anemia gizi 2
Juni 14, 2023
anemia gizi 2
baik
dibandingkan pasien yang berpendidikan lebih rendah
Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap perilaku
hidup sehat. Pendidikan yang lebih tinggi memudahkan
pasien dalam menyerap informasi dan
mengimplementasikan dalam perilaku dan gaya hidup sehari-
hari, khusunya dalam hal kesehatan dan gizi. Tingkat
pendidikan, khususnya tingkat pendidikan wanita
mempengaruhi derajat kesehatan. Tingkat pendidikan ibu
terutama dapat menentukan pengetahuan, sikap, dan
keterampilannya dalam menentukan makanan keluarga.
Peranan ibu biasanya peling banyak berpengaruh terhadap
pembentukan kebiasaan makan anak, karena ibulah yang
mempersiapkan makanan mulai mengatur menu, berbelanja,
memasak, menyiapkan makanan, dan mendistribusikan
makanan. Pendidikan dan pengetahuan ibu sangat
berpengaruh terhadap kualitas hidangan yang disajikan,
pengetahuan gizi berkembang secara bermakna dengan
sikap positif terhadap perencanaan dan persiapan makanan.
Semakin tinggi pengetahuan gizi ibu, maka makin positif
sikap ibu terhadap kualitas gizi makanan, sehingga makin baik
asupan gizi keluarga.
Achmad Djaeni (1996) yang menyatakan bahwa
pendidikan ibu merupakan modal utama dalam menunjang
ekonomi keluarga, juga berperan dalam menyusun makanan
keluarga, serta pengasuhan, dan perawatan anak. Bagi
keluarga dengan tingkat pendidikan rendah dikhawatirkan
akan lebih sulit menerima informasi kesehatan khususnya
bidang gizi, sehingga tidak dapat menambah pengetahuan
dan tidak mampu menerapkan dalam kehidupan seharihari.
Semakin tinggi tingkat pendidikan formal diharapkan semakin
tinggi pula tingkat pendidikan kesehatannya, karena tingkat
pendidikan kesehatan merupakan bentuk intervensi terutama
terhadap faktor perilaku kesehatan.
Menurut Sariningrum (1990), ada dua kemungkinan
hubungan antara tingkat pendidikan orangtua dan pola
konsumsi makanan dalam keluarganya, yaitu:
1) Tingkat pendidikan orangtua secara langsung dan tidak
langsung menentukan kondisi rumah tangga dimana
kondisi rumah tangga sangat mempengaruhi konsumsi
keluarga
2) Pendidikan istri, disamping merupakan modal utama
dalam menunjang perekonomian keluarga juga berperan
dalam penyusunan pola makan keluarga.
Hasil penelitian analisis sekunder yang dilakukan oleh
Basuki (1996) pada remaja putri SMU di Kabupaten Bandung,
diketahui bahwa kejadian anemia lebih banyak terjadi pada
responden yang mempunyai ibu dengan pendidikan rendah
(tidak tamat SD) yaitu 67,4 %. Responden dengan pendidikan
ibu yang tinggi (tamat SD) proporsi anemia hanya 32,6 %.
Maka dapat dikatakan bahwa semakin tinggi pendidikan ibu,
maka kejadian anemia akan semakin rendah. berdasar
hasil uji statistik penelitian Gunatmaningsih (2007)
menunjukkan ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu
dengan kejadian anemia pada remaja putri di SMA Negeri 1
Kecamatan hutan terlarang , Kabupaten tanjungbaru (nilai p= 0,040).
Hal ini menunjukkan bahwa remaja putri yang mempunyai ibu
dengan tingkat pendidikan rendah berisiko 1,778 kali
lebih besar untuk mengalami kejadian anemia.
c. Pekerjaan orangtua
Pekerjaan pasien dapat mempengaruhi besarnya
pendapatan, selain itu juga lamanya waktu yang
dipergunakan pasien ibu untuk bekerja di dalam dan di
luar rumah, jarak tempat kerja dapat mempengaruhi
makanan dalam keluarganya
,mengemukakan bahwa orangtua
dengan mata pencaharian tetap, sekalipun rendah jumlahnya
tetapi setidaknya memberikan jaminan sosial keluarga yang
lebih aman jika dibandingkan dengan pekerjaan tidak tetap
dengan penghasilan tidak tetap.
d. Pendapatan orangtua
Menurut Soekirman (1993) pola konsumsi pangan
secara makro berhubungan dengan hukum ekonomi,
semakin meningat pendapatan keluarga maka semakin
beraneka ragam pola konsumsinya. Suhardjo (1989)
menyatakan bahwa pekerjaan yang berhubungan dengan
pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan
kualitas dan kuantitas makanan. Apabila penghasilan
meningkat, biasanya penyediaan lauk pauk yang bermutu
akan meningkat juga. Menurut Berg (1985) jumlah
pengeluaran orangtua yang mungkin diketahui secara pasti
oleh si anak dicerminkan melalui uang saku yang diberikan
oleh orangtuanya.
Yayuk Farida, dkk (2004) yang menyatakan bahwa
perubahan pendapatan secara langsung dapat
mempengaruhi perubahan konsumsi pangan keluarga.
Meningkatnya pendapatan berarti memperbesar peluang
untuk membeli pangan dengan kualitas dan kuantitas yang
lebih baik. Sebaliknya, penurunan pendapatan akan
memicu penurunan dalam hal kualitas dan kuantitas
pangan yang dibeli, yang dapat memicu tidak
terpenuhinya kebutuhan tubuh akan zat gizi, salah satunya
tidak terpenuhinya kebutuhan tubuh akan zat besi, sehingga
dapat berdampak timbulnya kejadian anemia.
berdasar penelitian Rani (2004), ada hubungan
antara pendapatan orangtua dengan kejadian anemia pada
remaja putri, yang mana remaja putri yang pendapatan
orangtuanya rendah, berisiko 2,729 kali menderita
anemia dibandingkan remaja putri yang pendapatan
orantuanya tinggi. berdasar hasil uji statistik penelitian
Gunatmaningsih (2007) menunjukkan ada hubungan antara
tingkat pendapatan keluarga dengan kejadian anemia di SMA
Negeri 1 Kecamatan hutan terlarang , Kabupaten tanjungbaru (nilai p=
0,035). Hal ini menunjukkan bahwa remaja putri dengan
tingkat pendapatan keluarga yang rendah berisiko
1,707 kali lebih besar untuk mengalami kejadian anemia.
5. Status Gizi
Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan
dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari zat gizi
dalam bentuk variabel tertentu. Indeks Massa Tubuh (IMT)
merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi
IMT merupakan
indeks berat badan pasien dalam hubungannya dengan
tinggi badan, yang ditentukan dengan membagi berat badan
dalam satuan kilogram dengan kuadrat tinggi dalam satuan
meter kuadrat. Status gizi penduduk umur 10-14 tahun dapat
dinilai berdasarkan IMT yang dibedakan menurut umur dan
jenis kelamin. Rujukan untuk menentukan kurus, apabila nilai
IMT kurang dari 2 standar deviasi (SD) dari nilai rerata, dan
berat badan lebih jika nilai IMT lebih dari 2 SD nilai rerata
standar WHO 2007. Standar penentuan kurus dan berat
badan lebih menurut nilai rerata IMT untuk perempuan umur
10-14 tahun dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Standar Penentuan Status Gizi Perempuan Umur 10-
14 Tahun
Umur (Tahun) Rerata IMT -2 SD +2 SD
10 16,6 13,5 22,6
11 17,3 13,9 23,7
12 18,0 14,4 24,9
13 18,8 14,9 26,2
14 19,6 15,5 27,3
status gizi mempunyai korelasi positif dengan konsentrasi
hemoglobin (Hb), artinya semakin buruk status gizi
pasien maka semakin rendah kadar Hbnya. berdasar
penelitian ditemukan hubungan yang
bermakna antara IMT anemia, yang mana remaja putri
dengan IMT tergolong kurus berisiko 1,4 kali menderita
anemia dibandingkan remaja putri dengan IMT normal.
berdasar hasil uji statistik penelitian Gunatmaningsih
(2007) menunjukkan ada hubungan antara status gizi dengan
kejadian anemia pada remaja putri di SMA Negeri 1
Kecamatan hutan terlarang , Kabupaten tanjungbaru (nilai p= 0,002).
Hal ini menunjukkan bahwa remaja putri dengan status gizi
tidak normal berisiko 2,175 kali lebih besar untuk
mengalami kejadian anemia
Dampak yang ditimbulkan akibat anemia terjadi pada
perkembangan fisik dan psikis yang terganggu, penurunan
kerja fisik dan daya pendapatan, penurunan daya tahan
terhadap keletihan, peningkatan angka kesakitan dan
kematian ,Anemia yang diderita oleh remaja
putri dapat memicu menurunya prestasi belajar,
menurunnya daya tahan tubuh sehingga mudah terkena
penyakit infeksi. Selain itu pada remaja putri yang anemia,
tingkat kebugarannya pun akan turun yang berdampak pada
rendahnya produktivitas dan prestasi olahraganya dan tidak
tercapainya tinggi badan maksimal karena pada masa ini
terjadi puncak pertumbuhan tinggi badan (peak higth velcity)
Di negara berkembang, anemia berkaitan dengan fungsi
reproduktif yang buruk, angka kematian maternal yang tinggi
(10 – 20% dari total kematian), tingginya insidens berat bayi
lahir rendah (<2.500 gr pada saat lahir), dan malnutrisi , Secara umum dampak yang akan
terjadi dikarenakan anemia antara lain:
1. Mengganggu kemampuan belajar
2. Menurunkan kemampuan latihan fisik dan kebugaran
tubuh
3. Menurunkan kapasitas kerja individual
4. Menurunkan fungsi imun (kekebalan) tubuh
5. Menurunkan kemampuan mengatur suhu tubuh
Sedangkan menurut Depkes RI dampak anemia adalah
sebagai berikut:
A. Pada Anak-anak
1. Menurunnya kemampuan dan konsentrasi belajar
2. Menghambat pertumbuhan fisik dan perkembangan
kecerdasan otak
3. Meningkatkan risiko menderita penyakit infeksi karena
daya tahan tubuh menurun.
B. Pada Wanita
1. Menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah sakit
2. Menurunkan produktivitas kerja
69
3. Menurunkan kebugaran.
C. Pada Remaja Putri
1. Menurunkan kemampuan dan konsentrasi belajar
2. Mengganggu pertumbuhan sehingga tinggi badan tidak
mencapai optimal
3. Menurunkan kemampuan fisik olahragawati
4. Mengakibatkan muka pucat.
D. Ibu Hamil
1. Menimbulkan pendarahan sebelum atau sesudah
persalinan
2. Meningkatkan risiko melahirkan bayi dengan Berat Badan
Lahir Rendah atau BBLR (<2,5 kg)
3. Pada anemia berat, bahkan dapat memicu
kematian ibu dan atau bayinya.
Pencegahan dan pengobatan anemia dapat ditentukan
dengan memperhatikan faktor-faktor pemicu nya. Jika
pemicu nya adalah masalah nutrisi, penilaian status gizi
dibutuhkan untuk mengidentifikasi zat gizi yang berperan
dalam kasus anemia. Anemia gizi dapat disebabkan oleh
berbagai macam zat gizi penting pada pembentukan
hemoglobin. Defisiensi besi yang umum terjadi di dunia
merupakan pemicu utama terjadinya anemia gizi ,Kurangnya zat besi dalam makanan dapat
memicu anemia ,.
ada beberapa usaha yang dapat dilakukan untuk
mencegah dan menanggulangi anemia akibat kekurangan
konsumsi besi. Upaya pertama meningkatkan konsumsi besi
dari sumber alami melalui pendidikan atau penyuluhan gizi
kepada pasien , terutama makanan sumber hewani yang
mudah diserap, juga makanan yang banyak mengandung
vitamin C, dan vitamin A untuk membantu penyerapan besi
dan membantu proses pembentukan hemoglobin. Kedua,
melakukan fortifikasi bahan makanan yaitu menambah besi,
asam folat, vitamin A, dan asam amino essensial pada bahan
makanan yang dimakan secara luas oleh kelompok sasaran.
Ketiga melakukan suplementasi besi folat secara rutin kepada
penderita anemia selama jangka waktu tertentu untuk
meningkatkan kadar hemoglobin penderita secara cepat ,
Pendidikan atau penyuluhan gizi adalah pendekatan
edukatif untuk menghasilkan perilaku individu atau
pasien yang diperlukan dalam meningkatkan perbaikan
pangan dan status gizi ,
Harapannya adalah orang bisa memahami pentingnya
makanan dan gizi, sehingga mau bersikap dan bertindak
mengikuti norma-norma gizi , Pendidikan gizi
secara komprehensif yaitu pada anak anemia, guru, dan
orang tua diberikan dengan harapan pengetahuan gizi anak,
guru, dan orang tua serta pola makan makan anak akan
berubah sehingga asupan makan terutama asupan besi anak
akan lebih baik.
Dengan asupan besi yang lebih baik, maka kadar
hemoglobin anak akan meningkat. Pada dasarnya program
pendidikan gizi bertujuan merubah perilaku yang kurang
sehat menjadi perilaku yang lebih sehat terutama perilaku
makan Beberapa penelitian di berbagai
negara menemukan bahwa pendidikan gizi sangat efektif
untuk merubah pengetahuan dan sikap anak terhadap
makanan, tetapi kurang efektif untuk merubah praktek
makan ,Pengetahuan merupakan hasil
proses pengindraan terhadap objek tertentu. Proses
pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra
penglihatan, pendengaran, penciuman rasa dan melalui kulit.
Pengetahuan merupakan faktor dominan yang sangat
penting untuk terbentuknya tindakan pasien .
A. Peran Guru dalam Menanggulangi Anemia Gizi pada
Remaja Putri
Guru sebagai pendidik, diharapkan dapat memberikan
pengetahuan secara langsung kepada anak didiknya
terutama remaja putri tentang pentingnya mencegah dan
mengobati anemia sedini mungkin. Pendidikan gizi dan
kesehatan di SLTP, SLTA, Madrasah Tsanawiyah, Aliyah, dan
Pondok Pesantren dapat diintegrasikan pada mata pelajaran
Biologi, IPA serta pendidikan jasmani dan kesehatan.
Kegiatan ekstrakulikuler di sekolah seperti UKS, PMR serta
Saka Bhakti Husada dapat menjadi sarana untuk memberikan
penyuluhan tentang anemia. Guru juga sebagai fasilitator
komunikasi dengan orang tua murid agar memperhatikan
status gizi remaja putri.
B. Peran Tokoh Masyarakat dalam Menanggulangi Anemia
Gizi pada Remaja Putri dan Wanita
Tokoh pasien seperti ketua organisasi, pimpinan
kelompok, kader, serta petugas lain di luar kesehatan sangat
berperan dalam memberikan penyuluhan dan motivasi
kepada pasien , khususnya kelompok remaja putri di luar
sekolah, pekerja wanita informal, ibu-ibu rumah tangga agar
selalu menjaga kesehatannya dengan mencegah dan
mengobati anemia. Penyuluhan gizi dan kesehatan di luar
sekolah dapat dilaksanakan melalui kegiatan Karang Taruna,
Remaja Masjid, Majelis Ta’lim, PKK, berbagai komunitas
lainnya seperti komunitas olah raga, komunitas berbasis hobi
dan lain-lain. Koordinasi antara guru dan tokoh pasien
dengan petugas kesehatan atau Puskesmas agar selalu
ditingkatkan untuk menanggulangi masalah anemia gizi pada
remaja putri dan wanita.
Fortifikasi merupakan usaha mengganti nutrisi-nutrisi
yang hilang dan membuat makanan pokok jauh lebih bergizi
tanpa merubah rasa atau tampilannya. Fortifikasi tepung
terigu dengan zat besi dapat mencegah secara signifikan
pelemahan mental yang sering terjadi di kalangan remaja
yang tidak mengkonsumsi zat besi secara cukup. Fortifikasi
ini akan meningkatkan produktivitas orang dewasa,
dan membantu menurunkan risiko penyakit anemia, serta
mengurangi kemungkinan kematian ibu hamil. Di seluruh
dunia, ada 57 negara yang yang melalui undang-undang
mengharuskan fortifikasi tepung dengan zat besi dan atau
asam folat. ada lima negara yang mewajibkan fortifikasi,
termasuk di dalamnya adalah negara kita . Negara lain adalah
Australia, Fiji, Selandia Baru dan Filipina ,
Salah satu cara pemerintah dalam mengurangi angka
kejadian anemia khususnya pada remaja putri adalah dengan
memberikan tablet tambah darah. Kegiatan ini merupakan
implementasi dari Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 88
Tahun 2014 tentang Standar Tablet Tambah Darah Bagi
Wanita Usia Subur dan Ibu Hamil serta Surat Edaran Dirjen
Kesehatan Masyarakat Kemenkes RI Nomor
HK.03.03/V/0595/2016 tentang Pemberian Tablet Tambah
Darah. Upaya ini dilakukan sebagai usaha pemerintah
membangun SDM melalui pemenuhin gizi seimbang bagi
remaja. Target pemerintah yang dituangkan dalam rencana
strategis kementerian kesehatan tahun 2015-2019 adalah
persentase remaja putri yang mendapat tablet tambah darah
di tahun 2019 sebesar 30% (Kemenkes, 2015). Tablet tambah
darah yang diberikan mengandung 200 mg zat besi dalam
bentuk ferro sulfat/ferro fumarat atau ferro glukonat dan
0,25 mg asam folat.
C. Mengurangi Anemia di Kalangan Remaja Putri dengan
Aplikasi Android
Remaja putri di negara kita mengalami anemia sebesar
23%. Dengan jumlah remaja putri kurang lebih 21 juta,
ada setidaknya 4,8 juta yang mengidap kekurangan
jumlah sel darah merah (yang mengandung protein
hemoglobin, Hb). Sel ini yang memungkinkan oksigen dari
jantung diangkut ke seluruh bagian tubuh.
Anemia remaja putri disebabkan oleh asupan makanan
rendah kandungan zat besi hewani maupun nabati. Anemia
pada remaja bisa menurunkan kemampuan daya ingat
sehingga prestasi akademik tidak optimal. Selain itu, dampak
anemia pada remaja putri berpeluang menimbulkan anemia
ketika hamil. penanganan kasus anemia pada remaja putri
berusia 10-19 tahun perlu diprioritaskan karena mereka dapat
memutus siklus anemia pada ibu hamil dan dampak kelahiran
bayi dengan kognitif rendah akibat ibu hamil yang anemia.
Meski ada berbagai penanganan kasus anemia, di
antaranya, pemberian tablet tambah darah dan penambahan
zat besi pada tepung terigu, yang telah dilakukan, kasus
anemia di kalangan remaja putri masih tetap tinggi. Karena
itu, diperlukan cara alternatif yang efektif untuk mengurangi
anemia pada remaja putri yaitu penurunan anemia via
telepon pintar Android.
Adapun mekanismenya dengan melakukan
pemeriksaan status anemia yang diukur adalah hemoglobin
(Hb) dengan nilai ambang batas kategori anemia jika kurang
dari 12 gram per desiliter (g/dl) dan nutrisi seperti zat besi. Hb
dari darah dan nutrisi dengan pencatatan makanan 3 hari.
Prosesnya dilakukan oleh tenaga yang berkompeten seperti
dokter anak, gizi, psikologi, desain visual multimedia, dan
kedokteran komunitas.
Hasil pengukuran status anemia ini menemukan bahwa
persentase penderita anemia lebih besar dibanding angka
nasional, yakni 33,7% atau 37 ribu remaja putri. Selama enam
bulan (24 minggu), 228 siswi dari enam SMP di sana
mengikuti uji coba penggunaan Android dan 250 siswi
menjadi sasaran uji coba modul cetak kertas. Modul cetak
berisi pedoman yang memuat definisi anemia, pemicu
anemia, cara mencegah dan mengatasi anemia. Dalam
pedoman ini , kartu monitoring konsumsi tablet tambah
darah sekaligus informasi singkat tentang anemia dijadikan
alat edukasi untuk remaja putri dalam versi cetak kertas. Pada
pengukuran awal, kelompok Android memiliki median kadar
Hb 11,8 g/dl dan kelompok modul cetak 12 g/dl. Tujuan uji
coba ini untuk meningkatkan kadar Hb dan konsumsi zat besi.
Langkah pertama adalah studi literatur dan studi
formatif (baseline) di satu sekolah menengah pertama untuk
mengembangkan aplikasi Android yang dinamakan Remaja
Putri Anti Anemia. Aplikasi ini terdiri dari empat fitur. Desain
aplikasi memakai prinsip emotion design untuk
meyakinkan remaja mengikuti pesan yang disampaikan.
Prinsip ini dipakai dalam fitur komik. Isi pesan komik ini
dilandasi dari teori perilaku Integrative Model Behavior
Prediction (IMBP) yang mendorong perubahan perilaku.
Selain itu pesan ini juga dikembangkan dari pedoman
penanggulangan anemia untuk remaja putri dan perempuan
usia subur untuk tenaga kesehatan yang disusun oleh
Kementerian Kesehatan.
Fitur kedua berisi makanan dan resep sumber zat untuk
mencegah anemia yang bisa dicontoh remaja putri. Makanan
dan resep ini dikembangkan dari studi formatif, yaitu
makanan yang disukai remaja putri, mudah diperoleh serta
mudah diolah. Resep masakan diperoleh dari website
masakan yang banyak dipakai pasien , misalnya,
https://cookpad.com/id dengan jenis makanan seperti omelet
telur dan sate kerang.
Fitur ketiga berisi jenis-jenis makanan ringan seperti
biskuit, snack bar dan kacang kedelai yang juga
dikembangkan dari studi formatif. Jenis makanan yang
disukai remaja putri dan tersedia di kantin serta mini market
di sekitar rumah dan sekolah.
Fitur keempat merupakan elemen penting dalam
aplikasi ini yaitu pencatatan makanan. Remaja putri dapat
mencatat jenis makanan, porsi dalam sehari serta tablet
tambah darah dalam catatan mereka. Remaja putri
mendapatkan hasil pengamatan langsung karena aplikasi ini
menyediakan perbandingan dengan pedoman gizi seimbang
dan rekomendasinya, yang selanjutnya menguji efektivitas
aplikasi ini. Murid-murid di tiga sekolah yang paling banyak
memiliki Android dijadikan sebagai kelompok intervensi
Android. Sedangkan siswa di tiga sekolah lainnya dijadikan
kelompok intervensi dengan modul cetak. Selama 20 minggu
pertama, siswa enam sekolah ini dilatih di ruang kelas
tentang cara memakai kedua media sesuai dengan
pembagiannya. Hasil dari 20 minggu pertama ini , pada
kelompok intervensi Android saya menemukan peningkatan
Hb (median awal 11,8 g/dl menjadi 12 g/dl) sedangkan tidak
ada perubahan kadar Hb pada kelompok modul cetak.
Peningkatan asupan zat besi kelompok Android (dari
6,6 mg/hari menjadi 11,8 mg/hari) lebih tinggi dibandingkan
kelompok intervensi modul cetak (dari 11,9 mg/hari menjadi
15,6 mg/hari). Kedua kelompok kemudian melanjutkan
penggunaan media masing-masing tanpa paparan edukasi di
ruang kelas selama empat minggu. Hasil uji coba terakhir ini
menunjukkan tidak ada perubahan signifikan tingkat Hb dan
asupan zat besi partisipan antara sebelum intervensi dan
sesudah intervensi tanpa paparan edukasi di kelas. Dapat
disimpulkan bahwa intervensi via aplikasi Android saja tidak
efektif mengubah tingkat Hb dan asupan zat besi. Ada
beberapa pemicu temuan:
1. Remaja putri yang mengikuti intervensi kelompok modul
cetak menunjukkan perubahan asupan zat besi lebih baik
dibandingkan dengan kelompok aplikasi Android. Ini
terjadi karena median kadar Hb sebelum intervensi pada
kelompok modul cetak sudah lebih tinggi dari kelompok
Android.
2. Dalam waktu 20 minggu pertama ketika dipaparkan sesi
edukasi dalam kelas, memungkinkan remaja putri lebih
patuh mengikuti instruksi penggunaan media Android
dibandingkan dengan saat tidak ada sesi dalam kelas.
Oleh karena itu, intervensi melalui aplikasi Android akan
efektif menurunkan anemia jika disandingkan dengan
program pemberian suplemen tablet tambah darah yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan ke sekolah. Dengan sistem
teknologi ini, remaja putri dapat melihat hasil pengawasan
dan rekomendasi di dalam fitur pencatatan makanan.
Hasilnya bisa dibagikan melalui Facebook dan Twitter yang
bisa dipantau orang tua, guru, dan tenaga kesehatan. Jika ini
dilakukan, memakai Android menjadi lebih optimal dan
hasilnya dapat diakses lebih cepat.
Strategi pemerintah dalam usaha pencegahan anemia
pada remaja yaitu melaksanakan penyuluhan kesehatan
remaja melalui integrasi materi KRR ke dalam mata pelajaran
yang relevan, memberikan pelayanan melalui penyuluhan
kepada remaja dalam rangka meningkatkan kesehatan salah-
satunya yaitu usaha pencegahan anemia pada remaja,
Pendidikan Keterampilan Hidup Sehat (PKHS) dan Usaha
Kesehatan Sekolah (UKS).
D. Pencegahan Anemia pada Remaja Putri
Menurut Sunita (2010), cara mencegah dan mengobati
anemia adalah:
1. Meningkatkan konsumsi makanan bergizi
a. Makan makanan yang banyak mengandung zat besi dari
bahan makanan hewani (daging, ikan, ayam, hati, telur)
dan bahan makanan nabati (sayuran berwarna hijau tua,
kacang-kacangan, tempe)
b. Makan sayur-sayuran dan buah-buahan yang banyak
mengandung vitamin c (daun katuk, daun singkong,
bayam, jambu, tomat, jeruk, dan nanas) sangat
bermanfaat untuk meningkatkan penyerapan zat besi
dalam usus.
2. Menambah pemasukan zat besi ke dalam tubuh dengan
minum Tablet Tambah Darah (TTD)
Tablet tambah darah adalah tablet besi folat yang
setiap tablet mengandung 200 mg ferro sulfat atau 60 mg
besi elemental dan 0,25 mg asam folat. Wanita dan remaja
putri perlu minum tablet tambah darah karena wanita
mengalami haid sehingga memerlukan zat besi untuk
mengganti darah 36 yang hilang. Wanita mengalami hamil,
menyusui, sehingga zat besinya sangat tinggi yang perlu
dipersiapkan sedini mungkin semenjak remaja. Tablet tambah
darah mampu mengobati wanita dan remaja putri yang
menderita anemia, meningkatkan kemampuan belajar,
kemampuan kerja dan kualitas sumber daya manusia serta
generasi penerus. Anjuran minum yaitu minumlah 1 (satu)
tablet tambah darah seminggu sekali dan dianjurkan minum 1
tablet setiap hari selama haid. Minumlah tablet tambah darah
dengan air putih, jangan minum dengan teh, susu atau kopi
karena dapat menurunkan penyerapan zat besi dalam tubuh
sehingga manfaatnya menjadi berkurang.
3. Mengobati penyakit yang memicu atau
memperberat anemia seperti: kecacingan, malaria, dan
penyakit TBC.
E. Penanggulangan Anemia pada Remaja Putri
Tindakan penting yang dilakukan untuk mencegah
kekurangan besi antara lain:
1. Konseling untuk membantu memilih-milih bahan makanan
dengan kadar besi yang cukup secara rutin pada usia
remaja
2. Meningkatkan konsumsi besi dari sumber hewani seperti
daging, ikan, unggas, makanan laut disertai minum sari
buah yang mengandung vitamin C (asam askorbat) untuk
meningkatkan absorbsi besi dan menghindari atau
mengurangi minum kopi, teh, teh es, minuman ringan
yang mengandung karbonat dan minum susu pada saat
makan
3. Suplementasi besi, merupakan cara untuk menanggulangi
anemia di daerah dengan prevalensi tinggi. Pemberian
suplementasi besi pada remaja dosis 1 mg/kgBB/hari
4. Untuk meningkatkan absorbsi besi, sebaiknya
suplementasi besi tidak diberi bersama susu, kopi, teh,
minuman ringan yang mengandung karbonat,
multivitamin yang mengandung fosfat dan kalsium
5. Skrining anemia. Pemeriksaan hemoglobin dan
hematokrit masih merupakan pilihan untuk skrining.
Langkah yang bisa
dilakukan untuk mencegah anemia diantaranya adalah:
1. Makan-makanan yang banyak zat besi dari bahan hewani
seperti daging, ikan, ayam, hati dan telur. Dari bahan
nabati seperti sayuran yang warnanya hijau tua, kacang-
kacangan dan tempe
2. Banyak makan-makanan yang mempunyai sumber
vitamin C yang berguna untuk peningkatan penyerapan
zat besi seperti jambu, jeruk, tomat, dan nanas
3. Minum 1 tablet penambah darah setiap hari, khusus
wanita ketika mengalami haid
4. Jika merasakan ada tanda dan gejala anemia, maka
segeralah berkonsultasi pada dokter untuk mencari
pemicu dan diberikan pengobatan.
A. Pengertian orKes-ku (Raport Kesehatanku)
Orkes-ku (Raport Kesehatanku) suatu metode untuk
mengidentifikasi faktor risiko masalah gizi khususnya anemia
pada remaja, selain itu kemanfaatan metode lainnya adalah
data yang diperoleh dari raport ini dapat dipakai untuk
melakukan solusi perbaikan masalah gizi pada remaja
khususnya anemia. Dimana pelaksanaannya dapat
dilaksanakan oleh guru bimbingan konseling serta
bekerjasama dengan petugas kesehatan sebagai bentuk
usaha perbaikan dalam mengatasi masalah gizi ganda
(anemia, IMT yang tidak normal, asupan zat gizi yang tidak
seimbang, konsep diri (citra tubuh) yang salah dan
pengetahuan gizi yang rendah) pada remaja putri dengan
pemberian konseling bagi remaja dan pemberian
pengetahuan bagi orangtua/pengasuh, serta akan diberikan
raport kesehatan sekolah di setiap akhir bulan sebagai
bentuk evaluasi. Melihat situasi dan kondisi saat ini, program
ini merupakan cara yang efektif bagi remaja yang memiliki
masalah gizi dan bisa dipakai di setiap sekolah. Hal ini akan
membantu meningkatkan dan memperbaiki kualitas gizi pada
remaja.
B. Mekanisme penerapan Metode orKes-ku (Raport
Kesehatanku)
Di dalam orKes-ku (Raport Kesehatanku) ini
berisi berapa berat badan remaja, berat badan ideal remaja,
perubahan berat badan remaja sesudah evaluasi, juga akan
diberikan saran mengatasi masalah yang ada dengan
pemberian feeding rules yang dapat membantu remaja untuk
belajar mengatur dan mengatasimasalah makannya sendiri
serta memberikan petunjuk kepada orangtua dalam
menyediakan makanan yang sehat bagi remajanya.
Basic feeding rules adalah pedoman atau aturan dasar
praktik pemberian makan dengan tujuan menyusun jadwal
makan yang terstruktur dan membantu remaja untuk dapat
melatih regulasi makan internalnya ,
Pengaturan pola makan dibuat tidak hanya untuk
mengurangi maupun menambah jumlah berat badan saja,
tetapi bertujuan untuk membiasakan keluarga bergaya hidup
sehat dan seimbang. Gaya hidup sehat dan seimbang yang
diterapkan bagi seluruh anggota keluarga akan mengurangi
risiko kemungkinan mengalami masalah gizi kurang maupun
gizi lebih, terutama pada remaja .
Metode ini melibatkan kerjasama antara petugas
kesehatan (penyuluh, ahli gizi), guru konseling, orangtua, dan
remaja. Penyuluh kesehatan yang akan memberikan
pengetahuan kepada orangtua dan guru konseling dalam
usaha perbaikan dalam mengatasi masalah gizi pada remaja.
Upaya sekolah untuk bekerja sama dengan petugas
kesehatan untuk memberikan penyuluhan dan menyediakan
ahli gizi bagi tiap sekolah. Pendidikan atau penyuluhan gizi
adalah pendekatan edukatif untuk menghasilkan perilaku
individu atau pasien yang diperlukan dalam
meningkatkan perbaikan pangan dan memperbaiki status gizi
pada remaja.Pada dasarnya program pendidikan gizi
bertujuan merubah perilaku yang kurang sehat menjadi
perilaku yang lebih sehat terutama perilaku makan ,
Guru konseling dalam metode orKes-ku (Raport
Kesehatanku) berperan sebagai orang yang akan
mengarahkan remaja didiknya dan mengontrol berat badan
remaja di sekolah dalam menjalankan saran yang telah
diberikan oleh ahli gizi. Konseling merupakan salah satu
tehnik bimbingan dimana proses pemberian bantuan yang
diberikan kepada individu dalam masalah kehidupannya
berlangsung melalui wawancara antar guru
pembimbing/konselor dengan remaja didik dan orang tuanya
dengan cara-cara yang sesuai yang telah disarankan oleh ahli
gizi dalam mencapai berat badan yang ideal. Tujuan
bimbingan konseling ini adalah membantu siswa dan
orangtua mengetahui, memahami, dan menemukan
alternatif dari pemecahan masalah yang semula tidak baik
menjadi baik.
Ahli gizi dalam metode orKes-ku (Raport
Kesehatanku) berperan sebagai orang yang mengukur berat
badan remaja setiap akhir bulan sebagai bentuk evaluasi
apakah ada perubahan dalam menjalankan program ini dan
orang yang menyusun jadwal makan remaja yang terstruktur
dan membantu remaja untuk dapat melatih regulasi makan
internalnya. Ahli gizi akan menuliskan makanan apa yang
perlu dikonsumsi didalam rapor kesehatan sekolah yang akan
diterima orangtua setiap akhir bulan sebagai petunjuk dalam
menyediakan makan yang sehat bagi remajanya. Sehingga
akan tampak apakah ada perubahan atau tidak sesudah
mendapatkan petunjuk makanan yang sehat dari ahli gizi.
Orangtua dalam metode orKes-ku (Raport Kesehatanku)
berperan sebagai pengawas dan penyedia makanan diet
yangseimbang, rendah kalori, dan sesuai petunjuk ahli gizi.
Orangtua berperan besar dalam program ini karena orangtua
lah yang memantau berat badan secara rutin di rumah,
mengatur frekuensi makan remaja dan frekuensi kudapan
atau makanan camilan dan meningkatkan aktivitas fisiknya.
A. Hubungan Pengetahuan dengan Anemia
Pengetahuan pasien biasanya diperoleh dari
pengalaman yang berasal dari berbagai macam sumber.
Pengetahuan ini membentuk keyakinan tertentu sehingga
pasien berperilaku sesuai keyakinan ini . Pendidikan
baik formal maupun informal dapat meningkatkan
pengetuhuan tentang gizi, namun kenyataannya tidak
demikian. Demikian juga kesadaran akan pengetahuan gizi
tidak selalu meningkat seiring tingginya tingkat pendidikan.
Perilaku makan atau pola kebiasaan makan yang positif
sangat diperlukan dalam menanggulangi anemia.
Ketidaktahuan masalah pangan dalam hubungannya dengan
gizi merupakan pemicu yang biasa terjadi. Pengolahan
pangan yang kurang tepat dapat memicu terjadinya
kehilangan zat gizi sehingga makanan yang dikonsumsi tidak
dapat menyediakan zat gizi yang diperlukakan oleh tubuh
B. Hubungan Sikap dengan Anemia
Manusia tidak dilahirkan dengan sikap pandangan
ataupun perasaan tertentu, tetapi sikap tidak dibentuk
sepanjang perkembangan. Sikap pasien dengan keadaan
mudah terpengaruh untuk memberikan tanggapan terhadap
rangsangan lingkungan yang dapat memulai atau
membimbing tingkah laku orang ini . Sikap memiliki
tingkat kedalaman yang berbeda-beda (senang, benci, agak
benci, sedih), bisa mempengaruhi terjadinya anemia. Sikap
senang atau tidak senang dengan makanan bisa
mempengaruhi terjadinya anemia dan kurang suka dengan
makanan yang banyak mengandung zat besi. Makanan yang
banyak mengandung zat besi bisa mencegah terjadinya
anemia ,
Kajian untuk mengetahui kejadian anemia pada remaja
putri beberapa diantaranya melalui kajian terhadap faktor
risiko dilakukan pada siswi SMP/sederajat Wilayah Kabupaten
Banjar. Adapun kegiatan ini diawali dengan pre-test
untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan gizi yang
diketahui oleh remaja putri yang selanjutnya mengisi
beberapa identitas remaja responden yang memuat status
gizi remaja (berat badan, tinggi badan, kadar hemoglobin),
pantangan makan, konsep body image, riwayat penyakit
infeksi dan identitas keluarga yang memuat jenjang
pendidikan terakhir orang tua, pekerjaan, pendapatan
keluarga, pantangan keluarga dan jumlah anggota keluarga.
Selanjutnya sesudah pre-test dan pengisian identitas
responden dan keluarga, remaja putri diberi edukasi gizi
terkait definisi anemia, faktor pemicu /risiko, dampak,
pencegahan, dan penanggulangan anemia. Untuk
mengetahui pemahaman remaja putri terhadap materi yang
diberikan sesudah sesi edukasi diselingi dengan proses tanya
jawab. Akhir dari kegiatan ini remaja putri diberikan evaluasi
akhir untuk mengetahui sejauh mana materi yang telah
disampaikan dapat dimengerti remaja putri melalui post-test.
Hasil dari kegiatan kajian ini menemukan bahwa
tingkat pendidikan ayah merupakan faktor yang paling
dominan berhubungan dengan status gizi remaja. Diketahui
nilai OR 14,251 artinya remaja yang memiliki tingkat
pendidikan ayah yang rendah berpeluang 14,251 untuk
memiliki gizi tidak normal dibandingkan remaja yang memiliki
tingkat pendidikan tinggi. Tingkat pendidikan ayah dan ibu
berhubungan dengan status gizi remaja. Hasil kajian ini
menemukan pula bahwa tidak ada perbedaan yang
bermakna asupan energi dan asupan protein antara sebelum
dan sesudah penerapan Orkesku, ada perbedaan IMT
100
sebelum dan sesudah penerapan Orkesku dengan p=0,0001
(p<0,05). Dengan demikian bersadarkan kajian ini
bahwa orkesku salah satu alternative solusi untuk
mengidentifikasi factor risiko masalah kesehatan khususnya
anemia pada remaja puteri. Dengan mengetahui bahwa
tingkat pendidikan ayah merupakan faktor pendukung utama
perbaikan status gizi remaja yang dapat diketahui dari
perbaikan Indeks Massa Tubuh remaja sebelum dan sesudah
penerapan Orkesku. Oleh karenanya perlu usaha kajian lanjut
dengan pendekatan edukasi praktis agar ayah berpendidikan
rendah meningkat pengetahuan gizinya sehingga usaha
perbaikan gizi remajanya dapat secara efektif dilakukan.
Keberhasilan edukasi yang diberikan diketahui dengan
membandingkan pengetahuan awal (sebelum edukasi
diberikan) dengan pengetahuan akhir (pasca pemberian
edukasi).
Kebiasaan makan adalah cara pasien dalam memilih-milih
dan memakannya sebagai reaksi terhadap pengaruh-
pengaruh psikologis, fisiologi, budaya dan sosial. Kebiasaan
makan adalah suatu perilaku yang berhubungan dengan
makan pasien , pola makanan yang dimakan, pantangan,
distribusi makanan dalam keluarga, preferensi terhadap
makanan dan cara memilih-milih makanan. Remaja putri pada
umumnya memiliki karakteristik kebiasaan makan tidak
sehat. Antara lain kebiasaan tidak makan pagi, malas minum
air putih, diet tidak sehat karena ingin langsing (mengabaikan
sumber protein, karbohidrat, vitamin, dan mineral),
kebiasaan ngemil makanan rendah gizi dan makan makanan
siap saji. Sehingga remaja tidak mampu memenuhi
keanekaragaman zat makanan yang dibutuhkan oleh
tubuhnya untuk proses sintesis pembentukan hemoglobin
(Hb). Bila hal ini terjadi dalam jangka waktu yang lama akan
memicu kadar Hb terus berkurang dan menimbulkan
anemia z
Perempuan membutuhkan asupan zat besi yang lebih
tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Tabel Angka Kecukupan
Gizi (AKG) mengatakan bahwa kebutuhan zat besi remaja
perempuan usia 13-29 tahun adalah 26 mg, angka ini jauh
lebih tinggi bila dibandingkan dengan laki-laki seusianya. Pada
perempuan, asupan zat besi tidak hanya dipakai untuk
mendukung pertumbuhan, tetapi juga dipakai untuk
mengganti zat besinya yang hilang melalui darah yang keluar
setiap dirinya mengalami menstruasi setiap bulan. Karena
kebutuhan zat besi perempuan yang sangat tinggi inilah,
perempuan berisiko mengalami kekurangan zat besi, yang
nantinya dapat berkembang menjadi anemia.
Pola dan gaya hidup modern membuat remaja
cenderung lebih menyukai makan di luar rumah bersama
kelompoknya. Remaja putri sering mempraktikkan diet
dengan cara yang kurang benar seperti melakukan
pantangan-pantangan, membatasi atau mengurangi
frekuensi makan untuk mencegah kegemukan. Pada
umumnya remaja mempunyai kebiasaan makan yang kurang
baik. Beberapa remaja khususnya remaja putri sering
mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang tidak seimbang
dibandingkan dengan kebutuhannya karena takut
kegemukan dan menyebut makan bukan hanya dalam
konteks mengkonsumsi makanan pokok saja tetapi makanan
ringan juga dikategorikan sebagai makan. Jika mengkonsumsi
makanan seimbang merupakan sudah anjuran mendasar
yang hakiki bagi semua orang. Dimana asupan zat gizi yang
terkonsumsi menentukan aspek kesehatan nutrisi setiap
individu. Makanan seimbang memiliki penjabaran makanan-
makanan yang memiliki kandungan gizi yang sesuai dengan
asupan gizi yang dibutuhkan.
Banyak vitamin dan mineral diperlukan untuk membuat
sel-sel darah merah. Selain zat besi, vitamin B12 dan folat
diperlukan untuk produksi hemoglobin yang tepat.
Kekurangan dalam salah satu dapat memicu anemia
karena kurangnya produksi sel darah merah. Asupan
makanan yang buruk merupakan pemicu penting
rendahnya kadar asam folat dan vitamin B12 ,
Bahan makanan seperti daging, ayam, dan ikan memiliki
kandungan besi yang tinggi, serealia dan kacang-kacangan
memiliki kandungan besi yang sedang, serta sebagian besar
sayur-sayuran yang mengandung asam oksalat tinggi seperti
bayam memiliki kandungan besi yang rendah. Kebiasaan
pasien negara kita dalam mengonsumsi teh dan kopi juga
menjadi faktor lain yang memicu banyaknya penderita
anemia. Kopi dan teh mengandung polifenol (asam fenolat,
flavonoid, dan produk polimerisasi) yang berpengaruh pada
proses penyerapan zat besi (inhibitor). Kalsium yang ada
pada olahan susu dan keju juga dapat menjadi inhibitor
absorbs besi. Selain hal-hal ini , remaja putri sering
melakukan diet (mengurangi makan) karena ingin langsing
dan mempertahankan berat badan. Penyerapan zat besi akan
maksimal jika di fasilitasi oleh asam askorbat (vitamin C),
seperti yang terkandung dalam buah kiwi, jambu biji, dan
jeruk. Hal ini didukung oleh hasil penelitian dari Kirana (2011)
yang mengatakan bahwa semakin tinggi asupan protein,
vitamin A, vitamin C, dan zat besi semakin tinggi pula kadar
hemoglobinnya
Jumlah atau porsi makanan sesuai dengan anjuran
makanan bagi remaja menurut yang disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Contoh Jumlah Porsi Makanan Yang Dianjurkan Pada
Usia Remaja
Makan pagi
06.00 - 07.00 WIB
Makan siang
13.00 - 14.00 WIB
Makan malam
20.00 WIB
Nasi 1 porsi 100 gr
beras
Nasi 2 porsi 200 gr
beras
Nasi 1 porsi 100 gr
beras
Telur 1 butir 50 gr Ikan 1 porsi 50 gr Ikan 1 porsi 50 gr
Susu sapi 200 gr Tempe 1 porsi 50
gr
Tahu 1 porsi 100 gr
Sayur 1 porsi 100 gr Sayur 1 porsi 100 gr
Buah 1 porsi 75 gr Buah 1 porsi 100 gr
Susu skim 1 porsi
20 gr
Menurut Husaini (1989) pola makan yang tidak
berkualitas dalam hal keragaman jenis makanan dan
ketersediaan biologis besinya rendah merupakan faktor
penting yang berperan dalam anemia karena dapat
menganggu penyerapan zat gizi. Pola menu makanan yang
hanya terdiri dari sumber karbohidrat, seperti nasi dan umbi-
umbian, atau kacang-kacangan, tergolong menu rendah
(penyerapan zat besi 5%). Pola menu yang kurang bervariasi
ini ini sangat jarang atau sedikit sekali mengandung daging,
ikan, dan sumber vitamin C. ada lebih banyak bahan
makanan yang mengandung zat penghambat zat absorbsi
besi dalam menu makanan ini, sehingga keragaman atau
variasi makanan yang dikonsumsi diperlukan untuk
memperoleh penyerapan zat gizi yang baik.
Sebagian besar remaja putri memiliki pola makan yang
kurang bervariasi, hal ini kemungkinan karena sebagian besar
remaja lebih suka mengkonsumsi makanan jajanan yang tidak
memenuhi asupan zat gizinya dengan baik. Selain itu,
sebagian besar remaja mengaku tidak suka mengonsumsi
sayur-sayuran dan ketersediaan buah-buahan di rumah
mereka sangat jarang. Sehingga asupan makanan sehari-hari
mereka kebanyakan hanya didominasi oleh sumber
karbohidrat dan protein. Kurang bervariasinya jenis makanan
ini dapat memicu penyerapan zat gizi kurang
berjalan dengan baik, sehingga dapat memicu kadar
hemoglobin menurun atau anemia. Banyak remaja putri yang
sering melewatkan dua kali waktu makan dan lebih memilih-milih
kudapan. Padahal sebagian besar kudapan bukan hanya
hampa kalori, tetapi juga sedikit sekali mengandung zat gizi,
selain dapat mengganggu (menghilangkan) nafsu makan.
Selain itu remaja khususnya remaja putri semakin
menggemari junk food yang sangat sedikit (bahkan ada yang
tidak ada sama sekali) kandungan kalsium, besi, riboflavin,
asam folat, vitamin A dan vitamin.
Tubuh mendapatkan zat besi melalui makanan.
Kandungan zat besi dalam makanan berbeda-beda, dimana
makanan yang kaya akan kandungan zat besi adalah
makanan yang berasal dari hewani (seperti ikan, daging, hati
dan ayam). Makanan nabati (seperti sayuran hijau tua)
walaupun kaya akan zat besi, namun hanya sedikit yang bisa
diserap dengan baik oleh usus , Rendahnya asupan zat besi yang berasal dari konsumsi
zat besi dari makanan sehari-hari merupakan salah satu
pemicu terjadinya anemia
Beberapa makanan yang dapat menghambat penyerapan
zinc dan besi adalah asam fitat (beras, gandum, kacang
kedelai, susu coklat, kacang, dan tumbuhan polong),
polifenol (teh, kopi, bayam, kacang, tumbuhan polong,
rempah-rempah) kalsium dan fosfat (susu dan keju).
Makanan atau minuman tertentu dapat mengganggu
penyerapan zat besi di dalam tubuh. Asam fitat dan faktor
lain di dalam serat serealia dan asam oksalat di dalam sayuran
menghambat penyerapan besi. Asam fitat dan asam oksalat
yang terkandung dalam sayuran akan mengikat zat besi,
sehingga mengurangi penyerapan zat besi. Karena hal inilah,
bayam meski tinggi kandungan zat besinya bukan merupakan
sumber zat besi yang baik. Oleh karena itu, jika hendak
mengonsumsi bayam dan sayuran lain, sebaiknya disertai
dengan mengonsumsi buah-buahan yang tinggi kandungan
vitamin C nya, seperti jambu biji, jeruk dan nanas. Namun
lebih dianjurkan untuk meminumnya dalam bentuk jus. Sebab
jika dalam bentuk buah segar, yang kandungan seratnya
masih tinggi, juga akan menghambat penyerapan zat besi