengan. Akan tetapi, penggunaan minyak goreng secara berulang dapat 
mempengaruhi kualitas minyak goreng dan memberikan dampak negatif bagi tubuh apabila dikonsumsi 
dalam jangka panjang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan mutu minyak goreng dan 
kelayakan konsumsi gorengan di Kota Sumbawa berdasarkan analisis fisiko-kimia meliputi uji warna, 
uji organoleptik bau , uji kadar air, bilangan asam, bilangan peroksida, dan cemaran logam 
menggunakan alat Spektrofotometer Serapan Atom. Dari penelitian ini diperoleh hasil uji kualitas 
sampel minyak goreng untuk uji kadar air 0,1365-0,5156%, bilangan asam 0,482-3,444 mg KOH/gr, 
bilangan peroksida 6-30,8 mek O2/kg, cemaran logam Kadmium (Cd) 0,0001-0,0003 mg/kg dan 
cemaran logam Timbal (Pb) 0,0001-0,0011 mg/kg. Hasil penelitian terhadap 9 sampel yang diuji, 
menunjukkan bahwa semua sampel uji tidak memenuhi syarat mutu minyak goreng berdasarkan SNI 
01-3741-2013, namun pada uji cemaran logam Kadmium (Cd) dan Timbal (Pb), semuanya berada 
dibawah maksimal cemaran logam. 
 
Minyak goreng adalah bahan pangan 
dengan komposisi utama dari trigliserida 
dengan atau tanpa perubahan kimiawi. Pada 
umumnya berbentuk cair pada suhu ruang dan 
digunakan untuk menggoreng makanan 
(Sugiati dalam Chairunisa, 2013). Sedangkan  
menurut Haryono et al (2010) minyak goreng 
merupakan minyak yang telah mengalami 
proses pemurnian yang meliputi degumming, 
netralisasi, pemucatan, deodorisasi. Minyak 
goreng kebanyakan diperoleh dari tumbuhan 
seperti kelapa, kelapa sawit, kacang-kacangan, 
jagung dan kanola. 
Minyak goreng mengandung zat yang 
penting untuk menjaga kesehatan tubuh 
manusia. Minyak goreng juga berperan 
memberi nilai kalori paling besar diantara zat 
gizi lainnya. Sebagian kecil minyak goreng 
akan diserap oleh bahan pangan yang digoreng 
sehingga m emberikan rasa gurih, kenampakan 
bahan bakanan menjadi lebih menarik, serta 
tekstur permukaan yang kering (Winarno dalam 
Aminah, 2010).  
Minyak goreng adalah salah satu 
kebutuhan pokok masyarakat Sumbawa, selain 
untuk keperluan rumah tangga, juga banyak 
gunakan oleh penjual gorengan di Kota 
Sumbawa. Minyak goreng yang digunakan 
bervariasi, seperti minyak goreng kemasan 
botol, derrigent maupun reffil (isi ulang). 
Namun tidak dipungkiri, masyarakat yang 
berpenghasilan menengah kebawah masih 
banyak yang menggunakan minyak goreng 
curah yang harganya lebih murah.  
Akan tetapi munculnya masalah tentang 
penggunaan minyak goreng jelantah atau 
penggunaan minyak goreng secara berulang 
cukup meresahkan masyarakatyang kadangkala 
tidak dapat dikenali dari tampilan produk 
gorengan. Apabila minyak goreng dipanaskan 
berulang kali pada suhu tinggi (150-200°C) 
akan menyebabkan kerusakan minyak atau 
lemak sehingga mengakibatkan keracunan 
dalam tubuh dan munculnya berbagai macam 
penyakit, misalnya pengendapan lemak dalam 
pembuluh darah, kanker dan menurunkan nilai 
cerna lemak (Khomsan dalam Fauziah, 2014). 
Kecenderungan ini disebabkan oleh faktor 
ekonomi, rasa sayang dan merasa rugi jika 
minyak goreng tersebut tidak digunakan karena 
harus dibuang dan diganti dengan yang baru. 
Sehingga, secara langsung kualitas minyak 
goreng yang digunakan akan mempengaruhi 
cita rasa dan layak atau tidaknya gorengan itu 
dikonsumsi. Berdasarkan uraian diatas, untuk 

Kualitas Minyak Goreng sebagai Analisis 
Kelayakan Konsumsi Gorengan di Kota 


fisiko-kimia yang meliputi uji organoleptik, 
analisis kadar air, uji bilangan asam, bilangan 
peroksida serta kandungan logam pada sampel 
minyak goreng yang telah digunakan oleh 
pedagang kaki lima dan penjual makanan cepat 
saji. 
 

Minyak goreng adalah minyak yang berasal 
dari lemak tumbuhan atau lemak hewan yang 
dimurnikan dan berbentuk cair pada suhu ruang 
dan biasanya digunakan untuk menggoreng 
makanan (Sitepoe dalam Noriko dkk, 2012). 
Sedangkan menurut SNI (2013), minyak 
goreng adalah bahan pangan dengan komposisi 
utama trigliserida yang berasal dari bahan 
nabati, dengan atau tanpa perubahan kimiawi, 
termasuk hidrogenesis, pendinginan dan telah 
melalui proses refinasi atau pemurnian yang 
digunakan untuk menggoreng. 
Minyak goreng berfungsi sebagai penghantar 
panas, memberi tekstur renyah dan menambah 
rasa gurih serta menambah nilai kalori pada 
bahan pangan yang digoreng. Setelah dilakukan 
penggorengan maka akan menghasilkan sisa 
minyak goreng yang lebih dikenal dengan 
sebutan minyak jelantah. Minyak jelantah 
adalah minyak yang dihasilkan dari sisa 
penggorengan dan dapat menyebabkan minyak 
berasap atau berbusa pada saat penggorengan, 
berwarna coklat, serta flavour yang tidak 
disukai dari makanan yang digoreng 
 
Dalam minyak nabati terkandung asam-asam 
lemak yang tidak dapat diproduksi oleh tubuh 
manusia yang dapat mencegah penyempitan 
pembuluh darah akibat penumpukan kolesterol. 
Lebih lengkapnya disajikan jenis-jenis asam 
lemak yang terdapat pada minyak nabati yang 
dapat digunakan untuk menggoreng sesuai 
dengan Tabel 
 

 
Gambar Struktur Kimia Minyak dan Lemak 
Asam lemak jenuh adalah asam lemak yang 
tidak memiliki ikatan rangkap pada atom 
karbonnya. Asam lemak yang bersifat jenuh 
juga merupakan asam lemak dengan rantai 
tunggal, biasanya terdapat dalam lemak atau 
minyak yang berasal dari hewan. Asam lemak 
jenuh seperti asam laurat, asam miristat, dan 
asam stearat ini  yang dapat menyebabkan 
penyumbatan pembuluh darah yang fatalnya 
menyebabkan serangan stroke. Berikut adalah 
struktur kimia asam lemak jenuh sesuai dengan 

 
 
Asam lemak tak jenuh yaitu, bila rantai 
hidrokarbonnya tidak dijenuhi oleh hidrogen 
dan karena itu mempunyai satu ikatan rangkap 
atau lebih. Asam lemak tak jenuh mudah rusak 
apabila terkena panas tetapi sangat bermanfaat 
bagi kesehatan. Contoh asam lemak tak jenuh 
adalah linoleat, linolenat, dan arakidonat yang 
berfungsi mencegah penyumbatan pembuluh 
darah. Berikut adalah struktur kimia asam 
lemak tak jenuh sesuai dengan Gambar 2.3 

 
       Gambar 2.3 Struktur Kimia Asam Lemak 
Tak Jenuh 
 
Berdasarkan rumusan yang ada dari Badan 
Standarisasi Nasional (BSN) tentang mutu 
minyak goreng berdasarkan Standar Nasional 
Indonesia (SNI) yaitu SNI 01-3741-2013 
menetapkan bahwa standar mutu minyak 
goreng seperti pada Tabel 2.2 berikut ini : 
Tabel 2.2 Standar Mutu Minyak Goreng 
Berdasarkan SNI 01-3741-2013 
Kriteria Uji Persyaratan 
Satuan Mutu 
Keadaan  
1. Bau 
2. Warna  
  
Normal 
Normal 
Kadar Air dan Bahan 
Menguap 
% (b/b) Maks 0,15 
Bilangan Asam mg KOH/gr Maks 0,6 
Bilangan Peroksida  mek O2/kg Maks 10 
Cemaran Logam 
1. Timbal (Pb) 
2. Kadmium (Cd) 
 
mg/kg 
mg/kg 
 
Maks 0,1 
Maks 0,2 

 
Metodologi Penelitian 
Sampel dalam penelitian ini adalah minyak 
goreng (bimoli) sebagai standar dan sampel uji 
adalah minyak goreng yang telah digunakan 
(minyak jelantah) oleh pedagang kaki lima dan 
penjual cepat saji di sekitaran Kota Sumbawa, 
seperti Labuhan Sumbawa, Terminal Sumer 
Payung, Lempeh, Brang Biji, Kampung Bugis, 
Seketeng, Quick Chicken (samping Pragas), 
Rocket Chicken, dan Amazy Chicken (Sumbawa 
Great Mall). Sampel kemudian diuji warna, 
bau, bilangan asam, peroksida, kada air dan 
cemaran logam. 
 
Hasil dan Pembahasan 
Hasil Uji Warna 
Tabel 4.4 Hasil Uji Warna Minyak Goreng
 

 
Sampel standar (S20) minyak goreng yang 
berwarna kuning jernih digunakan menjadi 
acuan sebagai sampel standar yang memiliki 
ZDUQD ³QRUPDO´ EHUGDVDUNDQ 6WDQGDU 0XWX
Minyak Goreng SNI 01-3471-2013. Sehingga 
semua sampel uji dikatakan memiliki warna 
\DQJ ³WLGDN QRUPDO´ NDUHQD PHPLOLNL ZDUQD
lebih gelap dari sampel S20.  
Perubahan warna minyak goreng terjadi akibat 
proses penggorengan, kemudian disimpan dan 
dipanaskan kembali. Suhu pemanasan yang 
terlalu tinggi menyebabkan sebagian minyak 
teroksidasi. Selain itu minyak yang terdapat 
didalam suatu bahan, ketika dipanaskan akan 
mengekstraksi zat warna yang terdapat dalam 
bahan tersebut (Putri, 2015). Selain itu senyawa 
volatil yang terkandung di dalam minyak 
goreng akan menguap selama proses 
penggorengan berlangsung sehingga 
menyebabkan warna pada minyak goreng 
semakin gelap 
Bau tengik pada sampel uji diketahui setelah 
dilakukan uji bau oleh panelis. Minyak goreng 
yang terhidrolisis akan bereaksi menjadi 
gliserol dan asam lemak bebas. Ketika 
dipanaskan, gliserol akan menghasilkan 
senyawa akrolein. Akrolein ini adalah senyawa 
aldehid yang bersifat volatil dan akan menguap 
sehingga menyebabkan bau tengik. 
 
 


Berdasarkan grafik, hasil analisis menunjukkan 
bahwa sebanyak 8 sampel uji minyak goreng 
melebihi syarat mutu yang ditetapkan oleh SNI 
01-3741-2013 yaitu 0,15 % (b/b). Hasil analisis 
yang memenuhi Standar Mutu Minyak Goreng 
SNI 01-3741-2013 adalah minyak goreng 
sampel standar (S20) dan G1 dengan nilai kadar 
airnya berturut-turut 0,1418 % (b/b) dan 0,1367 
% (b/b). Sampel G1 memiliki kadar air lebih 
rendah dibandingkan dengan standar 
dimungkinkan karena minyak goreng yang 
digunakan adalah minyak goreng sania. Selain 
itu bahan yang digoreng adalah keripik 
singkong. Singkong yang diiris tipis 
mengandung air yang lebih sedikit sehingga 
sedikit uap air yang dihasilkan.  
Kadar air tertinggi adalah pada sampel uji C3 
yaitu 0,5156 % (b/b). Berdasarkan rata-rata 
nilai, kadar air tertinggi terdapat pada sampel 
C1 sampai C4 dari penjual makanan cepat saji. 
Pada penjual makanan cepat saji bahan yang 
digoreng adalah daging ayam yang dibalut 
dengan adonan tepung. Secara alami 
kandungan air pada daging ayam lebih banyak 
daripada gorengan tahu, tempe, singkong dan 
pisang. Dan proses pencelupan pada adonan 
dilakukan 2 kali agar terbentuk tekstur yang 
diinginkan. Ketika bahan digoreng, air di 
permukaan dan dibagian dalam bahan akan 
menjadi uap air. Semakin banyak kandungan 
air bahan yang digoreng maka semakin banyak 
uap air. Penguapan air bahan secara bersamaan 
bahan menyerap minyak goreng oleh bahan. 
Semakin sering penggunaan minyak goreng 
memberikan efek sinergis meningkatnya kadar 
air pada minyak goreng yang disebabkan 
adanya proses pencelupan bahan yang akan 
digoreng dengan adonan tepung yang telah 
mengandung air (Chairunisa 2013). 
Dengan adanya air, minyak goreng dapat 
terhidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak 
bebas. Setelah dipanaskan, ikatan pada gliserol 
akan putus sehingga menyebabkan lepasnya 
dua molekul air dan membentuk senyawa 
akrolein dan air. Senyawa akrolein dapat 
mengiritasi mata dan menimbulkan rasa gatal 
pada tenggorokan (Kusnandar, 2010). 
Pembentukan akrolein dapat dilihat pada 

Hasil analisis cemaran logam kadmium (Cd) 
dan timbal (Pb) sampel uji minyak goreng tidak 
melebihi batas maksimal atau sudah memenuhi 
Standar Mutu Minyak Goreng SNI 01-3741-

pangan berlemak umumnya mengandung 
 
logam dalam jumlah yang sangat sedikit, logam 
ini biasanya sudah terdapat secara alami dalam 
bahan namun tetap dalam jumlah aman 
(Widowati, 2011). Pada proses penggorengan 
pada daging ayam broiler menyebabkan protein 
yang mengikat logam Cd, Fe, Zn, Pb, dan Cu 
akan terdenaturasi sehingga kandungan logam 
akan mengendap didalam minyak goreng yang 
digunakan untuk menggoreng (Djohan et al, 
2015). Rendahnya kandungan logam dalam 
sampel uji minyak goreng juga disebabkan oleh 
alat-alat untuk menggoreng yang digunakan 
oleh penjual gorengan dan cepat saji digunakan 
dalam keadaan bersih dan tidak terkontaminasi 
dengan alat atau bahan lain yang mengandung 
unsur logam.  
 
 
Uji Bilangan Asam 
 
  
Grafik 4.2 Uji Bilangan Asam Sampel Uji 
 
Hasil analisis dari 9 sampel uji menunjukkan 
bahwa bilangan asam yang dihasilkan dari 
semua sampel uji minyak goreng penjual 
gorengan melebihi standar yang ditetapkan oleh 
SNI 01-3741-2013 yaitu maksimal 0,6 mg 
KOH/g. Untuk hasil analisis pada sampel 
standar yang belum digunakan yaitu 0,482 mg 
KOH/g. Namun setelah minyak goreng 
mengalami proses pemanasan, kandungan 
asam lemak jenuhnya akan menurun dan 
meningkatkan kandungan asam lemak bebas.  
Asam lemak bebas terbentuk karena proses 
oksidasi (Aminah, 2010) serta proses hidrolisis 
lemak yang disebabkan oleh air dengan katalis 
enzim atau panas pada ikatan trigliserida. 
Trigliserida mengandung air kemudian deberi 
energi panas akan menghasilkan asam lemak 
bebas dan gliserol seperti reaksi dibawah ini :  

pada minyak goreng (Ketaren dalam 
Chairunisa, 2013). Meskipun tidak ada sampel 
uji yang memenuhi Standar Mutu Minyak 
Goreng SNI 01-3741-2013, namun smapel uji 
G1 adalah sampel uji dengan kandungan 
bilangan asam lemak bebas paling rendah yaitu 
0,897 mg KOH/kg. Bahan yang digoreng 
adalah keripik singkong yang pada pengujian 
kadar air memiliki nilai kadar air paling rendah. 
Sedangkan sampel uji dengan kandungan 
bilangan asam lemak bebas paling tinggi yaitu 
sampel uji G3 kemudian diikuti oleh sampel uji 
C3, G4, G5 dan G2. Rata-rata kandungan asam 
lemak bebas rendah pada sampel uji adalah 
pada sampel C1, C2, dan C4 yang diambil dari 
penjual cepat saji . Hal ini dikarenakan jenis 
bahan yang digoreng lebih sedikit. 
 
 
Hasil Uji Peroksida 
 
 
Grafik 4.3 Uji Bilangan Peroksida Minya Goreng 
 
Berdasarkan hasil analisis uji bilangan 
peroksida secara keseluruhan dari 9 sampel uji 
menunjukkan bahwa 7 sampel diantaranya 
mengandung bilangan peroksida melebihi 
standar yang ditetapkan oleh SNI 01-3741-
2013 yaitu maksimal 10 mek O2/kg. Sampel 
yang memenuhi standar SNI 01-3741-2013 
yaitu sampel C4 dan G1. Bilangan peroksida 
tertinggi pada sampel uji minyak goreng G2 
yaitu sebesar 32,8 mek O2/kg. Bahan yang 
digoreng adalah pisang molen, pisang goreng, 
tahu isi, lumpia, dan roti goreng. Hal ini 
disebabkan karena penggorengan yang 
dilakukan secara terus menerus hingga bahan 
yang digoreng habis. sedangkan kandungan 
bilangan peroksida terendah adalah sampel uji 
minyak goreng G1 yaitu sebesar 6 mek O2/kg. 
Sampel uji G1 menggoreng keripik singkong 
yang bahanya diiris tipis sehingga menggoreng 
lebih cepat. Sedangkan pada sampel uji C4, 
bahan yang digoreng adalah ayam krispi akan 
tetapi penjual hanya menggoreng 1 kali untuk 
produksi 1 hari. Bilangan peroksida juga 
dipengaruhi oleh karakteristik bahan yang 
digoreng berbeda. Semakin tebal bahan yang 
digoreng maka semakin lama proses 
penggorengan yang dilakukan. Rata-rata 
bilangan peroksida tertinggi pada sampel Uji 
G2, G3, dan G4 pada penjual gorengan. Hal ini 
disebakan banyaknya jenis bahan yang 
digoreng dengan ketebalan yang berbeda-beda 
sehingga makin lama waktu yang dibutuhkan 
untuk menggoreng.  
 
Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas 
minyak goreng adalah warna dan bau, kadar air, 
bilangan asam, bilangan peroksida, dan 
cemaran logam pada minyak goreng. 
 
Sampel uji yang masih layak untuk digunakan 
adalah sampel G1 karena  masih memenuhi 
Standar Mutu Minyak Goreng SNI 01-3741-
2013 (uji kadar air, uji logam, dan uji bilangan 
peroksida) akan tetapi pada uji warna memiliki 
warna yang lebih gelap dari sampel uji lainnya 
dan pada uji bilangan asam lemak bebas tidak 


memenuhi Standar. Dalam uji bilangan asam 
lemak bebas, semua sampel uji tidak memenuhi 
Standar SNI ; Uji bilangan peroksida hanya 
sampel uji C4, G1 yang memenuhi Standar ; 
sedangkan uji cemaran logam semua sampel uji 
yang memenuhi Standar. Kelayakan minyak 
goreng yang dipakai oleh penjual gorengan dan 
penjual cepat saji sudah mengalami penurunan 
mutu yang dinalisis berdasarkan Standar Mutu 
Minyak Goreng SNI 01-3741-2013. 
 

 
 

boraks

 

Keamanan pangan merupakan suatu hal yang harus diperhatikan karena dapat berdampak pada 
kesehatan, baik bagi anak-anak maupun orang dewasa. Menurut data dari Badan Pengawas Obat 
dan Makanan (BPOM), sepanjang tahun 2012, insiden keracunan akibat mengonsumsi makanan 
menduduki posisi paling tinggi, yaitu 66,7%. Salah satu pemicu  keracunan makanan yaitu  
adanya kandungan bahan tambahan pangan seperti formalin, boraks, dan pewarna tekstil dalam 
makanan. Disekitar Universitas bhre wirabumi  todanan blora jawatengah  banyak sekali penjual jajanan, seperti ; cilok, chiki keju,burger,batagor keju ,
mie basah, bakso, kudapan makanan ringan, dan aneka minuman. Penelitian ini bertujuan untuk 
mengetahui jajanan yang mengandung boraks dan formalin dan untuk mengetahui jajanan yang 
aman dan tidak aman bagi anak-anak. Pengambilan contoh  dilakukan dengan teknik simple 
random dengan asumsi contoh  yang banyak diminati anak-anak dan dicurigai mengandung boraks 
dan formalin, sehingga diperoleh  contoh  sebanyak 9 contoh  jajanan yang diperoleh  dari 7 
penjual jajanan. lalu  contoh  diberi kode A, B, C, D, E, F, G, H dan I. Dalam penelitian ini 
uji boraks dan formalin dilakukan secara kualitatif yaitu memakai test kit boraks dan tes kit 
formalin. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 9 contoh  makanan jajanan yang diuji, 2 
contoh  positif mengandung boraks yaitu contoh  H dan I. Sedangkan untuk uji formalin, tidak satu 
pun contoh  jajanan yang mengandung formalin. Sehingga bisa disimpulkan bahwa jajanan yang 
aman dikonsumsi yaitu  contoh  A, B, C, D, E, F dan G. Sampe-contoh  ini  dinyatakan negatif 
mengandung boraks dan formalin. 
 

Keamanan pangan merupakan suatu hal 
yang harus diperhatikan karena dapat 
berdampak pada kesehatan, baik bagi anak-
anak maupun orang dewasa. Menurut data 
dari Badan Pengawas Obat dan Makanan 
(BPOM), sepanjang tahun 2012, insiden 
keracunan akibat mengonsumsi makanan 
menduduki posisi paling tinggi, yaitu 66,7%, 
dibandingkan dengan keracunan akibat 
pemicu  lain, misalnya obat, kosmetika, dan 
lain-lain. Salah satu pemicu  keracunan 
makanan yaitu  adanya kandungan bahan 
tambahan pangan seperti formalin, boraks, 
dan pewarna tekstil dalam makanan 
Disekitar Universitas bhre wirabumi  todanan blora jawatengah  
banyak sekali penjual jajanan, seperti ; cilok, mie 
basah, bakso, kudapan makanan ringan, dan aneka 
minuman. Penelitian ini bertujuan untuk 
mengetahui jajanan yang mengandung boraks dan 
formalin dan untuk mengetahui jajanan yang aman 
dan tidak aman bagi anak-anak. 
Boraks atau biasa disebut asam borat, 
memiliki nama lain, sodium tetraborate biasa 
dipakai  untuk antiseptik dan zat pembersih 
selain itu dipakai  juga sebagai bahan baku 
pembuatan detergen, pengawet kayu, 
antiseptik kayu, pengontrol kecoak (hama), 
pembasmi semut dan lainnya 
Formalin yaitu  senyawa formaldehid 
dalam air dengan konsentrasi rata-rata 37% 
dan methanol 15% dan sisanya yaitu  air. 
Penggunaan formalin antara lain sebagai 
pembunuh kuman sehingga dipakai  sebagai 
pembersih lantai, gudang, pakaian dan kapal, 
pembasmi lalat dan serangga lainnya, bahan 
pembuat sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca 
dan bahan peledak. Dalam dunia fotografi 
biasanya dipakai  untuk pengeras lapisan gelatin 
dan kertas, bahan pembentuk pupuk berupa urea, 
bahan pembuatan produk parfum, bahan pengawet 
produk kosmetik dan pengeras kuku, pencegah 
korosi untuk sumur minyak, bahan untuk isolasi 
busa, bahan perekat untuk produk kayu lapis 
(playwood), dalam konsentrasi yang sangat kecil 
(<1%) dipakai  sebagai pengawet, pembersih 
rumah tangga, cairan pencuci piring, pelembut, 
perawat sepatu, shampo mobil, lilin dan karpet 
(Astawan, 2006).  
Meskipun bukan pengawet makanan, 
boraks dan formalin sering pula dipakai  
sebagai pengawet makanan. Boraks dan formalin 
sering disalahgunakan untuk mengawetkan 
berbagai makanan seperti bakso, mie basah, 
pisang molen, siomay, lontong, ketupat, pangsit, 
dsb. Selain bertujuan untuk mengawetkan, boraks 
dan formalin juga dapat membuat tekstur makanan 
menjadi lebih kenyal dan memperbaiki 
penampilan makanan, utuh, tidak rusak, 
menekan biaya produksi, praktis dan efektif 
mengawetkan makanan.  
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI 
No.722 tahun 1988, boraks dan formalin 
digolongkan sebagai bahan tambahan pangan 
yang tidak izinkan di Indonesia. pemicu  boraks 
dan formalin dilarang penggunaanya yaitu  
karena boraks dan formalin banyak menimbulkan 
penyakit bagi kesehatan. 
Formalin akan menyebabkan iritasi dan rasa 
terbakar pada mukosa kavum nasi, mulut dan 
saluran nafas bagian atas jika masuk secara 
inhalasi. Pada konsentrasi lebih tinggi mampu 
mencapai bronkiolus dan alveoli lalu menginduksi 
edema paru dan pneumonia. Sedangkan bila 
tertelan dalam konsentrasi tinggi menimbulkan 
gejala akut berupa iritasi di mulut, kerongkongan, 
ulkus di saluran pencernaan, nyeri dada dan perut, 
mual, muntah, diare, perdarahan gastrointestinal, 
asidosis metabolik, gagal ginjal bahkan kematian ,
Sedangkan boraks dapat menyebabkan 
gangguan otak, hati, dan ginjal. Dalam jumlah 
banyak boraks menyebabkan demam, anuria, 
koma, kerusakan sistem saraf pusat, sianosis, 
kerusakan ginjal, anemia, muntah, diare, pingsan, 
bahkan kematian 

 penelitian ini yaitu  penjual 
jajanan disekitar Universitas bhre wirabumi  
todanan blora jawatengah . Pengambilan contoh  dilakukan 
dengan teknik simple random sampling 
dengan asumsi contoh  yang banyak diminati 
anak-anak dan dicurigai mengandung boraks 
dan formalin, sehingga diperoleh  contoh  
sebanyak 9 contoh  jajanan yang diperoleh  
dari 7 penjual jajanan. lalu  contoh  
diberi kode A, B, C, D, E, F, G, H dan I. 
Gambar 1. contoh  jajanan 
Uji boraks dan formalin dilakukan 
secara kualitatif pada contoh  jajanan dengan 
memakai test kit boraks dan test kit 
formalin. 
Bahan-bahan yang dipakai  dalam 
penelitian ini yaitu  contoh  jajanan yang 
diambil dari beberapa penjual jajanan yang 
ada disekitar Universitas bhre wirabumi  todanan blora jawatengah , 
test kit boraks dan formalin (chemkit) dan 
aquades. 
Alat-alat yang dipakai  dalam 
peneltian ini yaitu  kertas label, telenan, 
pisau, tabung reaksi 10 ml, beaker glass 50 ml 
dan 500 ml, spatula, pipet dan spidol. 
Pengujian Boraks 
1. contoh  dicincang kecil-kecil. 
2. Masukkan contoh  sebanyak 1 gram 
kedalam tabung reaksi 10 ml. 
3. Tambahkan aquades sebanyak 2-3 ml. 
4. Aduk contoh  dengan memakai spatula 
hingga tercampur rata. 
5. Teteskan reagen boraks sebanyak 20 tetes. 
lalu  celupkan paper test kit (kertas 
lakmus) dan tempel paper test kit 
disamping tabung reaksi, tunggu hingga 10 
menit dibawah terik matahari. Dengan 
tujuan agar reagen boraks bereaksi dengan 
maksimal. 
6. sesudah  10 menit, lihat perubahan warna 
pada paper test kit. bila paper test kit 
berubah warna menjadi merah bata atau 
merah kecoklatan, maka contoh  
dinyatakan positif mengandung boraks. 
Dan jika tidak terjadi perubahan warna, 
maka contoh  dinyatakan negatif 
mengandung boraks. 
Pengujian Formalin 
1. contoh  dicincang kecil-kecil. 
2. Masukkan contoh  sebanyak 10 gram 
kedalam beaker glass 50 ml. 
3. Rendam contoh  dengan aquades. 
4. Ambil larutan contoh  sebanyak 1 ml 
kedalam tabung reaksi 10 ml. 
5. Teteskan reagen 1 formalin sebanyak 5 
tetes, sesudah  itu tambahkan reagen 2 yang 
beruapa serbuk sebanyak 1 sendok kecil 
(bagian alat di test kit). lalu  tunggu 
selama 10 menit untuk mengetahui 
perubahan warna yang akan terjadi pada 
larutan contoh . bila larutan berubah 
warna menjadi pink keunguan, maka 
contoh  dinyatakan positif mengandung 
formalin. Dan jika tidak terjadi perubahan 
warna, maka contoh  dinyatakan negatif 
mengandung formalin. 
Teknik pengumpulan data dalam 
penelitian ini ada 2 yaitu teknik wawancara 
dan uji laboratorium. Wawancara yaitu 
mendapatkan informasi dengan cara bertanya 
langsung kepada responden (penjual jajanan) 
yang meliputi jenis kelamin (laki-laki atau 
perempuan), usia penjual (17-25 tahun, 26-35 
tahun, 36-45 tahun dan 46-55 tahun), tingkat 
 pendidikan (tidak tamat SD, tamat SD, tamat 
SMP, tamat SMA dan tamat perguruan 
tinggi), masa kerja penjual makanan jajanan 
(≤ 1 tahun, 1-5 tahun, 6-10 tahun dan ≥ 10 
tahun) dan kepemilikan usaha (sendiri atau 
bukan milik sendiri). Uji laboratorium pada 
penelitian ini dipakai  untuk mengetahui 
apakah jajanan disekitar Universitas bhre wirabumi  
todanan blora jawatengah  mengandung boraks dan formalin 
atau tidak. 
 

Populasi dalam penelitian ini yaitu  
penjual jajanan yang berada disekitar 
Universitas bhre wirabumi  todanan blora jawatengah . Dari hasil 
wawancara, diperoleh  data sebagai pada 

Hasil uji kandungan boraks dan 
formalin yang dilakukan secara kualitatif 
dengan memakai test kit terhadap 9 
contoh  jajanan yang ada disekitar Universitas 
bhre wirabumi  todanan blora jawatengah  dapat dilihat pada Tabel 2 
berikut ini. 
berdasar  Tabel 2 diketahui bahwa 
dari 9 contoh  jajanan yang diuji secara 
kualitaif dengan memakai test kit 
menunjukkan 2 contoh  (22,22%) positif 
mengandung boraks dan 7 contoh  (77,78%) 
negatif mengandung boraks. Hasil ini  
diperoleh sesudah  membanding-bandingkan  warna 
kertas uji dengan warna kertas standar. 
Pada uji formalin dari 4 contoh  
jajanan yang di uji secara kualitatif, tidak satu 
pun contoh  yang terbukti mengandung 
formalin. Hal ini dilihat dari tidak adanya 
perubahan warna yang terjadi pada contoh  
jajanan yang diuji. 
 
 
 

 
Dari 9 contoh  jajanan yang diuji, 2 
contoh  positif mengandung boraks yaitu 
contoh  H dan I dan 7 negatif mengandung 
boraks yaitu contoh  A, B, C, D, E, F dan G 
yang sudah  disajikan dalam tabel 2. Hal 
ini  dinyatakan positif karena adanya 
perubahan kertas lakmus yang berubah 
menjadi warna merah. Perubahan warna 
merah dipicu  karena pembentukan 
senyawa rososianin berwarna merah dari 
boron dan kurkumin dalam suasana asam. 
Senyawa rososianin inilah yang menjadi 
indikator ada tidaknya boraks dalam contoh  
jajanan yang diuji (Fauziah, 2014). 
 contoh  yang dinyatakan positif yaitu  
contoh  H berupa cireng dan contoh  I 
semacam cilok yang dibalut dengan telur. 2 
contoh  ini memiliki kesamaan yaitu terbuat 
dari tepung-tepungan yang dicampur dengan 
bumbu-bumbu lainnya. Hal ini bisa diduga 
memakai boraks (bleng) untuk 
mengenyalkan adonan agar teksturnya 
menjadi lebih enak saat dimakan.  
 Hal ini juga sama disampaikan oleh 
Fauziah (2014) dalam penelitiannya yang 
berjudul “Kajian keamanan pangan bakso dan 
cilok yang beredar di lingkungan Universitas 
Jember ditinjau dari kandungan boraks, 
formalin dan TPC”. Hasil analisa 
menunjukkan bahwa dari 13 contoh  cilok, 
92% diantaranya positif mengandung 
senyawa berbahaya boraks. Pada contoh  
bakso, dari 30 contoh  yang dianalisa 17% 
diantaranya terdeteksi mengandung senyawa 
berbahaya boraks. 
Boraks merupakan racun bagi semua 
sel. Pengaruhnya terhadap organ tubuh 
tergantung konsentrasi yang dicapai dalam 
organ tubuh. Kadar tertinggi tercapai pada 
waktu diekskresi maka ginjal merupakan 
organ yang paling terpengaruh dibandingkan 
dengan organ yang lain. Dosis fatal 
penggunaan boraks yaitu  5-20 g/hari (Badan 
POM, 2002). Sedangkan menurut standar 
internasional dosis fatal boraks berkisar 3-6 
g/hari untuk bayi dan anak kecil, untuk orang 
dewasa sebanyak 15-20 g/hari (Litovitz et al., 
1998 dalam WHO, 1998). 
Pada uji formalin dengan memakai 
test kit, menunjukkan bahwa tidak satu pun 
jajanan yang mengandung formalin dari 4 
contoh  yang diuji. contoh  ini  diberi 
kode A, B, C dan D. contoh -contoh  ini  
antara lain : contoh  A dan B berupa sosis, 
contoh  C berupa sosis yang dililit mie basah 
dan contoh  D berupa tahu. contoh -contoh  
ini  dinyatakan negatif dikarenakan tidak 
adanya perubahan warna menjadi pink 
keunguan. 
 Hal ini juga sama seperti yang 
dipaparkan dalam penelitian Fauziah (2014) 
pada contoh  cilok dan bakso yang beradar di 
lingkungan Universitas Jember. contoh -
contoh  ini  berjumlah 43 contoh  yang 
terdiri dari 13 contoh  cilok dan 30 contoh  
bakso. berdasar  hasil uji formalin pada 
contoh -contoh  ini  menunjukkan bahwa 
contoh  cilok dan bakso tidak satupun 
menunjukkan hasil positif mengandung 
formalin.  
 Menurut hasil penelitian Maidah 
(2015) yang berjudul “Analisis kualitatif dan 
kuantitatif natrium benzoat, boraks dan 
formalin di lingkungan sekolah dasar 
kecamatan hutan larangan  kota ujunglaut ” 
menunjukkan dari 10 contoh  yang diuji yang 
terdiri dari donat SDN hutan larangan  IV, 
bakwan SDN hutan larangan  IV, donat SD Inpres 
unhas, siomay SD Inpres unhas, cimol SDN 
Bung, siomay SDN Bung, bakwan SDN 
Bung, kecap merk A, B dan C, tidak satupun 
contoh  yang dinyatakan positif mengandung 
boraks dan formalin, namun 3 contoh  
dinyatakan positif mengandung natrium 
benzoat yaitu contoh  kecap merk A, B dan C. 
 Hal ini berbeda dengan penelitian 
yang dilakukan Mudzkirah (2016) di kantin 
UIN ibnu aladinah  ujunglaut , menyatakan dari 12 
contoh  makanan jajanan yang diuji, 6 contoh  
positif mengandung formalin. contoh -contoh  
ini  antara lain : mie, tahu, bakso, mie 
goreng, mie pangsit dan tahu bakso. Dari 6 
contoh  yang dinyatakan positif, selanjutnya 
contoh  akan diuji kadar formalinnya dengan 
mengguanakan metode spektrofotometer UV-
VIS. Dari hasil pemeriksaan, kadar formalin 
paling tinggi ada  pada contoh  mie 
dengan kadar 1,7140 mg/L dan yang paling 
rendah yaitu  contoh  tahu dengan kadar 
0,6631 mg/L.  
 Formalin merupakan zat berbahaya 
bagi tubuh manusia. Uap formalin dapat 
menimbulkan iritasi mata dan hidung, serta 
gangguan saluran pernafasan. Hal ini 
dipicu  karena senyawa formalin cepat 
bereaksi dengan asam amino yang 
menyebabkan protein tubuh tidak dapat 
berfungsi. Dampak dari pemaparan ini 
formalin terakumulasi pada lapisan lendir 
saluran pernapasan dan saluran pencernaan. 
Formalin yang masuk ke tubuh manusia di 
bawah ambang batas akan diurai dalam waktu 
1,5 menit menjadi CO2. Ambang batas yang 
aman yaitu  1 miligram perliter 
Ciri Makanan Mengandung Boraks dan 
Formalin 
 Berikut merupakan ciri makanan 
jajanan yang mengandung boraks dan 
formalin menurut BPOM (2014) : 
1) Makanan mengandung boraks 
a. Bakso : Teksturnya kenyal, dengan warna 
cenderung sedikit putih dan rasanya 
sangat gurih. 
b. Kerupuk : Teksturnya sangat renyah dan 
bisa menimbulkan rasa getir. 
2) Makanan mengandung formalin 
a. Tidak rusak sampai 3 hari pada suhu kamar 
(250C) dan bertahan lebih dari 15 hari pada 
suhu lemari es (100C). 
b. Bau menyengat dari formalin. 
c. Mie basah tidak lengket dan tidak mudah 
putus. 
d. Tahu memiliki tekstur sedikit keras, kenyal 
namun padat.  
e. Ikan berformalin : Warna insang merah tua 
tidak cemerlang, bukan merah segar, dan 
warna daging ikan putih bersih. Tidak 
rusak sampai 3 hari pada suhu kamar. 
f. Ikan asin berformalin : Bersih cerah dan 
tidak berbau khas ikan asin. Tidak 
dihinggapi lalat di area berlalat, tidak rusak 
sampai lebih dari 1 bulan pada suhu 250C. 
g. Bakso berformalin : Teksturnya sangat 
kenyal, tidak rusak sampai 2 hari pada 
suhu kamar. 
h. Ayam berformalin : Teksturnya kencang, 
tidak disukai lalat, tidak rusak sampai 2 
hari pada suhu kamar. 
Jajanan Disekitar Universitas bhre wirabumi  
yang Mengandung Boraks dan Formalin 
Dari penelitian dapat dilihat pada Tabel 
2 yang menyatakan bahwa contoh  yang 
positif mengandung boraks yaitu  contoh  H 
berupa cireng dan I berupa cilok yang dibalut 
telur. Kedua  contoh  ini  positif 
mengandung boraks. Hasil ini  diperoleh 
sesudah  membanding-bandingkan  warna kertas uji 
(kertas lakmus) dengan warna kertas uji 
standar.  
Sedangkan pada uji formalin, tidak satu 
pun contoh  yang terbukti mengandung 
formalin. Hal ini dilihat dari tidak adanya 
perubahan warna yang terjadi pada contoh  
jajanan yang diuji. 
Sehingga contoh  yang aman untuk 
dikonsumsi yaitu  contoh  A dan B berupa 
sosis, contoh  C berupa sosis yang dililit mie, 
contoh  D berupa tahu, contoh  E berupa iteng, 
contoh  F berupa sempol dan contoh  G berupa 
pempek. contoh -samepl ini  tidak 
terbukti mengandung boraks dan formalin. 
 

berdasar  hasil penelitian yang sudah  
dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa : 
1. contoh  yang positif mengandung boraks 
yaitu  contoh  H berupa cireng dan I 
berupa cilok yang dibalut telur. Hasil 
ini  diperoleh sesudah  membanding-bandingkan  
warna kertas uji (kertas lakmus) dengan 
warna kertas uji standar. 
2. contoh  terbukti tidak satu pun yang 
mengandung formalin. Hal ini dilihat dari 
tidak adanya perubahan warna yang 
terjadi pada contoh  jajanan yang diuji. 
3. contoh  yang positif mengandung boraks dan 
formalin tidak ditemukan. Yang ditemukan 
hanya contoh  yang positif mengandung 
boraks saja yaitu contoh  H berupa cireng dan 
I berupa cilok yang dibalut telur. 
4. Jajanan yang aman dikonsumsi yaitu  
contoh  A dan B berupa sosis, contoh  C 
berupa sosis yang dililit mie, contoh  D 
berupa tahu, contoh  E berupa iteng, 
contoh  F berupa sempol dan contoh  G 
berupa pempek. Sampe-contoh  ini  
dinyatakan negatif mengandung boraks 
dan formalin.   
1.  Perlu dilakukan penelitian lanjutan pada 
contoh  jajanan disekitar Universitas 
bhre wirabumi  todanan blora jawatengah , seperti pengujian 
saos yang dipakai  pada jajanan dan 
melakukan pengujian boraks dan 
formalin memakai bahan alami 
(misal untuk boraks memakai kunyit 
(Fuad, 2014) dan formalin memakai 
sari kulit buah naga (Wardani dan 
Anggraini, 2015)). 
2.  Perlu dilakukan penelitian serupa secara 
kuantitatif untuk mengetahui kadar 
kandungan boraks dan formalin dalam 
jajanan. Dan juga bisa dilakukakan uji 
makanan lain seperti : TPC (total plate 
count), coliform, e.coli, pewarna 
makanan (rodhamin B dan methanyl 
yellow) dan pemanis jajanan. 
 

nutrisi


 




Masa sekolah merupakan masa dimana anak 
mengenal lingkungan di luar kehidupan rumah 
ataupun keluarga. Anak usia sekolah dasar cenderung 
memiliki aktivitas bermain. Kebutuhan gizi anak 
sebagian besar dipakai  untuk beraktivitas dan 
pembentukan jaringan. Pemenuhan kebutuhan gizi 
pada anak, salah satunya adalah dengan 
memperhatikan pola asupan pada anak dalam 
kesehariannya.1 
Usia sekolah dasar merupakan salah satu 
kelompok yang rawan mengalami masalah gizi. 
Masalah gizi yang sering dijumpai pada anak sekolah 
yaitu overweight dan underweight. Prevalensi 
obesitas di Indonesia secara nasional meningkat 1,3% 
dari Tahun 2007 ke 2010 menjadi 9,2%. Menurut 
Riskesdas Tahun 2013, diketahui prevalensi obesitas 
pada anak usia 5-12 tahun secara nasional adalah 
sebesar 18,8%, yang terdiri dari gemuk 10,8% dan 
sangat gemuk (obesitas) sebesar 8,0%, sedangkan 
prevalensi gizi kurang/anak kurus secara nasional  
(menurut IMT/U) pada anak umur 5-12 tahun adalah 
11,2%, terdiri dari 4,0% sangat kurus dan 7,2% 
kurus.2 Pada wilayah D.I.Yogyakarta, Prevalensi 
anak dengan kategori gemuk sebesar 9,1%, kategori 
sangat gemuk 6,9%, kategori normal 76,5%, kategori 
kurus 5,8%, dan kategori sangat kurus 1,7%.2 
Kebiasaan sarapan pada anak dapat menjadi 
faktor yang mempengaruhi status gizi (IMT/U). 
Kelebihan berat badan dapat disebabkan karena anak 
melewatkan sarapan sehingga meningkatkan asupan 
jajan terutama jajanan yang tinggi kalori, gula serta 
tinggi lemak,3 akan tetapi anak yang melewatkan 
sarapan dapat juga mengalami underweight. Hal ini 
dikarenakan tidak diimbangi dengan peningkatan 
asupan.4 Studi yang dilakukan di Indonesia, di salah 
satu SD Kota Semarang, dari 426 siswa 19,7% siswa 
mengalami overweight dan obesitas. Subjek dengan 
status gizi lebih terbanyak ditemukan pada usia 11 
tahun (8%). Sebanyak 28 subjek (43,75%) dari 64 
subjek memiliki kebiasaan tidak sarapan dan sering 
jajan.  
Sarapan merupakan kegiatan untuk 
mengonsumsi makanan yang dilakukan pada pagi 
hari. Energi dari sarapan berkontribusi 20-25% dari 
kebutuhan energi total per harinya.5,6Sarapan 
sebaiknya mengandung makanan pokok, lauk hewani 
maupun nabati, sayur serta buah yang mencakup 
karbohidrat, protein, lemak, serat, serta zat gizi mikro 
yang dibutuhkan oleh tubuh. Seorang anak yang 
sering melewatkan sarapan meningkatkan risiko jajan 
di sekolah. 
 Jajanan merupakan makanan dan minuman 
yang dijual di tempat-tempat umum yang dapat 
langsung dimakan dan dikonsumsi tanpa pengolahan 
dan persiapan lagi. Jajanan yang ada  di sekolah 
sangat beraneka ragam. Jajanan yang tinggi kalori, 
karbohidrat dan lemak dapat memicu  terjadinya 
obesitas pada anak.7,8 Selain itu data Pangan Jajanan 
Anak Sekolah (PJAS) yang dilakukan Badan POM RI 
Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan bersama 
26 Balai Besar/Balai POM di Indonesia pada tahun 
2009 menunjukkan bahwa 45% PJAS tidak 
memenuhi mutu dan keamanan pangan karena 
mengandung bahan kimia berbahaya, Bahan 
Tambahan Pangan (BTP) yang melebihi batas aman, 
serta akibat cemaran mikrobiologi.9,10Jika jajanan 
ini  dikonsumsi oleh anak dapat memicu  
anak rentan sakit dan akan mempengaruhi status gizi 
anak.  
Kebiasaan jajan anak sekolah di Provinsi D.I 
Yogyakarta cenderung meningkat dan memilih 
konsumsi jajan yang kurang sehat. Selain itu tingkat 
konsumsi sayur dan buah juga rendah. Kabupaten 
todanan blora  merupakan daerah dengan konsumsi 
buah dan sayur terendah diantara kabupaten lain di 
Provinsi D.I Yogyakarta (4,8%). Anak laki-laki usia 
6-14 tahun di Kabupaten todanan blora  memiliki  
angka prevalensi gizi kurang sebesar 12,8% yang 
mendekati angka kurus nasional yaitu 13,3% dan 
pada anak perempuan memiliki angka prevalensi gizi 
kurang diatas angka nasional (10,9%) yaitu sebesar 
15,3%, sedangkan prevalensi untuk gizi lebih sebesar 
3,8% pada laki-laki dan 2,0% untuk 
perempuan.11berdasar  latar belakang ini , 
maka peneliti ingin mengetahui lebih lanjut mengenai 
hubungan frekuensi sarapan dan konsumsi jajan 
dengan z-score IMT/U  pada siswa sekolah dasar di 
Kabupaten todanan blora . 
 

 berdasar  perhitungan besar sampel, subjek 
dalam penelitian ini berjumlah 67 orang. Subjek 
diambil memakai  metode simple random 
sampling, dari 80 subjek diambil 67 subjek. Kriteria 
inklusi adalah siswa dengan rentang usia 9-12 tahun, 
bersedia menjadi subjek penelitian dengan mengisi 
informed consent dan mengikuti prosedur penelitian, 
tidak sedang menderita penyakit infeksi akut/kronik 
atau dalam perawatan dokter. Kriteria eksklusi yaitu 
subjek pindah  sekolah dan mengundurkan diri 
selama proses penelitian berlangsung.  
 Variabel bebas dalam penelitian ini adalah 
frekuensi sarapan dan konsumsi jajan sedangkan 
variabel terikat adalah z-score IMT/U. Pengumpulan 
data karakteristik sampel didapatkan dari kuesioner 
yang terdiri dari nama, jenis kelamin, usia, tanggal 
lahir, kelas, dan uang saku. Data frekuensi sarapan 
diperoleh melalui wawancara dan dihitung 
berdasar  frekuensi subjek melakukan sarapan 
selama seminggu. Frekuensi sarapan dikatakan sering 
jika subjek melakukan sarapan ≥4 kali/minggu dan 
dikategorikan jarang jika subjek melakukan sarapan 
<4 kali/minggu. Data konsumsi jajan dan asupan 
energi diperoleh melalui food frequency 
questionnaire (FFQ). Energi jajan dikategorikan 
rendah jika <10%, cukup jika 10-20%, dan dikatakan 
lebih jika >20% dari total energi. Asupan energi 
dikategorikan lebih apabila >110% AKG, cukup 
apabila 80-110% AKG dan kurang apabila <80% 
AKG.12 Data aktivitas fisik dihitung melalui 
kuesioner aktivitas fisik. Aktivitas fisik dikategorikan 
ringan apabila ≤2000 kkal, sedang 2001-2400 kkal, 
dan berat 2401-2600 kkal.13 Status gizi (z-score 
IMT/U) diperoleh melalui pengukuran berat badan 
dan tinggi badan. Pengukuran berat badan 
memakai  timbangan digital dengan ketelitian 0,1 
kg dan pengukuran tinggi badan memakai  
microtoise dengan ketelitian 0,1 cm dimana saat 
pengukuran subjek tidak memakai sepatu dan ikat 
pinggang.   
 Pengolahan dan analisis data dilakukan 
memakai  program komputer. Analisis data 
memakai  univariat, bivariat dan multivariat. 
Analisis univariat dipakai  untuk mendeskripsikan 
masing-masing variabel. Data diuji normalitasnya 
memakai  uji Kolmogorov-Smirnov (n>50) 
dengan nilai kemaknaan p>0,05. Analisis bivariat 
dipakai  untuk mengetahui hubungan masing-
masing variabel frekuensi sarapan, konsumsi jajan, 
aktivitas fisik, dan asupan energi dengan variabel z-
score IMT/U memakai  uji korelasi Rank 
Spearman karena data berdistribusi tidak normal. 
Analisis multivariat dipakai  untuk mengetahui 
variabel prediktor dari z-score IMT/U memakai  
uji regresi linier ganda.  
Jumlah subjek penelitian ini sebanyak 67 orang 
yang terdiri dari 38 anak laki-laki dan 29 anak 
perempuan pada rentang usia 9-12 tahun. Kebiasaan   
sarapan subjek berkisar 4 kali/minggu. Median 
aktivitas fisik subjek tergolong sedang. Median untuk 
asupan energi subjek adalah 1342 kkal. Karakteristik 
subjek selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.  
 

 
Distribusi Frekuensi Sarapan, Konsumsi Jajan, 
Aktivitas Fisik, Asupan Energi, dan Status Gizi 
 Tabel 2. menunjukkan sebanyak 62,5% subjek 
yang memiliki kebiasaan jarang sarapan memiliki 
status gizi overweight (IMT/U >1 SD). Subjek 
dengan konsumsi jajan berlebih dan memiliki status 
gizi overweight sebanyak 66,67% subjek. Subjek 
yang memiliki aktivitas ringan dan  mengalami 
overweight sebesar 73,9%. Selain itu, subjek dengan 
asupan energi lebih dan mengalami overweight 
sebanyak 11 orang (91,7%).  
Gambaran Frekuensi Sarapan Siswa dengan 
Konsumsi Jajan 
 Tabel 3. menunjukkan gambaran frekuensi 
sarapan siswa dengan konsumsi jajan. Siswa yang 
jarang sarapan dan memiliki konsumsi jajan berlebih 
sebesar 57,1%. Siswa yang sering sarapan, sebagian 
besar memiliki konsumsi jajan yang tergolong cukup 
yaitu sebesar 80,6%. Rerata persentase asupan jajan 
terhadap total kebutuhan sehari untuk siswa yang 
sering sarapan sebesar 17,3% sedangkan untuk siswa 
yang jarang sarapan sebesar 20,04%. 
Gambaran  Subjek berdasar  Jenis Sarapan 
Tabel 4. menunjukkan bahwa sebanyak 24 
orang (35,8%) siswa sarapan dengan jenis sarapan 
berupa makanan pokok dan hewani. Sebanyak 29,9% 
sarapan subjek berupa makanan pokok, lauk 
(hewani/nabati) dan susu. 
Distribusi Subjek Menurut Pemilihan Makanan 
Jajanan 
 Tabel 5. menunjukkan variasi jajanan yang ada 
di Kabupaten todanan blora . Pemilihan makanan 
jajanan pada 67 subjek yang diteliti menunjukkan 
hasil yang beragam. Jajanan yang sering dikonsumsi 
subjek  adalah singkong dan olahannya, cilok, serta 
gorengan. 
 
Hubungan antara frekuensi sarapan, konsumsi 
jajan, aktivitas fisik, dan asupan energi dengan z-
score IMT/U 
Tabel 6, diketahui bahwa ada  hubungan 
frekuensi sarapan, konsumsi jajan, aktivitas fisik dan 
asupan energi dengan z-score IMT/U (p<0,05). 
Semakin jarang anak sarapan, maka z-score IMT/U 
semakin tinggi. Semakin  tinggi asupan energi dan 
jajan, maka semakin tinggi pula z-score IMT/U. 
Semakin rendah aktivitas fisik, maka z-score IMT/U 
semakin tinggi.  
 
Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa 
semua variabel memiliki p<0,25, kemudian variabel-
variabel ini  dianalisis lebih lanjut memakai  
analisis regresi linier ganda untuk mengetahui 
variabel prediktor dari variabel z-score IMT/U. Hasil 
uji regresi linier ganda akan dinyatakan dalam Tabel 
7. 
 

Hasil analisis regresi linier ganda 
menunjukkan bahwa variabel konsumsi jajan, 
aktivitas fisik, dan asupan energi menjadi variabel 
prediktor dari z-score IMT/U. Angka Adjusted R 
square adalah 0,573 menunjukkan bahwa 57,3% 
variasi z-score IMT/U dapat dijelaskan oleh 
konsumsi jajan, aktivitas fisik, dan asupan energi 
  
 berdasar  hasil penelitian di Kabupaten 
todanan blora , seperempat subjek mengalami 
overweight yaitu sebesar 25,4% dari 67 sampel. 
Subjek dengan status gizi lebih (z-score >1 SD) 
ditemukan pada anak usia 9 tahun sebesar 9%, usia 
10 tahun sebesar 9% dan pada usia 11 tahun sebesar 
7,5%. 
 Pada penelitian ini diketahui bahwa anak 
yang jarang sarapan sebanyak 24 orang dan sebanyak 
15 orang (62,5%) mengalami overweight. Hal ini 
sesuai dengan teori bahwa anak atau remaja yang 
meninggalkan sarapan akan berisiko untuk menjadi 
overweight (z-score >1 SD) atau obesitas 
dibandingkan dengan mereka yang sarapan.7 
Penelitian yang dilakukan oleh Watanabe dan Tin 
menunjukkan bahwa anak yang sering melewatkan 
sarapan akan memiliki indeks massa tubuh yang lebih 
besar.14,15 Hal ini terjadi ketika anak melewatkan 
sarapan dan merasa lapar maka mereka akan 
mengkonsumsi makanan berkalori lebih tinggi yang 
didapatkan dari makanan jajanan.16berdasar  
penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa makanan 
yang dikonsumsi biasanya memiliki densitas energi 
lebih tinggi.17 Makanan dengan densitas energi tinggi 
biasanya memiliki kandungan karbohidrat sederhana, 
gula dan lemak yang tinggi pula.18 berdasar  uji 
bivariat, ditemukan bahwa ada  hubungan antara 
frekuensi sarapan dengan z-score IMT/U secara 
statistik. 
 Dilihat dari jenis sarapan, sebanyak 35,8% 
subjek mengonsumsi sarapan dengan jenis makanan 
pokok dan hewani. Sebanyak 29,9% subjek 
mengonsumsi sarapan dengan jenis makanan pokok, 
lauk (hewani/nabati), dan susu. Jenis makanan pokok 
yang sering dikonsumsi di Kabupaten todanan blora  
diantaranya nasi, singkong dan olahannya (gathot dan 
tiwul). Jenis lauk hewani yang sering dikonsumsi 
yaitu telur ayam, telur itik, daging ayam, dan ikan 
sedangkan untuk lauk nabati yaitu tahu dan tempe. 
Sayuran yang sering dikonsumsi diantaranya gudeg, 
daun pepaya, bayam, gudangan dan trancam. Jenis 
buah yang paling sering dikonsumsi yaitu pisang, 
pepaya dan jambu. Energi setiap sarapan pada anak 
yang sering melakukan sarapan (43 orang) berkisar 
350,18 kkal sampai 625,24 kkal dengan rata-rata 
492,61±80,79 kkal. DEPKES RI mengatakan bahwa 
sarapan yang baik harus  memenuhi 15-30% dari 
kebutuhan energi total sehari.19 
 Hasil penelitian tentang konsumsi jajan 
menunjukkan bahwa subjek dengan asupan jajan 
berlebih sebanyak 21 orang dan 14 subjek (66,67%) 
mengalami overweight. Rerata energi dari makanan 
jajanan adalah 365,9±169,94 kkal dengan median 315 
kkal. ada  kejadian yang bermakna antara 
konsumsi jajan dengan z-score IMT/U secara 
statistik. Hal ini sesuai dengan teori yang 
menyebutkan bahwa asupan jajan dan ngemil 
berkaitan dengan kejadian overweight dan obesitas.20 
  Kebiasaan jajan sangat dipengaruhi oleh 
uang saku yang dimiliki.21 Dalam penelitian ini, uang 
saku yang didapat siswa  berkisar Rp 2000,00 sampai 
Rp 10000,00. Peran orang tua terhadap pemakaian  
uang saku sangat berpengaruh. Kurangnya nasihat 
dan arahan dari orang tua tentang pemanfaatan uang 
saku akan mendorong anak untuk memanfaatkannya 
secara bebas. Pemberian uang saku mempengaruhi 
kebiasaan jajan pada anak usia sekolah.22 Siswa yang 
mendapatkan uang saku lebih besar, cenderung 
memiliki frekuensi jajan lebih sering. Pemilihan 
makanan jajanan pada anak-anak di Kabupaten 
todanan blora  sangat beragam. Mayoritas anak-anak 
memilih jajanan berupa singkong dan olahannya 
sebanyak 14 orang (20,9%), cilok sebanyak 11 orang 
(16,42%), gorengan sebanyak 10 orang (14,93%), 
pisang dan olahannya sebanyak 7 orang (10,45%). 
  Variabel perancu dalam penelitian ini 
terbukti berkaitan dengan kejadian overweight. 
Variabel perancu dalam penelitian ini yaitu aktivitas 
fisik dan asupan energi. Hal ini  sesuai dengan 
teori bahwa aktivitas fisik mempengaruhi status gizi 
seseorang. Obesitas dapat disebabkan karena 
kurangnya aktivitas fisik, meningkatnya asupan 
kalori dan gaya hidup yang sedentari.23,24,25 Skor 
rerata untuk aktivitas fisik anak  adalah 
2032,4±229,42 kkal dengan median 2030 kkal. 
 Menurut teori, aktivitas fisik sangat 
mempengaruhi nilai z-score IMT/U seseorang. Orang 
dengan aktivitas fisik yang tinggi akan memiliki berat 
badan, IMT, dan lemak yang jauh lebih rendah 
dibandingkan dengan orang yang memiliki aktivitas 
fisik rendah. Aktivitas fisik merupakan gerakan 
yang disebabkan oleh kontraksi otot yang dapat 
menghasilkan pengeluaran energi. Berbagai kegiatan 
yang dilakukan saat melakukan pekerjaan merupakan 
cerminan kuantitas dari aktivitas fisik. Selama 
melakukan aktifitas fisik, otot membutuhkan energi 
untuk menghantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke 
seluruh tubuh dan mengeluarkan sisa-sisa tubuh. 
Banyaknya energi yang dibutuhkan tergantung pada 
berapa banyak otot yang bergerak, berapa lama dan 
berapa berat pekerjaan yang dilakukan. Kurangnya 
aktivitas fisik memicu  banyak energi yang 
tersimpan sebagai lemak, sehingga orang-orang yang 
kurang melakukan aktivitas fisik cenderung menjadi 
gemuk. Hal ini menjelaskan bahwa tingkat aktivitas 
fisik berkontribusi terhadap kejadian berat badan 
berlebih terutama orang dengan kebiasaan sedentari.  
 Kejadian overweight juga dipengaruhi oleh 
besarnya energi yang diasup perharinya. Anak 
dengan asupan lebih dan mengalami overweight 
sebanyak 11 orang (91,7%). Faktor asupan makanan 
memiliki peranan penting pada terjadinya obesitas. 
Obesitas pada hakekatnya merupakan timbunan 
triasilgliserol berlebih pada jaringan lemak akibat 
asupan energi berlebih dibanding pemakaian nya. 
Pengendalian asupan makanan melibatkan proses 
biokimiawi yang menentukan rasa lapar dan kenyang 
termasuk penentuan selera makanan, nafsu makan, 
dan frekuensi makannya.28 Besar dan aktifitas 
penyimpanan energi, terutama di jaringan lemak 
dikomunikasikan ke sistem saraf pusat melalui 
mediator leptin dan sinyal transduksi lain. 
Tampaknya, alur leptin merupakan regulator 
terpenting dalam keseimbangan energi tubuh. Mutasi 
gen-gen penyandi leptin dan sinyal transduksi 
ini  akan mempengaruhi pengendali asupan 
makanan dan menjurus ke timbulnya obesitas.29 
Orang obesitas biasanya mengalami defisiensi leptin. 
 Hasil uji regresi linier ganda terhadap variabel 
bebas menunjukkan bahwa konsumsi jajan, aktivitas 
fisik, dan asupan energi memiliki pengaruh yang 
bermakna terhadap z-score IMT/U. Variabel z-score 
IMT/U digambarkan sebesar 57,3% oleh konsumsi 
jajan, aktivitas fisik, dan asupan energi. Variabel 
frekuensi sarapan tidak termasuk dalam variabel 
prediktor karena variabel ini  memiliki p lebih 
tinggi dibandingkan dengan p pada variabel lainnya.  
 Selain itu, sebuah penelitian menyebutkan 
bahwa z-score IMT/U lebih dipengaruhi oleh asupan 
gizi terhadap kebutuhan dalam sehari, bukan dari 
jumlah berapa kali sarapan. Z -score IMT/U 
diduga bukan dipengaruhi secara langsung oleh 
frekuensi sarapan karena frekuensi sarapan yang 
teratur belum tentu kualitasnya baik. Sementara itu 
sarapan hanya mewakili 1 kali waktu makan, 
sedangkan dalam sehari frekuensi makan dilakukan 
sebanyak 3 kali waktu makan. Penelitian sebelumnya 
menyebutkan bahwa z-score IMT/U dipengaruhi oleh 
faktor langsung seperti asupan makanan dan status 
kesehatan. Melakukan sarapan secara teratur belum 
tentu meningkatkan z-score IMT/U seseorang karena 
makanan sarapan hanya mengandung 25% dari 
kebutuhan total energi harian apabila mengandung 
semua unsur gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Hasil 
penelitian sebelumnya juga menyebutkan bahwa 
hanya ada  sedikit hubungan antara frekuensi 
sarapan dengan z-score IMT/U, berdasar  hasil 
analisis prospektif yang dilakukan frekuensi sarapan 
berbanding terbalik dengan Indeks Massa Tubuh 
(IMT).30  
Penelitian ini membuktikan bahwa ada  
hubungan frekuensi sarapan, konsumsi jajan, 
aktivitas fisik, dan asupan energi dengan z-score 
IMT/U pada anak sekolah dasar. Variabel z-score 
IMT/U digambarkan sebesar 57,3% oleh konsumsi 
jajan, aktivitas fisik, dan asupan energi.  
Nilai z-score IMT/U pada anak dapat 
dipengaruhi oleh konsumsi jajan, aktivitas fisik, dan 
asupan energi. Pemberian edukasi penyuluhan gizi 
kepada guru, orang tua, dan siswa perlu dilakukan 
secara berkala dan terintegrasi terkait konsumsi jajan, 
aktivitas fisik, dan asupan energi. Hal ini bertujuan 
untuk mengontrol konsumsi jajan dan asupan energi 
pada anak serta untuk meningkatkan  aktivitas fisik 
guna mencegah terjadinya obesitas . 
 

aneka roti












Roti yaitu  sebuah penganan sumber 
karbohidrat yang dianggap sangat praktis untuk 
kehidupan masa kini yang serba cepat dan 
praktis. Secara definitif, roti yaitu  makanan 
yang terbuat dari tepung terigu yang diragikan 
dengan ragi roti dan dipanggang. Kedalam 
adonan roti dapat dtambahkan berbagai 
tambahan pelezat seperti coklat, kismis, selai 
beraneka rasa dan lain sebagainya. Banyak 
kaum milenial sarapan pagi hanya dengan roti 
dan susu atau teh. Begitu juga dengan makan 
malam. Rasa yang enak dan beragam, bentuk 
yang unik tanpa mengurangi kandungan gizi 
didalamnya menjadi alasann utama mengapa 
roti menjadi sebuah pilihan utama dalam menu 
sehari-hari.   

Sejarah Roti 
Roti pertama kali berkembang di zaman 
kebudayaan Mesopotamia di wilayah Mesir 
10.00-12.000 tahun yang lalu. Wilayah ini 
memiliki perkebunan gandum sebagai salah 
satu bahan makanan utama saat itu. Pada 
masa inilah tepung gandum ditemukan pertama 
kali dan mendorong pengolahan lebih lanjut 
atas tepung tersebut menjadi roti seperti yang 
dikenal sekarang. Perkembangan roti di Mesir 
kemudian menyebar hingga ke Yunani sampai 
akhirnya merata di seluruh daratan Eropa. Dari 
masa kebudayaan Mesir sampai sekarang, roti 
telah mengalami perkembangan sangat pesat 
seiring dengan penemuan dibidang teknologi 
yang membantu pengolahan roti. 
Perkembangan tersebut juga disesuaikan 
dengan kondisi geografis dimasing-masing 
daerah sehingga seluruh dunia memiliki roti 
khas masing-masing seperti Roti Canai di India, 
Roti Pita di Timur Tengah dan Tortilla di 
Meksiko.  
Roti juga menjadi penanda status sosial 
masyarakat pada jaman dahulu. Roti yang 
berasal dari tepung putih sangat sulit 
didapatkan dan harganyapun sangat mahal 
sehingga yang mampu mengkonsumsinya 
hanyalah kalangan mampu saja.. semakin 
hitam roti yang dihasilkan maka harganyapun 
semakin murah. 
 
JENIS-JENIS ROTI 
Seiring perkembangan jaman, ada beberapa 
jenis roti yang dikenal sekarang. Roti tersebut 
antara lain: 
a. Roti gandum 
 
Gambar 1. Roti Gandum 

 
Roti gandum banyak diproduksi di 
Australia dan Amerika. Roti gandum 
merupakan roti bertekstur kasar dengan 
warna coklat. Jenis roti ini kaya akan serat 
dan warna coklatnya berasal dari serealin 
yaitu lapisan sel yang terdapat pada 
sereal. Kandungan serat yang banyak 
pada roti gandum sangat baik untuk menu 
diet. Roti gandum cocok disandingkan 
dengan salad, baik sayur ataupun buah 
 
b. Baguette 
 
 
Gambar 2. Baguette 

 
Baguette yaitu  roti tradisional Prancis 
yang memiliki panjang hingga mencapai 50 
cm.  Roti ini juga dikenal dengan nama roti 
tongkat. Roti ini memiliki kulit keras, 
berwarna coklat dan bagian dalamnya 
banyak terdapat lubang-lubang. Baguette 
biasanya diiris tipis-tipis lalu disajikan 
dengan sup atau dipanggang dan diberi 
aneka macam topping sesuai selera. 
 
c. Croissant 
 
Gambar 3. Croissant 

 


 
Croissant juga berasal dari Prancis. 
Croissant berbentuk mirip bulan sabit. Roti 
ini dibuat dari adonan berlapis, teksturnya 
renyah, dan empuk. Croissant biasanya 
disajikan saat sarapan dengan diolesi 
mentega dan selai buah. 
 
d. Bagel 
 
 
Gambar 4. Bagel 

 
Bagel yaitu  roti khas dari Eropa Timur 
yang bentuknya bulat seperti donat, tapi 
bagian dalam lebih padat. Bagel disajikan 
pada saat makan pagi, dibelah, dibakar 
dan diolesi keju krim. Pada adonan bagel 
biasanya ditambahkan kismis, blueberry, 
bawang, atau wijen. 
 
e. Crumpet 
 
 
Gambar 5. Crumpet 

 
Crumpet yaitu  sejenis roti muffin namun 
teksturnya lebih lembab dan berasal dari 
Inggris. Crumpet sering disajikan dengan 
diolesi krim padat atau mentega dan 
dimakan pada saat minum teh. Sebelum 
dihidangkan, roti ini biasa dipanggang atau 
dibakar terlebih dahulu 
 
f. Corn Bread 
 
 
Gambar 6. Corn bread 

 
Sesuai dengan namanya, jenis roti ini 
merupakan roti yang terbuat dari jagung. 
Melihat bahan dasar tersebut, corn bread 
memiliki banyak kandungan nutrisi yang 
baik bagi tubuh. Corn bread cocok 
dimakan sendiri sebagai camilan atau 
sarapan dengan rasanya yang manis. 
Corn bread berasal dari Amerika 
 
g. Sourdough 
 
 
Gambar 7. Sourdough 

 
Sour berarti asam, sedangkan dough 
berati adonan. Jadi bisa diartikan 
Sourdough yaitu  jenis roti yang memiliki 
rasa masam. Sourdough memakai  
ragi khusus yang mampu memunculkan 
cita rasa unik asam tersebut. Sourdough 
sangat pas untuk dinikmati dengan 
hidangan laut. Sourdough sendiri 
merupakan roti khas San Fransisco, 
Amerika 

 
 
 
Gambar 8. Pita 

 
Roti Pita bentuknya bulat dan pipih, 
disebut juga Roti Arab karena dikonsumsi 
mayoritas oleh penduduk Timur Tengah. 
Pita memiliki tekstur yang kenyal dan 
lembut. Pita terbuat dari adonan puff dan 
dipanggang dalam oven bata dengan suhu 
sekitar 232°C. Pita memiliki rasa yang 
cukup hambar dengan bagian tengah yang 
kosong sehingga cocok dimakan bersama 
berbagai jenis hidangan mulai dari asin 
hingga manis. Pita biasanya disajikan 
dengan kombinasi keju, meses, selai, kare, 
gulai, atau susu manis 
 
Pengertian  Produksi 
      Produksi yaitu  proses pengubahan bahan 
baku menjadi barang jadi atau juga sebagai 
menambah nilai pada suatu produk (barang 
dan jasa) agar bisa memenuhi kebutuhan 
masyarakat.  
 
Teori Proses Produksi 
Proses produksi yaitu  suatu kegiatan yang 
menggabungkan berbagai faktor produksi yang 
ada dalam upaya menciptakan suatu produk, 
baik itu barang atau jasa yang memiliki manfaat 
bagi konsumen. Adapun beberapa tujuan 
proses produksi yaitu  sebagai berikut: Untuk 
menghasilkan suatu produk (barang/ jasa). 
 

Dalam penelitian ini, data yang dipakai  
yaitu  berupa primer yang diperoleh langsung 
dari proses pembuatan roti rumahan dan juga 
data sekunder yang diperoleh dari literatur-
literatur yang berkaitan dengan materi jurnal. 
Berikut flowchart alur penulisan jurnal ini. 
 
Bahan-Bahan Pembuatan Roti 
Roti yaitu  makanan berbahan dasar utama 
tepung terigu dan air, yang difermentasikan 
dengan ragi, tetapi ada juga yang tidak 
memakai  ragi. Namun kemajuan teknologi 
manusia membuat roti diolah dengan berbagai 
bahan seperti garam, minyak, mentega, 
ataupun telur untuk menambahkan kadar 
protein di dalamnya sehingga didapat tekstur 
dan rasa tertentu. Roti termasuk makanan 
pokok di banyak negara Barat. 
Bahan baku untuk proses pembuatan roti dapat 
digolongkan menjadi tiga kelompok. Kelompok 
pertama yaitu  bahan pokok atau bahan 
utama seperti tepung terigu, ragi dan air. 
Selanjutnya yaitu  kelompok bahan penambah 
rasa yaitu gula, garam, lemak dalam bentuk 
shortening, mentega atau margarin, susu dan 
telur. Kelompok ketiga yaitu  kelompok 
tambahan berupa mineral yeast food (MYF), 
malt, dan emulsifier, yang berfungsi untuk 
meningkatkan mutu adonan (dough improver) 
dan pengawet terutama terhadap jamur. 
Tepung 
Tepung biasanya dipergunakan untuk 
keperluan rumah tangga, bahan baku industri, 
maupun keperluan penelitian. Tepung bisa 
berasal dari bahan nabati, misalnya tepung 
terigu dari gandum, tapioka dari singkong, lalu 
maizena dari jagung. Tidak hanya dari bahan 
nabati saja, tepung juga bisa berasal dari 
hewani, misalnya tepung tulang dan tepung 
ikan. berdasar  kandungan glutennya, 
tepung yang dipakai  dalam pembuatan roti 
dapat dibedakan menjadi: 
1. Tepung protein rendah 
Memiliki kandungan protein sebanyak 5 
sampai 9% yaitu kandungan gluten terendah 
dibandingkan dengan jenis tepung yang lain. 
Tepung jenis ini sangat cocok dipakai  
untuk membuat jenis adonan yang 
membutuhkan tekstur kenyal dan elastis. 
Sangat baik bila dipakai  unutk membuat 
anekan jenis kue kering, biskuit, gorengan 
dan lain sebagainya. 
2. Tepung protein sedang 
Memiliki kadar protein 9,5 sampai 11%. 
Dalam masyarakat sering disebut sebagai 
tepung serba guna karena sangat cocok 
dipakai  dalam berbagai kebutuhan 
pembuatan aneka jenis makanan yang 
memiliki jenis tekstur lembut dan 
mengembang seperti kue basah, pancake, 
martabak dan lain sebagainya.  
3. Tepung protein tinggi 
Memiliki kadar protein 11,4 sampai 14% 
yaitu kandungan gluten tertinggi 
dibandingkan dengan tepung yang lain. 
Tepung protein tinggi dipakai  untuk 
adonan yang memerlukan tekstur yang 
kenyal dan elastis dan dalam prosesnya 
biasanya memakai  ragi sebagai bahan 
tambahan. Tepung inilah yang sering 
dipakai  sebagai bahan baku pembuatan 
roti, donat, mie, pasta dan lainnya. 
4. Tepung self rising 
Biasanya dipakai  oleh para ahli masak 
yang telah memiliki keahlian karena jenis 
tepung ini memiliki harga yang lebih mahal 
dan telah dicampur dengan pengembang 
dan garam sebelumnya. Yang harus 
diperhatikan yaitu  masa kadaluarsa jenis 
tepung ini yang lebih cepat bila 
dibandingkan dengan jenis tepung lainnya. 
Jenis tepung ini biasanya dipakai  untuk  
membuat muffin, pancake dan lain 
sebagainya 
5. Tepung gandum utuh (whole wheat flour) 
Dibuat dengan menggiling biji gandum utuh 
tanpa menghilangkan kulitnya sehingga 
warna dari tepung ini cenderung agak 
kecoklatan dan memiliki tekstur yang agak 
kasar, tidak seperti tepung jenis lainnya. 
tepung gandum utuh memiliki kadar protein 
yang tinggi, sehingga sangat menyerap 
cairan dan kaya akan serat. Hasil makanan 
yang memakai  jenis tepung ini 
biasanya akan lebih berat, padat dan 
memiliki cita rasa yang khas serta unik. 
Tepung gandum utuh biasanya dipakai  
untuk membuat aneka roti dan kue kering. 
Ragi 
Bahan wajib yang harus ada dalam proses 
pembuatan roti yaitu  ragi (yeast). Ragi yaitu  
mikroorganisme yang masih termasuk dalam 
kelompok jamur yang mampu hidup di tanah, 
tumbuhan maupun diudara bebas. Sourdough 
yaitu  adonan tepung yang tidak sengaja 
terfermetasi oleh wild yeast di Mesir lebih 
kurang 3000 tahun yang lalu. Inilah awal mula 
roti yang banyak diminati masyarakat dunia 
saat ini. Yeast atau mirkoorganisme ragi alami 
ini memakan gula dan pati tepung, sekaligus 
mengolahnya menjadi karbondioksida. Proses 
inilah yang membuat roti mengembang. Dalam 
pembuatan roti, ada tiga jenis ragi yang paling 
popular yaitu: 
1. Ragi basah (fresh yeast) 
Umumnya berbentuk halus dan padat. 
Biasanya dibentuk balok dan dibungkus 
alumunium foil. Ragi basah mudah rusak 
sehingga harus disimpan dalam keadaan 
beku.  
2. Ragi aktif kering (active dry yeast) 
Ragi jenis ini lebih tahan lama daripada ragi 
basah. Ragi ini perlu diaktifkan terlebih 


dahulu dengan melarutkannya dalam air dan 
gula. Jika muncul gelembung-gelembung 
dari larutan ragi, berarti mikroorganismenya 
sudah hidup kembali dan ragi siap 
dipakai  
3. Ragi instan (instant yeast) 
Bentuk ragi instan lebih halus daripada ragi 
aktif kering. Hanya saja, daya tahannya 
tidak sekuat ragi aktif kering. Jika kemasan 
sudah dibuka, ragi instan harus segera 
dipindah ke dalam wadah kedap udara. Ragi 
jenis ini tidak perlu diaktifkan lagi dengan air 
dan gula. Ragi instan bisa langsung 
dicampur ke adonan tepung 
 
Air 
Air berfungsi sebagai campuran pada tepung 
terigu sehingga membentuk adonan. Proses 
pencampuran air dengan tepung membentuk 
gluten yang sifatnya elastis dan dapat dibentuk. 
Air juga berfungsi sebagai pengontrol suhu 
adonan. Hal ini sangat penting untuk 
diperhatikan karena jika adonan menjadi panas 
saat pengadukan di mixer, dapat terjadi proses 
fermentasi lebih cepat namun pembentukan 
gluten untuk memperkuat struktur roti tidak 
sempurna, sehingga waktu simpan hasil olahan 
roti menjadi pendek. Air yang dipakai  untuk 
pencampuran adonan lebih baik memakai  
air es untuk mencegah terjadinya proses 
fermentasi yang cepat. 
 
Garam 
Garam berfungsi sebagai pengontrol dan 
penstabilisasi rasa pada roti, pengontrol proses 
fermentasi dari ragi juga sebagai pengawet 
alami pada roti 
Gula 
Gula berfungsi sebagai penambah rasa juga 
penambah warna kecoklatan pada roti. Selain 
itu, warna kecoklatan dari proses 
pemanggangan dapat membentuk kerak luar 
yang menambah tekstur pada roti. 
Penambahan gula pada adonan roti juga dapat 
meningkatkan umur simpan roti. 
 
Lemak 
Lemak yang dipakai  pada proses 
pembuatan roti tergolong beragam seperti 
butter, mix butter dan shortening. Lemak 
tersebut memiliki fungsi yang sama, hanya saja 
rasa dan gizi pada butter tersebut berbeda. 
Fungsi dari penambahan lemak pada roti 
yaitu  sebagai pelembut pada roti, sebagai 
pelumas pada adonan roti sehingga adonan 
lebih mudah dibentuk, juga sebagai tambahan 
gizi pada roti. 
 
Susu 
Penambahan susu pada proses pembuatan roti 
bertujuan untuk meningkatkan nutrisi pada roti. 
Namun, pada proses pembakaran, terdapat 
aroma lezat yang dikeluarkan karena 
penambahan susu, selain itu tekstur remah 
pada roti menjadi lebih lembut. 
 
Telur 
Fungsi penambahan telur sebagai penambah 
nutrisi dan gizi juga melembutkan tekstur roti 
 
Bread Improver 
memiliki fungsi sebagai pengawet yang aman 
bagi roti sehingga umur simpan roti lebih lama, 
melembutkan remah roti, menambah volume 
pada roti dan pengontrol masuk dan keluarnya 
gas saat proses fermentasi berjalan 
 
Proses Pembuatan Roti 
Dalam pembuatan roti, ada beberapa tahapan 
yang harus dilakukan yaitu: 
a. Pencampuran 
Secara tradisional ada dua cara 
pencampuran adonan roti, yaitu: 
1. sponge and dough method atau metode 
babon 
Dalam metode babon, sebagaian besar 
tepung dan air, semua ragi roti dan 
garam mineral serta zat pengemulsi 
dicampur menjadi babon.  Babon 
difermentasi selama 3-6 jam, kemudian 
dicampur dengan bahan lainnya.  
2. straight dough method atau cara 
langsung,  
Proses straight dough lebih sederhana 
tetapi kurang fleksibel, karena tidak 
mudah dimodifikasi jika terjadi kesalahan 
dalam proses fermentasi atau tahap 
sebelumnya.  Dalam proses ini seluruh 
bahan dicampur sekaligus menjadi 
adonan sebelum difermentasi 
 
 
3. no time dough 
seluruh bahan dicampur sekaligus, 
adonan langsung dibentuk atau masuk 
ke dalam alat pencampur tanpa 
fermentasi 
4. metode babon cair yang disebut juga 
brew atau broth 
Pada pembuatan babon cair, 25 % 
tepung dibuat babon cair sebelum 
pencampuran adonan 
Tujuan pencampuran yaitu  membuat dan 
mengembangkan sifat daya rekat gluten tidak 
ada dalam tepung.  Tepung mengandung 
protein dan sebagaian besar protein akan 
mengambil bentuk yang disebut gluten bila 
protein itu dibasahi, diaduk-aduk, ditarik, dan 
diremas-remas. 
 
Gambar 10. Pencampuran bahan 

 
b. Peragian 
Tujuan fermentasi (peragian) adonan ialah 
untuk pematangan adonan sehingga mudah 
dibentuk dan menghasilkan produk bermutu 
baik.  Selain itu fermentasi berperan dalam 
pembentukan cita rasa roti. Selama 
fermentasi enzim-enzim ragi bereaksi 
dengan pati dan gula untuk menghasilkan 
gas karbondioksida.  Perkembangan gas ini 
menyebabkan adonan mengembang dan 
menyebabkan adonan menjadi lebih ringan 
dan lebih besar. Suhu normal untuk 
fermentasi yaitu  kurang lebih 26°C dan 
kelembabannya 70-75 %. 
c. Pembentukan 
Pada tahap ini secara berurutan adonan 
dibagi dan dibulatkan, diistirahatkan, 
dipulung, dimasukkan dalam loyang dan 
fermentasi akhir sebelum dipanggang dan 
dikemas. Pembagian adonan dapat 
dilakukan dengan memakai  pemotong 
adonan.  Proses berikutnya yaitu  
intermediete proofing, yaitu mendiamkan 
adonan dalam ruang yang suhunya 
dipertahankan hangat selama 3-25 menit.  
Di sini adonan difermentasi dan 
dikembangkan lagi sehingga bertambah 
elastis dan dapat mengembang setelah 
banyak kehilangan gas, teregang dan 
terkoyak pada proses pembagian.  Setelah 
didiamkan adonan siap dengan 
pemulungan. Proses pemulungan terdiri dari 
proses pemipihan atau sheating, curling, 
dan rolling atau penggulungan serta 
penutupan atau sealing.  Setelah 
pemulungan adonan dimasukkan ke dalam 
loyang yang  telah dioles dengan lemak, 
agar roti tidak lengket pada loyang.  
Selanjutnya dilakukan fermentasi akhir, yang 
bertujuan agar adonan mencapai volume 
dan struktur remah yang optimum.  Agar 
proses pengembangan cepat fermentasi 
akhir ini biasanya dilakukan pada suhu 
sekitar 38°C dengan kelembaban nisbi 75-
85 %.  Dalam proses ini ragi roti 
menguraikan gula dalam adonan dan 
menghasilkan gas karbondioksida 
d. Pemanggangan 
Beberapa menit pertama setelah adonan 
masuk oven, terjadi peningkatan volume 
adonan secara cepat.   Pada saat ini enzim 
amilase menjadi lebih aktif dan terjadi 
perubahan pati menjadi dekstrin adonan 
menjadi lebih cair sedangkan produksi gas 
karbondioksida meningkat. Pada saat suhu 
mencapai sekitar 76 oC, alkohol dibebaskan 
serta menyebabkan peningkatan tekanan 
dalam gelembung udara.  Sejalan dengan 
terjadinya gelatinisasi pati, struktur gluten 
mengalami kerusakan karena penarikan air 
oleh pati.  Di atas suhu 76 °C terjadi 
penggumpalan gluten  yang memberikan 
struktur crumb.  Pada akhir pembakaran , 
terjadi pembentukan crust serta aroma. 
Pembentukan crust terjadi sebagai hasil 
reaksi maillard dan karamelisasi gula. 
 

 
 
Gambar 11. Penyimpanan Roti 

 
Mutu Roti 
Roti dinyatakan bermutu tinggi jika memenuhi 
berbagai persyaratan maulai dari pemilihan 
bahan baku berkualitas, proses pengolahan 
yang baik yang tidak mengurangi nilai gizi 
komponen penyusun roti, proses pengemasan, 
proses penyimpanan dan distribusi hingga 
kepelanggan yang tepat waktu. Namun pada 
dasarnya, mutu roti sangat ditentukan oleh: 
1. Mutu Adonan  
Mutu adonan dalam pembuatan roti sangat 
tergantung kepada kandungan gluten 
tepung. Gluten akan menentukan mutu 
adonan, volume pengembangan adonan 
dan sangat menentukan penampilan roti 
yang dihasilkan, khususnya dalam 
pembentukan struktur crumb.  
2. Mutu roti  
Mutu roti yang baik meliputi volume roti yang 
besar, bentuk yang simetris, warna kerak 
roti yang coklat kekuningan, tekstur kerak 
yang tipis dan kering, serta sifat sifat bagian 
bagian roti yang meliputi butiran dan tekstur. 
Butiran yang baik yaitu  butiran dengan sel 
yang halus, seragam yang panjang-panjang, 
sedangkan tesktur yang baik yaitu  yang 
halus lembut dan elastis. Selain itu struktur 
remah harus rata, warna remah terang, 
beraroma harum gandum dan ragi dengan 
rasa dan daya simpan yang baik.  

Dari pemaparan diatas, dapat ditarik beberapa 
kesimpulan yaitu: 
1. Roti yaitu  makanan olahan yang terbuat 
dari tepung yang ditambahkan dengan 
bahan-bahan lain sehingga memiliki 
kandungan karbohidrat sebagai sumber 
tenaga 
2. Proses pembuatan roti yang baik awali 
dengan pengadukan, peragian, 
pembentukan dan pemanggangan 
 
saran yang bisa diberikan antara lain: 
1. Roti memiliki pangsa pasar yang sangat baik 
sebagai bahan makanan pokok karena 
memiliki kandungan karbohidrat dan protein 
yang tinggi sehingga memiliki prospek bisnis 
yang cukup baik kedepannya. Penjualan 
dapat ditingkatkan dengan menambah 
varian roti dengan dasar adonan yang sama 
dan topping yang berbeda  
2. Industri roti dapat dikerjakan secara modern 
ataupun manual, sehingga masyarakat 
secara individupun mampu mendapatkan 
peluang bisnis melalui produksi roti